Pembimbing
drg. Nadia Hardini, Sp. KG
Disusun Oleh:
Nesha Tabita
Padaka Aji Basundoro
Peggy Rahmat Syahputra
Tiara Kasih
LAPORAN KASUS
Disusun Oleh:
Nesha Tabita
Padaka Aji Basundoro
Peggy Rahmat Syahputra
Tiara Kasih
2.2.1 Periodontitis
Gambar. Periodontitis
3.2 Anamnesis
(Autoanamnesis pada 31 Agustus 2017 pukul 11.30 di Poliklinik Gigi dan Mulut
RSND)
Keluhan utama : Nyeri gigi kanan atas belakang dengan patah sebagian
UE UE
UE UE
Keterangan:
- Gigi 5.5 terdapat karies pada sisi oklusolabial, gigi 8.4 terdapat karies pada
sisi oklusolingual
- Terdapat satu buah gigi tambahan di belakang antara gigi 1.1 dan 1.2
- Gigi 1.8, 2.8, 3.8, 4.8 unerupted
Status Lokalis
Gigi 5.5
Inspeksi : karies (+), terdapat sisa patahan
Sondasi : nyeri (+)
Perkusi : tidak nyeri
Tekanan : tidak nyeri
Palpasi : ginggiva tidak gampang berdarah
Vitalitas : tidak vital
Mobilitas : tidak mobile
Gigi 8.4
Inspeksi : karies (+), terdapat sisa patahan
Sondasi : nyeri (+)
Perkusi : tidak nyeri
Tekanan : tidak nyeri
Palpasi : ginggiva tidak gampang berdarah
Vitalitas : tidak vital
Mobilitas : tidak mobile
Status Dental
Inspeksi :
- Gigi 5.5 terdapat karies pada sisi oklusolabial, gigi 8.4 terdapat karies pada
sisi oklusolingual
- Terdapat satu buah gigi tambahan di belakang antara gigi 1.1 dan 1.2
- Gigi 1.8, 2.8, 3.8, 4.8 unerupted
Sondasi : Gigi 5.5, 8.4 nyeri (+)
Perkusi : tidak nyeri
Palpasi : tidak nyeri
Vitalitas : tidak vital
Edukasi :
Menjelaskan pada pasien dan keluarga bahwa perlunya rujukan ke dokter gigi
Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien kemungkinan tindakan ekstraksi
yang akan dilakukan
Menjelaskan pada pasien bahwa terdapat gigi yang jumlahnya melebihi gigi
normal
Menjelaskan pada pasien dan keluarga pasien mengenai oral higiene yang baik
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang perempuan 19 tahun datang dengan keluhan nyeri gigi kanan atas belakang
dengan patah sebagian. 2 tahun yang lalu, gigi kanan atas patah sebagian dan
terkadang terasa nyeri. Rasa nyeri dialami semakin lama semakin bertambah berat.
Rasa nyeri dirasakan bahkan saat pasien diam saja dan bertambah nyeri jika makan
makanan yang keras. Pasien belum menerima pengobatan apapun. Pasien juga
mengeluhkan adanya gigi patah pada bagian bawah kanan. Pasien juga mengeluhkan
terdapat gigi tambahan di bagian rahang atas depan. Riwayat perdarahan gusi
disangkal. Riwayat demam disangkal. Sehari-hari pasien menggosok gigi hanya 2x
sehari saat mandi. Pasien lalu memeriksakan diri ke RSND. Pasien tidak memiliki
riwayat alergi, hipertensi, maupun diabetes melitus.
Dari hasil pemeriksaan fisik ekstra-oral, pada inspeksi wajah simetris dan
tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan pembesaran limfonodi.
Pada pemeriksaan status lokalis di gigi 5.5 didapatkan hasil inspeksi terdapat karies
pada sisi oklusolabial dan pada gigi 8.4 didapatkan karies pada sisi oklusolingual.
Pemeriksaan perkusi dan tekanan tidak nyeri. Pemeriksaan palpasi tidak didapatkan
gusi mudah berdarah dan tidak nyeri. Tes vitalitas didapatkan gigi tidak vital.
Pemeriksaan sondasi pada gigi 5.5 dan 8.4 didapatkan nyeri. Tidak didapatkan gigi
yang mobile pada gigi 5.5 maupun 8.4. Pada pemeriksaan status dental gigi
didapatkan gigi 5.5 terdapat karies pada sisi oklusolabial, gigi 8.4 terdapat karies pada
sisi oklusolingual, terdapat satu buah gigi tambahan diantara gigi 1.1 dan 1.2, gigi
1.8, 2.8, 3.8, 4.8 unerupted. Tes sondasi positif pada gigi 5.5 dan 8.4. Pemeriksaan
perkusi dan palpasi didapatkan tidak nyeri. Tes vitalitas didapatkan gigi tidak vital.
Tidak ada gigi yang goyang. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini
didiagnosis periodontitis apikalis kronis et causa gangren radix pada gigi 5.5 dan 8.4.
Berdasarkan data yang didapat telah diketahui bahwa penyebab terjadinya
periodontitis kronis adalah gangren radix. Keadaan gangren radix ditandai dengan tes
vitalitas negatif yang menunjukkan bahwa gigi 5.5 dan 8.4 sudah non vital.
Sedangkan periodontitis kronis di tandai dengan hasil perkusi, tekanan, dan palpasi
yang negatif dan riwayat sakit gigi. Pasien juga memiliki diagnosis tambahan
supernumery teeth, dimana terdapat gigi tambahan di belakang gigi antara gigi 1.1
dan 1.2
Terapi yang dapat diberikan oleh dokter umum adalah pemberian antibiotik
amoxicilin dan asam mefenamat. Terapi definitif pada pasien adalah ekstraksi karena
gigi sudah nekrosis dan tidak dapat dipertahankan. Tujuan dari tatalaksanan ini
adalah untuk menghilangkan ketidaknyamanan pasien dan untuk mencegah terjadinya
infeksi. Dengan demikian dapat meningkatkan kesejahteraan hidup pasien. Terapi
definitif pada pasien ini akan dirujuk kepada teman sejawat dokter gigi.
Selain itu, pasien perlu di edukasi mengenai perlunya rujukan ke dokter gigi,
menjelaskan kemungkinan tindakan ekstraksi yang akan dilakukan pada gigi yang
sakit, menjelaskan bahwa terdapat gigi yang jumlahnya melebihi gigi normal dan
menyarankan agar pasien berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter gigi mengenai gigi
tambahan tersebut dan menjelaskan mengenai oral higiene yang baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Telah diperiksa seorang perempuan 19 tahun dengan diagnosis periodontitis kronis et
causa gangren radix pada gigi 5.5 dan gigi 8.4 disertai diagnosis tambahan
supernumery teeth. Penegakan diagnosis pada pasien dilakukan dari anamnesis dan
pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Penanganan pasien pada gigi yang terkena
periodontitis kronis et causa gangren radix berupa ekstraksi gigi. Penanganan untuk
supernumery teeth dianjurkan untuk berkonsultasi dengan dokter gigi. Penanganan
yang bisa dilakukan sebagai dokter umum terhadap pasien adalah memberikan obat
amoxicilin dan asam mefenamat lalu merujuknya ke dokter gigi.
5.2 Saran
1. Diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang periodontitis
kronis bagi dokter umum, sehingga dapat mengenali dan dapat melakukan
penanganan awal pada kegawat dauratan periodontitis kronis sebelum merujuknya ke
dokter gigi.
2. Diperlukan edukasi ke pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit yang
diderita, pilihan terapi yang dapat dilakukan, risiko dan komplikasi tindakan, serta
prognosis penyakit pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Grossman L, Oliet S, Del CE. Ilmu endodontik dalam praktek. Alih bahasa:
Abiyono R. Edisi 11. Jakarta: EGC; 1995. h. 65-70, 86-99
2. Torabinejad M, Walton RE. Principles and practice of endodontic. 4th Ed.
Philadelphia: Saunders Company; 2009.p. 38-40, 58-63
3. Cohen S, Burns RC. Pathway of the pulp. 6th Ed. Missouri: Mosby; 1994. p.
22, 345, 365
4. Bergenholt G, Bindslev HP. Textbook of endodontology. 2nd Ed. London:
Wiley Backwel; 2010. p.113-28
5. Rocassa IN, Siqueira JF. Root canal microbiota of teeth with chronic apiklal
periodontitis. J Clin Microbiol 2008; 46: 3599-606
6. Gary C, Goodell. Pulpa and periradicular diagnosis. Clin Update 2005; 28(7):
7. Sundqvist G. Ecologi of the root canal flora. J Endodont 1991; 18(2): 427-30
8. Jewetz, Melnick. Mikrobiologi kedokteran. 23th Ed. Alih bahasa: Hartono H.
Jakarta: EGC; 2004. p. 194-201
9. Vandepitte J, Verhaegen J. Prosedur laboratorium dasar untuk bakteriologi
klinis. 2nd Ed. Alih bahasa: Setiawan L.Jakarta: EGC;2002.p.61-81
10. Peciuliena V, Meneliene R, Balcikonyte E, Drukteinis S, Rutkunas V.
Microorganisms in root canal infections: a review. Balt Dent J 2008; 10: 4-9
11. Filingim RB, King CD, Ribeiro MC, Williams BR, Riley JL. Sex, gender and
pain: a review of recent clinical and experimental findings. J Pain 2009; 10(5)
12. Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by
oralinfection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.
13. Peterson LJ. Odontogenic infections. Diunduh dari
:http://famona.erbak.com/OTOHNS/Cummings?cumm069.pdf, 29 Juni 2009).
14. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nded.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.
15. Ghom, AG. Infections of Oral Cavity. Textbook of Oral Medicine, 2nd
ed.New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers. 2010. Hal.484-48
16. Brand, R.W., and Isseihard D.E., 1991, Anatomy of Orofacial Structures, 5th
ed. CV. Mosby Co., Toronto.
17. Conen and Buens ,R.C., 1995, Pathways of The Pulp, Mosby Co., Toronto.
18. Diamond ,M., 1952, Dental Anatomy, 3th ed, Mc. Millan.
19. Dixon ,A.D., 1993, Anatomi untuk Kedokteran Gigi (terj), 5th ed, Church ii
Livingstone, London.
20. Itjingningsih, W.H., 1995, Anatomi Gigi ECG, Jakarta.