BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kromatografi kolom cair dapat dilakukan pada tekanan atmosfer atau pada tekanan
lebih besar dari atmosfer dengan menggunakan bantuan tekanan luar misalnya gas nitrogen.
Untuk keberhasilan praktikan di dalam bekerja dengan menggunakan kromatografi kolom
vakum cair, oleh karena itu syarat utama adalah mengetahui gambaran pemisahan cuplikan
pada kromatografi lapis tipis (Harris, 1982).
Kromatografi vakum cair dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa metabolit
sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan berbagai
perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dan menggunakan
pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman, 1983).
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen
campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa
cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak berupa gas,
disebut kromatografi gas, dan sebaliknya kalau fasa gerak berupa zat cair, disebut
kromatografi cair (Hendayana, 1994).
Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas kering
(biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 m) dalam keadaan vakum agar diperoleh
kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah
dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah sampai kering dan
sekarang siap dipakai (Hostettman, 1986).
Kromatografi ialah cara pemisahan berdasarkan perbedaan kecepatan zat-zat terlarut
yang bergerak bersama-sama dengan pelarutnya pada permukaan suatu benda penyerap. Cara
ini umum dilakukan pada pemisahan zat-zat berwarna (bahasa Yunani: chromos = warna)
(Kennedy, 1990).
Kromatografi vakum cair merupakan salah satu jenis dari kromatografi kolom.
Kromatografi kolom merupakan suatu metode pemisahan campuran larutan dengan
perbandingan pelarut dan kerapatan dengan menggunakan bahan kolom. Kromatografi kolom
lazim digunakan untuk pemisahan dan pemurnian senyawa (Schill, 1978).
BAB III
METODE PERCOBAAN
metanol (CH3OH)
BM = 32 g/mol, Td = 68 oC, Tm/K = 175,47 K, Tb/K = 337,7 K, Tc/K = 512,64 K, c/Ma =
8,092, Vc/cm3/mol = 118
Setiap perbandingan eluen ditampung di dalam wadah yang sama. Kemudian dilakukan
penggabungan fraksi yang mempunyai pola noda yang sama melalui Kromatografi Lapis
Tipis (KLT). Fraksi yang diperoleh diuji fitokimia untuk menentukan kandungan senyawa
yang terdapat pada masing-masing fraksi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2. Pembahasan
Kromatografi adalah pemisahan berdasarkan distribusi dua fase yaitu fase diam dan
fase gerak. Salah satu contoh kromatografi adalah kromatografi vakum cair (KVC) dan
kromatografi gas (KG). Perbedaan dari kedua kromatografi ini yaitu pada proses
kromatografi gas itu menggunakan gaya grafitasi untuk menarik sampel artinya sampel akan
keluar dengan sendirinya atau tanpa paksaan. Sedangkan kromatografi vakum cair sampel itu
dipaksa atau dihisap dengan menggunakan silang dan tanpa tekanan dalam kondisi vakum.
Pada KVC, fase diamnya menggunakan silika gel yang diletakkan di dalam kolom
kromatografi. Silika yang digunakan adalah silika KL 254, yaitu silika halus.Silika gel ini
Pada mulanya silika gel masih belum aktif, dan untuk mengaktifkannya sebaiknya setelah
dicampurkan dengan n-heksana lalu dipanaskan pada suhu diatas 45oC. Namun, pada
percobaan ini tidak dilakukan pemanasan. Ada dua cara melapisi kolom dengan silika gel
yaitu proses basah dan proses kering. Proses basah yaitu silika gel ditambahkan dengan n-
heksana hingga berbentuk seperti bubur, lalu dituangkan kedalam kolom, dan dihisap
pelarutnya dengan mesin vakum, dan dihentikan sampai panjang kolom sesuai dengan yang
diinginkan, maka diperoleh silika gel yang padat pada kolom. Yang kedua proses kering yaitu
memasukkan silika gel yang dalam bentuk padat langsung kekolom lalu dipadatkan. Pada
percobaan ini, pembuatan kolom dengan silika gel dilakukan dengan cara proses basah. Pada
saat silika gel dicampurkan dengan n-heksana terlihat bahwa kedua senyawa ini tidak
bercampur, hal ini dikarenakan n- heksana dan silika gel berbeda kepolarannya, yaitu n-
heksana merupakan non polar dan silika gel polar. Kita tidak menggunakan metanol
(CH3OH) karena senyawa ini polar, dan dapat mengakibatkan semua senyawa akan turun.
Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi dikemas kering
dengan penjerap silika gel KL 254 dalam keadaan vakum agar diperoleh kerapatan kemasan
maksimum. Vakum dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah (n-heksana) dituangkan ke
permukaan penjerap lalu divakumkan lagi. Kolom dipisah sampai kering dan sekarang siap
dipakai. Sampel dilarutkan dalam pelarut yang cocok, dimasukkan langsung pada bagian atas
kolom dan dihisap perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan mengvakumkannya. Kolom,
dielusi dengan campuran pelarut yang cocok, mulai dengan pelarut yang kepolarannya rendah
(n-heksana) lalu kepolaran ditingkatkan perlahan-lahan dengan cara elusi gradien antara n-
heksana:etil asetat:metanol, kolom dihisap sampai kering pada setiap pengumpulan fraksi.
Adapun KVC ini merupakan pemisahan fraksi berdasarkan pelarutnya. Agar fraksi
tertentu turun, maka harus ditingkatkan kepolarannya dari non polar, sedikit polar, semi
polar, agak polar sampai 100% polar, hal ini dikarenakan didalam sampel itu terdapat
senyawa yang berbeda kepolarannya. Untuk meningkatkan kepolaran pelarut dilakukan
perbandingan campuran pelarut, pada mulanya pelarut non polar dicampur dengan pelarut
semi polar dengan perbandingan tertentu, dan sampai nanti pelarut semipolar dicampur
dengan pelarut polar dengan perbandingan tertentu. Sampel atau fraksi yang turun itu sesuai
dengan kepolaran pelarut yang digunakan. Bila pelarut yang digunakan adalah n-heksana
(non polar) maka fraksi yang akan turun adalah senyawa non polar, sedangkan senyawa polar
tidak turun karena tidak larut dengan pelarut n-heksana. Sebelum fraksi itu diturunkan, kita
akan melihat pita-pita warna pada kolom kromatografi. Dari percobaan yang dilakukan
didapatkan fraksi I pada eluen perbandingan (elusi eluen) 80 % : 20 % yang pada kolom
kromatografi terlihat pita berwarna kuning.
Pengaruh lebarnya kolom pada KVC mengakibatkan fraksi sampel turun satu persatu,
dan bila pelarutnya telah habis maka harus dibuat pelarut dengan kosentrasi sama, dan
diturunkan kembali fraksinya. Sedangkan panjang kolom, mengakibatkan semakin panjang
kolom maka waktu atau cepat lambatnya turun fraksi senyawa.
Setelah fraksi senyawa didapatkan, selanjutnya dengan menggunakan KLT kita
menghitung Rf (retention fraksion), dimana bila didapat senyawa yang Rfnya sama atau pola
nodanya sama, maka kemungkinan senyawa itu adalah sama. Dan terakhir, kita uji fitokimia
dari senyawa tersebut (ekstraks n- heksana kulit batang nangka). Namun langkah ini tidak
dapat dilakukan karena waktu yang tidak mengizinkan lagi.
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA