B. Anatomi Fisiologi
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak
kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik
primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang
berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih
tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls
pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer,
menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17% curah jantung dan menggunakan 20% konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu
arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat arteri ini
saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara,
1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri
anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen
basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri
serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks
serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan
medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus
berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk
sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris.
Ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem: kelompok vena interna yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak yang mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan
sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung. (Harsono, 2000).
Sirkulasi Willisi adalah area dimana percabangan arteri basilar dan karotis internal
bersatu. Sirkulus Willisi terdiri atas dua arteri serebral, arteri komunikans anterior, kedua
arteri serebral posterior dan kedua arteri komunikans anterior. Jaringan sirkulasi ini
memungkinkan darah bersirkulasi dari satu hemisfer ke hemisfer yang lain dan dari bagain
anterior ke posterior otak. Ini merupakan sistem yang memungkinkan sirkulasi kolateral jika
satu pembuluh mengalami penyumbatan. (Hudak & Gallo, 2005: 254)
C. Etiologi
Ada beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008: 235)
1. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini
disebabkan karena adanya:
a. Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas dinding
pembuluh darah
b. Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan viskositas/
hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran darah cerebral
c. Arteritis: radang pada arteri.
2. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh bekuan
darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas
dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan emboli:
a. Penyakit jantung reumatik
b. Infark miokardium
c. Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan kecil yang dapat
menyebabkan emboli cerebri
d. Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endocardium
Faktor Resiko Terjadinya CVA (Brunner & Suddarth, 2000:) :
a. Hypertensi, faktor resiko utama
b. Penyakit kardiovaskuler
c. Kadar hematokrit tinggi
d. DM (peningkatan anterogenesis)
e. Pemakaian kontrasepsi oral
f. Penurunan tekanan darah berlebihan dalam jangka panjang
g. Obesitas, perokok, alkoholisme
h. Kadar esterogen yang tinggi
i. Usia > 35 tahun
j. Penyalahgunaan obat
k. Gangguan aliran darah otak sepintas
l. Hyperkolesterolemia
m. Infeksi
n. Kelainan pembuluh darahh otak (karena genetik, infeksi dan ruda paksa)
o. Lansia
p. Penyakit paru menahun (asma bronkhial)
q. Asam urat
Faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236) :
a. Hipertensi.
b. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri
koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama
(khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif.
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit
f. Diabetes Melitus
g. Merokok
E. Klasifikasi CVA
Berdasarkan patologi dan manifestasi klinis :
1. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi
Widjaja et. al, 1994).
Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional Keperawatan Perhimpunan
Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma
yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya
yang terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparese, gangguan hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai
puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya
vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah dan
dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar
akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan glukosa
sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg% karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan
glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
Disadur dari Laporan Praktik Klinik KMB di Ruang Syaraf RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Disadur dari Makalah Simposium Sehari Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan dalam
Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2
Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya
Berdasarkan perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam
saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari
24 jam.
b. Stroke involusi\
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin
berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilahnya
stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
G. Pemeriksaan Penunjang
Periksaan penunjang pada pasien CVA infark:
1. Laboratorium :
a. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada peningkatan VD >
5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor
(PAF), fibrinogen (Muttaqin, 2008: 249-252)
b. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA infark mengalami
penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju endap darah (LED) pada pasien CVA
bertujuan mengukur kecepatan sel darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang
tinggi menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu radang
jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium (135-145 nMol/L), kalium
(3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,2005:1122)
2. CT scan : pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan
biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke
permukaan otak (Muttaqin, 2008:140).
3. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung (kardiomegali) dan
infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
4. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi gangguan aliran darah
karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa stroke (Prince,dkk ,2005:1122)
5. Angiografi serebrum : membantu menentukan penyebab dari stroke secara Spesifik seperti lesi
ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula arteriovena, vaskulitis dan pembentukan
thrombus di pembuluh besar (Prince, dkk ,2005:1122).
6. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET): mengidentifikasi seberapa besar
suatu daerah di otak menerima dan memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk
,2005:1122)
7. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus potensial (Prince, dkk
,2005:1123).
8. MRI : menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan besar / luasnya daerah
infark (Muttaqin, 2008:140).
H. Penatalaksanaan
Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14):
1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten
b. Kontrol tekanan darah
c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
2. Terapi Konservatif
a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis
yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi
dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
a. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
b. Osmoterapi antara lain :
1) Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30 menit, 4-6
kali/hari.
2) Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
c. Posisi kepala head up (15-30)
d. Menghindari mengejan pada BAB
e. Hindari batuk
f. Meminimalkan lingkungan yang panas
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia
alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi.
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran pasien.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi,
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit
jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat
(kokain).
e. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya
riwayat stroke pada generasi terdahulu.
f. Riwayat psikososial-spiritual
Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran
klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan
untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya
kecacatan serta gangguan citra diri.
g. Kebutuhan
1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai
dengan kesulitan menelan, obesitas
2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia
urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus
negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot,
paralitik (hemiplegia)
4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
h. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat
peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan
kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada
pemeriksaan sistem respirasi.
2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung
irreguler, adanya murmur
3) Sistem neurologi
a) Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai
tingkat kesadaran klien
b) Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri
dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark
c) Pemeriksaan saraf kranial
4) Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5) Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
6) Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual
dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi
akibat penurunan peristaltik usus.
8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik.
Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus
akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot
Kekuatan Ciri-ciri
otot
0 Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan
kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1 Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat
ekstremitas dijatuhkan
2 Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu
menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3 Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan
dorongan yang ringan dari pemeriksa
4 Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang
lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5 Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak
dengan kekuatan penuh
2. Diagnosa Keperawatan