Anda di halaman 1dari 23

LAMPIRAN II.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN


Nomor : P.03/MENHUT-V/2004
Tanggal : 22 JULI 2004
BAGIAN KEDUA

PETUNJUK PELAKSANAAN PENYEDIAAN BIBIT


GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan) pada dasarnya
merupakan gerakan moral yang bersifat massal dan melibatkan berbagai lapisan
masyarakat untuk memulihkan kerusakan hutan dan lahan di Indonesia. Salah
satu faktor yang mendukung keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan tersebut
adalah tersedianya bibit yang berkualitas dalam jumlah cukup dan tepat waktu.
Penyediaan bibit, sebagaimana penyediaan barang/jasa lainnya telah diatur
dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah. Namun mengingat bibit tanaman hutan merupakan
barang yang mempunyai kekhususan di bidang teknis, maka diperlukan adanya
Petunjuk Pelaksanaan Penyediaan Bibit GN RHL/Gerhan.

B. Tujuan
Tujuan dari penyediaan bibit adalah agar diperoleh bibit yang berkualitas dalam
jumlah yang cukup dan tepat waktu melalui proses penyediaan bibit yang
berjalan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup petunjuk ini mencakup perencanaan, pemilihan penyedia bibit,
peran serta usaha kecil, standar hasil, serta pengendalian dan pengawasan
penyediaan bibit GN RHL/Gerhan.

D. Pengertian
1. Pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/ jasa
yang dibiayai dengan APBN/APBD, baik yang dilaksanakan secara swakelola
maupun oleh penyedia barang/jasa.

II-1
2. Kepala Kantor/Satuan Kerja adalah adalah pejabat struktural Departemen/
lembaga yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa
yang dibiayai dari dana anggaran belanja rutin APBN.
3. Atasan Langsung Bendaharawan adalah pejabat yang diangkat oleh
menteri/pemimpin Lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota/pejabat yang diberi
kuasa, yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa
yang dibiayai dari anggaran belanja pembangunan APBN/APBD.
4. Panitia pengadaan barang/jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna
barang/ jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa.
5. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha
sertas pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa
sebelum memasukkan penawaran.
6. Bibit tanaman hutan adalah tumbuhan muda hasil perbanyakan dan atau
perkembangbiakan dari benih dan merupakan calon pohon yang selanjutnya
di dalam keputusan ini disebut bibit.
7. Penyedia Bibit adalah BUMN. BUMS, dan Koperasi, yang mempunyai kegiatan
penyediaan dan peredaran bibit.
8. Penyediaan bibit adalah kegiatan penyediaan bibit melalui pengadaan /
pembelian bibit dari pihak penyedia barang/jasa (Penyedia Bibit)
9. Pakta Integritas adalah surat pernyataan yang ditandatangani oleh pengguna
barang/jasa/panitia pengadaan/pejabat pengadaan/penyedia barang/jasa
yang berisi ikrar untuk mencegah dan tidak melakukan kolusi, korupsi dan
nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan penyediaan barang/jasa.
10. Jenis Kayu-Kayuan adalah jenis-jenis tanaman hutan yang menghasilkan kayu
untuk konstruksi bangunan, meubel dan peralatan rumah tangga.
11. Jenis Tanaman Unggulan Lokal (TUL) adalah jenis-jenis tanaman asli atau
eksotik, yang disukai masyarakat mempunyai keunggulan tertentu seperti
produk kayu, buah dan getah dan produknya mempunyai nilai ekonomi yang
tinggi dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
12. Jenis Tanaman Endemik adalah jenis-jenis tanaman asli daerah yang memiliki
ciri khas tertentu dan ditetapkan oleh Kepala Balai Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA)/Balai Taman Nasional (BTN).
13. Jenis Multi Purpose Tree Species (MPTS) adalah jenis-jenis tanaman yang
menghasilkan kayu dan non kayu.
14. Jenis Tanaman Turus Jalan/Penghijauan Kota adalah jenis-jenis tanaman
yang digunakan untuk penanaman turus (kanan kiri) jalan atau untuk
penghijauan kota.
15. Kelompok Bakau/Mangrove adalah jenis-jenis tanaman yang tumbuh di suatu
areal yang kondisinya terpengaruh oleh pasang surut air laut.

II-2
BAB II
METODA PENYELENGGARAAN

Dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menko Bidang Kesra, Menko Bidang
Perekonomian dan Menko Bidang POLKAM No. 09/Keputusan/Menko/Kesra/III/
2003, No. Kep.16/M. Ekon/03/2003 dan No. Kep. 08/Menko/Polkam III/2003,
tanggal 31 Maret 2003 telah ditetapkan bahwa Departemen Kehutanan bertugas
antara lain menyiapkan pembibitan, dimana salah satu kegiatannya adalah
penyediaan bibit.
Penyediaan bibit, sebagaimana pengadaan barang/jasa lainnya telah diatur dalam
Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa
Pemerintah. Pelaksanaan penyediaan bibit dapat dilakukan oleh penyedia bibit (pihak
III) atau secara swakelola.

A. Metoda Pemilihan Penyedia Bibit.


Proses pemilihan penyedia bibit dapat dilakukan melalui Metoda Pelelangan
Umum atau Penunjukan Langsung.
1. Pelelangan Umum
Pelelangan umum adalah metoda pemilihan penyedia bibit yang dilakukan
secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media masa dan
papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga masyarakat
luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat
mengikutinya.
Kelebihan dari sistim pelelangan umum adalah lebih transparan dan obyektif.
Adapun kelemahan dari sistim pelelangan Umum adalah prosesnya
membutuhkan waktu yang lama apalagi kalau sampai terjadi pelelangan
ulang sehingga dikawatirkan proses pembuatan bibitnya semakin mundur dari
jadwal yang ditetapkan dan akibatnya penanaman mengalami kelambatan.
Disamping itu dengan adanya pelelangan umum, akan hanya diperoleh satu
pemenang penyedia bibit untuk pengadaan bibit dalam jumlah besar dengan
variasi bibit yang cukup besar pula sehingga sistim ini kurang memberi
peluang bagi banyak penyedia bibit lain untuk berpartisipasi dalam pengadaan
bibit dan hal ini terkesan kurang adil.
2. Penunjukan Langsung
Dalam keadaan tertentu dan khusus, pemilihan penyedia bibit dapat dilakukan
dengan cara penunjukan langsung terhadap 1 (satu) penyedia jasa dengan
cara melakukan negoisasi baik teknis maupun biaya sehingga diperoleh harga
yang wajar. Kelebihan dari sistim penunjukan langsung adalah lebih banyak
memberikan peluang bagi para penyedia bibit profesional termasuk penyedia
bibit lokal untuk berpartisipasi dalam pengadaan bibit GN RHL/Gerhan.
Sedangkan kelemahannya masih adanya muatan subyektivitas dalam
pemilihan penyedia bibit GN RHL/Gerhan.

II-3
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan yang tepat dalam penyediaan bibit
GN RHL/Gerhan tahun 2004 digunakan metoda penunjukan langsung dengan
alasan sebagai berikut :
a. Keadaan tertentu, yaitu :
Pelaksanaan GN RHL/Gerhan didasarkan pada Surat Keputusan Bersama
(SKB) Menko Bidang Kesra, Menko Bidang Perekonomian dan Menko Bidang
POLKAM No. 09/Keputusan/Menko/Kesra/III/2003, No. Kep.16/M. Ekon/03/
2003 dan No. Kep. 08/Menko/Polkam III/2003, tanggal 31 Maret 2003,
dimana dalam butir menimbang SKB menyebutkan bahwa :
1) Kerusakan lingkungan khususnya disektor kehutanan mengakibatkan
terjadinya banjir, longsor, kekeringan dan bencana alam lainnya yang
menimbulkan kerugian nasional;
2) Untuk menghindari kerugian nasional yang lebih besar tersebut diperlukan
upaya yang terkoordinir dalam menjaga, rehabilitasi dan menanam
kembali.
b. Pengadaan barang/jasa khusus, yaitu :
1) Pekerjaan pengadaan bibit bergenetik unggul merupakan pekerjaan yang
bersifat spesifik dan teknologinya memerlukan tenaga trampil dan
berpengalaman di bidangnya.
2) Proses produksi bibit, khususnya jenis tanaman hutan dan jenis tanaman
endemik tertentu memerlukan kualifikasi pengalaman dan kemampuan
teknis penyediaan bibit tertentu.
3) Proses produksi bibit sangat ditentukan oleh musim dimana pada saat
musim tanam yang jatuh pada musim hujan, bibit sudah harus tersedia
dan siap salur. Apabila produksi bibit tidak tepat waktu maka keberhasilan
tanaman akan berkurang.
Metoda penunjukan langsung dilaksanakan pada penyediaan bibit untuk kegiatan
GN RHL/Gerhan yang meliputi Reboisasi Hutan Lindung, Hutan Produksi dan
Hutan Konservasi; Pembangunan Hutan Rakyat; Pembuatan Turus Jalan;
Penghijauan Kota dan rehabilitasi hutan mangrove (apabila terdapat penyedia
bibit yang mampu).

B. Metoda Swakelola
Metoda swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi
sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan atau
tenaga dari luar, baik tenaga ahli maupun tenaga borongan.
Metoda swakelola ini digunakan dalam penyediaan bibit hutan mangrove pada
kegiatan GN RHL/Gerhan karena dalam pelaksanaannya akan melibatkan
masyarakat setempat.

II-4
BAB III
PERENCANAAN

A. Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit

Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan) adalah suatu


kegiatan terpadu yang mendayagunakan segenap kemampuan Pemerintah dan
Masyarakat. Dengan demikian tingkat keragaman para pelaku sangat tinggi, baik
di Pusat maupun Daerah. Untuk itu guna mendukung proses penyediaan bibit
yang berkualitas dalam jumlah yang cukup, serta tepat diperlukan perencanaan
yang matang.
Dasar untuk penyusunan perencanaan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan adalah
sebagai berikut :
1. Sebaran/Sasaran Lokasi :
Sasaran lokasi pelaksanaan GN RHL/Gerhan di dalam atau di luar kawasan
hutan. Di dalam kawasan hutan diperinci lagi menjadi hutan lindung, hutan
konservasi, hutan produksi, Taman hutan raya, Taman Nasional, hutan
mangrove. Hal ini mengingat kegiatan penanaman pada masing-masing
peruntukan dalam kawasan hutan membutuhkan jenis bibit dan jumlah yang
berbeda. Sedangkan untuk luar kawasan hutan ditujukan untuk
pembangunan hutan rakyat, penghijauan kota, pembuatan tanaman turus
jalan dan rehabilitasi hutan mangrove.
2. Jumlah Jenis tanaman
Dalam menentukan jumlah bibit dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan perlu
memperhatikan kemampuan penyediaan anggaran, jarak tanam, luas lokasi
penanaman. serta kondisi sosial setempat.
Secara garis besar jenis tanaman yang dipilih dalam pelaksanaan GN-RHL/
Gerhan digolongkan menjadi 5 yaitu jenis kayu-kayuan, Multi Purpose Tree
Spesies (MPTS), Tanaman Unggulan Lokal (TUL), jenis endemik dan
Mangrove. Kelima golongan jenis tanaman tersebut mempunyai tingkat variasi
pilihan yang tinggi, sehingga dalam memilih jenis tanaman agar diperhatikan
kesesuaiannya dengan kondisi biofisik setempat, dan fungsi kawasan.
3. Partisipasi masyarakat
Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa pelaksanaan GN RHL/Gerhan
bersifat gerakan yang melibatkan seluruh komponen masyarakat mulai dari
perencanaan sampai dengan pasca panen. Demikian juga halnya dalam
perencanaan penyediaan bibit, masyarakat dilibatkan dalam hal penentuan
jumlah dan jenis tanaman.
Apabila dari awal masyarakat sudah dilibatkan dalam perencanaan
penyediaan bibit, maka diharapkan bibit yang disediakan oleh Satker bisa

II-5
diterima oleh masyarakat dan selanjutnya masyarakat dapat memahami dan
melaksanakan GN RHL/Gerhan secara partisipatif.
4. Pemasaran hasil
Dalam perencanaan penyediaan bibit harus mempertimbangkan fungsi
ekonomis dari jenis yang akan ditanam. Diharapkan dengan pelaksanaan GN
RHL/Gerhan dapat memicu berkembangnya roda ekonomi di daerah
setempat, sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Salah satu faktor faktor penting dalam mengoptimalkan fungsi ekonomi dalam
pelaksanaan GN RHL/Gerhan adalah pemasaran hasil, baik kayu maupun non
kayu. Dengan demikian perencanaan penyediaan bibit agar memperhatikan
kelayakan ekonomi.
5. Faktor Lingkungan
Sebagaimana diketahui bahwa tujuan pelaksanaan GN RHL/Gerhan adalah
untuk memperbaiki lingkungan sehingga dapat menanggulangi terjadinya
terjadinya banjir, longsor, kekeringan dan bencana alam lainnya yang
menimbulkan kerugian nasional;
Memperhatikan hal tersebut di atas, perencanaan penyediaan bibit juga harus
memperhatikan faktor lingkungan. Secara umum faktor yang perlu
diperhatikan adalah : iklim, curah hujan, kelerengan, ketinggian tempat,
kesesuaian lahan, zonasi sebaran jenis, serta status kawasan.
6. Jenis kegiatan :
Dalam pelaksanaan GN RHL/Gerhan, terdapat jenisjenis kegiatan sebagai
berikut :
a. Reboisasi Hutan Lindung, Hutan Produksi dan Hutan Konservasi
b. Pembangunan Hutan Rakyat
c. Pembuatan Tanaman Turus Jalan
d. Penghijauan Kota
e. Rehabilitasi Hutan mangrove
Jenis-jenis kegiatan tersebut di atas mempunyai sifat biofisik dan sosial yang
berbeda-beda, sehingga dalam perencanaan penyediaan bibit pun harus
memperhatikan jenis kegiatan masing-masing.
7. Penentuan Waktu Penyediaan Bibit
Dalam menentukan waktu penyediaan bibit agar memperhatikan musim
tanam daerah setempat serta mempertimbangkan kesiapan penanaman.

B. Pelaksanaan Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit


Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan efisien maka
ditetapkan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. Selain
itu tahapan dan jadwal kegiatan dapat digunakan sebagai sarana monitoring dan
evaluasi agar kelemahan dan penyimpangan dapat diketahui lebih dini.
II-6
Adapun tahapan dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Berdasarkan rencana lokasi yang menjadi sasaran GN RHL/Gerhan, Kepala
Satker (BPDAS) melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait di masing-
masing wilayah kerjanya (dinas/instansi yang membidangi kehutanan di
Propinsi dan Kabupaten/Kota).
2. Penyelenggaraan koordinasi tersebut pada butir 1 di atas, khususnya dalam
rangka penentuan tempat penampungan bibit sementara (TPS), jumlah dan
jenis bibit yang dibutuhkan dan secara teknis telah dipertimbangkan
kesesuaian lahannya.
3. Berdasarkan hasil koordinasi butir 2, BPDAS menyusun Rencana Penyediaan
Bibit dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan tahun 2004.
4. Rencana penyediaan bibit tersebut pada butir 3, selanjutnya digunakan
sebagai dasar pengajuan usulan anggaran pembiayaannya, pelaksanaan
kegiatan penyediaan bibit serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
penyediaan bibit.

C. Organisasi Pelaksana
Agar pelaksanaan penyediaan Bibit GN RHL/Gerhan berjalan lancar maka
diperlukan organisasi sebagai berikut :
1. Panitia pengadaan barang/jasa
Panitia pengadaan barang/jasa adalah tim yang diangkat oleh pengguna
barang/jasa untuk melaksanakan pemilihan penyedia barang/jasa, yang
dalam hal ini penyediaan bibit.
2. Konsultan Penilai merupakan institusi yang ditunjuk oleh Departemen
Kehutanan yang bertugas melaksanakan pembinaan dan penilaian terhadap
penyedia bibit, mulai pada saat proses pembuatan bibit sampai pada proses
penyerahan bibit di Tempat Penampungan Sementara.
Konsultan Penilai yang dipilih harus memenuhi kriteria sedemikian rupa
sehingga mampu menilai secara teknis dan administrasi, sehingga bibit yang
diadakan sesuai dengan dokumen kontrak. Penunjukan Lembaga Penilai
Independen akan diatur tersendiri dalam Petunjuk Pelaksanaan Penilaian
Bibit.
3. Dinas Kehutanan/instansi yang membidangi kehutanan di Propinsi maupun di
Kabupaten/Kota, sebagai instansi yang memberi masukan tentang rencana
jumlah, kualitas dan jenis tanaman sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
masyarakat setempat, lokasi penanaman/tempat tumbuh, dan tempat
penampungan bibit sementara bagi pelaksanaan penanaman tahun 2004.
4. Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Balai Taman Nasional yang
merupakan Unit Pelaksana Tehnis Ditjen PHKA menyelenggarakan penaman
jenis endemik sesuai dengan luas areal penanaman pada kawasan konservasi
dan Taman Nasional.

II-7
5. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) yang merupakan unit
pelaksana teknis Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bertugas
menyelenggarakan penyediaan bibit melalui pihak III untuk kegiatan reboisasi
hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi, pembangunan hutan
rakyat, penghijauan kota, pembuatan tanaman turus jalan dan mangrove
(untuk keadaan tertentu).
6. Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) merupakan unit pelaksana teknis
Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial bertugas untuk memberikan
informasi tentang Penyedia dan Pengedar Bibit Terdaftar dan melaksanakan
pembinaan teknis perbenihan dan pembibitan serta melaksanakan sertifikasi
benih dan bibit di wilayah kerjanya.
7. Perusahaan Penyedia Bibit, yaitu perusahaan penyedia bibit terdaftar yang
ditunjuk oleh Atasan Langsung Bendaharawan (ALB) melalui proses pemilihan
penyedia bibit berdasarkan ketentuan yang berlaku setelah mendapat
persetujuan penunjukkan langsung oleh Pimpinan Satker untuk menyediakan
bibit GN RHL/Gerhan.

II-8
BAB IV
PROSEDUR PEMILIHAN PENYEDIA BIBIT DENGAN PENUNJUKAN LANGSUNG

A. Persiapan
Langkah persiapan yang harus dilaksanakan oleh Satuan Kerja Penyedia Bibit
GN RHL/Gerhan yang dalam hal ini adalah Balai Pengelolaan DAS (BPDAS):
1. Penyusunan Rencana Penyediaan Bibit
Untuk menjamin agar pelaksanaan penyediaan bibit berjalan efisien maka
Satker yang bersangkutan adalah menyusun rencana penyediaan bibit
yang meliputi:
a. Penentuan rencana kebutuhan bibit (jenis, jumlah dan kualitas)
sebaran lokasi dari kegiatan penanaman GN RHL/Gerhan, waktu
penyerahan bibit serta rencana penentuan Tempat Penampungan
Sementara (TPS) bibit.
b. Penyusunan tahapan dan jadwal kegiatan penyediaan bibit GN
RHL/Gerhan.
c. Untuk dapat menyusun rencana penyediaan bibit GN RHL/Gerhan
tersebut Kepala Satker melaksanakan koordinasi dengan instansi
terkait di masing-masing wilayah kerjanya (dinas/instansi yang
membidangi kehutanan di Propinsi dan Kabupaten/Kota). Berdasarkan
hasil koordinasi tersebut, BPDAS menyusun Rencana Penyediaan Bibit
dalam rangka kegiatan GN RHL/Gerhan tahun 2004. Rencana
penyediaan bibit tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar
pengajuan usulan anggaran pembiayaannya, pelaksanaan kegiatan
penyediaan bibit serta monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
penyediaan bibit.
d. Untuk penyediaan bibit GN RHL/Gerhan, Balai Pengelolaan DAS dapat
melakukan pembuatan paket-paket kegiatan penyediaan bibit di
wilayah kerja.
e. Pemaketan pekerjaan tersebut, dilakukan mengingat kegiatan
penyediaan bibit pada masing-masing Satker merupakan kegiatan
dengan tingkat variasi jenis tanaman cukup besar dan tersebar di
beberapa kabupaten/kota, serta terbatasnya perusahaan penyedia bibit
yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan bibit per Satker, maka
masing-masing Satker perlu membuat paket-paket penyediaan bibit
berdasarkan pada jenis tanaman dan wilayah administrasi
kabupaten/kota yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

2. Pembentukan Panitia Pengadaan/Penyediaan Bibit


Panitia pengadaan barang/jasa adalah Tim yang diangkat oleh Kepala
BPDAS selaku kepala Satker melalui Surat Keputusan, yang betugas untuk

II-9
melaksanakan pemilihan Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Panitia berjumlah gasal (ganjil) beranggotakan sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang untuk nilai kontrak sampai dengan Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah) atau 5 (lima) orang untuk nilai kontrak di atas
Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
b. Struktur Panitia Pengadaan:
Ketua merangkap anggota : Eselon IV BPDAS
Sekretaris merangkap anggota: Eselon IV BPDAS
Anggota : minimal 3 orang yang berasal dari
Staf BPDAS dan UPT Dep. Kehutanan
c. Panitia Pengadaan bekerja penuh (full time) sampai dengan terbitnya
Penetapan Penunjukan Langsung Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan oleh
Kepala BPDAS.
d. Panitia Pengadaan yang ditunjuk harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Memiliki integritas yang tinggi, jujur dan dapat dipercaya.
2) Memahami ketentuan yang tercantum dalam Keppres 80 tahun
2003 dan peraturan perundangan lainnya yang berlaku.
3) Memiliki pengetahuan tehnis yang berkaitan dengan pengadaan
bibit.
4) Memiliki pengalaman yang berkaitan dengan pengadaan barang.
5) Tidak mempunyai hubungan keluarga dengan pejabat yang
mengangkat dan menetapkannya sebagai Panitia Pengadaan.
6) Memiliki sertifikat keahlian pengadaan barang/jasa pemerintah.
e. Tugas, wewenang dan tanggung jawab Panitia Pengadaan sebagai
berikut:
1) Menyiapkan dokumen pengadaan.
2) Menilai kualifikasi penyedia bibit melalui prakualifikasi.
3) Melakukan evaluasi, klarifikasi dan negosiasi terhadap penawaran
yang masuk.
4) Mengusulkan calon pemenang.
5) Membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada
Kepala Satker (Kepala BPDAS).
6) Menandatangani Pakta Integritas sebelum pelaksanaan pengadaan
dimulai. Format Pakta integritas sebagaimana tercantum pada
Formulir 2.

II-10
B. Mekanisme Pemilihan Penyedia Bibit

Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh Panitia Penyedia Barang adalah:


1) Panitia Pengadaan mengundang calon penyedia bibit dilampiri dengan
formulir dokumen prakualifikasi sesuai dengan Formulir 1 sampai dengan
3.
2) Penyampaian dokumen prakualifikasi oleh calon penyedia bibit.
3) Evaluasi dokumen prakualifikasi yang telah dilengkapi oleh calon
penyedia bibit. Persyaratan prakualifikasi sebagaimana tercantum pada
Bab IV. C. di bawah ini. Hasil evaluasi dokumen prakualifikasi dituangkan
dalam Berita Acara sebagaimana tercantum pada Formulir 4.
4) Calon penyedia bibit dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus tahap I)
apabila memenuhi seluruh persyaratan prakualifikasi yang dinilai di
kantor. Peserta yang lulus tahap I, dilakukan pengecekan ke lapangan
untuk membuktikan kebenaran dokumen prakualifikasi dengan dokumen
asli dan kondisi di lapangan. Apabila kondisi lapangan sesuai dengan
dokumen prakualifikasi, peserta dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus
tahap II). Hasil pengecekan di lapangan dituangkan dalam Berita Acara
sebagaimana tercantum pada Formulir 5.
5) Apabila pada saat pengecekan di lapangan, terdapat data yang palsu
maka Calon Penyedia Bibit dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan yang berlaku, antara lain bersedia dimasukkan
ke dalam daftar hitam selama 2 (dua) tahun yang berarti tidak boleh
mengikuti kegiatan pengadaan barang/jasa milik pemerintah selama 2
(dua) tahun.
6) Apabila di Satker tertentu terdapat jumlah penyedia bibit yang lulus
prakualifikasi (lulus tahap I) lebih banyak daripada penyedia bibit yang
dibutuhkan untuk memenuhi seluruh paket pekerjaan, maka perlu
dilakukan penilaian lebih lanjut melalui skoring dengan menggunakan
Formulir 6. Penilaian (skoring) dilakukan untuk memilih calon penyedia
bibit yang terbaik sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan dan
dilaksanakan pada saat pengecekan di lapangan (tahap II). Hasil
penilaian (skoring) dituangkan dalam Berita Acara sebagaimana
tercantum pada Formulir 7, sedangkan contoh penilaian dapat dilihat
pada Lampiran 1.
7) Apabila di Satker tertentu terdapat jumlah penyedia bibit yang lulus
prakualifikasi (tahap I) sesuai dengan jumlah penyedia bibit yang
dibutuhkan untuk memenuhi seluruh paket pekerjaan, tidak perlu
dilakukan skoring namun tetap dilakukan pengecekan di lapangan. Calon
penyedia bibit yang tidak bermasalah dengan dokumen prakualifikasi,
dinyatakan lulus tahap II.
8) Panitia pengadaan mengumumkan hasil penilaian prakualifikasi (tahap I
dan II) dan melaporkan hasil penilaian prakualifikasi tersebut kepada
Kepala BPDAS.

II-11
9) Panitia pengadaan mengundang calon penyedia bibit yang lulus tahap II
untuk mengajukan penawaran secara tertulis.
10) Panitia pengadaan melakukan evaluasi, klarifikasi dan negosiasi teknis
dan harga terhadap penawaran yang diajukan calon penyedia bibit
berdasarkan dokumen pengadaan.
11) Panitia pengadaan membuat berita acara hasil evaluasi, klarifikasi dan
negosiasi sebagaimana tercantum pada Formulir 8.
12) Penetapan penunjukan langsung.
Panitia pengadaan mengusulkan hasil evaluasi, klarifikasi dan negosiasi
kepada Kepala BPDAS sebagai pejabat yang berwenang untuk
ditetapkan penunjukan langsung Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan Tahun
2004. Format usulan pemenang sebagaimana tercantum pada Formulir
9 dan format penetapan penunjukan langsung oleh Kepala BPDAS
sebagaimana tercantum pada Formulir 10.
13) Penunjukan Penyedia Bibit
Berdasarkan surat penetapan dari Kepala BPDAS, panitia pengadaan
mengumumkan di papan pengumuman resmi untuk penerangan umum
atas penetapan Penyedia Bibit yang ditunjuk untuk pekerjaan
penyediaan bibit GN RHL/Gerhan. Kemudian pengguna barang (Atasan
Langsung Bendaharawan) menerbitkan Surat Penunjukan Penyedia
Barang (SPPB) kepada penyedia barang (Penyedia Bibit) yang telah
ditunjuk. Format Surat Penunjukan Penunjukan Penyedia Barang
sebagaimana tercantum pada Formulir 11.
14) Pengaduan Masyarakat
Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan apabila dalam proses
penunjukan langsung dipandang tidak transparan, tidak adil, dan
terdapat indikasi KKN.
15) Penandatanganan Kontrak
Penandatanganan kontrak mengikuti ketentuan sebagaimana diatur
dalam Keppres No. 80 tahun 2003. Hal-hal yang diatur dalam kontrak
meliputi Pihak-pihak yang terikat kontrak, pekerjaan yang dikontrakkan,
nilai kontrak, kondisi kontrak, hak dan kewajiban dari masing-masing
pihak, tahapan pembayaran, sangsi dan denda, ketentuan yang
menyangkut perselisihan dan batas waktu penyerahan bibit. Pihak yang
menanda tangani kontrak adalah Atasan Langsung Bendaharawan (ALB)
dan Penanggung jawab Penyedia Bibit.
Mekanisme pemilihan Penyedia Bibit GN RHL/Gerhan secara rinci dapat dilihat
pada Lampiran 2, sedangkan bagan alir mekanisme pemilihan Penyedia Bibit
dapat dilihat pada Gambar 1.

II-12
C. Prakualifikasi
Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha
serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang/jasa
sebelum memasukkan penawaran. Klarifikasi terhadap kualifikasi dapat
dilakukan sepanjang tidak mengubah substansinya. Pelaksanaan prakualifikasi
dilakukan oleh Panitia Pengadaan.
Untuk efisiensi dalam penilaian kualifikasi, para Penyedia Bibit diminta untuk
mengisi formulir isian (contoh 2) disertai pernyataan kebenaran data yang
disampaikan. Apabila ternyata data tersebut palsu atau bohong maka
Penyedia Bibit sanggup dikenakan sangsi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, antara lain bersedia dimasukkan ke
dalam daftar hitam selama 2 (dua) tahun yang berarti tidak boleh mengikuti
kegiatan pengadaan barang/jasa milik pemerintah selama 2 (dua) tahun.
Bukti kebenaran data tersebut baru diminta dan di cek ke lapangan apabila
calon penyedia bibit telah lulus tahap I dan akan diusulkan menjadi
pemenang atau cadangan.
Persyaratan kualifikasi penyedia bibit sebagai berikut :
1) Memiliki surat ijin usaha pada bidang usahanya yang dikeluarkan oleh
instansi pemerintah yang berwenang yang masih berlaku, seperti SIUP
untuk jasa perdagangan.
2) Secara hukum mempunyai kapasitas menandatangani kontrak
pengadaan.
3) Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya
tidak sedang dihentikan dan atau tidak sedang menjalani sanksi pidana.
4) Dalam hal penyedia bibit akan melakukan kemitraan, penyedia bibit
wajib mempunyai perjanjian kerjasama operasi/kemitraan yang memuat
persentase kemitraan dengan perusahaan yang mewakili kemitraan
tersebut.
5) Telah melunasi kewajiban pajak tahun terakhir (SPT/PPh) serta memiliki
laporan bulanan PPh pasal 25 atau pasal 21/pasal 23 atau PPN
sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan yang lalu.
6) Selama 4 (empat) tahun terakhir pernah memiliki pengalaman
menyediakan bibit baik di lingkungan pemerintah atau swasta termasuk
pengalaman sub kontrak baik di lingkungan pemerintah atau swasta,
kecuali penyedia bibit yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.
7) Memiliki kinerja baik dan tidak masuk dalam daftar hitam di suatu
instansi.
8) Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai (bidang
Kehutanan) untuk usaha kecil termasuk koperasi kecil.
9) Memiliki kemampuan pada bidang dan sub bidang pekerjaan yang sesuai
(bidang Kehutanan dan sub bidang pengadaan bibit) untuk bukan usaha
kecil :
- Untuk pengadaan bibit memenuhi KD = 5 NPt (KD : kemampuan
dasar, NPt : nilai pengalaman tertinggi) pada sub bidang pekerjaan
II-13
yang sesuai untuk bukan usaha kecil dalam kurun waktu 7 (tujuh)
tahun terakhir. Contoh penilaian seperti pada Lampiran 3.
10) Dalam hal bermitra yang diperhitungkan adalah kemampuan dasar dari
perusahaan yang mewakili kemitraan (lead firm).
11) Untuk pengadaan bibit yang merupakan pekerjaan khusus/spesifik
ditambahkan persyaratan lain yaitu penetapan sebagai Penyedia Bibit
oleh Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota berdasarkan rekomendasi
BPTH.
12) Memiliki surat keterangan dukungan keuangan dari bank pemerintah/
swasta untuk mengikuti pengadaan bibit sekurang-kurangnya 5 % (lima
persen) dari nilai proyek untuk pekerjaan pengadaan bibit, kecuali untuk
usaha kecil termasuk koperasi.
13) Memiliki kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil
yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan.
14) Tidak membuat pernyataan yang tidak benar tentang kompetensi dan
kemampuan usaha yang dimilikinya.
Persyaratan prakualifikasi seperti tersebut di atas bersifat mutlak. Calon
penyedia bibit dinyatakan lulus prakualifikasi (lulus tahap I) apabila
memenuhi persyaratan prakualifikasi dari butir 1) sampai dengan 14)
sebagaimana tersebut di atas. Calon penyedia bibit dinyatakan gugur
apabila tidak memenuhi salah satu atau lebih persyaratan tersebut di atas.
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian calon penyedia bibit.
1) Calon penyedia bibit yang berdasarkan informasi termasuk dalam daftar
hitam atau usahanya dalam keadaan pailit atau sedang menjalani sanksi
pidana atau sedang dalam pengawasan pengadilan atau sedang dalam
proses penyidikan kepolisian, tidak perlu diundang untuk ikut serta dalam
proses pemilihan penyedia bibit. Panitia pengadaan perlu mencari
informasi dari berbagai sumber.
2) Apabila dalam proses pemilihan penyedia bibit tidak diperoleh penyedia
bibit yang lulus prakualifikasi, maka Satker melaporkan ke Pusat (Ditjen
RLPS) untuk minta informasi tentang Calon Penyedia Bibit yang layak dan
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pengadaan bibit di lokasi
Satker yang bersangkutan. Proses penunjukan penyedia bibit yang baru
tersebut tetap melalui mekanisme yang berlaku.
3) Terhadap penyedia bibit yang telah ditetapkan sebagai pelaksana
pekerjaan, mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima
dan masa penawarannya masih berlaku, disamping jaminan penawaran
yang bersangkutan dicairkan dan disetorkan pada Kas Negara, penyedia
bibit tersebut juga dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti
kegiatan pengadaan barang/jasa di instansi pemerintah selama 2 (dua)
tahun.

II-14
Dokumen Calon
Panitia
BP DAS prakualifikasi Penyedia Bibit TIDAK
Pengadaan
(CPB)

Evaluasi
dokumen prakualifikasi

Lolos
TIDAK TIDAK
Tahap I ?

YA

Jumlah CPB Lebih Banyak Checking Data Skoring/ Lolos


yang lolos = dari YA
Kebutuhan
Lapangan benar? Rangking Tahap II?
Kebutuhan ?

YA
TIDAK
YA
Pengumuman Penyedia Bibit Evaluasi, Usulan Pemenang
Checking Calon Pemenang Mengajukan Klarifikasi dan oleh
Lapangan Penawaran Negosiasi Panitia Pengadaan

SK Penetapan
Pemenang oleh
Data benar/ Kepala BPDAS
YA
Lolos Tahap II?

Surat Penunjukan
Penyedia Bibit

Penandatanganan
Kontrak

Gambar 1. Bagan Alir Proses Penetapan Penyedia Bibit GNRHL 2004

II-15
BAB V
PROSEDUR PENGADAAN BIBIT SECARA SWAKELOLA

Metoda swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi


sendiri oleh pelaksana swakelola dengan menggunakan tenaga sendiri dan atau
tenaga dari luar, baik tenaga ahli maupun tenaga borongan.
Metoda swakelola ini digunakan dalam penyediaan bibit hutan mangrove pada
kegiatan GN RHL/Gerhan karena dalam pelaksanaannya akan melibatkan
masyarakat setempat. Alasan penyediaan bibit dengan menggunakan metoda
swakelola adalah sebagai berikut :
1. Belum ada penyedia bibit yang dapat menyediakan bibit mangrove dalam
jumlah yang cukup.
2. Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove bersifat model, belum bersifat massal.
3. Bibit mangrove memerlukan perlakuan khusus.
4. Terdapat ikatan sosial yang kuat antara hutan mangrove dengan masyarakat
di sekitarnya.

Tahapan pekerjaan penyediaan bibit dengan swakelola adalah sebagai berikut:


1. Perencanaan
Dalam menyusun rencana, diperlukan kesepahaman antara BPDAS sebagai
Satker pengguna barang dengan kelompok masyarakat sebagai penyedia
bibit. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun perencanaan adalah
sebagai berikut :
a. Menetapkan sasaran, rencana kegiatan dan jadwal pelaksanaan.
b. Melakukan perencanaan teknis dan menyiapkan metode pelaksanaan yang
tepat agar diperoleh rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan yang
sesuai.
c. Menyusun rencana keperluan tenaga, bahan dan peralatan secara rinci
serta dijabarkan ke dalam rencana kerja bulanan, mingguan dan harian.
d. Menyusun rencana total biaya bulanan dan mingguan.
e. Butir a d dituangkan dalam kerangka acuan kerja (KAK).
2. Penyusunan Kerangka Acuan Kerja (KAK).
Kerangka Acuan Kerja (KAK) sebagai dasar pelaksanaan pekerjaan disusun
selengkap mungkin dengan memperhatikan rencana pada butir 1. Kerangka
Acuan Kerja (KAK) berisi :
a. Uraian kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi latar belakang, maksud
dan tujuan sumber pendanaan serta jumlah tenaga yang diperlukan.
b. Waktu pelaksanaan.

II-16
c. Produk (bibit) yang dihasilkan.
d. Besarnya pembiayaan.
3. Jadwal Pelaksanaan.
Dalam menyusun jadwal pelaksanaan agar memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Pengguna barang/jasa untk membantu pelaksanaan kegiatan membuat
jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan.
b. Jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan yang meliputi waktu mulai hingga
berakhirnya pelaksanaan pelaksanaan pekerjaan/kegiatan.
c. Pembuatan jadwal pelaksanaan pekerjaan/kegiatan disusun dengan
mempertimbangkan waktu yang cukup bagi jadwal pelaksanaan
pekerjaan/ kegiatan.
4. Penyusunan Rencana Biaya Pekerjaan / Kegiatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan RAB adalah sebagai
berikut :
a. Pengguna barang/jasa membuat rincian biaya pekerjaan/kegiatan dengan
tidak melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam dokumen
anggaran.
b. Rincian biaya pekerjaan/kegiatan tersebut mengikuti ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku.
c. Dalam hal diperlukan tenaga ahli/peralatan/bahan tertentu maka dapat
dilakukan kontrak/sewa tersendiri.
5. Pelaksanaan
a. Pekerjaan / kegiatan yang sebagian atau seluruhnya dilaksanakan oleh
masyarakat perlu dibuat Surat Penunjukan/Surat Kuasa.
b. Pertanggungjawaban untuk pekerjaan/kegiatan dilaksanakan sesuai
ketentuan yang berlaku dan disampaikan kepada pengguna barang.
c. Pengadaan barang/bahan/alat/tenaga ahli yang diperlukan dilakukan oleh
penerima hibah.
6. Pelaporan.
a. Pelaporan kemajuan, pelaksanaan pekerjaan dan penggunaan keuangan
dilaporkan oleh pelaksana swakelola kepada pengguna barang, dalam hal
ini BPDAS.
b. Laporan kemajuan realisasi fisik dan keuangan dilaporkan setiap bulan
oleh BPDAS kepada Menteri Kehutanan c/q Direktur Jenderal RLPS.

II-17
BAB VI
PERAN SERTA USAHA KECIL

Sesuai dengan kebijakan umum pemerintah dalam pengadaan barang/jasa,


peranserta usaha kecil termasuk koperasi kecil perlu ditingkatkan. Dalam
kegiatan penyediaan bibit GN RHL/Gerhan dirasakan perlu melibatkan usaha kecil
termasuk koperasi kecil.
Nilai paket pekerjaan penyediaan bibit sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) diperuntukan bagi usaha kecil termasuk koperasi kecil, kecuali
untuk paket pekerjaan penyediaan bibit jenis tertentu yang tidak dapat dipenuhi
oleh usaha kecil termasuk koperasi kecil.
Penyediaan bibit GN RHL/Gerhan tahun 2004 dibuat paket-paket pekerjaan yang
mencakup nilai pekerjaan untuk usaha kecil dan bukan kecil. Sesuai dengan
Keppres No. 80 tahun 2003, Perusahaan Penyedia Bibit bukan usaha kecil
dilarang mengerjakan paket pekerjaan yang diperuntukan bagi usaha kecil.
Pelanggaran tentang hal ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku.
Untuk meningkatkan peranserta Usaha Kecil dalam penyediaan bibit GN
RHL/Gerhan, BPTH perlu mendorong Usaha Kecil melalui pembinaan dan
bimbingan teknis di bidang perbenihan tanaman hutan.

II-18
BAB VII
STANDAR HASIL

Untuk memperoleh bibit yang berkualitas dalam jumlah yang cukup serta tepat
waktu diperlukan standar hasil. Aspek dalam penentuan standar hasil penyediaan
bibit Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL/Gerhan), adalah :
Kualitas Bibit ; Kualitas bibit yang diadakan harus mempunyai kualitas fisik/
fisiologis serta kualitas genetis yang tinggi.
Jumlah Bibit ; Jumlah bibit yang diadakan oleh Penyedia Bibit sesuai dengan
kebutuhan bibit yang telah direncanakan, sehingga target penanaman dapat
tercapai.
Jenis Bibit ; Bibit yang diadakan sesuai dengan kebutuhan serta memperhatikan
keinginan masyarakat dan persyaratan tumbuh pada setiap lokasi/tapak.
Keseluruhan kondisi bibit tersebut di atas ini tertuang dalam perjanjian kerja antara
penyedia dengan pihak pengusaha. Secara rinci kualitas bibit pada masing-masing
kegiatan adalah sebagai berikut :
A. Kualitas bibit untuk kegiatan Reboisasi dan Pembangunan Hutan Rakyat adalah :
1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar
berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian
sebaliknya.
2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut :
a. Tinggi berkisar 20 cm 50 cm disesuaikan dengan jenisnya.
b. Media : kompak
3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau
Setifikat sumber benih yang diterbitkan oleh BPTH.
B. Kualitas bibit untuk kegiatan pembuatan Turus Jalan adalah:
1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar
berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian
sebaliknya.
2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut :
a. Tinggi minimal : 100 cm disesuaikan dengan jenisnya.
b. Media : kompak.
3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau
Setifikat sumber benih yang diterbitkan oleh BPTH.

II-19
C. Kualitas bibit untuk kegiatan penghijauan kota adalah:
1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar
berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian
sebaliknya.
2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut
a. Tinggi minimal : 100 cm disesuaikan dengan jenisnya.
b. Media : kompak.
3. Bibit dengan mutu genetik unggul ditentukan berdasarkan asal-usul benih
yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pengelola Sumber Benih atau
BPTH.
D. Kualitas bibit untuk kegiatan penanaman kawasan konservasi adalah:
1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar
berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian
sebaliknya.
2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut
a. Tinggi berkisar 30- 50 cm disesuaikan dengan jenisnya.
b. Media : Kompak
3. Bibit dengan mutu genetik unggul dan bersifat endemik di kawasan
konservasi setempat.
E. Kualitas bibit untuk kegiatan Rehabilitasi Hutan Mangrove adalah:
1. Bibit normal, yaitu bibit yang sehat, berbatang tunggal dan leher akar
berkayu, sedangkan bibit abnormal adalah bibit dengan pengertian
sebaliknya.
2. Bibit dengan mutu fisik fisiologis, yaitu memiliki kualitas sebagai berikut
a. Tinggi berkisar 35 cm 55 cm, minimal 4 helai daun serta disesuaikan
dengan jenisnya.
b. Media : Kompak
3. Bibit memiliki kesesuaian tumbuh dengan faktor lingkungan setempat.
Standar hasil ini dapat dikembangkan menjadi standar penilaian yang akan
dilaksanakan oleh Tim Penilai Independen. Standar hasil secara rinci dapat dilihat
pada tabel 1 di bawah ini.

II-20
Tabel 1. : Standar Hasil

No. Kegiatan Kondisi Bibit Mutu Fisiologis Mutu Genetik

1. Reboisasi dan Normal : Sehat, Tinggi: 20 - 50 cm Asal usul jelas dibuktikan


Pembangunan berbatang tunggal (disesuaikan dengan surat keterangan
Hutan Rakyat dan leher akar jenisnya) dari Pengelola Sumber Benih
berkayu. Media : Kompak atau Sertifikat Sumber Benih
yang diterbitkan oleh BPTH.

2. Turus Jalan Normal : Sehat, Tinggi : 100 cm Asal usul jelas dibuktikan
berbatang tunggal (disesuaikan dengan surat keterangan
dan leher akar jenisnya) dari Pengelola Sumber Benih
berkayu Media : Kompak atau Sertifikat Sumber Benih
yang diterbitkan oleh BPTH.

3. Penghijauan Normal : Sehat, Tinggi : 100 cm Asal usul jelas dibuktikan


Kota berbatang tunggal (disesuaikan dengan surat keterangan
dan leher akar jenisnya) dari Pengelola Sumber Benih
berkayu Media : Kompak atau Sertifikat Sumber Benih
yang diterbitkan oleh BPTH.

4. Penanaman Normal : Sehat, Tinggi : 30 - 50 cm Unggul dan bersifat endemik


Kawasan berbatang tunggal (disesuaikan di kawasan konservasi
Konservasi dan leher akar jenisnya) setempat
berkayu

5. Rehabilitasi Normal : Sehat, Tinggi : 35 - 55 cm Bibit memiliki kesesuaian


Hutan berbatang tunggal (disesuaikan tumbuh dengan faktor
Mangrove dan leher akar jenisnya) dan atau lingkungan setempat
berkayu terdapat minimal 4
helai daun

II-21
BAB VIII
PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN

A. Pembinaan

1. Pembinaan diarahkan untuk pembinaan teknis dan administrasi. Pembinaan


teknis menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan tehnis
pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit sedangkan pembinaan administrasi
menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan

2. Pembinaan pelaksanaan kegiatan penyediaan bibit dilaksanakan oleh


Direktorat Jenderal RLPS melalui tim supervisi Ditjen RLPS dalam rangka
persiapan dan pelaksanaan penilaian serta penetapan penyedia bibit GN
RHL/Gerhan Tahun 2004.

B. Pengendalian

1. Ruang lingkup kegiatan meliputi pemantauan, evaluasi, pelaporan dan


pengawasan.

2. Pengendalian dilakukan mulai pada saat persiapan, pelaksanaan penilaian dan


penetapan penyedia bibit GN RHL/Gerhan, pelaksanaan penyediaan bibit,
distribusi bibit sampai kepada proses penanaman. Tujuan dari pengendalian
ini adalah untuk menjaga agar proses penyediaan bibit dapat berjalan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan dan bibit yang diadakan ditanam di
lapangan yang menjadi sasaran kegiatan GN RHL/Gerhan

3. Pelaksanaan Pengendalian dilakukan oleh Menteri Kehutanan c/q Direktur


Jenderal RLPS.

4. Pemantauan dan evaluasi dilakukan secara periodik: triwulan dan akhir tahun.

5. Pelaporan dilaksanakan oleh BPDAS secara periodik: bulanan, triwulan dan


tahunan.
C. Pengawasan.
Pengawasan dilakukan baik oleh Instansi Pengawasan Fungsional Departemen
Kehutanan, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota
D. Keluaran (Out Put)
Penyediaan bibit GN RHL/Gerhan adalah bibit yang mempunyai :
1. Berkualitas, yaitu mempunyai mutu fisik fisiologi dan mutu genetik yang
tinggi.
2. Jumlah dan jenis sesuai dengan rencana yang telah disusun.
3. Bibit yang disediakan sesuai dengan tata waktunya.
4. Bibit diserahterimakan di Tempat Penampungan Sementara (TPS).

II-22
BAB IX
PENUTUP

Pedoman ini merupakan acuan dalam pelaksanaan penyediaan bibit GNRHL/


Gerhan.
Diharapkan pedoman ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya oleh semua
pihak yang terkait guna kelancaran dan mencapai keberhasilan.

MENTERI KEHUTANAN

MUHAMMAD PRAKOSA

II-23

Anda mungkin juga menyukai