Anda di halaman 1dari 12

Biografi Ibnu Al-Haitham

Abstrak

Paper ini mendiskusikan tentang peran ilmuwan muslim yakni Ibnu Al-Haitsam dalam
bidang ilmu optic. Ibnu Al-Haitsam yang dikenal di Eropa dengan nama Alhazen ini memilki
pengaruh yang besar terhadap sains di Eropa. Al-Manazhir atau dalam bahasa Latin dikenal
dengan Opticae Theasaurus dijadikan sebagai rujukan ilmu optic di Eropa. Paper ini juga akan
menyinggung teori dan pemikiran Ibnu Al-Haitsam dalam bidang optik, serta penemuannya yang
terkenal,Camera Obscura yang menjadi dasar bagi penciptaan kamera modern.

Pendahuluan

Islam sering kali diberikan gambaran sebagai agama yang mundur dan memundurkan.
Islam juga dikatakan tidak menggalakkan umatnya menuntut dan menguasai pelbagai lapangan
ilmu. Kenyataan dan gambaran yang diberikan itu bukan saja tidak benar tetapi bertentangan
dengan hakikat sejarah yang sebenarnya.

Sejarah telah membuktikan betapa dunia Islam telah melahirkan banyak golongan sarjana
dan ilmuwan yang sangat hebat dalam bidang falsafah, sains, politik, kesusasteraan,
kemasyarakatan, agama, pengobatan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang dapat diperhatikan pada
para tokoh ilmuwan Islam ialah mereka tidak sekedar dapat menguasai ilmu tersebut pada usia
yang muda, tetapi dalam masa yang singkat dapat menguasai beberapa bidang ilmu secara
bersamaan.

Walaupun tokoh itu lebih dikenali dalam bidang sains dan pengobatan tetapi dia juga
memiliki kemahiran yang tinggi dalam bidang agama, falsafah, dan sebagainya. Salah seorang
daripada tokoh tersebut ialah Ibnu Haitham atau nama sebenarnya Abu All Muhammad al-Hassan
ibnu al-Haitham.

Kehidupan Intelektual

Namanya adalah Abu Ali Muhammad al-Hassan ibnu al-Haitham (Bahasa Arab:
) atau Ibnu Haitham (Basra, 965 - Kairo 1039), dikenal dalam kalangan cerdik
pandai di Barat, dengan nama Alhazen, adalah seorang ilmuwan Islam yang ahli dalam bidang
sains, falak, matematika, geometri, pengobatan, dan filsafat. Ia banyak pula melakukan
penyelidikan mengenai cahaya, dan telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Roger
Bacon, dan Kepler dalam menciptakan mikroskop serta teleskop juga kamera obscura.

Dalam kalangan cerdik pandai di Barat, beliau dikenali dengan nama Alhazen. Ibnu
Haitham dilahirkan di Basrah pada tahun 354H bersamaan dengan 965 Masehi. Ia memulai
pendidikan awalnya di Basrah sebelum dilantik menjadi pegawai pemerintah di bandar
kelahirannya. Setelah beberapa lama berkhidmat dengan pihak pemerintah di sana, beliau
mengambil keputusan merantau ke Ahwaz dan Baghdad. Di perantauan beliau telah melanjutkan
pengajian dan menumpukan perhatian pada penulisan.

Kecintaannya kepada ilmu telah membawanya berhijrah ke Mesir. Selama di sana beliau
telah mengambil kesempatan melakukan beberapa kerja penyelidikan mengenai aliran dan saliran
Sungai Nil serta menyalin buku-buku mengenai matematika dan falak. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan uang cadangan dalam menempuh perjalanan menuju Universitas Al-Azhar.

Hasil daripada usaha itu, beliau telah menjadi seorang yang amat mahir dalam bidang sains,
falak, matematik, geometri, pengobatan, dan falsafah. Tulisannya mengenai mata, telah menjadi
salah satu rujukan yang penting dalam bidang pengajian sains di Barat. Malahan kajiannya
mengenai pengobatan mata telah menjadi asas kepada pengajian pengobatan modern mengenai
mata.

Pemikiran Ibnu Al-Haitham

Ibnu al-Haytham adalah fisikawan muslim terbesar pertama dalam peradaban islam,
penelitiannya tentang optika. Ia juga dikenal sebagai ilmuan yang sangat suka melakukan
penelitian. Di laboratoriumnya yang sederhana namun sangat lengkap di Basra, ia melakukan
serangkaian penelitian untuk menetapkan sudut pandang dan sudut pantul, pembelokkan cahaya
dalam air dan kaca, serta berbagai posisi bayangan di atas cermin datar, cembung dan
cekung. Lewat penelitian-penelitian itu, ia meletakkan dasar-dasar pembuatan lensa kamera.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang pada saat ini
digunakan umat manusia. Teori yang ditemukan al-Haytham itu telah mengilhami penemuan film
yang kemudian disambung-sambung, dimainkan, dan disajikan kepada para penonton. Dalam
bukunya yang berjudul al Manazir (kamus optika) terdiri dari 7 jilid, kitab ini kemudian di
terjemahkan kedalam bahasa latin oleh Friderich Risner (The Saurus Opticus pada tahun 1572).
Buku ini sangat populer di universitas-universitas Eropa.

Buku ini menggabungkan metode ekperimental, induktif, matematis, yang berhasil


mendobrak kesalahan teori optika yang dikembangkan oleh Ptolemeus. Dan buku ini juga yang
mempengaruhi study optika yang dilakukan oleh Keppler. Ia juga yang menemukan prinsip
kelembanian/inersia yang kemudian oleh dunia barat dikaitkan dengan nama Galileo.

Penemuan al-Haytham yang lainnya adalah tentang sifat mata yang sebenarnya. Ia
berpendapat, sinar cahaya bergerak mulai dari object dan jalan menuju mata. Benda akan terlihat
karena memantulkan sinar ke dalam mata. Retina mata adalah tempat penglihatan bukan yang
mengeluarkan cahaya. Teori yang dilahirkannya ini mampuh mematahkan teori penglihatan dari
dua ilmuan yunani bernama Euclides dan Ptolemeus, berabad-abad sebelumnya. Mereka
berpendapat, benda terlihat karena memancarkan cahaya.

Ibnu al-Haytham dikenal sebagai seorang yang telitih dan berhati-hati. Secara serius ia
mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Berbagai teori tentang ilmu optik telah
dilahirkan dan dicetuskannya. Ia pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik
seperti bayangan, menentukan gerak rectilinear cahaya, penggunaan lensa, kamera obscura, yang
dikajinya secara matematis untuk pertama kalinya, gerhana, pelangi dan masih banyak lagi
fenomena optika yang mendasar. Ia mempunyai mesin bubut, untuk membuat lensa dan cermin
lengkung untuk eksperimentnya. Ia juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan
para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar di dunia.

Dia pula orang pertama yang menulis dan menemukan berbagai data penting mengenai
cahaya. Beliau juga menulis tidak kurang dari 200 judul buku. Bukunya yang berjudul Kitabul
Manazir telah memberi ilham bagi perkembangan ilmu optik di masa-masa kemudian. Al-
Haytham di tahbiskan sebagai ilmuan optik terkemuka dalam sejarah, sejajar dengan Ptolemeus
dan Witelo yang menjadi printis ilmu optik dunia.

Bradley Steffens, penulis buku Ibnu al-Haytham: First Scientis, mengatakan, di barat al-
Haytham dikenal sebagai Alhazen. Ia juga dijuluki sebagai bapak ilmu eksperimental yang telah
melahirkan begitu banyak pemahaman di alam semesta. Steffens juga mengatakan, al-Haytham
sebagaimana ilmuan muslim lainnya tidak hanya mengumpulkan dan menerjemahkan karya-karya
budaya lain, tetapi juga menyerap materi dan mengolahnya dengan kemampuan intelegensia yang
dimiliki. Tidak hanya mengandalkan kemampuan berfikir, mereka juga tidak pernah
meninggalkan sisi keimanan dan ketakwaannya kepada Allah swt. Hal ini setidaknya ditunjukan
dengan kebiasaan Ibnu al-Haytham yang mempelajari teologi, Al-Quran, hadits, dan hukum secara
mendalam. Ibnu al-Haytham juga sangat menyukai ilmu filsafat.

Menjelang akhir hayatnya, Ibnu al-Haytham menjadi pengajar di Suriah dan menuliskan
karyanya dalam manuskrip. Menurut dokumentasi Ibnu Abi Usaybiah terdapat 182 judul
manuskrip. Semuannya ditulis saat Ibnu al-Haytham menetap di Basra dan Kairo Mesir. Yang
sangat menyedihkan dan sayangkan, setelah Ibnu al-Haytham meninggal banyak karyanya yang
hilang dan kontribusi keilmuannya diklaim ilmuan Barat.

Ilmu Pengetahua (Sains)

Ibnu Haitham merupakan ilmuwan yang gemar melakukan penyelidikan. Penyelidikannya


mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains barat seperti Boger, Bacon, dan Kepler
mencipta mikroskop serta teleskop. Ia merupakan orang pertama yang menulis dan menemukan
berbagai data penting mengenai cahaya.

Beberapa buah buku mengenai cahaya yang ditulisnya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggris, antara lain Light dan On Twilight Phenomena. Kajiannya banyak membahas
mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan
gerhana.

Menurut Ibnu Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat
di ufuk timur. Warna merah pada senja pula akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat
ufuk barat. Dalam kajiannya, beliau juga telah berhasil menghasilkan kedudukan cahaya seperti
bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Ibnu Haitham juga turut melakukan percobaan terhadap kaca yang dibakar, dan dari situ
ditemukanlah teori lensa pembesar. Teori itu telah digunakan oleh para ilmuwan di Itali untuk
menghasilkan kaca pembesar yang pertama di dunia.

Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum
seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu
Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton
mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan
perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat
untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang
kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat
kita lihat pada masa kini.

Ibnu Haitham meninggal di Kairo, Mesir, sekitar tahun 1040 . Karena pengamatannya yang
mendalam pada bidang optika, konsep-konsepnya menjadi dasar ilmu optika. Selain itu, dia
mengantarkan optika pada kemajuan pesat masa kini. Dengan demikian, Ibnu Haitham mendapat
julukan sebagai Bapak Optika Modern.

Karya dan Penelitian

1. Peletak dasar penciptaan kamera

Prinsip-prinsip dasar pembuatannya telah dicetuskan oleh al-Haitham seorang sarjana


Muslim, sekitar 1.000 tahun silam, tepatnya pada akhir abad ke-10 M.

Diakui atau tidak kamera merupakan salah satu penemuan dan karya manusia yang
terbilang sangat fenomenal. Melalui kamera, manusia bisa merekam dan mengabadikan beragam
bentuk gambar mulai dari sel manusia hingga galaksi di luar angkasa. Teknologi kamera kini
dikuasai Jepang dan negara Barat.

Namun tahukah Anda bahwa prinsip-prinsip dasar kerja seluruh kamera telah diletakkan
seribu tahun lalu oleh seorang sarjana Muslim? Peletak prinsip kerja kamera itu tak lain dan tak
bukan adalah Ibnu Haitham. Dia adalah fisikawan Muslim terkemuka di era kekhalifahan.
Beragam bidang ilmu seperti matematika, astronomi, kedokteran. dan kimia dikuasainya. Namun,
dia paling jago dalam bidang optik dan fisika.

Salah satu karya Al-Haitham yang paling menumental adalah ketika bersama muridnya,
Kamaluddin berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal
ketika Al-Haitham mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, Al-
Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata
diproyeksikan melalui permukaan datar.
Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat
ini digunakan umat manusia. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai
ruang gelap. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya
cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang
kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

Istilah kamera obscura yang ditemukan Al-Haitham pertama kali diperkenalkan di Barat
oleh Joseph Kepler (1571 M - 1630 M). Terinspirasi kamera obscura dari Al-Haitam, pada tahun
1827 Joseph Nicephore Niepce di Prancis mulai menciptakan kamera permanen. Sekitar 60 tahun
kemudian George Eastman lalu mengembangkan kamera yang lebih canggih pada zamannya.
Sejak itulah, kamera terus berubah mengikuti perkembangan teknologi.

Penemuan kamera obscura berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk
mempelajari fenomena gerhana, al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang
memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Oleh kamus
Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ''ruang gelap''.

Kamera obscura pertama kali dibuat oleh ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-
Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),''ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam
karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz's
perspective.

Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya
bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang
menjelaskan prinsip kerja kamera obscura. Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, al-
Haitham lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura,
atau kamar gelap.

Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad
ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang
terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera).
Penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (15351615
M). Joseph Kepler (1571 - 1630 M), meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa
negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini
digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).Robert Boyle (1627-1691 M), mulai
menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665
M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara
permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura.

Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827.
Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara
Inggris selama Perang Crimean. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja
kamera obscura ciptaan al-Haitham dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan
kamera kodak. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat
pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan
untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang
dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada al-Haitham, yang selama
hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan
peradaban manusia.Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat,
sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian yang telah dilakukan oleh para
ilmuwan Muslim.

Secara serius al-Haitham mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori
tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan
menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya. Dalam salah satu kitab yang ditulisnya,
Alhazen - begitu dunia Barat menyebutnya - juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul
saat matahari terbenam. Al-Haitham pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena
fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi.

2. Menggambar Diagram Mata Secara Detail

Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra


penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia itu mampu memecahkan
rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan
manusia. Hebatnya lagi, al-Haitham mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia
bisa melihat. Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan
dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa
melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, al-
Haitham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang
mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat. .

Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak
hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti
konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan
manusia. Hasil penelitian al-Haitham itu kemudian dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan
membuat kaca mata.

3. Dalam Bidang Sains Lainnya

Yang lebih menakjubkan ialah Ibnu Haitham telah menemui prinsip isi padu udara sebelum
seorang ilmuwan yang bernama Trricella yang mengetahui perkara itu 500 tahun kemudian. Ibnu
Haitham juga telah menemukan kewujudan tarikan gravitasi sebelum Issaac Newton
mengetahuinya. Selain itu, teori Ibnu Haitham mengenai jiwa manusia sebagai satu rentetan
perasaan yang bersambung-sambung secara teratur telah memberikan ilham kepada ilmuwan barat
untuk menghasilkan wayang gambar. Teori beliau telah membawa kepada penemuan film yang
kemudiannya disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton sebagaimana yang dapat
kita lihat pada masa kini.

Bidang Filsafat

Selain sains, Ibnu Haitham juga banyak menulis mengenai falsafah, logik, metafizik, dan
persoalan yang berkaitan dengan keagamaan. Beliau turut menulis ulasan dan ringkasan terhadap
karya-karya sarjana terdahulu.

Penulisan falsafahnya banyak tertumpu kepada aspek kebenaran dalam masalah yang
menjadi pertikaian. Padanya pertikaian dan pertelingkahan mengenai sesuatu perkara berpunca
daripada pendekatan yang digunakan dalam mengenalinya.

Beliau juga berpendapat bahawa kebenaran hanyalah satu. Oleh sebab itu semua dakwaan
kebenaran wajar diragui dalam menilai semua pandangan yang sedia ada. Jadi, pandangannya
mengenai falsafah amat menarik untuk disoroti.
Bagi Ibnu Haitham, falsafah tidak boleh dipisahkan daripada matematik, sains, dan
ketuhanan. Ketiga-tiga bidang dan cabang ilmu ini harus dikuasai dan untuk menguasainya
seseorang itu perlu menggunakan waktu mudanya dengan sepenuhnya. Apabila umur semakin
meningkat, kekuatan fizikal dan mental akan turut mengalami kemerosotan.

Sumbangan Ibnu Haitham

1. Teori Hukum Pembiasan (fenomena atmosfera)

Selama di Spanyol, Ibnu Haitham melakukan beberapa penyelidikan dan percobaan ilmiah
berhubungan dengan bidang optik. Penemuannya yang terkenal ialah hukum pembiasan, yaitu
hukum fisika yang menyatakan bahwa sudut pembiasan dalam pancaran cahaya sama dengan
sudut masuk. Menurut pengamatan Ibnu Haitham, beliau berpendapat bahwa cahaya merah di kaki
langit di waktu pagi (fajar) bermula ketika matahari berada di 19 derajat di bawah kaki langit.
Sementara cahaya warna merah di kaki langit di waktu senja (syuruk) akan hilang apabila matahari
berada 19 derajat di bawah kaki langit selepas jatuhnya matahari. Dalam fisika moden, hukum ini
dikenali dengan nama hukum pembiasan Snell yang bersempena nama ahli fisika Belanda,
Willebrord van Roijen Snell.

2. Teori Penglihatan (optik)

Dengan menggunakan kaedah matematik dan moden fizik yang baik beliau dapat membuat
eksperimen yang teliti, Ibnu Haitham telah meletakkan optik pada batu asas yang kukuh. Beliau
telah menggabungkan teori dan eksperimen dalam penyelidikannya. Dalam penyelidikan, beliau
telah mengkaji gerakan cahaya, ciri-ciri bayang dan imej dan banyak lagi fenomena optik yang
penting. Beliau telah menolak teori Ptolemy dan Euclid yang mengatakan bahwa manusia melihat
benda melalui pancaran cahaya yang keluar dari matanya. Tetapi menurut Ibnu Haitham, bukan
mata yang memberikan cahaya tetapi benda yang dilihat itulah yang memantulkan cahaya ke mata
manusia.

3. Cermin Kanta Cekung Dan Kanta Cembung

Ibnu Haitham telah menggunakan mesin lathe (larik) untuk membuat cermin kanta cekung
dan kanta cembung untuk penyelidikannya. Dengan ini beliau telah mengkaji tentang cermin sfera
dan cermin parabolik. Beliau mengkaji Aberasi Sfera dan memahami bahwa dalam cermin
parabola kesemua cahaya dapat tertumpu pada satu titik.

4. Teori Biasan Cahaya

Teori ini agak mengagumkan, beliau telah menggunakan segi empat halatuju pada
permukaan biasan beberapa abad sebelum Isaac Newton memperkenalkannya di dunia Barat.
Beliau juga percaya kepada prinsip masa tersingkat bagi rentasan cahaya (Prinsip Fermat).

5. Ahli Bidang Filsafah

Ibnu Haitham telah disenaraikan diantara salah seorang ahli falsafah Aristo. Dikalangannya
adalah sahabat beliau yaitu Ibnu Sina dan al-Biruni. Ibnu Haitham mendahului Kant lebih tujuh
abad lamanya. Teori yang dilebalkan dari Kant sebenarnya datang dari beliau yaitu: bahwa untuk
mencapai kebenaran hendaklah dengan mengetahui pendapat-pendapat yang berunsur kepada
kenyataan yang dapat digambarkan dengan akal rasional.

6. Bidang Astronomi

Beliau melanjutkan pendapat ilmuwan Yunani tentang proses pengubahan langit abstrak
menjadi benda-benda padat. Dalam karya astronominya, beliau melukis gerakan planet-plenet,
tidak hanya dalam terma eksentrik dan episiklus, tetapi juga dalam satu model fizik. Pendapatnya
banya mempengaruhi Dunia Pemikiran Barat pada zaman Johannes Kepler. Tiga abad kemudian
karya ini ditukar dalam bentuk ikhtisar oleh astronomi muslim yaitu Nasiruddin at-Tusi.

7. Bidang Fisika

Dalam bidang fisika Ibnu Haitham telah mengkaji tentang gerakan yang membawa beliau
menemui prinsip intersia dan statik. Beliau telah mengasaskan dan menjadikan optik menjadi satu
sains baru. Banyak kajian beliau telah mendahului dan diikuti oleh Francis Bacon,Leonardo da
Vinci, dan Johannes Kepler.

Karya

Ibnu Haitham membuktikan pandangannya apabila beliau begitu bergairah dalam mencari
dan mendalami ilmu pengetahuan pada masa mudanya, sehingga kini beliau berjaya menghasilkan
banyak buku dan makalah. Buku-buku karyanya antara lain:
1. Al'Jami' fi Usul al'Hisab, yang mengandungi teori-teori ilmu metametika dan metametika
penganalisaannya;
2. Kitab al-Tahlil wa al'Tarkib, mengenai ilmu geometri;
3. Kitab Tahlil ai'masa^il al 'Adadiyah, tentang algebra;
4. Maqalah fi Istikhraj Simat al'Qiblah, yang mengupas tentang arah kiblat bagi segenap rantau;
5. Maqalah fima Tad'u llaih, mengenai penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak
6. Risalah fi Sina'at al-Syi'r, mengenai teknik penulisan puisi.

Sumbangan Ibnu Haitham kepada ilmu sains dan falsafah amat banyak. Kerana itulah Ibnu
Haitham dikenal sebagai seorang yang miskin dari segi material tetapi kaya dengan ilmu
pengetahuan. Beberapa pandangan dan pendapatnya masih relevan, hingga saat ini.

Walau bagaimanapun sebahagian karyanya lagi telah "dicuri" oleh ilmuwan Barat tanpa
memberikan penghargaan yang patut kepada beliau. Tapi sesungguhnya, barat patut berterima
kasih kepada Ibnu Haitham dan para sarjana Islam karena tanpa mereka kemungkinan dunia Eropa
masih diselubungi kegelapan.

Kajian Ibnu Haitham telah menyediakan landasan kepada perkembangan ilmu sains dan
pada masa yang sama tulisannya mengenai falsafah telah membuktikan keaslian pemikiran sarjana
Islam dalam bidang ilmu tersebut yang tidak lagi terbelenggu oleh pemikiran filsafat Yunani.

Ibnu Haitham dihargai sebagai ilmuwan optika terbesar sepanjang abad, sejajar dengan
Ptolemeus dan Witelo yang menjadi perintis ilmu optika dunia. Berkat pemikiran-pemikirannya
lah maka ilmu optika mencapai taraf kemajuan yang mencengangkan. Terutama di abad milenium,
ketika benda-benda optika tak terpisahkan dari kebutuhan hidup manusia modern. Ibnu Haitham
meninggal di Kairo, Mesir, pada tahun 1039.

PENUTUP

Ibnu Al Haitham adalah seorang fisikawan islam yang terkenal dengan hail karyanya dalam
bidang optika, Segala teori dan praktek dari seorang ilmuwan cerdas yang miskin dalam ekonomi
namun kaya dalam ilmu pengetahuan khususnya fisika ternyata sesuai dengan perkembangan ilmu
fisika modern dewasa ini. Sehubungan dengan itu Ibnu Al Haitham diakui sebagai peletak dasar
ilmu modern. Keberhasilan seorang Ibnu Al Haitham tidak lepas dari peranan lingkungan sosial
yang ada disekitarnya seperti kejayaan dinasti yang berkuasa pada masa Ibnu Al Haitham yaitu
dinasi abbassiyah, digerakkannya kegiatan penerjemahan, dan Adanya paham dan sistem sosial
yang mendorong kegiatan Ibnu Al Haitham

Daftar Pustaka

Dr.Ismail asy-Syarafa, Ensikopedi FIlsafat Islam. hlm 16

Mulyadhi kartanegara, Menembus Batas Waktu ( Panorama Filsafat Islam), hlm 95

Mulyadhi kartanegara, Menyibak Tirai Kejahilan (Pengantar Epistemologi Islam). hlm 53

Husain Herianto, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam. hlm 135.

Ilmuwan Muslim. 2003. Pustaka fathin.

Seri Ilmuwan Muslim. 1998. Bandung. Salam Prima Media. Rahadian

Anda mungkin juga menyukai