Anda di halaman 1dari 6

NEONATUS DENGAN KEJANG

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yag terjadinya dalam usia bayi 0 sampai 28 hari setelah lahir.
Kejang pada byi baru lahir ( neonatus ) umumnya merupakan maifestasi dari gangguan syaraf pusat,
kelainan metabolik atau penyakit lain yang dapat menyebabkan kerusakan otak. Penyebab kejang
yang paling umum pada neonatus adalah trauma otak iskhemik-hipoksia. Kejang pada neonatus (bayi
baru lahir) merupakan keadaa darurat. Kejang harus diatasi sesegera mugkin untuk mencegah
kerusakan otak yang luas.

A. DEFINISI
a) Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurologi, baik fungsi motorik maupun
fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak.
b) Kejang merupakan keadaan kegawatdaruratan atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus, karena kejang yang berkepanjangan dapat megakibatkan hipoksia otak yang cukup
berbahaya bagi kelangsunga hidup bayi atau dapat mengakibatkan gejala sisa di kemudian
hari.
c) Kejang pada bayi baru lahir sering disebut neonatal fit.
d) Kejang pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadinya dalam usia bayi sampai 28 hari
setelah lahir.
e) Kejang pada bayi baru lahir bukanlah suatu peyakit, melainkan merupakan gejala dari
gangguan syaraf pusat, lokal atau sistemik.
B. KLASIFIKASI
Menurut Volpe, kejang pada bayi baru lahir yang diklasifikasikan berdasarkan gambaran kliis
adalah sebagai berikut :
1. Kejang Subtle
Meliputi :
a) Gerakan stereotip berulang pada ekstremitas seperti gerakan mengayuh sepeda atau
berenang
b) Deviasi atau kejut pada bola mata secara horisontal ( mata seperti matahari setegah
terbenam dimana pupil masih terlihat pada waktu bayi tidur ) tanpa gerakan cepat, mata
mengedip berulang, kelopak mata bergetar berulang ulang
c) Gerakan pada wajah berulang seperti ngiler, gerakan menghisap atau mengunyah atau
gerakan lain pada pipi dan lidah
d) Apnea atau perubahan tiba-tiba pada pola pernafasan (bila apnea saja terutama pada
bayi kurang bulan bukan kejang, tetapi bila apnea disertai gerakanlainny, misalnya
gerakan kelopak mata atau lainnya kemungkinan adalah kejang).
e) Bisa terjadi pada bayi yang lahir cukup bulan atau bayi kurang bulan (prematur)
2. Kejang Tonik
kejang tonik meliputi kejang tonik fokal atau umum.
a) Kejang tonik fokal, gambarannya adalah :
1) Kejang yang tampak dari salah satu ekstremitas atau batang tubuh atau deviasi tonik
kepala atau mata.
2) Sebagian besar kejang tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat
yang difus dan perdarahan intraventrikuler.
3) Tampak lebih serig pada bayi prematur.
b) Kejang toik umum, gambarannya adalah :
1) Fleksi atau ekstensi toik pada ekstremitas bagian atas, leher atau batang tubuh dan
berkaitan dengan eksistensi tonus pada ekstremitas bagian bawah
2) Pada 85% kasus kejang tonik tidka berkaitan dengan perubahan otoomis sepertiya
meningkatnya detak jantung, tekanan darah atau kulit memerah
3) Biasanya terjadi pada bayi kurang bulan (prematur)
3. Kejang Klonik
Meliputi :
a) Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yag perlahan dan berirama (1-3 detik/meit)
b) Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan menghambat
gerakan tersebut.
c) Peyebabnya bisa focal maupun multi-focal
d) Tidak terjadi hilang kesadaran dan berkaitan denga trauma focal, infark metabolisme
atau gangguan.
e) Biasanya terjadi pada bayi baru lahir cukup bulan.
4. Kejang Myoklonik
Meliputi :
a) Kejang miokloni focal, multi-focal atau umum
b) Kejang miokloik fokal tampak melbatkan otot fleksor pada ekstremitas.
c) Kejang mioklonik multi-focal tampak sebagai gerakan kejutan yang tidak sinkron pada
beberapa bagian tubuh.
d) Kejang mioklonik umum tampak sangat jelas berupa fleksi masif pada kepala dan batang
tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas.
e) Serig mengindikasikan etiologi metabolik
f) Kejang mioklonik paling jarang terjadi bila dibandingkan dengan kejang lainnya
C. INSIDEN
Angka kejadiannya :
1. Meliputi 0,5% dari semua bayi baru lahir, baik yang cukup bulan maupun yang kurang bulan
2. Lebih tinggi terjadi pada bayi kurang bulan, dimana angka kejadiannya 3,9% bila usia
kehamilan < 30 minggu
D. ETIOLOGI
Penyebab paling sering terjadinya kejang pada neonatus (80-85%) adalah :
1. Hipoksik Iskemik Ensefalopati ( HIE )
Menurut Ronen, dkk, kasus kejang pada neonatus dengan HIE merupakan kejang yang
terbanyak pada bayi baru lahir, yaitu terjadi sekitar 40%. Kejang terjadi dalam 24 jam
pertama. HIE terjadi sekuder akibat asfiksia perinatal. Asfiksia menyebabkan kerusakan
langsung susunan syaraf pusat. Semua tipe kejang dapat dijumpai pada HIE.
2. Gangguan Metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, gangguan metabolik
lainnya)
Kejang pada neonatus sering disebabkan oleh gangguan metabolisme glukosa, kalsium,
magesium, dan gaggua metabolik lainya. Beberapa gangguan metabolik tersebut adalah :
a) Hipoglikemia
Merupakan masalah metabolik yang bersifat sementara akibat kekuragan produksi
glukosa karena kurangnya depot glikogen di hati atau menurunya glukoneogenesis lemak
dan asam amino. Hipoglikemia sering terjadi pada neonatus kurag bulan (NKB), neonatus
kecil masa kehamilan (KMK), neonatus besar masa kehamilan (BMK), dan neonatus
denga ibu penderita Diabetes Melitus yang tidka terkontrol. Pada bayi baru lahir
dikatakan hipoglikemia apabila kadar gula darahnya kurang dari 40 mg/dl (ada beberapa
unit yag membatasi kurang dari 47 mg/dl). Kelainan neurologis berupa kejang sering
dijumpai pada neonatus yang kecil masa kehamilan (KMK). Kejang biasanya pada hari
kedua setelah lahir.
b) Hipokalsemia
Hipokalsemia adalah kadar kalsium darah kurang dari 7 mg%. Hipokalsemi apada bayi
baru lahir dapat meyebabkan kejang sekitar 3%, yag dapat terjadi bersamaan dengan
gangguan metabolik lainnya. Hipokalsemia dapat terjadi pada neonatus kecil masa
kehamilan, neonatus kurang bulan, neonatus yang lahir dari ibu penderita DM, dan
neonatus dengan ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), yang biasanya terjadi pada hari ke-
2 atau ke-3 setelah lahir. Ini disebut hipokalsemia awitan dini. Apabila hipokalsemia
terjadi pada minggu pertama atau minggu kedua dikatakan bayi mengalami hipokalsemia
awitan lambat, yang dapat terjadi pada neonatus besar masa kehamilan, neonatus cukup
bulan, neonatus yang mendapat susu sapi dengan kadar fosfat, kalsium dan magnesium
yang tidak tepat.
c) Hipomagnesemia
Adalah kadar magnesium kurang dari 1,2 mg/dl, yang sering terjadi bersamaan dengan
hipokalsemia.
3. Perdarahan Intrakraial (subaraknoid primer, subdural, itraventrikuler-periventrikuler)
a) Perdarahan itrakranial yang dapat menyebabkan kejang dapat terjadi pada daerah
subarakhnoid, subdural, intraventrikuler-periventrikuler.
b) Perdarahan subarakhnoid dapat terjadi akibat trauma langsung, mislany apartus lama
yang menyebabka robekan ven asuperfisial. Kejang biasanya timbul pada hari kedua
setelah lahir.
c) Perdarahan subdural, dapat terjadi akibat trauma lagsung karen atindakan ekstraksi
forsep pada neonatus cukup bulan dan neonatus besar masa kehamilan atau akibat
presentasi bokong dan partus precipitatus. Perdarahan terjadi karena adanya robekan
tentorium dekat false serebri yang menyebabkan penekanan batang otak sehingga
terjadi kejang. Kejang biasanya timbul pada hari pertama setelah lahir.
4. Infeksi Itrakranial
Infeksi pada bayi baru lahir yang dapat meyebabkan kejang dapat terjadi di dalam rahim/
intrauterine atau sebelum lahir, seperti disebabkan karena toksoplasma, rubela, herpes,
sitomegalovirus. Semetara itu, infeksi pada bayi baru lahir yang terjadi selam apersalina atau
segera setelah lahirdisebabkan oleh infeksi bakteri atau non-bakteri.
5. Kelainan Bawaan
Kejang pada bayi baru lahir dapat terjadi pada bayi yang mengalami gangguan
perkembangan otak, seperti mikrogria, pakigria, atau heteropia. Kejang dapat timbul setiap
saat.
6. Hiperbilirubinemia (kern-ikterus)
Hiperbilirubinemia sebagai penyebab kejang saat ini jarag ditemukan setelah keberhasilan
tindakan tranfusi tukar terhadap hiperbilirubinemia.
7. Idiopatik
Kejang idiopatik merupakan kejang ynag tidak diketahui peyebabnya, yang dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat keluarga atau adanya status epileptikus pada bayi.
E. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi kliik dari kejang pada bayi baru lahir telah dijelaskan pada klasifikasi kejang diatas.
Amun ada istilah-istilah berikut ini perlu dipahami untuk dapat membedakannya dari kejang pada
bayi baru lahir, yaitu :
1. Jitteriness pada bayi baru lahir, merupakan :
a) Gerakan seperti menggigil, yang serin dikaburkan dengan kejang pada neoatu sbagi yang
belum berpengalaman.
b) Gerakan berulang pada ekstremitas yang bisa terlihat disertai dengan menangis, bisa
terjadi dengan perubahan keadaan tidur, atau bisa terjadi apabila dirangsang/stimulasi.
c) Relatif umum terjadi pada neonatus, dimana pada satu studi diketahui mengenai 44%
neonatus sehat yang cukup bulan dan pada tingkat ringan dapat dianggap normal selama
4 hari pertama dalam kehidupan bayi.
d) Jitteriness dapat dibedakan dari kejang oleh beberapa karakteristik, yaitu : jitteriness
tidak disertai gerakan ocuar mata seperti pada kejang, gerakan dominan pada jitteriness
adalah tremor, sedangkan gerakan kejang adalah jerking kloik yang tidak dapat ia
hentikan dengan fleksi anggota tubuhnya yang terkena, dan jitteriness sangat sensitif
terhadap stimulasi, sedangkan kejang tidak
2. Tremor didefinisikan sebagai gerakan berulang-ulang pada kedua tangan (degan atau tanpa
gerakan pada kaki atau pada rahang ) denga frekwensi 2 sampai 5 detik dan berlangsug lebih
dari 10 menit. Ini merupakan gejala umum pada bayi baru lahir yag mempunyai berbagai
penyebab, termasuk kerusaka neurologis, hipoglikemia, dan hipokalsemia.
F. DIAGNOSIS
Evaluasi dan diagnosis dini terhadap kejang adalah hal yang penting dilakukan dan memerlukan
observasi yag akurat oleh petugas yag terlatih. Hal-hal yag utama yang perlu diperhatikan adalah
tempat dan sifatnya (sesuai dengan klasifikasi). Informasi klinis penting lainnya juga perlu
diperhatikan, yaitu peyebab yang mendasari, seperti peristiwa perinatal, riwayat antenatal,
riwayat keluarga, dan waktu terjadiya kejang. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan
adalah pemeriksaan darah rutin, yang meliputi hematokrit, gula darah, kalsium, magnesium,
natrium, ammonia, asam amino dan kultur darah. Pemeriksaan EEG sebaiknya dibuat segera
karena dapat menentukan diagnosis pengobatan dan prognosis. Pada kasus sulit, CT scan atau
MRI sangat membantu untuk diagnosis kelainan intrakraial bayi baru lahir yang kejang.
G. PENATALAKSANAAN
Karena kejang berhubugan erat dengan penyakit primer yang merupakan penyebab kejang dan
berhubugan dengan sistem syaraf pusat maka bayi :
a) Perlu dilakukan tindakan secepatnya untuk mencegah kerusakan otak lebih lanjut, yang
meliputi perbaikan matabolik, support pernafasan dan kardiovaskuler dan supresi/
penekanan terhadap aktivitas kejang.
b) Dilakukan tindakan terhadap penyebab yang mendasari seperti pemberian infus glukos abla
bayi hipoglikemia, pemberian kalsium bila hipokalsemia, dan antibiotika bila infeksi, support
pernafasan bila hipoksia, dan antikonvulsant/antikejang diberikan terutama bila tindakna
lainnya gagal untuk mengatasi kejang.
c) Sebaiknya di rawat di rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
d) Orangtuanya perlu diberikan informasi mengenai status bayinya dan dukungan.
e) Penatalaksanaannya umumny aadalah dengan menjaga jalan nafas dengan bebas, mengatasi
kejang, memberikan obat kejang, mencari penyebab kejang dan mengatasi kejang.

( Maryunani, Anik dan Nurhayati. 2009. Asuhan Kegawatdaruratan Dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta : TIM )

KEJANG
A. KONSEP DASAR
Kejang pada bayi baru lahir sering tidak dikenali karen abentukny aberbeda dengan kejang pada
anak atau orang dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidak matangan pada organisasi kerteks
pada bayi baru lahir. Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor, hiper aktif,
kejang-kejang, tiba-tiba menangis melngking, tonus otot hilang di sertai atau tidak dengan
hilangnya kesadaran, gerakan yang tidak menentu ( involuntary movements ), nistagmus atau
mata mengedip-ngidep paroksismel, gerakan seperti mengunyah dan menelan ( venomena oral
dan bukal ), bahkan apnu. Oleh karena manifestasi klinik yang berbeda dan bervariasi, sering kali
kejag pad bayi baru lahir tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap
gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berlansung berulang-ulag dan periodik,
harus dipikirkan kemungkian merupakan manifestasi kejang.
Kejang pada neonatus didefinisakan sebagai suatu gagguan terhadap fungsi neurologis seperti
tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode Bayi Baru Lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-
28 kehidupan pada bayi cukup bulan, dan unutk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan
sampai usia gestasi 42 minggu.
Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil dari bayi tersebut akan
mengalami kejang lanjutan dalam kehidupanny akelak. Kejang pada neonatus relatif sering
dijumpai dengan manifestasi klinik yang bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari
gangguan neurologi dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjag.
Insiden kejang pada neonatus di Amerika Serikat belum diketahui degan jelas, diperkirakan adalah
80-120 pada setiap 100.000 neonatus setiap tahun.
B. PENYEBAB KEJANG
Neuron dalam Sistem Saraf Pusat (SSP) mengalami depolarisasi sebagai akibat dari masuknya
kalium dan repolarisasi timbul akibat keluarnya kalium. Kejang timbul bila terjadi depolarisasi
berlebihan akibat arus listrik yang terus-menerus dan berlebihan.
Volpe mengemukakan empat kemungkinan alasan terjadinya depolarisasi yang berlebihan yaitu :
(a) Gagalnya pompa natrium kalium karena gangguan produksi energi, (b) Selisih relatif atara
neurotransmitter eksitasi dan inhibisi, (c) defisiensi relatif neurotransmitter inhibisi dibanding
eksitasi, (d) Perubahan membran neuron menyebabkan hambatan gerakan natrium, (e) Tetapi,
dasar mekanisme kejang pada neonatus masih belum dapat diketahui dengan jelas.
Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu :
1) Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering. Timbul dalam 24
jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
2) Perdarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma pada
kepala. Perdarahan subdural yang biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
kejang
3) Gangguan metabolic, seperti : a) Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikemia), sering timbul
dengan gangguan pertumbuhan dan dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita
diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian
awal pengobatan merupakan waktu timbulnya kejang. Kejang lebih jarang timbul pada ibu
penderita diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek. b) Kekurangan
kalsium (Hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat badan lahir rendah, bayi dengan
ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi dengan ibu penderita hiperparatiroidisme, c)
Kekuragan natrium (Hiponatremia), d) Kelebihan Natrium (Hipernatremia), biasanya timbul
bersamaan dengan dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.
4) Kelainan metabolik lain seperti : a) Ketergantugan piridoksin mengakibatkan kejang yang
resisten terhadap antikonvulsan. Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang intrauterin dan
lahir dengan mekonium staining, b) Gangguan asam amino : Kejang pada bayi dengan
gangguan asam amino sering disertai dengan manifestasi neurologi. Hiperamonemia dan
asidosis sering timbul pada gangguan asam amino.
5) Infeksi sekuder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam kandungan,
selama persalinan, atau pada periode perinatal : a) Infeksi bakteri Meningitis akibat infeksi
group B Streptococcus, Escherechia coli, atau Listeria monocytogenes sering menyertai
kejang selama minggu pertama kehidupan, b) Infeksi nonbakterial, penyebab nonbakterial
seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh herpes simplex, cytomegalovirus, rubella, dan
coxackie B virus dan menyebabkan infeksi itrakranial dan kejang.
C. PENATALAKSANAAN KEJANG
1) Atasi kejang
2) Sebelum menghentikan kejang maka lakukan : semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala
sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambug.
3) Usahakan agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen.
4) Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
5) Segera berikan diazepam itravena : dosis rata-rata 0,3 mg/kg BB atau diazepam rectal dosis
berat badan kurang dari 10 kg, 5 mg, lebih dari 10 kg dosis 10 mg, jika kejang tidak berhenti
tunggu 15 menit, dapat diulang dengan dosis yang sama, setelah kejang berhenti, maka
berikan dosis awal fenobarbital yakni : pada neonatus dosis 30 mg secara intramuskular,
pada bayi umur 1 bulan 1 tahun dosis 50 mg intramuscular, pada anak lebih dari satu tahun
dosis 75 mg secara intramuskular.
6) Pada pengobata pemeliharaan : 4 jam kemudian (setelah kejang berhenti) hari ke-1 dan ke-2
berikan fenobarbital dosis 9-10 mg/kg BB, dibagi dalam dua dosis. Hari berikutnya
fenobarbital 4-5 mg/kg BB dibagi dalam dua dosis.
7) Jika diazepam tidak tersedia, langsung dipakai fenobarbital dengan dosis awal dan
selanjutnya diteruskan dengan pengobatan pemeliharaan
8) Bidan boleh memberikan anti kejang jika sudah dilakukan kolaborasi dengan dokter.

( Rukiyah, Ai Yeyeh, Lia Yulianti. 2012. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : TIM )

Anda mungkin juga menyukai