ABSTRAK
Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan metabolik umum yang dicirikan dengan berbagai
gangguan pada organ tubuh serta hiperglikemia yang tidak fisiologis. Studi ini dilakukan
untuk mengevaluasi fungsi auditoris dan insidensi gangguan pendengaran pada pasien
dengan diabetes. Pada studi kontrol kasus ini, 130 pasien DM tipe 2 berusia 30-55 tahun
direkam dengan mesin RMS EMG EP Marc-II. Parameter-parameter seperti latensi absolut
gelombang I, II, III, IV dan V, latensi inter-puncak (interpeak latency (IPL)) I-III, I-V, III-
V dinilai secara terpisah pada kedua telinga dan dianalisis menggunakan uji tes-t tidak
berpasangan. Lebih lanjut, kasus diklasifikasi berdasarkan durasi diabetes dan kadar
glukosa darah. Pasien dengan DM tipe 2 memiliki gangguan pendengaran subklinis
sebagaimana ditunjukkan dengan respon batang otak auditoris yang terganggu. Pada studi
ini, pasien diabetes menunjukkan latensi absolut tertunda dari gelombang III dan V, IPL I-
III dan I-V pada kedua telinga ketika dibandingkan dengan kelompok kontrol, sementara
IPL III-V tertunda hanya pada telinga kiri. Terdapat korelasi positif antara perlamaan
latensi dan durasi diabetes mellitus. Latensi-latensi juga ditemukan diperlama dengan kadar
gula darah yang teralterasi. Studi ini menyimpulkan bahwa pasien dengan DM tipe 2
memiliki gangguan pendengaran subklinis sebagaimana ditunjukkan dengan respon batang
otak auditoris yang terganggu. Pengendalian yang teliti dari kadar gula darah adalah sebuah
keharusan untuk mencegah komplikasi yang lebih awal dari diabetes, sehingga cidera lebih
lanjut terhadap jalur pendengaran dapat dicegah.
Kata Kunci: diabetes mellitus; gangguan pendengaran; Brainstem evoked response
audiometry
BERA 2
PENDAHULUAN
I N. VIII
II Nukleus koklearis
IV Lemniskus lateralis
V Kollikuli inferior
BERA 2
TUJUAN
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Studi dan kelompok kontrol dipilih melalui kriteria inklusi dan eksklusi.
Persetujuan tertulis serta verbal diperoleh untuk penelitian setelah menjelaskan
prosedur dan signifikansinya dalam bahasa awam. Riwayat personal singkat
diperoleh dan pemeriksaan klinis dari seluruh sistem dilakukan untuk mengeksklusi
permasalahan medis serta untuk mencegah confounding dari hasil. Tinggi dan berat
badan telah direkam. Tinggi diukur hingga 0,5cm terdekat dengan skala tertempel
tembok dan berat badan diukur hingga 0,5kg terdekat menggunakan skala beam
balance dengan pasien menggunakan pakaian rumah yang ringan.
Perekaman BERA
tempat tidur dengan relaks. Kulit pada titik peletakan elektroda dibersihkan dengan
spiritus. Menggunakan pasta elektroda, permukaan elektroda diletakkan pada
vertex (Cz), kedua mastoid (Ai&Ac), dahi (ground). Resistensi dijaga di bawah 5K.
Stimulus auditoris monoaural mencakup klik-klik rarefaction 100ms dihantarkan
melalui earfon yang terlindung secara elektrik dengan kecepatan 11,1/detik. Telinga
kontralateral dilakukan masking dengan suara bising white noise 40dB. Pita 150-
3000 Hz digunakan untuk memfilter frekuensi yang tidak diinginkan di sekitar.
Respon terhadap presentasi 2000 klik diratakan 10milidetik.
Analisis Statistik
HASIL
Data dasar, seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan dan luas
permukaan tubuh tidak memiliki signifikansi statistik apapun antara kelompok
diabetes dan kontrol (p>0,05), namun terdapat perbedaan yang sangat signifikan
secara statistik antara kadar gula darah puasa dari kedua kelompok (P<0,001), nilai
tersebut lebih tinggi pada pasien diabetes. Durasi dari DM tipe 2 pada subjek
penelitian berentang dari satu hingga 15 tahun, nilai rerata ditemukan 11,38+6,14
tahun (Tabel 1).
BERA 2
Kasus Kontrol
Karakteristik dasar Signifikansi
(n=130) (n=130)
Usia (tahun) 46.73 5.96 46.75 6.06 P>0.05
M:67.5% M:67.5%
Jenis kelamin P>0.05
F:32.5% F:32.5%
Tinggi badan (cm) 164.27 7.97 164.18 7.85 P>0.05
Berat badan (kg) 68.03 11.55 68.25 11.90 P>0.05
Luas permukaan
1.73 0.16 1.74 0.17 P>0.05
tubuh (m2)
GDP (mg/dl) 117.616.84 72.84.62 P<0.05
Durasi penyakit
11.386.14 NA NA
(tahun)
Sampel disesuaikan usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat
Inferensi
badan serta luas permukaan tubuhnya (P>0.05)
Pengukuran Telinga
Telinga kiri
kanan Nilai p
RerataSD
RerataSD
Latensi absolut I 1.67 0.23 1.69 0.23 0.483
(ms) II 2.67 0.17 2.65 0.28 0.487
III 3.62 0.32 3.61 0.23 0.772
IV 4.84 0.29 4.79 0.45 0.289
V 5.78 0.40 5.71 0.59 0.264
Latensi inter- I-III 1.88 0.30 1.87 0.41 0.822
puncak (ms) I-V 3.97 0.39 3.98 0.67 0.883
III-V 1.97 0.34 1.99 0.50 0.706
BERA 2
Dapat terlihat bahwa latensi absolut gelombang III dan V serta rerata IPL I-
III dan I-V sangat signifikan baik pada telinga kelompok pasien diabetes maupun
pada telinga subjek pada kelomopk kontrol (p<0,005). Juga, rerata IPL III-V secara
signifikan lebih tinggi pada pasien diabetik, namun hanya dengan stimulasi telinga
BERA 2
Kontrol Kontrol
Diabetik Diabetik Diab.(<10th)
Kontrol vs vs
( <10th ) (>10th) vs
Sisi Pengukuran (n=130) Diabetik Diabetik
(n = 54) (n = 76) Diab.(> 10th)
(<10th) (>10th)
MeanSD MeanSD MeanSD Nilai p Nilai p Nilai p
1.65 1.68
I 1.690.28 0.15 0.11 0.75
0.07 0.23
2.63 2.65
II 2.680.36 0.50 0.16 0.45
0.19 0.28
Absolute
3.53 3.61
latencies III 3.780.22 0.004 ** 0.001 ** 0.001*
0.22 0.23
(ms)
4.73 4.76
IV 4.780.54 0.50 0.33 0.74
Telinga 0.24 0.45
Kiri 5.30 5.71
V 6.010.58 0.001 * 0.001 ** 0.001*
0.16 0.59
1.75 1.83
I-III 1.910.45 0.04 * 0.003 ** 0.13
0.20 0.41
Inter peak
3.77 3.90
latencies I-V 4.120.76 0.03* 0.001 ** 0.01*
0.18 0.67
(ms)
III- 1.89 1.92 2.01
0.51 0.01* 0.15
V 0.15 0.50 0.51
1.63 1.65
I 1.680.29 0.34 0.06 0.35
0.08 0.23
2.64 2.66
II 2.680.19 0.46 0.15 0.37
0.26 0.17
Absolute
3.51 3.58
latencies III 3.640.42 0.04 * 0.002* 0.19
0.21 0.32
(ms)
4.78 4.80
IV 4.830.26 0.56 0.13 0.38
Telinga 0.27 0.29
Kanan 5.33 5.70 5.82
V 0.001* 0.001 ** 0.01
0.18 0.40 0.37
1.78 1.84
I-III 1.910.34 0.03* 0.001 ** 0.08
0.13 0.30
Inter peak
3.80 3.89
latencies I-V 4.110.29 0.01* 0.001 ** 0.001*
0.19 0.39
(ms)
III- 1.91 1.96
1.980.36 0.1 0.04* 0.6
V 0.18 0.34
Uji t tak berpasangan *Signifikan, **Sangat signifikan
BERA 2
Perbandingan antara nilai rerata dari berbagai latensi absolut dan IPL
dilakukan secara terpisah untuk kedua telinga, pada pasien diabetes kurang dari 10
tahun, pasien diabetes lebih dari 10 tahun serta kelomok kontrol (Tabel 5).
Korelasi antara Latensi BERA dengan Kadar Gula Darah pada Diabetik
Sebuah perbandingan antara nilai rerata berbagai latensi absolut dan IPL
dilakukan secara terpisah untuk kedua telinga, pada pasien diabetes dengan kadar
gula darah kurang dari 140mg/dl dan lebih dari 140mg/dl (Tabel 6).
Tabel 6. Perbandingan parameter BERA terkait dengan kadar gula darh pada
kelompok pasien diabetes mellitus tipe 2
DISKUSI
Neuropati diabetik sentral adalah sebuah konsep baru dan dapat dideteksi
dengan metode sederhana non-invasif. Salah satu dari metode ini adalah BERA.
Dengan menggunakan metode ini, patologi fungsional dan otonom dari saraf
akustik hingga bagian atas dari batang otak dapat didemonstrasikan (ditemukan)
pada tahap-tahap awal. Lesi-lesi pada tingkat ini menghasilkan perubahan pada
amplitud dan latensi BERA. Evaluasi dari perubahan-perubahan ini dapat
membantu menemtukan disfungsi neurologis subklinis awal dari diabetes mellitus.8
Penundaan dari latensi gelombang III dan V, IPL I-III dan III-V
menandakan penundaan konduksi bagian paling perifer dari jalur auditoris hingga
pons dan mesensefalon. Hal ini dapat terjadi akibat demyelinisasi yang
menghasilkan penundaan komponen-komponen gelombang tersebut. Penemuan
yang serupa dengan ini telah dilaporkan sebelumnya oleh Abdulkadiroglu et al.,
dan Di Leo et al.10
dapat dijelaskan akibat iskemia subklinis, di mana hal tersebut dapat terjadi selama
proses diabetes seperti atherosklerosis dan akumulasi sorbitol.
Studi ini menunjukkan hasil yang serupa dengan penemuan oleh Naini et
al.,11 yang menunjukkan bahwa pasien-pasien diabetes mellitus yang baru
menderita selama jangka pendek memiliki abnormalitas minor dalam respon
BERA, sementara mereka yang telah menderita diabetes selama 10-19 tahun
memiliki durasi latensi absolut pada gelombang III hingga V yang meningkat 0,3
milidetik, jika dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Peneliti menemukan pemanjangan IPL I-III dan I-V pada kedua telinga pada
pasien diabetes seiring dengan peningkatan durasi penyakit ketika dibandingkan
dengan kontrol, selain itu pasien diabetik yang lebih dari 10 tahun menderita
penyakitnya menunjukkan penundaan yang signifikan pada IPL III-V ketika
dibandingkan kelompok kontrol.
Korelasi antara Respon BERA dengan Kadar Glukosa pada Pasien Diabetes
Juga karena hanya sangat sedikit studi telah dilakukan dalam aspek ini,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari efek dari diabetes mellitus tipe
2 terhadap pendengaran. Abnormalitas BERA pada diabetes awalnya tampak akibat
gangguan sentral dari jalur auditoris yang secara perlahan melibatkan bagian-
bagian perifer seiring dengan waktu.
Oleh sebab itu, BERA dapat memiliki kebermanfaatan secara klinis untuk
pasien diabetes, karena ia dapat merefleksikan derajat afeksi neural dalam jalur
auditoris dan dapat menyadarkan pasien untuk mengendalikan kondisi glikemik
secara adekuat dengan tujuan untuk mencegah progresi neuropatik lebih lanjut.
Dalam studi ini, perbedaan signifikan dalam latensi BERA dapat ditemukan
antara pasien-pasien DMT2 dengan kelompok kontrol. Dari studi ini peneliti dapat
mengatakan bahwa durasi penyakit dan adanya kadar glukosa puasa tinggi adalah
faktor risiko definit untuk perkembangan kejadian neuropati sentral. Maka adalah
hal penting untuk memiliki kontrol glikemik yang baik demi mencegah keterlibatan
saraf auditoris yang menghasilkan gangguan pendengaran.
DAFTAR PUSTAKA
11. Naini AS, Fathololoomi MR, Naini AS. Effect of diabetes mellitus on the
hearing ability of diabetic patients. Tanaffos 2003;2(6):51-58.
12. Das P, Choudhari AR, Ghugare BW, Jain AP, Biswas S, Singh R. Role of
brainstem evoked response audiometry (BERA) in the assessment of diabetic
neuropathy. Indian J Otology 2008;14:8-12.
13. Pessine ABB, Martins RGH, Pimenta WP, Simoes ACP, Marsiglia A, Amaral
AV. Auditory evaluation in patients with type I diabetes. Ann OtolRhinol Laryngol
2008;117(5):366-70.