Anda di halaman 1dari 19

Laporan Pendahuluan

A. Konsep Medis
a. Definisi Penyakit
Hidrokel berasal dari dua kata yaitu hidro (air) dan cell (ronggga atau celah
yang mana diartikan sebagai adanya penumpukan air pada rongga khususnya pada
tunika vaginalis. (Behram. 2000) Hidrokel merupakan penimbunan cairan dalam
selaput yang membungkus testis, yang menyebabkan pembengkakan lunak pada
salah satu testis. Penyebabnya karena gangguan dalam pembentukan alat genitalia
eksternal, yaitu kegagalan penutupan saluran tempat turunnya testis dari rongga
perut ke dalam skrotum. Cairan peritonium mengalir melalui saluran yang terbuka
teersebut dan terperangkap didalam skrotum sehingga skrotum membengkak.
(Pramono, Budi .2008)
Klasifikasi hidrokel berdasarkan kapan terjadinya, yaitu ; (1) Hidrokel
primer yang terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis.
Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi
kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak
diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan
dalam tunika akan diabsorpsi. (2) Hidrokel sekunder pada orang dewasa, hidrokel
sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dandianggap sekunder
terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau
epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik.
Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi
cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh
saluran limfedalam lapisan luar tunika.
Klasifikasi menurut letak kantong hidrokel dari testis, yaitu ; (1) Hidrokel
testis yang merupakan kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga
testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah
sepanjang hari. (2) Hidrokel unikulus yang mana kantong hidrokel berada di
funikulus yaitu terletak disebelah cranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis
dapat diraba dan berada diluar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel
besarnya tetap sepanjang hari.
b. Etiologi
Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena belum
sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritonium
ke prosesus vaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum
dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel. Pada bayi laki laki hidrokel dapat
terjadi mulai dari dalam rahim. Pada usia kehamilan 28 minggu, testis turun dari
rongga perut bayi kedalam sskrotum, dimana setiap testis ada kantong yang
mengikutinya sehingga terisi cairan yang mengelilingi testis tersebut. Pada orang
dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab
sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang
menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan dikantong hidrokel.
Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis
atau epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang
berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus
spermatikus. Hidrokel komunikan. Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan
antara prosesus vaginalis dengan rongga peritonium sehingga prosesus vaginalis
dapat terisi cairan peritoneum

c. Patofisologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis yang
masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubungan melalui saluran mikroskopis
dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan demikian cairan dari
rongga peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke
rongga peritoneum. Pada kehidupan fetal, prosesus vaginalis dapat berbentuk
kantong yang mencapai scrotum. Ujung bawah kantong ini mengelilingi testis dan
disebut tunika vaginalis. Apabila terjadi atrofi pada ujung proksimal dan tengah
sehingga bagian distal yang mengelilingi testis tetap terbuka, maka terjadi
hidrokeltestikularis. Hidrokel dapat ditemukan dimana saja sepanjang funikulus
spermatikus, juga dapat ditemukan di sekitar testis yang terdapat dalam rongga perut
pada undensensus testis. Hidrokel infantilis biasanya akan menghilang dalam tahun
pertama, umumnya tidak memerlukan pengobatan, jika secara klinis tidak disertai
hernia inguinalis.
Hidrokel testis dapat meluas ke atas atau berupa beberapa kantong yang saling
berhubungan sepanjang processus vaginalis peritonei. Hidrokel akan tampak lebih
besar dan kencang pada sore hari karena banyak cairan yang masuk dalam kantong
sewaktu anak dalam posisi tegak, tapi kemudian akan mengecil pada esok paginya
setelah anak tidur semalaman. Pada orang dewasa hidrokel dapat terjadi secara
idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder terjadi karena didapatkan
kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi
atau reabsorpsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan tersebut mungkin suatu tumor,
infeksi atau trauma pada testis atau epididimis. Dalam keadaan normal cairan yang
berada di dalam rongga tunika vaginalis berada dalam keseimbangan antara produksi
dan reabsorpsi dalam sistem limfatik.

d. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hidrokel kongenital tergantung pada jumlah cairan yang
tertimbun. Bila timbunan cairan hanya sedikit, maka testis terlihat seakan akan
sedikit membesar dan teraba lunak. Bila timbunan cairan banyak terlihat skrotum
membesar dan agak tegang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan
dikantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan
menunjukkan adanya transiluminasi.
Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan
beberapa macam hidrokel, yaitu hidrokel testis. Pada hidrokel testis, kantong
hidrokel seolah olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada
anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari. Pada hidrokel
funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak disebelah kranial testis,
sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada diluar kantong hidrokel

e. Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan
membantu meihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel atau spermatokel),
vena abnormal (varikokel), dan kemungkinan adanya tumor.
b. Transilumisasi Scrotum
Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat translusen, terlihat benjolan
terang dengan masa gelap oval dari bayangan testis
c. Pemeriksaan Urin
Kadang-kadng terdapat nanah dalam urin dan kemungkinan juga terdapat
bakteri. Juga perlu diperiksa cairan prostat untuk mengetahui adanya penjalaran
ke prostat.
d. Rontgen abdomen
Sebuah sinar X-dasar menggunakan radiasi elektromagnetik untuk membuat
gambar tulang, gigi dan organ internal. X-ray dapat membedakan hidrokel dari
hernia inguinalis.

f. Penatalaksanaan Medis
Hidrokel biasanya tidak berbahaya dan pengobatan biasanya baru dilakukan jika
penderita sudah merasa terganggu atau merasa tidak nyaman, atau jika hidrokelnya
sedemikian besar sehingga mengancam aliran darah ke testis. Pengobatan bisa
berupa aspirasi ( pengisapan cairan ) dengan bantuan sebuah jarum atau
pembedahan. Tetapi jika dilakukan aspirasi, kemungkinan besar hidrokel akan
berulang dan bisa terjadi infeksi. Setelah dilakukan aspirasi, bisa disuntikkan zat
sklerotik tetrasiklin, natrium tetra desil sulfat atau urea, untuk menyumbat/ menutup
lubang dikantong skrotum sehingga cairan tidak akan tertimbun kembali. Hidrokel
yang berhubungan dengan hernia inguinalis harus diatasi dengan pembedahan
sesegera mungkin.
Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun
dengan harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri,
tetapi jika hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk
dilakukan koreksi. Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah
Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah.
Indikasi kosmetik.
Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam
melakukan aktifitasnya sehari-hari. Tindakan pembedahan berupa
hidrokelektomi. Pengangkatan hidrokel bisa dilakukan anestesi umum ataupun
regional ( spinal ).
a. Teknik Operasi
Secara singkat tehnik dari hidrokelektomi dapat dijelaskan sebagai berikut :
dengan pembiusan regional atau umum. Posisi pasien terlentang ( supinasi ).
Desinfeksi lapangan pembedahan dengan larutan antiseptik. Lapangan
pembedahan dipersempit dengan linen steril. Insisi kulit pada bagian skrotum
yang paling menonjol lapis demi lapis sampai tampak tunika vaginalis. Dilakukan
prepasi tumppul untuk mmeluksir hidrokel, bila hidrokelnya besar sekali
dilakukan aspirasi isi kantong terlebih dahulu. Insisi bagian yang paling menonjol
dari hidrokel, kemudian dilakukan teknik jaboulay: tunika vaginalis parietalis
dimarsupialisasi dan bila diperlukan diplikasi dengan benang chromic cat gut.
Teknik lord: tunika vaginalis parietalis dieksisi dan tepinya diplikasi dengan
benang chromic cat gut. Luka operasi ditutup lapis demi lapis dengan benang
chromic cat gut Komplikasi operasi.
Komplikasi pasca bedah ialah pendarahan dan infeksi luka operasi Hidrokel
pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan harapan
setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri; tetapi jika
hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu difikirkan untuk dilakukan
koreksi. Tindakn untuk cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi.
b. Aspirasi
Aspirasi cairan hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka
kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat menimbulkan penyakit berupa infeksi.
Beberapa indikasi untuk melakukan pada hidrokel adalah :
Hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah
Indikasi kosmetik
Hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan menganggu pasien dalam
melakukan aktivitasnya sehari hari.
c. Hidrokelektomi pada anak
Pada beberapa penelitian , temuan intraoperasi pada anak usia di bawah 10
tahun terbanyak adalah hidrokel komunikans dimana merupakan indikasi
dilakukan teknik ligasi tinggi. Hidrokel komunikans kerap disertai dengan hernia
inguinalis sehingga diperlukan tindakan herniorafi . Sebaliknya, pada anak usia di
atas 10-12 tahun, 80-86% temuan intraoperasi adalah hidrokel nonkomunikans
sehingga pendekatan melalui skrotum sudah dapat dilakukan. Tidak dianjurkan
penanganan hidrokel pada anak dengan menggunakan aspirasi-skleroterapi.
Langkah-langkah Teknik Inguinal (Ligasi Tinggi pada Anak):
a. Insisi pada kuadran bawah abdomen sepanjang 2-4cm, ke arah lateral dari titik
tepat di atas tuberkulum pubikum.
b. Fascia superfisialis telah diinsisi. Aponeurosis musculus obliqus externus
terlihat.
c. Aponeurosis musculus obliqus externus telah diinsisi, tampak kantung
hidrokel dan cord. Lalu keluarkan isi kantong hidrokel (cairan).
d. Aponeurosis oblique externus dijepit, memperlihatkan musculus cremaster dan
fascia spermaticus interna melapisi kantung dan cord.
e. Kantung yang melalui canalis inguinalis dan annulus inguinalis externa
dipisahkan dari cord di bawahnya. Ujung distal telah dibuka sebagian. Ujung
proximal akan dilakukan high ligation pada leher kantung.
f. Ujung proksimal kantung diangkat. Retroperitoneal fat pad yang selalu ada
dan merupakan indikasi titik untuk high ligation. Jahitan dilakukan pada leher
kantung. Setelah dijahit, jahitan kedua dilakukan pada distal dari jahitan
pertama untuk memastikan ligasi yang permanen.
g. Aponeurosis musculus oblique externus dijahit, lapis demi lapis ditutup.
h. Kulit dijahit dengan jahitan subkutis.
g. Penatalaksanaan Post Operasi Hidrokel
Penyembuhan post-operasi hidrokel biasanya cepat, pasien dapat dilakukan
rawat jalan 4-6 jam pasca operasi. Namun beberapa kondisi tertentu dapat dilakukan
observasi di rawat inap 1-2 hari. Analgetik lini pertama dapat digunakan untuk
mengatasi nyeri post operasi. Antibiotik diindikasikan pada kasus hidrokel yang
disertai infeksi.
Apabila menggunakan drainase, dapat dilepas 48-72 jam pasca operasi karena
angka kejadian hematom pasca operasi rata-rata akan munculi pada 48 jam pasca
operasi. Pasca operasi, dapat digunakan scrotal support untuk melindungi skrotum
dari mobilisasi yang berlebihan.
Pada prinsipnya, hidrokelektomi dapat dilakukan tanpa rawat inap, pasien dapat
kembali bekerja setelah tingkat kenyamanan memungkinkan (biasanya 1-3 hari post-
operasi). Sekitar 2 minggu setelah operasi, posisi mengangkang (naik sepeda) harus
dihindari untuk mencegah perpindahan testis yang mobile keluar dari skrotum,
dimana dapat terjebak oleh jaringan ikat dan mengakibatkan cryptorchidism
sekunder. Pada dewasa, aktivitas olahraga harus dibatasi selama 4-6 minggu.

h. Komplikasi
a. Kompresi pada peredaran darah testis
b. Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan
hidrokel
c. atrofi testis.
d. Perdarahan yang disebabkan karena trauma dan aspirasi
e. Sekunder Infeksi

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
- Anamnese berkaitan tentang lamanya pembengkakan skrotum dan apakah ukuran
pembengkakan itu bervariasi baik pada waktu istirahat maupun pada keadaan
emosional (menangis,ketakutan)
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, hidrokel dirasakan sesuatu yang oval atau bulat, lembut dan
tidak nyeri tekan. Hidrokel dapat dibedakan dengan hernia melalui beberapa cara
Pada saat pemeriksaan fisik dengan Transiluminasi/diaponaskopi hidrokel berwarna
- merah terang, dan hernia berwarna gelap.
- Hidrokel pada saat di inspeksi terdapat benjolan yang hanya ada di scrotum, dan
- hernia di lipatan paha.
- Auskultasi pada hidrokel tidak terdapat suara bising usus, tetapi pada hernia
terdapat suara bising usus.
- Pada saat di palpasi hidrokel terasa seperti kistik, tetapi pada hernia terasa kenyal.
- Hidrokel tidak dapat didorong, hernia biasanya dapat didorong.
- Bila dilakukan transiluminasi pada hidrokel terlihat transulen, pada hernia tidak.
- Kaji sistem perkemihan
- Kaji setelah pembedahan : infeksi, perdarahan, disuria, dan drainase
- Lakukan transluminasi test : ambil senter, pegang skrotum, sorot dari bawah ; bila
sinar merata pada bagian skrotum maka berarti isinya cairan ( bila warnanya
redup)

3. Diagnosa Keperawatan
- Pre operasi
a. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d pembengkakan skrotum
b. Resiko kerusakan integritas kulit : skrotum b.d adanya gesekan dan peregangan
jaringan kulit skrotum.
c. Perubahan citra tubuh b.d perubahan bentuk skrotum
d. Ansietas b.d kurang pengetahuan
- Intra Operasi
a. Resiko tinggi terjadi hipotermia akibat suhu di ruangan
b. Resiko cedera b/d posisi yang kurang tepat
- Post operasi
a. Resiko infeksi b.d insisi post op.
b. Deficit pengetahuan b.d prosedur pembedahan, perawatan post op, program
penatalaksanaan
c. Nyeri berhubungan dengan gangguan pada kulit jaringan, trauma pembedahan.
4. Intervensi Keperawatan
Pre Operasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Dx Hasil
1 Gangguan rasa nyaman Diharapkan setelah 1.1 Kaji skala, 1. Mengidentifikasi
(nyeri) b.d pembengkakan dilakukan intervensi, karakteristik dan nyeri akibat
skrotum rasa tidak nyaman lokasi nyeri yang gangguan lain.
berkurang bahkan hilang dialami klien 2. Mendeskripsikan
dengan Kriteria hasil : 1.2 Catat petunjuk tingkat nyeri.
a. Pembengkakan nonverbal seperti 3. Mengurangi
skrotum berkurang gelisah, menolak sensasi nyeri
b. Klien merasa untuk bergerak, 4. Mengurangi
nyaman, berhati-hati saat sensasi nyeri.
nyeri klien beraktifitas dan 5. Menjadi acuan
berkurang bahkan meringis dalam
hilang 1.3 Ajarkan pasien perrkembangan
c. Skala nyeri 0-3 untuk memulai terapi yang sudah
posisi yang diberikan.
nyaman atau 6. Mengurangi
tekhnik relaksasi sensasi nyeri.
misalnya duduk
dengan kaki agak
dibuka dan nafas
dalam
1.4 Berikan tindakan
nyaman massage
punggung,
mengubah posisi
dan aktifitas
senggang
1.5 Observasi dan
catat pembesaran
skrotum ( bila
perlu ukur tiap
hari ), cek adanya
keluhan nyeri.
1.6 Kolaborasi
pemberian
analgetik sesuai
indikasi.
2 Resiko kerusakan Diharapkan setelah 2.1 Kaji adanya tanda 1. Mengetahui lebih
integritas kulit : skorotum dilakukan intervensi, kerusakan kulit dini gejala
b.d adanya gesekan dan kerusakan integritas seperti lecet dan kerusakan kulit
peregangan jaringan kulit kulit tidak terjadi, kemerahan sekitar untuk dilakukan
skrotum. dengan Kriteria hasil : area pembesaran intervensi
a. Tidak ada lecet dan ( lipatan paha ). selanjutnya
kemerahan di sekitar 2.2 Berikan salep 2. Mencegah
area pembesaran. atau kerusakan kulit.
pelumas. 3. Mencegah
2.3 Kurangi aktifitas kerusakan yang
klien selama sakit lebih parah.
2.4 Berikan posisi 4. Memberikan
yang nyaman : sirkulasi bagi
abduksi aliran darah.
2.5 Anjurkan klien 5. Mencegah iritasi
menggunakan yang lebih parah.
pakaian yang
longgar terutama
celana.
3 Perubaan body image : Diharapkan setelah 3.1 Kaji tingkat 1. Mengidentifikasi
citra tubuh b.d perubahan dilakuakan intervensi, pengetahuan luas masalah dan
bentuk skrotum. klien tidak merasa pasien tentang perlunya
bahwa penyakitnya kondisi dan intervensi
adalah suatu pengobatan, dan 2. Indicator
penderitaan, dan pada ansietas terjadinya
bayi, orangtua harus sehubungan kesulitan
memahami bahwa dengan situasi menangani stress
penyakit ini dapat saat ini. terhadap apa yang
disembuhkan, dengan 3.2 Perhatikan terjadi.
Kriteria hasil : perilaku menarik 3. Identifikasi tahap
a. Keluarga sabar diri pada yang pasien
menghadapi kondisi keluarga, tidak sedang alami
anaknya. efektif memberikan
menggunakan pedoman untuk
pengingkaran mengenal dan
atau perilaku menerima
yang perilaku dengan
mengindikasikan tepat. Depresi
terlalu lama menunjukan
mempermasalahk intervensi lanjut.
an tubuh dan
fungsinya. 4. Menyampaikan
3.3 Tentukan tahap harapan untuk
berduka. mengatur situasi
Perhatikan tanda dan membantu
depresi berat perasaan harga
/lama. diri dan orang
3.4 Anjurkan orang lain.
terdekat untuk 5. Memperkuat
memperlakukan keyakinan
pasien secara keluarga dan
normal dan bukan memberikan
sebagai orang semangat yang
cacat mempertahankan
3.5 Yakinkan harga diri
keluarga bahwa keluarga dan
penyakit ini dapat menghindari
disembuhkan dan kecemasan yang
tetap sabar berlebihan.
menghadapi
kondisi anaknya.

4 d. Ansietas pada orangtua Diharapkan setelah 4.1 Beritahu dan 1. Menghilangkan


b.d kondisi anaknya dan dilakukan intervensi, jelaskan tentang kecemasan
kurang pengetahuan orangtua memahami dan prognosa dan orangtua klien
merawat anak. mengerrti tentang diagnosis karena
prognosa dan diagnose penyakit/ yang ketidaktahuan
penyakit yang dialami dialami oleh tentang prosedur.
oleh anaknya, dengan anaknya. 2. Menghilangkan
Kriteria hasil : 4.2 Jelaskan tindakan kecemasan
1) cemas yang dialami yang akan orangtua klien
orangtua klien dilakukan karena
berkurang bahkan terhadap anaknya ketidaktahuan
hilang. sebelum tindakan tentang prosedur.
dilakukan. 3. Mengindari
4.3 Libatkan orangtua persepsi yang
dalam perawatan salah dan
terhadap anaknya. membantu
4.4 Berikan informasi menghilangkan
bahwa penyakit kecemasan pada
ini dapat hilang anak.
dengan 4. Menghilangkan
sendirinya. kecemasan
orangtua klien
karena
ketidaktahuan
tentang prosedur.
2.Intra Operasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Dx Hasil
1 Resiko tinggi terjadi Diharapkan setelah 1.1 Berikan alat 1.agar tidak terjadi
hipotermia akibat suhu di dilakuakan intervensi, pemanas pada saat hypotermi.
ruangan klien tidak mengalami pembedahan
hipotermia dengan
kriteria hasil:
1.tidak menggigil
2 Resiko tinggi cedera b/d posisi Diharapkan setelah 2.1 atur posisi klien 1. Menghindari
yang kurang tepat dilakuakan intervensi, terjadinya
kien tidak mengalami 2.2 pertahankan posisi dekubitus
dekubitus dengan klien. 2. Memberikan
kriteria hasil: keselamatan
1.tidak terjadi cedera kepada klien.
dalam keadaan
pembiusan
3 Kurangnya pengetahuan b/d Diharapkan setelah 2.3Diskusikan tentang 2. Mempertahankan
salah interprestasi ditandai dilakuakan intervensi keseimbangan daya tahan tubuh
dengan sering bertanya tentang Pengetahuan klien nutrisi. klien.
penyakitnya bertambah dengan
Kriteri Hasil:
1.Klien berpartisipasi
dalam program
keperawatan.
3. Post Operasi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


Dx Hasil
1 Resiko infeksi b.d insisi Diharapkan resiko 1.1 Cuci tangan sebelum dan 1. mengurangi
post op. terjadinya infeksi sesudah melakukan kontaminasi
tidak terjadi dengan aktivitas walupun silang.
kriteria hasil : menggunakan sarung 2. mengurangi
a. Berkurangnya tangan steril. jumlah lokasi
tanda-tanda 1.2 Batasi penggunaan alat yang dapat
peradangan seperti atau prosedur invasive menjadi tempat
kemeraha-merahan, jika memungkinkan. masuk organisme
gatal, panas, 1.3 Gunakan teknik steril 3. mencegah
perubahan fungsi, pada waktu penggatian masuknya
balutan/penghisapan/berik bakteri,mengura
an lokasi perawatan, ngi risiko
misalnya jalur invasive. infeksi
1.4 Gunakan sarung nosokomia
tangan/pakaian pada 4. Mencegah
waktu merawat luka yang penyebaran
terbuka/antisipasi dari infeksi /
kontak langsung dengan kontaminasi
sekresi ataupun ekskresi silang

2 Deficit pengetahuan b.d Diharapkan setelah 2.1 Kaji ulang pembatasan 1. Mencegah
prosedur pembedahan, diberikan intervensi, aktivitas pascaoperasi. komplikasi lanjut
perawatan post op, klien memahami dan 2.2 Dorong aktivitas sesuai dari pergerakan
program pentalaksanaan. mengerti tentang toleransi dengan periode dan aktivitas yang
prosedur istirahat periodic berlebihan
pembedahan, 2.3 Diskusikan perawatan 2. mencegah
perawatan setelah insisi, termasuk mengganti kelemahan,
operasi dan balutan, pembatasan mandi, meningkatkan
pengobatanya dengan dan kembali ke dokter untuk penyembuhan,
kriteria hasil : mengangkat jahitan / dan lekas kembali
a. klien menyatakan pengikat. pulih normal.
pemahamannya 2.4 Identifikasi gejala yang 3. pemahaman
proses penyakit, memerlukan evaluasi medic, meningkatkan
pengobatan dan contoh peningkatan nyeri; kerjasama
potensial edema/eritema luka, adanya dengana
komplikasi. drainase, demam. program terapi,
meningkatkan
penyembuhan
dan program
perbaikan.
4. upaya intervensi
menurunkan
risiko
komplikasi
serius contoh
lambatnya
penyembuhan.
3 Nyeri berhubungan Diharapkan setelah 3.1 Kaji nyeri, catat lokasi, 1. Berguna dalam
dengan gangguan pada diberikan terapi, nyeri karakteristik, beratnya (0- pengawasan
kulit jaringan, trauma klien berkurang 10). Selidiki dan laporkan keefektifan obat,
pembedahan. bahkan hilang dengan perubahan nyeri dengan kemajuan
kriteria hasil skala cepat. penyembuhan.
nyeri 0-3 dan kllien 3.2 Pertahankan istirahat 2. Gravitasi
tidak menangis serta dengan posisi semifowler. Melokalisasi
gelisah. 3.3 Dorong ambulasi dini. eksudat
3.4 Berikan aktivitas inflamasi
hiburan. 3. Meningkatkan
3.5 Berikan analgetik sesuai normalisasi
indikasi. fungsi organ
4. Focus perhatian
kembali,
meningkatkan
relaksasi, dan
dapat
meningkatkan
kemampuan
koping.
5. Menghilangkan
nyeri
mempermuda
kerja sama
dengan
intervensi terapi
lain contoh
batuk dan
ambulasi.
Daftar Pustaka

Carpenito. (2008). Ilmu Keperawatan Anak Edisi 3. Jakarta :EGC

Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC.

Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and


Clasification 2012-2014. Jakarta :ECG

Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification NOC. St Louis


Missouri : Mosby

Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing International Classification. Lowa :


Mosbysp

Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar
Swada

Behram, Kleigman, Alvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai