Anda di halaman 1dari 15

BERA 2

Studi Komparatif Brainstem Evoked Response Audiometry pada


Subjek Diabetik dan Non-Diabetik

Sharma A, Despande AA, Brid SV (2016)

ABSTRAK

Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan metabolik umum yang dicirikan dengan berbagai
gangguan pada organ tubuh serta hiperglikemia yang tidak fisiologis. Studi ini dilakukan
untuk mengevaluasi fungsi auditoris dan insidensi gangguan pendengaran pada pasien
dengan diabetes. Pada studi kontrol kasus ini, 130 pasien DM tipe 2 berusia 30-55 tahun
direkam dengan mesin RMS EMG EP Marc-II. Parameter-parameter seperti latensi absolut
gelombang I, II, III, IV dan V, latensi inter-puncak (interpeak latency (IPL)) I-III, I-V, III-
V dinilai secara terpisah pada kedua telinga dan dianalisis menggunakan uji tes-t tidak
berpasangan. Lebih lanjut, kasus diklasifikasi berdasarkan durasi diabetes dan kadar
glukosa darah. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki gangguan pendengaran subklinis
sebagaimana ditunjukkan dengan respon batang otak auditoris yang terganggu. Pada studi
ini, pasien diabetes menunjukkan latensi absolut tertunda dari gelombang III dan V, IPL I-
III dan I-V pada kedua telinga ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol, sementara
IPL III-V tertunda hanya pada telinga kiri. Terdapat korelasi positif antara perlamaan
latensi dan durasi diabetes mellitus. Latensi-latensi juga ditemukan diperlama dengan kadar
gula darah yang teralterasi. Studi ini menyimpulkan bahwa pasien dengan DM tipe 2
memiliki gangguan pendengaran subklinis sebagaimana ditunjukkan dengan respon batang
otak auditoris yang terganggu. Pengendalian yang teliti dari kadar gula darah adalah sebuah
keharusan untuk mencegah komplikasi yang lebih awal dari diabetes, sehingga cidera lebih
lanjut terhadap jalur pendengaran dapat dicegah.
Kata Kunci: diabetes mellitus; gangguan pendengaran; Brainstem evoked response
audiometry
BERA 2

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan metabolik yang umum terjadi,


dicirikan dengan berbagai gangguan pada organ tubuh serta hiperglikemia
patologis.

Prevalensi dari diabetes mellitus meningkat di seluruh dunia terutama di


negara-negara berkembang. Penyakit ini muncul sebagai permasalahan kesehatan
publik yang mayor di negara peneliti. WHO memperkirakan bahwa terdapat 31,7
juta orang dengan diabetes di India pada tahun 2000 dan jumlah ini diperkirakan
meningkat menjadi 71,4 juta pada tahun 2030.1 India memimpin dunia dengan
jumlah terbesar pasien diabetes sehingga memperoleh julukan Diabetic capital of
the world.2

Asosiasi antara kehilangan pendengaran dan DM telah diperdebatkan sejak


hal tersebut dilaporkan pertama kali oleh Jordao pada 1857.3 Gangguan
pendengaran terkait diabetes telah dijelaskan bersifat sensorineural,
mengimplikasikan bahwa lesi berada pada saraf kranial N.VII atau di regio koklear,
namun bukti yang menjelaskan mekanisme spesifik dari hal tersebut masihlah
belum memadai.4 Kehilangan pendengaran sensorineural progresif frekuensi tinggi
dilaporkan terjadi pada mayoritas pasien dengan DM karena keterlibatan koklear
dan N.VIII.5

Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry (BERA) adalah


prosedur sederhana dan non-invasif untuk mendeteksi gangguan awal dari saraf
akustik dan jalur sistem saraf pusat, bahkan dalam kondisi di mana tidak terdapat
gejala spesifik. Penilaian brainstem auditory evoked potentials (BAEP) direkam
dari telinga dan vertex sebagai respon terhadap stimulasi auditoris singkat.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut menilai konduksi dari jalur auditoris hingga ke
tingkat mesensefalon. Perekaman dalam bentuk gelombang dengan puncak dan
lembah. Terdapat tujuh gelombang yang secara tradisional ditandai dengan numeral
romawi dari I hingga VII terjadi dalam 10 milidetik (ms) dari stimulus akustik.6
BERA 2

Gambar 1. Korelasi anatomis generator neural BAEP

MGB medial geniculate body SOC superior olivery complex


IC inferior colliculus CN cranial nerve
LL lateral lemniscus MGB medial geniculate body

Telah diperkirakan bahwa BERA dapat mendemonstrasikan lesi apapun


dari nervus akustik hingga batang otak secara elektrofisiologis dan dapat digunakan
pada pasien diabetes untuk menunjukkan variasi subklinis dan neuropati sentral.7

Tabel 1. Generator BAEP

Wave form Generator

I N. VIII

II Nukleus koklearis

III Superior olivary nucleus

IV Lemniskus lateralis

V Kollikuli inferior
BERA 2

VI Badan genikulatum medialis

Antara badan genikulatu medialis


VII
hingga kompleks auditoris

Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi fungsi auditoris dan insidensi


gangguan pendengaran pada pasien dengan diabetes tipe 2 serta untuk menemukan
apakah terdapat suatu korelasi antara abnormalitas yang diamati dengan kadar
glukosa darah puasa serta durasi diabetes.

TUJUAN

1. Untuk menganalisa hasil pemeriksaan BERA pada subjek diabetik.


2. Untuk membandingkan hasil pemeriksaan BERA antara subjek diabetik
dengan kelompok kontrol yang disesuaikan usianya untuk parameter-
parameter berikut:
a. Latensi absolut gelombang I, II, III, IV dan V.
b. Latensi gelombang IPL I-III, I-V dan III-V.

METODE DAN BAHAN

Studi ini dilakukan dalam naungan departemen Fisiologi, rumah sakit


pendidikan J.J.M., Davangere, pada periode dari Januari 2009 hingga Januari 2012.
Dalam studi ini, 130 pasien diabetes antara usia 30-55 tahun yang rawat jalan di
rumah sakit Bapuji dan rumah sakit umum Chigateri berkaitan dengan rumah sakit
pendidikan J.J.M., Davangere dicakupkan dalam studi. Untuk kelompok kontrol
diperoleh dengan memilih 130 subjek yang disesuaikan usianya dengan kelompok
observasi secara acak dari populasi umum.

Kriteria Inklusi

Kelompok usia 30-55 tahun


BERA 2

Pasien yang terbukti secara biokimiawi memiliki diabetes mellitus


Pasien terdiagnosis dengan diabetes lebih dari dua tahun
Kelompok kontrol tersesuaikan usia yang sehat dengan rentang usia 30-55
tahun

Kriteria Eksklusi

Pasien-pasien dengan komplikasi akut diabetes (seperti ketoasidosis


diabetik, koma hiperosmolar non-ketotik dan hipoglikemia)
Pasien-pasien dengan riwayat keluar sekret telinga, gangguan endokrin
terkait (misalnya myxedema), cidera kepala, defisit neurologis, stroke
ataupun paparan kebisingan di masa lalu
Pasien-pasien dengan riwayat konsumsi obat-obatan ototoksik (misalnya
gentamisin, streptomisin, kanamisin, amikasin dan kuinin)
Pasien-pasien dengan riwayat gangguan pendengaran sebelum diagnosis
diabetes

Studi dan kelompok kontrol dipilih melalui kriteria inklusi dan eksklusi.
Persetujuan tertulis serta verbal diperoleh untuk penelitian setelah menjelaskan
prosedur dan signifikansinya dalam bahasa awam. Riwayat personal singkat
diperoleh dan pemeriksaan klinis dari seluruh sistem dilakukan untuk mengeksklusi
permasalahan medis serta untuk mencegah confounding dari hasil. Tinggi dan berat
badan telah direkam. Tinggi diukur hingga 0,5cm terdekat dengan skala tertempel
tembok dan berat badan diukur hingga 0,5kg terdekat menggunakan skala beam
balance dengan pasien menggunakan pakaian rumah yang ringan.

Perekaman BERA

Setelah seleksi selesai, subjek dijadwalkan pemeriksaan BERA dengan


mesin RMSEMG. EP MARK-II yang dibuat oleh perusahaan RMS RECORDERS
dan MEDICARESYSTEM, Chandigarh.

Prosedur secara singkat: perekaman BERA dilakukan dalam ruang yang


tenang dan redup. Subjek diminta untuk berbaring supinasi secara nyaman pada
BERA 2

tempat tidur dengan relaks. Kulit pada titik peletakan elektroda dibersihkan dengan
spiritus. Menggunakan pasta elektroda, permukaan elektroda diletakkan pada
vertex (Cz), kedua mastoid (Ai&Ac), dahi (ground). Resistensi dijaga di bawah 5K.
Stimulus auditoris monoaural mencakup klik-klik rarefaction 100ms dihantarkan
melalui earfon yang terlindung secara elektrik dengan kecepatan 11,1/detik. Telinga
kontralateral dilakukan masking dengan suara bising white noise 40dB. Pita 150-
3000 Hz digunakan untuk memfilter frekuensi yang tidak diinginkan di sekitar.
Respon terhadap presentasi 2000 klik diratakan 10milidetik.

Parameter yang dipelajari mencakup: ambang BERA tiap telinga dengan


latensi absolut gelombang I, II, III, IV dan IV, latensi IPL I-III, I-V dan III-V
dipertimbangkan dari perekaman untuk perbandingan di antara kelompok diabetik
dan non-diabetik serta diabetik dengan durasi berbeda.

Analisis Statistik

Hasil-hasil diekspresikan sebagai rerata (mean) dan deviasi standar, terpisah


untuk telinga kiri dan kanan. Uji tes-t tak berpasangan digunakan untuk
perbandingan inter-kelompok, nilai p 0,05 atau kurang dianggap signifikan secara
statistik.

HASIL

Data dasar, seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan luas
permukaan tubuh tidak memiliki signifikansi statistik apapun antara kelompok
diabetes dan kontrol (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang sangat signifikan
secara statistik antara kadar gula darah puasa dari kedua kelompok (P<0,001), nilai
tersebut lebih tinggi pada pasien diabetes. Durasi dari DM tipe 2 pada subjek
penelitian berentang dari satu hingga 15 tahun, nilai rerata ditemukan 11,38+6,14
tahun (Tabel 1).
BERA 2

Tabel 1. Parameter antropometrik pada kelompok kasus dan kelompok kontrol

Kasus Kontrol
Karakteristik dasar Signifikansi
(n=130) (n=130)
Usia (tahun) 46.73 5.96 46.75 6.06 P>0.05
M:67.5% M:67.5%
Jenis kelamin P>0.05
F:32.5% F:32.5%
Tinggi badan (cm) 164.27 7.97 164.18 7.85 P>0.05
Berat badan (kg) 68.03 11.55 68.25 11.90 P>0.05
Luas permukaan
1.73 0.16 1.74 0.17 P>0.05
tubuh (m2)
GDP (mg/dl) 117.616.84 72.84.62 P<0.05
Durasi penyakit
11.386.14 NA NA
(tahun)
Sampel disesuaikan usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat
Inferensi
badan serta luas permukaan tubuhnya (P>0.05)

Lebih lanjut, karena rerata latensi gelombang BAEP terkait dapat


dibandingkan antara telinga kanan dan kiri, baik pada kelompok diabetes maupun
kontrol (Tabel 2 dan 3) maka, jelas bahwa asimetri latensi kanan-kiri berada dalam
batas normal pada kedua kelompok penelitian. Perbandingan antara nilai rerata
berbagai latensi gelombang dan IPL dilakukan secara terpisah untuk kedua telinga
pada kelompok pasien diabetes dan kontrol (Tabel 4).

Tabel 2. Perbandingan latensi waveform BAEP (dalam milidetik) antara telinga


kanan dan kiri pada pasien DM tipe 2

Pengukuran Telinga
Telinga kiri
kanan Nilai p
RerataSD
RerataSD
Latensi absolut I 1.67 0.23 1.69 0.23 0.483
(ms) II 2.67 0.17 2.65 0.28 0.487
III 3.62 0.32 3.61 0.23 0.772
IV 4.84 0.29 4.79 0.45 0.289
V 5.78 0.40 5.71 0.59 0.264
Latensi inter- I-III 1.88 0.30 1.87 0.41 0.822
puncak (ms) I-V 3.97 0.39 3.98 0.67 0.883
III-V 1.97 0.34 1.99 0.50 0.706
BERA 2

Tabel 3. Perbandingan latensi waveform BAEP (dalam milidetik) antara telinga


kanan dan kiri pada kelompok kontrol

Pengukuran Telinga Telinga


kanan kiri Nilai p
RerataSD RerataSD
I 1.63 0.08 1.65 0.07 0.397
II 2.64 0.26 2.63 0.19 0.723
Latensi absolut
III 3.51 0.21 3.53 0.22 0.454
(ms)
IV 4.78 0.27 4.73 0.24 0.116
V 5.33 0.18 5.30 0.16 0.156
I-III 1.78 0.13 1.75 0.20 0.153
Latensi inter-
I-V 3.80 0.19 3.77 0.18 0.192
puncak (ms)
III-V 1.91 0.18 1.89 0.15 0.331

Tabel 4. Perbandingan hasil BERA antara kelompok pasien diabetik dengan


kelompok kontrol

Sisi Pengukuran Kontrol vs


Kontrol Diabetik
Diabetik
Mean+SD Mean+SD Nilai p
Telinga I 1.65 0.07 1.69 0.23 0.06
Kiri Latensi II 2.63 0.19 2.65 0.28 0.50
absolut III 3.53 0.22 3.61 0.23 0.004 **
(ms) IV 4.73 0.24 4.79 0.45 0.18
V 5.30 0.16 5.71 0.59 0.001 **
I-III 1.75 0.20 1.87 0.41 0.003 *
IPL (ms) I-V 3.77 0.18 3.98 0.67 0.001 **
III-V 1.89 0.15 1.99 0.50 0.029 *
Telinga I 1.63 0.08 1.67 0.23 0.062
Kanan Latensi II 2.64 0.26 2.67 0.17 0.27
absolut III 3.51 0.21 3.62 0.32 0.001 **
(ms) IV 4.78 0.27 4.84 0.29 0.08
V 5.33 0.18 5.78 0.40 0.001 **
I-III 1.78 0.13 1.88 0.30 0.001 **
IPL (ms) I-V 3.80 0.19 3.97 0.39 0.001 **
III-V 1.91 0.18 1.97 0.34 0.08
Uji t tak berpasangan *Signifikan, **Sangat signifikan

Dapat terlihat bahwa latensi absolut gelombang III dan V serta rerata IPL I-
III dan I-V sangat signifikan baik pada telinga kelompok pasien diabetes maupun
pada telinga subjek pada kelomopk kontrol (p<0,005). Juga, rerata IPL III-V secara
signifikan lebih tinggi pada pasien diabetik, namun hanya dengan stimulasi telinga
BERA 2

kiri (p=0,02), sementara ia dapat dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan


stimulasi telinga kiri. Tidak ada perbedaan antara latensi rerata gelombang I, II, IV
signifikan secara statistik antara kedua kelompok (p>0,05), baik dengan
menggunakan stimulasi telinga kedua-duanya.

Tabel 5. Perbandingan parameter BERA terkait dengan durasi diabetes tipe 2

Kontrol Kontrol
Diabetik Diabetik Diab.(<10th)
Kontrol vs vs
( <10th ) (>10th) vs
Sisi Pengukuran (n=130) Diabetik Diabetik
(n = 54) (n = 76) Diab.(> 10th)
(<10th) (>10th)
MeanSD MeanSD MeanSD Nilai p Nilai p Nilai p
1.65 1.68
I 1.690.28 0.15 0.11 0.75
0.07 0.23
2.63 2.65
II 2.680.36 0.50 0.16 0.45
0.19 0.28
Absolute
3.53 3.61
latencies III 3.780.22 0.004 ** 0.001 ** 0.001*
0.22 0.23
(ms)
4.73 4.76
IV 4.780.54 0.50 0.33 0.74
Telinga 0.24 0.45
Kiri 5.30 5.71
V 6.010.58 0.001 * 0.001 ** 0.001*
0.16 0.59
1.75 1.83
I-III 1.910.45 0.04 * 0.003 ** 0.13
0.20 0.41
Inter peak
3.77 3.90
latencies I-V 4.120.76 0.03* 0.001 ** 0.01*
0.18 0.67
(ms)
III- 1.89 1.92 2.01
0.51 0.01* 0.15
V 0.15 0.50 0.51
1.63 1.65
I 1.680.29 0.34 0.06 0.35
0.08 0.23
2.64 2.66
II 2.680.19 0.46 0.15 0.37
0.26 0.17
Absolute
3.51 3.58
latencies III 3.640.42 0.04 * 0.002* 0.19
0.21 0.32
(ms)
4.78 4.80
IV 4.830.26 0.56 0.13 0.38
Telinga 0.27 0.29
Kanan 5.33 5.70 5.82
V 0.001* 0.001 ** 0.01
0.18 0.40 0.37
1.78 1.84
I-III 1.910.34 0.03* 0.001 ** 0.08
0.13 0.30
Inter peak
3.80 3.89
latencies I-V 4.110.29 0.01* 0.001 ** 0.001*
0.19 0.39
(ms)
III- 1.91 1.96
1.980.36 0.1 0.04* 0.6
V 0.18 0.34
Uji t tak berpasangan *Signifikan, **Sangat signifikan
BERA 2

Korelasi antara Latensi BERA dengan Durasi DM

Perbandingan antara nilai rerata dari berbagai latensi absolut dan IPL
dilakukan secara terpisah untuk kedua telinga, pada pasien diabetes kurang dari 10
tahun, pasien diabetes lebih dari 10 tahun serta kelomok kontrol (Tabel 5).

Korelasi antara Latensi BERA dengan Kadar Gula Darah pada Diabetik

Sebuah perbandingan antara nilai rerata berbagai latensi absolut dan IPL
dilakukan secara terpisah untuk kedua telinga, pada pasien diabetes dengan kadar
gula darah kurang dari 140mg/dl dan lebih dari 140mg/dl (Tabel 6).

Tabel 6. Perbandingan parameter BERA terkait dengan kadar gula darh pada
kelompok pasien diabetes mellitus tipe 2

Gula Darah Gula Darah


BGL<140 v/s
Sisi Pengukuran <140mg/dl >140mg/dl
BGL>140
(n =62) (n = 68)
Mean SD Mean SD P Level
I 1.660.28 1.72 0.21 0.06
II 2.610.36 2.67 0.24 0.11
Latensi
III 3.580.22 3.66 0.21 0.003*
absolut (ms)
IV 4.740.54 4.80 0.55 0.33
Telinga
V 5.560.58 5.97 0.50 0.001**
Kiri
I-III 1.850.45 1.89 0.39 0.44
Latensi IPL I-V 3.940.76 4.05 0.70 0.23
(ms) III-
1.95 0.51 2.02 0.58 0.30
V
I 1.65 0.23 1.67 0.29 0.53
Latensi II 2.66 0.17 2.69 0.18 0.17
absolut III 3.61 0.32 3.64 0.40 0.51
(ms) IV 4.82 0.29 4.87 0.28 0.16
Telinga
V 5.73 0.30 5.89 0.32 0.001*
Kanan
I-III 1.85 0.30 1.90 0.33 0.20
Latensi IPL I-V 3.93 0.39 4.01 0.41 0.11
(ms) III-
1.94 0.34 1.99 0.35 0.24
V
Uji t tak berpasangan *Signifikan, **Sangat signifikan
BERA 2

DISKUSI

Neuropati diabetik sentral adalah sebuah konsep baru dan dapat dideteksi
dengan metode sederhana non-invasif. Salah satu dari metode ini adalah BERA.
Dengan menggunakan metode ini, patologi fungsional dan otonom dari saraf
akustik hingga bagian atas dari batang otak dapat didemonstrasikan (ditemukan)
pada tahap-tahap awal. Lesi-lesi pada tingkat ini menghasilkan perubahan pada
amplitud dan latensi BERA. Evaluasi dari perubahan-perubahan ini dapat
membantu menemtukan disfungsi neurologis subklinis awal dari diabetes mellitus.8

Dalam studi ini, peneliti menemukan bahwa terdapat pemanjangan latensi


dari gelombang III dan V, IPL I-III dan I-V pada pasien diabetes ketika
dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0,05). Sementara IPL III-V tertunda
hanya di telinga kiri (p<0,05). Latensi absolut dari gelombang I, II dan IV tetap
tidak berubah baik pada kedua sisi.

Penundaan dari latensi gelombang III dan V, IPL I-III dan III-V
menandakan penundaan konduksi bagian paling perifer dari jalur auditoris hingga
pons dan mesensefalon. Hal ini dapat terjadi akibat demyelinisasi yang
menghasilkan penundaan komponen-komponen gelombang tersebut. Penemuan
yang serupa dengan ini telah dilaporkan sebelumnya oleh Abdulkadiroglu et al.,
dan Di Leo et al.10

Korelasi antara Respon BERA dengan Durasi Diabetes

Dalam studi ini peneliti menemukanbahwa latensi absolut dari gelombang


III dan V memanjang pada pasien diabetik dengan durasi penyakit lebih dari 10
tahun jika dibandingkan dengan pasien diabetes kurang dari 10 tahun. Latensi
absolut dari gelombang III dan V ditemukan memanjang secara signifikan dalam
kedua kelompok ini (diabeets <10 tahun dan diabetes >10 tahun) jika dibandingkan
dengan kelompok kontrol (p<0,05).

Dari penemuan-penemuan ini, peneliti dapat mengatakan bahwa terdapat


korelasi positif antara durasi diabetes dengan pemanjangan latensi. Kondisi ini
BERA 2

dapat dijelaskan akibat iskemia subklinis, di mana hal tersebut dapat terjadi selama
proses diabetes seperti atherosklerosis dan akumulasi sorbitol.

Studi ini menunjukkan hasil yang serupa dengan penemuan oleh Naini et
al.,11 yang menunjukkan bahwa pasien-pasien diabetes mellitus yang baru
menderita selama jangka pendek memiliki abnormalitas minor dalam respon
BERA, sementara mereka yang telah menderita diabetes selama 10-19 tahun
memiliki durasi latensi absolut pada gelombang III hingga V yang meningkat 0,3
milidetik, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Peneliti menemukan pemanjangan IPL I-III dan I-V pada kedua telinga pada
pasien diabetes seiring dengan peningkatan durasi penyakit ketika dibandingkan
dengan kontrol, selain itu pasien diabetik yang lebih dari 10 tahun menderita
penyakitnya menunjukkan penundaan yang signifikan pada IPL III-V ketika
dibandingkan kelompok kontrol.

Respon BERA abnormal lebih sering ditemukan pada pasien diabetes


dengan durasi penyakit lebih dari 10 tahun. Mikroangiopati bertanggungjawab akan
neuropati diabetik, di mana hal tersebut adalah komplikasi jangka panjang dan hal
ini menjelaskan insidensi lebih tinggi dari respon BERA abnormal pada pasien-
pasien dengan durasi penyakit lama. Penemuan-penemuan ini serupa dengan yang
telah dilaporkan oleh Das P et al.,12 yang menyimpulkan bahwa semakin lama
durasi diabetes semakin tinggi kemungkinan menderita kehilangan pendengaran
sepanjang seluruh rentang frekuensi.

Korelasi antara Respon BERA dengan Kadar Glukosa pada Pasien Diabetes

Peneliti menemukan bahwa latensi absolut gelombang III dan V pada


telinga kiri tertunda pada pasien diabetes dengan peningkatan kadar gula darah
ketika dibandingkan dengan pasien diabetes yang kontorl metaboliknya baik
(p<0,05), sementara telinga kanan menunjukkan penundaan hanya pada latensi dari
gelombang V, dibandingkan dengan pasien yang memiliki kontorl metabolik baik
(p<0,05).
BERA 2

Penemuan serupa dilaporkan oleh Pessine et al. Hubungan antara


kehilangan pendengaran pada frekuensi berbeda dengan kontrol metabolik
menunjukkan bahwa kontrol glikemik yang buruk dapat mendahului kehilangan
pendengaran pada berbagai frekuensi, namun lebih sering terjadi pada frekuensi-
frekuensi pertengahan dan frekuensi-frekuensi tinggi.13

Meskipun studi ini belum membahas seluruh aspek permasalahan,


penelitian ini telah menyediakan sedikit penjelasan mengenai efek dari diabetes
mellitus tipe 2 terhadap pendengaran, sehingga mengakibatkan perubahan-
perubahan pada parameter BERA.

Juga karena hanya sangat sedikit studi telah dilakukan dalam aspek ini,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari efek dari diabetes mellitus tipe
2 terhadap pendengaran. Abnormalitas BERA pada diabetes awalnya tampak akibat
gangguan sentral dari jalur auditoris yang secara perlahan melibatkan bagian-
bagian perifer seiring dengan waktu.

Oleh sebab itu, BERA dapat memiliki kebermanfaatan secara klinis untuk
pasien diabetes, karena ia dapat merefleksikan derajat afeksi neural dalam jalur
auditoris dan dapat menyadarkan pasien untuk mengendalikan kondisi glikemik
secara adekuat dengan tujuan untuk mencegah progresi neuropatik lebih lanjut.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam studi ini, perbedaan signifikan dalam latensi BERA dapat ditemukan
antara pasien-pasien DMT2 dengan kelompok kontrol. Dari studi ini peneliti dapat
mengatakan bahwa durasi penyakit dan adanya kadar glukosa puasa tinggi adalah
faktor risiko definit untuk perkembangan kejadian neuropati sentral. Maka adalah
hal penting untuk memiliki kontrol glikemik yang baik demi mencegah keterlibatan
saraf auditoris yang menghasilkan gangguan pendengaran.

Karena diabetes sering terjadi dalam negara peneliti, diperlukan sosialisasi


yang menyadarkan masyarakat bahwa status pendengaran dapat terjadi akibat
BERA 2

komplikasi dari diabetes. Direkomendasikan untuk melakukan uji audiometrik


inisial pada seluruh pasien diabetik dan untuk menyimpannya sebagai rekaman
awal pemeriksaan auditoris pasien. Selain itu, melakukan uji ini setiap tahun
secara reguler dapat membantu klinisi untuk memperbarui rekaman medisnya
mengenai status pendengaran pasien serta memberikan panduan yang diperlukan
terkait kontrol diabetes bagi pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes:


Estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care
2004;27:1047-53.

2. Mohan V, Sandeep S, Deepa R, Shah B, Varghese C. Epidemiology of type 2


diabetes: Indian scenario. Indian J Med Res 2007;125:217-30.

3. Jordao AM. Consideration suruncas du diabete. Union Medicaledu Paris.


1857;11:446

4. Bainbridge KE, Cheng YJ, Cowie CC. Potential mediators of diabetes-related


hearing impairment in the U.S population. Diabetes Care 2010 April;33(4):811- 16.

5. Durmus C, Yetiser S, Durmus O. Auditory brainstem responses in


insulindependent and noninsulin-dependent diabetic subjects with normal hearing.
Intr J Audiol 2004;43:29-33.

6. Misra UK, Kalita J. Brainstem auditory evoked


potential. In: Clinical Neurophysiology. 2nd ed. New Delhi: Elsevier; 2006. p.329-
45.

7. Seidl R, Birnbacher R, Bernert G, Freilinger M, Schober E. Brainstem auditory


evoked potentials and visually evoked potentials in young patients with IDDM.
Diabetic Care 1996;19(11):1220-23.
BERA 2

8. Lisowska G, Namyslowski G, Morawski K, Strojek K. Early identification of


hearing impairment in patients with type I diabetes mellitus. OtolNeurol
2001;22(3):316-20.

9. Abdulkadiroglu Z, Kaya A, Gonen S, Lihan N. Brainstem auditory evoked


potentials in patients with type 2 diabetes mellitus. Turkish J Endo
Metabol 1999;1:29-32.

10. Di leo MA, Di Nardo W, Cercone S, Ciervo A, Lo Monaco M, Greco AV et al.


Cochlear dysfunction in IDDM patients with subclinical peripheral neuropathy.
Diabetic Care 1997;20(5):824-28.

11. Naini AS, Fathololoomi MR, Naini AS. Effect of diabetes mellitus on the
hearing ability of diabetic patients. Tanaffos 2003;2(6):51-58.

12. Das P, Choudhari AR, Ghugare BW, Jain AP, Biswas S, Singh R. Role of
brainstem evoked response audiometry (BERA) in the assessment of diabetic
neuropathy. Indian J Otology 2008;14:8-12.

13. Pessine ABB, Martins RGH, Pimenta WP, Simoes ACP, Marsiglia A, Amaral
AV. Auditory evaluation in patients with type I diabetes. Ann OtolRhinol Laryngol
2008;117(5):366-70.

Anda mungkin juga menyukai