Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

KETOASIDOSIS DIABETIKUM

Pendamping:
dr. Ratmawati

Disusun oleh:
dr. Lina Pratiwi

RSUD MAJENANG
KABUPATEN CILACAP
2016

1
Topik: Ketoasidosis Diabetik dengan Ulkus Diabetikum
Tanggal (kasus) : 26 Januari 2016 Persenter : dr. Lina Pratiwi
Tangal presentasi : Pendamping : dr. Ratmawati
Tempat presentasi : RSUD Majenang
Obyektif presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyega Tinjauan pustaka
ran
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi: (Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis)
Pasien seorang laki-laki, berusia 62 tahun datang ke IGD RSUD Majenang
bersama keluarga, dengan keluhan luka di kaki kiri yang tudak kunjung sembuh sejak 1
minggu SMRS. Pasien mengeluhkan luka di jari manis kaki kiri yang tidak sembuh
setelah terkena bambu di halaman rumahnya. Saat terkena bambu yang ujungnya
runcing, pasien tidak merasakan sakit. Awalnya luka kecil, hanya kurang lebih
berdiameter dan berkedalaman kurang lebih 0,5 cm, lama kelamaan semakin membesar
dan dalam, timbul rasa nyeri, bengkak, memerah, keluar nanah dan tidak berbau.
Semenjak timbul luka, pasien tidak pernah memeriksakan lukanya ke dokter dan hanya
dibersihkan dengan kapas dan cairan povidone iodine.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas dan posisi tubuh, tidak disertai batuk ataupun nyeri dada. Pasien
juga merasa lemas dan tidak kuat bangun dari tempat tidur, demam naik turun sumeng-
sumeng dengan perabaan tangan serta nyeri kepala. Pasien juga merasa mual dan tidak
nafsu makan namun tidak muntah dan tidak nyeri perut. Buang Air Kecil pasien sejak 1
hari ini berkurang, hanya sekali BAK dalam sehari, pekat dan jumlah sekali BAK sedikit.
Sebelumnya pasien mengaku sering merasa lemas, sering lapar dan haus, sering
minum dan kencing terutama malam hari (3x/ malam). Akhir-akhir ini pasien mengalami
penurunan berat badan. Pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis sejak 5 tahun
yang lalu, rutin konsumsi obat glimeirid 2 mg dua kali sehari, namun 2 bulan ini tidak
rutin kontrol dan jarang minum obat. Pasien juga memiliki riwayat darah tinggi sejak 10

2
tahun yang lalu, rutin minum obat amlodipine 10 mg sekali sehari.

Tujuan:
o Mengetahui tanda dan gejala klinik penyakit ulkus diabetik dan ketoasidosis
diabetik serta dapat menegakkan diagnosisnya.
o Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Ketoasidosis Diabetik serta
tatalaksana kaki diabetik, sehingga dapat mencegah komplikasi Diabetes
Mellitus lain yang mungkin terjadi.
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
membahas: diskusi

Data pasien : Nama: Tn. S No registrasi: 066621


Nama klinik : dr. Lina Pratiwi Telp : 081311315290 Terdaftar sejak : 26 Januari 2016
Data utama untuk bahan diskusi:
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Krisis Hiperglikemia et causa suspek Ketoasidosis Diabetik dengan ulkus
diabetikum pedis sinistra Wagner I terinfeksi pada DM tipe II.
Hipertensi derajat II tidak terkontrol.
Keadaan umum pasien tampak sakit sedang, dengan keluhan sesak napas, lemas dan luka
di kaki kiri yang tidak kunjung sembuh.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien mengkonsumsi obat kencing manis sejak 5 tahun yang lalu, Glimepirid 2 mg dua
kali sehari dan obat darah tinggi amlodipin 10 mg sekali sehari, namun dua bulan
terakhir pasien tidak teratur minum obat.
3. Riwayat kesehatan/Penyakit :
Pasien belum pernah merasakan keluhan serupa seperti sekarang sebelumnya. Riwayat
sakit kencing manis diakuinya sejak 5 tahun yang lalu dan penyakit darah tinggi sejak 10
tahhun yang lalu, rutin kontrol ke Puskesmas Majenang I. Riwayat alergi, penyakit
jantung dan penyakit ginjal disangkal. Riwayat dirawat di rumah sebelumnya disangkal.

3
4. Riwayat keluarga:
Tidak ada keluarga yang mengeluhkan hal serupa. Riwayat kencing manis, darah tinggi
dan alergi pada orang tua tidak diketahui, pada keluarga yang lain disangkal.
5. Riwayat pekerjaan:
Wiraswastawan
6. Riwayat kebiasaan:
Riwayat merokok disangkal, riwayat minum alkohol disangkal, riwayat rutin olahraga
disangkal, riwayat makan sehari 3 (tiga) kali, konsumsi makanan manis dan asin (+),
Riwayat memakai sandal diakui, riwayat menggunting kuku 2 minggu sekali

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam jilid III. Ed. IV, cet. ke-2- dkk. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2007.
2. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam : buku ajar ilmu
penyakit dalam. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I dkk, editor. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta : balai penerbit FKUI, 2006; 1857.
3. Soegondo S. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia 2011. Jakarta : PERKENI, 2011.
4. Diabetic ketoacidosis and hyperosmolar hyperglycemic state in adults: Clinical
features, evaluation, and diagnosis. Abbas E Kitabchi, PhD, MD, FACP. Available
at: http://www.uptodate.com/contents/diabetic-ketoacidosis-and-hyperosmolar-
hyperglycemic-state-in-adults-clinical-features-evaluation-and-diagnosis. Updated: 2
July 2014. Accessed on: 8 February 2016
5. Dyanne western, Diabetic Ketoacidosis; Evaluation and Treatment. Cooper Medical
School of Rowan University, Camden, New Jersey
AmFamPhysician. 2013 Mar 1;87(5):337-346. Available at:
http://www.aafp.org/afp/2013/0301/p337.html. Accessed on: 8 February 2016.
6. Dr Adrian Scott, Sheffield Teaching Hospitals NHS Foundation Trust Anne Claydon,
Barts Health NHS Trust. The management of the hyperosmolar hyperglycaemic state
(HHS) in adults with diabetes, Joint British Diabetes Societies Inpatient Care Group.
Available at: http://www.diabetologists-
abcd.org.uk/JBDS/JBDS_IP_HHS_Adults.pdf. Updated : August 2012. Accessed on:
8 February 2016
Hasil pembelajaran:
Ketoasidosis Diabetik (KAD)
1. Definisi KAD
2. Etiologi dan Faktor Risiko KAD

4
3. Patogenesis dan patofisiologi KAD
4. Manifestasi klinis KAD
5. Penegakan diagnosis KAD
6. Penatalaksanaan kegawatdaruratan KAD
Ulkus Diabetikum
7. Definisi, Etiilogi dan Manifestasi Klinis Ulkus Diabetikum
8. Penatalaksanaan Paripurna Ulkus Diabetikum

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Pasien seorang laki-laki, berusia 62 tahun datang ke IGD RSUD Majenang
bersama keluarga, dengan keluhan luka di kaki kiri yang tudak kunjung sembuh sejak
1 minggu SMRS. Pasien mengeluhkan luka di jari manis kaki kiri yang tidak sembuh
setelah terkena bambu di halaman rumahnya. Saat terkena bambu yang ujungnya
runcing, pasien tidak merasakan sakit. Awalnya luka kecil, hanya kurang lebih
berdiameter dan berkedalaman kurang lebih 0,5 cm, lama kelamaan semakin membesar
dan dalam, timbul rasa nyeri, bengkak, memerah, keluar nanah dan tidak berbau.
Semenjak timbul luka, pasien tidak pernah memeriksakan lukanya ke dokter dan hanya
dibersihkan dengan kapas dan cairan povidone iodine. Sebelumnya pasien merasa
sering baal pada telapak kaki nya.
Penalaran klinis : Keluhan luka yang tidak sembuh dengan luas dan kedalaman luka
yang bertambah besar mengarah pada ulkus (luka bergaung), yang kemungkinan sudah
terinfeksi dengan adanya tanda radang dan keluarnya nanah.Faktor risiko timbulnya
ulkus pada pasien ini dimungkinkan karena Diabetes Melitus (anamnesis riwayat
penyakit DM positif) yang ditunjukkan pula dengan rasa baal yang merupakan
komplikasi DM berupa neuropati diabetikum.
Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien merasa sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi aktivitas dan posisi tubuh, tidak disertai batuk ataupun nyeri dada. Pasien
juga merasa lemas dan tidak kuat bangun dari tempat tidur, demam naik turun sumeng-
sumeng dengan perabaan tangan serta nyeri kepala. Pasien juga merasa mual dan tidak
nafsu makan namun tidak muntah dan tidak nyeri perut. Buang Air Kecil pasien sejak 1
hari ini berkurang, hanya sekali BAK dalam sehari, pekat dan jumlah sekali BAK

5
sedikit.
Sebelumnya pasien mengaku sering merasa lemas, sering lapar dan haus, sering
minum dan kencing terutama malam hari (3x/ malam). Akhir-akhir ini pasien
mengalami penurunan berat badan. Pasien memiliki riwayat penyakit kencing manis
sejak 5 tahun yang lalu, rutin konsumsi obat glimeirid 2 mg dua kali sehari, namun 2
bulan ini tidak rutin kontrol dan jarang minum obat. Pasien juga memiliki riwayat darah
tinggi sejak 10 tahun yang lalu, rutin minum obat amlodipine 10 mg sekali sehari.
Penalaran klinis : Gejala gejala sistemik yang ditemukan pada pasien yang
merupakan penderita kencing manis lama ini mengarah pada krisis hiperglikemia, yang
dapat disebabkan ketoasidosis diabetik ataupun kiperosmolar non ketotik. Pencetus
keadaan ini dapat disebabkan pula oleh proses infeksi akibat ulkus diabetikum yang
terinfeksi.

2. Objektif:
Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi : 120 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler
Suhu : 38,9 C
Pernapasan : 32 x/menit, napas cepat dan dalam.
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah dan bingung.

Status Generalis
Kepala : Rambut tidak mudah dicabut, alopecia -
Wajah : Simetris, tampak cemas
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya +/+, pupil bulat
isokor, diameter 3 mm/3mm.
Telinga : Auricula simetris, discharge -/-, serumen -/-
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum -, mukosa hiperemis -
Mulut : Bibir kering +, bibir sianosis -, karies dentis -, atrofi papil lidah -, uvula di
tengah, tonsil T1/T1
Leher

6
KGB : Tidak teraba
Tiroid : Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, bruit tiroid tidak ada.
JVP : 5+2 cmH2O
Dada : Spider nevi -, ginekomasti -/-
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (+)
suprasternal dan interkostal, ketinggalan gerak (-/-), pectus
excavatum (-), pectus carinatum(-),sikatriks (-),
Palpasi : Krepitasi (-), massa (-), fremitus taktil lapang paru kiri=kanan
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+, Rbh-/-, Rbk -/-, Wh-/-
Jantung
Inspeksi : Denyut ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC 5, 2 jari medial linea midklavikularis kiri, kuat
angkat, kesan denyut cepat.
Perkusi : Batas jantung kiri atas di SIC II LPSS, kanan atas di SIC II LPSD, kanan
bawah di SIC IV LPSD, dan kiri bawah di SIC V 2 jari medial LMCS,
dan batas jantung kanan bawah di SIC IV LPSD
Auskultasi : S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-), caput medusa (-), sikatriks (-), benjolan (-), gerak
peristaltik (-)
Auskultasi : Bising usus + meningkat, 10 kali/menit
Perkusi : Timpani, pekak alih -, pekak sisi -, undulasi -
Palpasi : Dinding abdomen supel, nyeri tekan + regio epigastrium, hepar dan lien
tidak teraba, hepatojugullar refluks -, ballotement -/-, nyeri ketok CVA
-/-
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (-/-)
Sianosis (-/-) (-/-)

7
Ulkus (-/-) (+/-)
Pulsasi arteri dorsalis - (N/N)
pedis
Pucat (-/-) (-/-)

Status lokali regio digiti IV pedis sinistra


Inspeksi : terdapat satu buah luka terbuka di jari manis kaki kiri (digiti IV phalanx
proksimal pedis sinistra), bentuk oval dengan diameter kurang lebih 1,5 cm,
kedalaman 0,5 sentimeter, dasar luka subkutis, tidak ada jari nekrose, luka bernanah,
jaringan sekitar edema(+), rubor (+), dolor (+), kalor (+).
Palpasi : perabaan hangat pada kulit (+), krepitasi (-), pulsasi arteri dorsalis pedis sama
kuat kaki kanan dan kiri.

Pada pasien ini termasuk dalam ulkus diabetikum grade I menurut klasifikasi Wagner
Grade Lesi
0 Tidak ada luka terbuka, kulit utuh dan mungkin terdapat deformitas kaki
seperti : claw, kalus, hallux, valgus, dll
1 Ulkus superficial dan terbatas di kulit
2 Ulkus dalam, tembus kulit sampai ke tendon, ligament, kapsul sendi, atau
fasia bagian dalam tanpa abses atau osteomyelitis
3 Ulkus dalam dengan atau abses, osteomielitis, sepsis sendi
4 Gangrene terbatas pada jari kaki/kaki bagian distal dengan atau tanpa
selulitis
5 Gangrene luas seluruh kaki

Hasil pemeriksaan jasmani, mendukung diagnosis Krisis Hiperglikemia et causa


Suspek KAD dengan Ulkus Diabetikum Wagner I, terinfeksi. Diagnosis ditegakkan
berdasar:
Keadaan umum tampak sakit sedang, tampak lemas dan bingung
Frekuensi napas meningkat 32 kali permenit, cepat dan dalam
Suhu 389 derajat celcius (febris)
Nadi meningkat (pulsus frekuens), isi dan tegangan cukup, kuat angkat (120 kali
permenit)
Bibir kering
Retraksi suprasternal pada inspeksi dada kanan dan kiri
Terdapat ulkus diabetikum grade I wagner pada pedis sinistra

8
Hasil pemeriksaan jasmani, mendukung diagnosis Hipertensi derajat II tidak terkontrol
Tekanan darah 170/100 mmHg

Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Laboratorium tanggal 26 Januari 2016
Hematologi Darah Rutin
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Interpretasi
Pemeriksaan
Leukosit 21 x 103 /ul 4,5-10,5 Leukositosis
Eritrosit 4,58 x 106/ul 4,5-6,5 Normal
Hemoglobin 13,4 gr/ dl 12-18 Normal
Hematokrit 40,4 % L 40-48 P 37-43 Normal
MCV 82,1 fl 82-92 Normal
MCH 27,5 pg 27-31 Normal
MCHC 33,6 gr/dl 32-37 Normal
Trombosit 462 x 103 /ul 150-450 Trombositosis
GULA DARAH
GDS 537 mg/ dl <200 mg/dl Hiperglikemia
Interpretasi : Pada pasien ini terjadi leukositosis, yang menandakan adanya proses
infeksi bakteri yang diduga fokus infeksinya berasal dari ulkus pedis sinitra, didukung
dengan keluhan demam dan suhu febris 38,7 derahat celcius. Gula darah sewaktu pasien
tinggi yaitu 537 mg/dl menandakan adanya krisis hiperglikemia, dengan dugaan akibat
ketoasidosis diabetikum tanpa menyingkirkan hiperosmolar non ketotik.

9
3. Assessment(penalaran klinis):

Alur penegakkan diagnosis pada pasien ini didasarkan atas anamensis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah rutin dan glukosa darah sewaktu.
ANAMNESIS ( Runtun alur perjalanan penyakit )

10 tahun yang lalu : Berobat rutin ke Puskesmas Majenang I, 2 bulan


Hipertensi terakhir tidak kontrol dan tidak rutin minum obat.
DM 5 tahun yang lalu : -Glimepirid 2 mg 2 x1
tipe II Kencing manis -Amlodipin 10 mg 1 x 1

1 minggu SMRS : Jari manis kaki kiri luka, tidak kunjung Ulkus
sembuh. Nanah (+), bengkak (+), luka tambah besar dan Diabetikum
dalam. Riwayat kaki sering baal (+)

Curiga KAD
1 hari SMRS : lemas, sesak napas, demam, mual. pada DM tipe II

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum tampak sakit sedang, tampak
lemas dan bingung
Frekuensi napas meningkat 32 kali permenit,
cepat dan dalam
Suhu 38,9 derajat celcius (febris)
Curiga KAD
Nadi meningkat (pulsus frekuens), isi dan pada DM tipe II
tegangan cukup, kuat angkat (120 kali permenit)
Bibir kering
Retraksi suprasternal pada inspeksi dada kanan
dan kiri
Terdapat ulkus diabetikum grade I Wagner
pada pedis sinistra
TD 170/100 : Hipertesi Grade II tidak
terkontrol

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Leukosit 21.000 /mm3 : Tanda Infeksi


Leukositosis Fokus : dicurigai ulkus, dapat
sebagai pencetus KAD

GDS 537 mg/dl : Krisis Hiperglikemia


Hiperglikemia KAD DD/ HONK

10
Maka diagnosis pada pasien ini adalah sebagai berikut :
Krisis Hiperglikemia et causa suspek KAD dengan Ulkus Diabetikum
Wagner I pedis sinistra terinfeksi
DM tipe II
Hipertensi Grade II tidak terkontrol

Pada pasien ini, diagnosis HONK belum dapat disingkirkan, karena belum adanya
pemeriksaan Analisis Gas Darah untuk menentukan pH darah. Berikut perbedaan antara
KAD dan HONK
KAD HONK
Bingung, lesu
Bingung , lesu
Lemah
Anoreksia , mual
Terlihat
Nyeri pada
kemerah-
abdomen
merahan
Takikardi
Gejala pada kulit
Nafas berbau
Takikardi
aseton
Nafas cepat
Pernapasan
Napas berbau
cepat dan dalam
aseton
Merasa haus
Merasa haus
Nilai laboratorium
Glukosa darah Tinggi Tinggi > 1000 mg/dl
Serum sodium Tinggi Tetap
Serum pottasium Tetap Tetap
Tinggi (tetapi < 330 Tinggi sampai > 350
Serum osmolarity
mOsm/L) mOsm/L
Asidosis metabolic
penurunan pH dengan
AGD Normal asidosis ringan
kompensasi alkalosis
pernafasan
Keton urin Positive Negative

Pada kasus kali ini, gejala yang ada lebih mengarah pada KAD.
4. Plan:
Tatatalaksana awal kegawatdaruratan KAD di IGD:
Pertahankan airway
Memasang O(Oksigen)/I (IV line)/ M(Monitor)

11
Oksigen 4 liter per menit (kanul), bila saturasi <90 %, pakai oksigen sungkup muka
6-10 liter per menit
Rehidrasi cairan NaCl 0,9 % 1 liter/ jam pada jam pertama 1 liter/ jam pada jam
kedua 500 cc pada jam ketiga dan keempat 250 cc pada jam kelima dan
keenam cairan maintanance.
o Respon rehidrasi : GDS setelah 1 jam rehidrasi: 342 mg/dl setelah 2 jam
rehidrasi: 254 mg/ dl
Insulin reguler kerja pendek : Aspart (Novorapid ) 10 UI subkutan
Injeksi Omeprazole 1x40 mg, IV
EKG
Obeservasi klinik :
o Frekuensi nadi, frekuensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
o Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam
o Pengukuran balans cairan setiap jam
o Kadar glukosa darah kapiler setiap jam

Talaksana Hipertensi :
Amlodipin 10 mg PO
Irbesartan 300 mg PO

Tatalaksana Ulkus Diabetikum


Injeksi Ceftriakson 2 x 1 gram IV
Injeksi metronidazol 3 x 500 mg IV
Wound toilet dan ganti balut
Konsul dokter spesialis bedah

Majenang, Februari 2016


DOKTER INTERNSIP, DOKTER PENDAMPING,

dr. Lina Pratiwi dr. Ratmawati

12
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi KAD
Ketoasidosis diabetik adalah komplikasi yang potensial yang dapat mengancam nyawa
pada pasien yang menderita diabetes mellitus.ini terjadi terutama pada mereka dengan DM
tipe 1, tetapi bisa juga mereka yang menderita DM tipe dalam keadaan tertentu. Kejadian
KAD (Ketoasidosis Diabetik) ini sering terjadi pada usia dewasa dan lansia dengan DM tipe
1. KAD ini di sebabkan karena kekurangan insulin, dimana yang dapat mengancam
kehidupan metabolism. Dikarenakan sel beta dalam pancreas tidak mampu menghasilkan
insulin, selain itu hiperglikemi yang disebabkan karena hiperosmolaritas.
Gangguan metabolisme glukosa mempunyai tanda-tanda:
Hiperglikemia (KGD sewaktu > 300 mg/dL),
Hiperketonemia/ ketonuria dan asidosis metabolik (pH darah < 7,3 dan
bikarbonat darah < 15 mEq/ L)
Hasil dari hiperosmolaritas adalah perpindahan cairan dari dalam sel ke serum, hal ini
menyebabkan hilangnya cairan dalam urin sehingga terjadi perubahan elektrolit dan
dehidrasi total pada tubuh. Gangguan metabolic lainnya terjadi karena insulin tidak
memungkin glukosa untuk masuk kedalam sel sehingga sel memecah lemak dan protein
yang digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini menyebabkan pembentukan keton.
Keton menurunkan pH darah dan konsentrasi bikarbonat dikarenakan ketoasidosis. Berat
ringannya KAD dibagi berdasarkan tingkat asidosisnya:
Ringan : pH darah < 7,3 , bikarbonat plasma < 15 mEq/L
Sedang : pH darah < 7,2 , bikarbonat plasma < 10 mEq/L
Berat : pH darah < 7,1 , bikarbonat plasma < 5 mEq/L

Patogenesis dan Patofisiologi KAD


Faktor faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan Diabetic Ketoacidosis
(DKA) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun kehilangan insulin. Semua
gangguan gangguan metabolik yang ditemukan pada DKA (diabetic ketoacidosis) adalah
tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari kekurangan insulin.

13
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan menimbulkan
hyperglycaemia yang meningkatkan glycosuria. Meningkatnya lipolysis akan menyebabkan
over-produksi asam asam lemak, yang sebagian diantaranya akan dikonversi (dirubah)
menjadi ketone, menimbulkan ketonnaemia, asidosis metabolik dan ketonuria. Glycosuria
akan menyebabkan diuresis osmotik, yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolite-seperti
sodium, potassium, kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrasi, bila terjadi secara
hebat, akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan shock hypofolemik.
Asidosis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan derajat ventilasi
(peranfasan Kussmaul). Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan elektrolite. Sehingga, perkembangan DKA adalah merupakan rangkaian
dari iklus interlocking vicious yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan
metabolisme karbohidrat dan lipid normal

14
Manifestasi Klinis KAD
1. Gejala gejala dehidrasi
2. Perubahan ataupun penurunan kesadaran yang progresif
3. Demam, jika ada infeksi
4. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan,
dimana beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya
penyakit.
5. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat
dijumpai dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai
penyebab dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat
peka dengan adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung
dalam beberapa jam sampai terjadi KAD.
6. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
7. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap
asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.

15
8. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain
dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma.

Etiologi dan Faktor Pencetus KAD


KAD biasanya dicetuskan oleh suatu faktor yang mempengaruhi fungsi insulin.
Mengatasi pengaruh faktor ini penting dalam pengobatan dan pencegahan KAD selanjutnya.
Berikut ini merupakan faktor-faktor pencetus yang penting :
Infeksi. Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Pada keadaan infeksi
kebutuhan tubuh akan insulin tiba-tiba meningkat. Infeksi yang biasa dijumpai adalah
infeksi saluran kemih dan pneumonia. Jika ada keluhan nyeri abdomen, perlu
dipikirkan kemungkinan kolesistitis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau
perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respon yang baik terhadap pengobatan
KAD, maka perlu dicari infeksi yang tersembunyi (misalnya sinusitis, abses gigi, dan
abses perirektal).
Infark Miokard Akut (IMA). Pada IMA terjadi peningkatan kadar hormon epinefrin
yang cukup untuk menstimulasi lipolisis, hiperglikemia, ketogenesis dan
glikogenolisis.
Pengobatan insulin dihentikan. Akibatnya insulin berkurang sehingga terjadi
hiperglikemia dan diuresis osmotik yang mengakibatkan dehidrasi dan gangguan
elektrolit.
Stres. Stres jasmani, kadang-kadang stres kejiwaan dapat menyebabkan KAD,
kemungkinan karena kenaikan kadar kortisol dan adrenalin.
Hipokalemia. Akibat hipokalemia adalah penghambatan sekresi insulin dan turunnya
kepekaan insulin. Ini dapat terjadi pada penggunaan diuretik.
Obat. Banyak obat diketahui mengurangi sekresi insulin atau menambah resistensi
insulin. Obat-obatan yang sering digunakan dan harus dipertimbangkan perlu tidaknya
pada pasien diabetes antara lain: hidroklortiazid, -blocker, Ca-channel blocker,
dilantin, dan kortisol. Alkohol mungkin menghambat sekresi insulin karena dapat
menyebabkan pankreatitis subklinis dan mempengaruhi sel .

Nilai Laboratorium KAD


Glukosa. Glukosa serum biasanya > 250 mg/dl. Kadar glukosa mencerminkan derajat
kehilangan cairan ekstraseluler. Kehilangan cairan yang berat menyebabkan aliran

16
darah ginjal berkurang dan menurunnya ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat
hiperglikemia menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan
hiperosmolaritas (umumnya sampai 340 mOsm/kg).
Keton. Tiga benda keton utama adalah : betahidroksibutirat, asetoasetat, dan aseton.
Kadar keton total umumnya melebihi 3 mM/L dan dapat meningkat sampai 30 mM/L
(nilai normal adalah sampai 0,15 mM/L). Kadar aseton serum meningkat 3-4 kali dari
kadar asetoasetat, namun berbeda dengan keton lainnya aseton tidak berperan dalam
terjadinya asidosis. Betahidroksibutirat dan asetoasetat menumpuk dalam serum
dengan perbandingan 3:1 (KAD ringan) sampai 15:1 (KAD berat).
Asidosis. Asidosis metabolik ditandai dengan kadar bikarbonat serum di bawah 15
mEq/l dan pH arteri di bawah 7,3. Keadaan ini terutama disebabkan oleh penumpukan
betahidroksibutirat dan asetoasetat di dalam serum.
Elektrolit. Kadar natrium serum dapat rendah, normal, atau tinggi. Hiperglikemia
menyebabkan masuknya cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler. Hal ini
menyebabkan hiponatremia walaupun terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas.
Hipertrigliseridemia dapat juga menyebabkan menurunnya kadar natrium serum.
Kadar kalium serum juga dapat rendah, normal, dan tinggi. Kadar kalium
mencerminkan perpindahan kalium dari sel akibat asidosis dan derajat kontraksi
intravaskuler. Karena hal di atas dan hal lain, kadar kalium yang normal atau tinggi
tidak mencerminkan defisit kalium tubuh total sesungguhnya yang terjadi sekunder
akibat diuresis osmotik yang terus menerus. Kadar kalium yang rendah pada awal
pemeriksaan harus dikelola dengan cepat.
Kadar fosfat serum dapat normal pada saat masuk rumah sakit. Seperti halnya kadar
kalium kadar fosfat tidak mencerminkan defisit tubuh yang sesungguhnya, walaupun
terjadi perpindahan fosfat intraseluler ke ruang ekstraseluler, sebagai bagian dari
keadaan katabolik. Fosfat kemudian hilang melalui urin akibat diuresis osmotik.
Lain-lain. Kadar nitrogen ureum darah (BUN) biasanya sekitar 20-30 mg/dl. Lekosit
sering meningkat setinggi 15.000-20.000/ml pada KAD, maka dari itu tidak dapat
dipakai sebagai satu-satunya bukti adanya infeksi. Amilase serum dapat meningkat.
Penyebabnya tidak diketahui, mungkin berasal dari pankreas (namun tidak terbukti
ada pankreatitis) atau kelenjar ludah. Transaminase juga meningkat.

17
Kriteria Diagnosis
Penderita dapat didiagnosis sebagai KAD bila terdapat tanda dan gejala seperti pada kriteria
berikut ini

1. Klinis : riwayat diabetes melitus sebelumnya, kesadaran menurun, napas cepat dan
dalam (kussmaul), dan tanda-tanda dehidrasi.
2. Faktor pencetus yang biasa menyertai, misalnya : infeksi akut, infark miokard akut,
stroke, dan sebagainya.

3. Laboratorium :
- hiperglikemia (glukosa darah > 250 mg/dl).
- asidosis (pH < 7,3, bikarbonat < 15 mEq/l).
- ketosis (ketonuria dan ketonemia).

Penatalaksanaan KAD
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah:
a) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan rehidrasi)
b) Penggantian cairan dan garam yang hilang
c) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin.
d) Mengatasi stress sebagai pencetus KAD

18
e) Mencegah komplikasi dan mengembalikan keadaan fisiologis normal serta menyadari
pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.

Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :

Penilaian Klinik Awal

1. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis


(hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.

Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis), kadar


glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa gas darah.
Resusitasi
a. Pertahankan jalan napas.
b. Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
c. Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20 cc/KgBB bolus.
d. Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-gatrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.

Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a. Frekuensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap jam.
b. Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
c. Pengukuran balans cairan setiap jam.
d. Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
e. Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

19
f. EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo/hiperkalemia.
g. Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat fasilitas).

Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat meningkatkan resiko
terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

20
c. Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected Na) rehidrasi
dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.

Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia yang
terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6 mmol/L setiap


peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi dengan
NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko edema
serebri.

Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun konsentrasi di
dalam serum masih normal atau meningkat akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke
ekstraseluler. Konsentrasi Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.

21
a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan resusitasi, dan
pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L
cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda, pemberian
kalium segera dimulai setelah jumlah urine cukup adekuat.

Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.Pemberian bikarbonat
hanya dianjurkan pada KAD yang berat.
b. Adapun alasan keberatan pemberian bikarbonat adalah:

Menurunkan pH intraselular akibat difusi CO2 yang dilepas bikarbonat.


Efek negatif pada dissosiasi oksigen di jaringan
Hipertonis dan kelebihan natrium
Meningkatkan insidens hipokalemia
Gangguan fungsi serebral
Terjadi hiperkalemia bila bikarbonat terbentuk dari asam keton.

c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7,1 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada syok yang
persistent. walaupun demikian komplikasi asidosis laktat dan hiperkalemia yang
mengancam tetap merupakan indikasi pemberian bikarbonat.
c. Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam waktu 1
jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup diberikan dari
kebutuhan.

Pemberian Insulin

a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah walaupun
insulin belum diberikan.

22
d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam pada anak
< 2 tahun.
e. Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1 unit/ml
atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet (50 unit dalam
500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan D10
Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang kondisi
penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan respon pemberian
insulin.
n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler atau
subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi insulin.

Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema serebri dibuat,
meliputi:

a. Kurangi kecepatan infus.


b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit (keterlambatan
pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.

23
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk: 1) Memulai diet
per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
1. Cairan maintenance
o Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
o Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2. Kalium
o Perenteral bila K+ <4mEq
o Peroral (air tomat/kaldu 1-2 gelas, 12 jam
3. Insulin reguler 4-6U/4-6jam sc
4. Makanan lunak karbohidrat komplek

24
25
26
27

Anda mungkin juga menyukai