Anda di halaman 1dari 20

KELAINAN ALAT KELAMIN JANTAN

Oleh :

ELSA SUARNI 1602101020132

MIRNA SAFRANI FAUZI 1602101020152

ANNA FARIDA HARAHAP 1602101020002

LABORATORIUM BEDAH DAN RADIOLOGI


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2017
PENDAHULUAN

Ilmu bedah merupakan cabang dari ilmu kedokteran, termasuk kedokteran

hewan. Ilmu bedah ditujukan untuk meringankan, menyembuhkan, membetulkan

serta menghilangkan gejala penyakit, trauma dan kelainan kongenital dengan

menggunakan alat, manual, mekanik atau pembedahan. Tujuan pokoknya adalah

memulihkan ke keadaan normal dari suatu gangguan penyakit untuk

penyelamatan jiwa dan secara ekonomi untuk kepentingan tertinggi pemilik serta

membantu untuk penetapan suatu diagnosa.

Ada banyak hal yang perlu dilakukan atau dipersiapkan sebelum dokter

hewan melakukan tindakan pembedahan atau operasi terhadap suatu kasus bedah

yaitu persiapan operasi atau preoperasi, yang meliputi desinfeksi dan sterilisasi

terhadap peralatan-peralatan yang digunakan dalam operasi, tindak operasi itu

sendiri dan perawatan hewan yang masuk dalam tindakan post operasi. Selain

sterilisasi dan desinfeksi peralatan operasi, status hewan seperti sejarah penyakit,

anamnese dan status present diperlukan untuk dapat mendiagnosa penyakit.

Selanjutnya tindak bedah apa yang akan dilakukan, perlu juga mempertimbangkan

anastesi yang diberikan sebelum operasi dan tindak bedah yang akan dilakukan

pada hewan tersebut. Perawatan selama operasi dan perawatan setelah operasi

tidak boleh diabaikan, tidak terkecuali obat yang harus diberikan dalam proses

persembuhan luka bekas operasi.

Secara umuma njing adalah hewan yang dipelihara oleh banyak bangsa,

termasuk bangsa Indonesia. Di Indonesia, anjing merupakan salah satu hewan


kesayangan yang sangat digemari oleh masyarakat. Dalam hal ini, peran dokter

hewan sangat dibutuhkan dikalangan pemilik hewan kesayangan terutama dalam

menangani suatu kasus penyakit, maupun atas permintaan pemilik hewan

kesayangan itu sendiri (Tilley dan Smith, 2000). Banyak diantara anjing-anjing

kesayangan tersebut mengalami gangguan penyakit, salah satunya adalah

gangguan pada organ reproduksi.

Pada umumnya reproduksi baru dapat berlangsung setelah hewan

mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin, dan hal ini diatur oleh kelenjar-

kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Pada hewan

jantan ditandai dengan kemampuan untuk coitus dan menghasilkan sel

spermatozoa. Beberapa kelaianan fungsi dan anatomi dari organ kelamin jantan

dapat menyebabkan proses reproduksi berjalan tidak semestinya.


PEMBAHASAN

1. Cryptorchid

Cryptorchid (cryptorchidismus/ undescended testis) adalah istilah untuk

kelainan kelamin hewan jantan yang testisnya tidak turun ke dalam skrotum,

dalam kasus ini testis tertahan di abdomen atau di jaringan subkutan inguinal.

Cryptorchid merupakan keadaan yang tidak normal, di mana spermatogenesis

tidak terjadi, khususnya pada intra-abdominal testis, karena temperatur abdomen

yang tinggi. cryptorchid unilateral (hanya satu testis saja yang turun ke dalam

skrotum), sedangkan cryptorchid bilateral adalah keadaan di mana kedua testis

tidak turun ke dalam skrotum. Cryptorchid unilateral lebih sering terjadi,

dibanding cryptorchid bilateral.

Hewan jantan yang mengalami cryptorchid bilateral bersifat steril,

sedangkan kucing yang mengalami cryptorchid unilateral masih ada

kemungkinan untuk fertil, namun kucing jantan yang mengalami cryptorchid

sebaiknya dilakukan tindakan kastrasi, karena cryptorchid bersifat herediter, jadi

penyebabnya adalah pengaruh genetik, cryptorchid akan tiga belas kali lebih

mudah berkembang menjadi testicular neoplasia, dibandingkan dengan descended

testes. Pemeriksaan dengan ultrasonografi (USG) dibutuhkan untuk mengetahui

lokasi testis dengan pasti (McCue, 2010).

Testis merupakan organ primer dari alat reproduksi jantan yang

menghasilkan spermatozoa dan hormon-hormon reproduksi, khususnya

testosteron. Contoh tindakan bedah yang dilakukan terhadap testis adalah kastrasi.

Kastrasi atau orchidectomi adalah prosedur operasi/bedah dengan tujuan


membuang testis hewan. Kastrasi pada hewan jantan umumnya dilakukan dalam

keadaan tidak sadar (anestesi umum), namun beberapa kasus juga menggunakan

anestesi lokal dan regional (Aulanni, 2013).

Metode Kastrasi

1) Metode terbuka

Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan

epididimis tidak lagi terbungkus.

2) Metode Tertutup

Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih

terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Pengikatan dan penyayatan

dilakukan pada funiculus spermaticus.

Teknik Kastrasi Berdasarkan Posisi Hewan (Searle dkk., 1999)

Standing castration

Kastrasi dengan teknik standing castration umumnya dilakukan pada

kastrasi hewan besar (misalnya: kuda).

Recumbent castration

Teknik recumbent castration dapat dilakukan pada hewan besar dan

sering dilakukan pada hewan kecil.

Persiapan Operasi

1. Preanestesi

Obat-obatan preanestesi digunakan untuk mempersiapkan pasien sebelum

pemberian preparat anestesi baik itu anestesi lokal, regional maupun anestesi
umum. Tujuan pemberian preparat preanestesi tersebut adalah untuk mengurangi

sekresi kelenjar ludah, meningkatkan keamanan pada saat pemberian preparat

anestesi, memperlancar induksi anestesi, mencegah efek bradikardi dan muntah

setelah ataupun selama anestesi, mendepres reflek vagovagal, mengurangi rasa

sakit dan gerakan yang tidak terkendali selama recovery (Kumar, 1996). Preparat

preanestesi yang umum digunakan yaitu atropin sulfat. Atropin sulfat sebagai

premidikasi diberikan pada kisaran dosis 0,02-0,04 mg/kg, dapat diberikan baik

secara subkutan, intravena maupun intramuskuler.

2. Anestesi

Anestesi bertujuan untuk menghilangkan kesadaran dan atau menghilangkan

rasa sakit sehingga mempermudah jalannya operasi. Anestesi yang digunakan

untuk kastrasi dapat berupa anestesi lokal, regional, dan umum. Anestesi lokal dan

regional dapat menggunakan lidokain, sedangkan anestesi umum dapat digunakan

kombinasi ketamin- xylazin, propofol, ketamin-diazepam, dan lain-lain.

3. Persiapan Alat dan Bahan

a) Alat

Meja operasi

spuit

Pisau cukur

Scalpel

Arteri klem

Gunting ujung bengkok


Spuit

Alis forcep

Needle

Drapping

Stetoskop

Duk klem

Needle holder

Pinset anatomis

Pinset sirurgis

Gunting tumpul-tumpul

Gunting tajam-tajam

b) Bahan

Atropin

Ketamin

Xylazine

Alkohol 70%

Iodin tinctur

Kapas

Benang Plain Catgut

Benang Chromic Catgut

Tampon steril
Prosedur Operasi

1) Persiapan Operasi (Pra Operasi)

Sebelum melalukakan operasi bedah kastrasi ada 3 hal yang perlu

dipersiapakan yaitu sebagai berikut:

Persiapan Pasien

Pemeriksaan fisik, penimbangan berat badan. Hewan dipuasakan selama

8-12 jam.

Persiapan Tempat, Alat dan Bahan

Sebelum melakukan operasi, ruangan dan peralatan operasi harus

dibersihkan dan disterilkan.

2) Persiapan Operator dan Co-Operator

Sebelum melakukan operasi, baik operator maupun co-operator harus terlebih

dahulu melepaskan semua assesoris yang dapat mengganggu jalannya operasi.

Tangan dicuci dari telapak tangan hingga mencapai siku dengan menggunakan air

bersih dan sabun, setelah itu di semprot alkohol 70%, kemudian siap memakai

baju operasi.

3) Premidikasi dan Anestesi

Premidikasi yang digunakan dapat berupa atropin sulfat dengan dosis 0,02-

0,04 mg/kg BB secara subkutan. 10 menit kemudian dilanjutkan dengan

pemberian ketamin dengan dosis 0,1875 mg/kgBB, xilazin dengan dosis

0,225 mg/kgBB secara intramuskular. Setelah pemberian anestesi. Frekuensi

nafas dan jantung diperiksa setiap 5 menit sekali sampai pembedahan selesai.
4) Operasi Kastrasi

Preanestesi kucing dengan pemberian atropin (injeksikan secara subkutan)

10 menit kemudian anestesi dengan ketamin dan xylazine secara

intramuscular.

Kucing direbah dorsal, ke empat ekstremitas, difiksasi dalam posisi

simetris

Basahi bulu-bulu skrotum dan daerah sekitar skrotum dengan air lalu

cukur dan bersihkan dengan alcohol 70%.

Buat sayatan/insisi dari kranial ke kaudal pada skrotum testis sebelah

kanan

Pemisahan dan penyayatan skrotum dari ligamen-ligamen yang menempel

pada pembungkus testis

Penarikan funiculus spermaticus sampai maksimal

Pemfiksasian serta penjahitan funiculus spermaticus

Pemotongan funiculus spermaticus pada bagian kaudal simpul jahitan

Pengembalian sisa funiculus spermaticus dan pemberian antibiotik pada

skrotum

Jahit skrotum dengan menggunakan metode simple interupted

Bersihkan daerah jahitan, olesi atau semprot dengan iodin.

Contoh operasi kastrasi pada kasus Undescended testis (cryptorchid

unilateral) dapat dilihat pada gambar dibawah ini.


Gambar 1. Undescended testis di jaringan subkutan terlihat jelas dan mudah dipalpasi

Gambar 2. The undescended testis sudah terekspos

Gambar 3. Satu jahitan pola sederhana tunggal pada skrotum 'descended testis'
Gambar 4. Pola jahitan terakhir pada daerah inguinal dengan sederhana menerus

Gambar 5. Perbedaan perkembangan testis, kiri: testis yang tidak turun

(undescended testis), kanan: testis yang turun (descended testis) tetap berkembang

normal

5) Perawatan Pascaoperasi

Penanganan Pasca Operasi yaitu:

Pasien ditempatkan dalam kandang yang bersih dan kering (diistirahatkan)

Luka bekas operasi diperiksa dengan kontiniu dan dilakukan pengobatan

pada bekas luka selama 4-6 hari


Beri nutrisi yang baik dan antibiotika untuk mencegah timbulnya sekunder

infeksi

Pemberian obat Dexamethason, dan antibiotik

Jahitan di buka setelah bekas operasi kering

Pemeriksaan kembali dan pengawasan status penyakit atau kelainan hewan.

2. Pimosis

Pimosis adalah tertutupnya lubang untuk keluar urin sebagian atau

seluruhnya yang disebabkan karena ujung preputium penis mengalami konstriksi

(penyempitan). Pada waktu urinasi, urin sedikit sampai banyak terhambat keluar.

Apabila lubang preputium menutup total, maka kulit preputium akan bengkak

disamping terdapatnya retensi urin. Apabila lubang preputium menutup sebagian,

maka urin menetes dan sakit. Pimosis dapat bersifat menurun maupun perolehan

diantaranya karena keradangan, hematoma, maupun tumor pada glans penis.

Trauma langsung yang terjadi pada preputium akan berakibat terbentuknya

tenunan parut yang berlebihan diikuti pembentukan sikatrik. Gejala yang timbul

berupa bentuk lubang preputium abnormal yaitu menjadi lebih sempit sehingga

penis tidak dapat keluar sempurna melalui lubang tersebut pada saat ereksi.

Jaringan sikatrik dapat dirasakan melalui palpasi pada mukosa lubang preputium.

Terapi dilakukan dengan mengincisi melebarkan lubang preputium atau dengan

cara insisi pada tumor dan hematoma apabila penyebabnya merupakan dua hal

tersebut.
Gambar 6. Kasus Pimosis

Penanganan Pimosis

i. Dibuat insisi pada bagian kraniodorsal preputium melalui kulit, jaringan

subcutan untuk memperlebar lubang preputium

ii. Dibuang sedikit preputium (3-5 mm) sehingga penis bisa keluar.

iii. Mukosa penis yang tepat dibelakang gland penis dan preputium

dipertautukan dengan jahitan simple inturrupted dengan non absorbable.

iv. Hal ini akan membuat gland penis berada diluar preputium secara

permanmen.

v. Insisi dengan bentuk lingkaran juga dapat dilakukan untuk memperlebar

lubang preputium.

3.Parapimosis

Parapimosis merupakan ketidakmampuan masuknya ujung penis ke dalam

preputium. Sering ditemukan pada anjing setelah koitus, pada hewan lain

parapimosis disebabkan oleh udem berat ataupun tumor penis sehingga prepusium

yang terhalang untuk kembali ketempat semula. Prepusium yang terhalang


kembali ke ujung glans penis akan menjepit aliran vena penis sehingga distal

jepitan penis mengalami nekrosis. Arteri akan terhambat sehingga penis

mengalami nekrosis.

Gambar 2. Kasus Parapimosis

Preputium harus dikembalikan ke tempat semula. Baringkan anjing

dalam posisi dorsal diatas meja dan beri zat pelicin pada penis. Pegang dan jepit

penis dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dan kiri, lalu dengan

menarik jari-jari tersebut kedistal, glans penis didorong kedalam menggunakan

jempol tangan. Tindakan reposisi ini harus komplit. Apabila tindakan diatas gagal,

maka bagian dorsal preputium dikembalikan ketempat seharusnya di ujung penis.

Penanganan Parapimosis

i. Hewan dipersiapkan seperti biasa untuk operasi, dianestesi terlebih dahulu.


Gambar 3. Kasus tumor yang menyebabkan parapimosis

ii. Setelah tumornya ditangani, preputium dijahit pada penis untuk

membiarkan luka operasi tumor kering. Penjahitan ini menggunakan pola

simple interrupted dengan benang non absorbable.

Gambar 4. Penjahitan preputium pada penis

Setelah 7 hari (atau saat luka operasi tumor sembuh), jahitan dibuka secara

perlahan lalu penis dikembalikan pada posisi normalnya.


Gambar 5. Setelah penis dimasukkan kembali ke preputium

4. Prostatitis

Prostatitis adalah suatu infeksi (peradangan) kelenjar prostat yang

disebabkan oleh bakteri. Infeksi/peradangan prostat ini bisa disebabkan oleh

penyakit dari saluran kencing dan sperma, yaitu tabung yang kecil di mana air

seni mengalir dari kandung kecing melalui penis. Anjing yang memiliki umur

sudah tua memiliki resiko yang lebih besar dibanding anjing yang lebih muda.

Prostatitis biasa terjadi secara akut (mendadak) dan kronis (sudah berjalan lama).

Etiologi

Infeksi prostat dapat berbentuk akut atau kronis. Sering ditemukan pada

anjing namun jarang pada kuda dan sapi. Disebabkan oleh bakteri (terbanyak),

virus, jamur, atau parasit. Infeksi dapat berasal akibat penjalaran langsung dari

retritis sacara limfogen dari rektum atau secara hematogen. Hewan yang

menderita prostitis akan mengalami nyeri sewaktu defekasi sehingga akan timbul

obstipasi.
Gejala

Prostatitis pada anjing terbagi atas 2 tipe yaitu, tipe akut dan tipe kronis.

Prostatitis akut merupakan tipe onset mendadak yang lebih berbahaya dari pada

prostatitis kronis. Tanda-tanda prostatitis akut berupa demam, depresi, lesu, diare,

muntah, sakit perut, nyeri saat buang air kecil dan sekresi berdarah dari penis.

Anjing juga dapat melengkungkan punggungnya. Sedangkan prostatitis kronis

adalah prostatitis jangka panjang yang merupakan penyebab utama infertilitas

pada anjing jantan, namun tidak menunjukan gejala signifikan/asimtomatik

(Prez-Marn dkk., 2006). Tanda-tanda klinis prostatitis bervariasi dengan tingkat

keparahan infeksi dan apakah penyakit ini termasuk tipe akut atau tipe kronis.

Gejala-gejala berikut bisa menunjukkan adanya kondisi ini: 1. Demam 2.

Melengkungkan punggung karena sakit 3. Nyeri saat buang air kecil dan terdapat

tetesan nanah atau darah dari penis atau urine 4. Pollakiuria terkait dengan infeksi

saluran kemih (ISK) 5. Kaki belakang kaku 6. Sakit perut, diare 7. Vomit,

anoreksia 8. Lemah, lesu, depresi.

Diagnosa

Langkah pertama yang dilakuka dalam menentukan diagnosa yaitu dengan

mengamati gejala klinis yang tampak. Selanjutnya dapat melakukan melakukan

uji fisik seperti palpasi abdominal, anjing akan merasa kesakitan jika kita palpasi

pada daerah tersebut. Anjing dengan prostatitis yang akut biasanya sering merasa

sakit dan prostata mereka membesar (Eldredge,2007)


Penanganan

Tindakan yang dilakukan terdiri dari pemberian laksan, klisma hangat, dan

pemasangan kateter, diet susu, serta pemberian antibiotic dan analgetika. Apabila

terdapat abses, dilakukan incisi


DAFTAR PUSTAKA

Anderson JK, Kabalin JN, Cadeddu JA. 2007. Surgical Anatomy of the

Retroperitonium, Adrenals, Kidneys, and Ureters. Saunders-Elsevier.

Philadelphia.

Eldredge, D.M., Liisa, D.C., Delbert, G.C., dan James, M.G. 2007. Dog Owners

Home Veterinary Handbook. Wiley Publishing Inc, USA.

Krieger JN. 1999. Prostatitis Syndrome. In: Sexually Transmitted Diseases.

McGraw-Hill. New York.

Michel A. P. dan Ruggieri M.R. 2008. Mechanisms In Prostatitis/Chronic

Pelvic Pain Syndrome. Nihpa Author Manuscripts.

Nabera KG, Weidnerb W. 2007.Chronie Prostatitis an Infectious Disease.

Antimicrob Chemother.

Nicola. 2006. Inflamatory Disease Of The Canine Prostate Gland .Diplomate,

American College Of Veterinary Pathologists Tufts University Cummings

School Of Veterinary Medicine, North Grafton, Massachusetts.

Aiello, S.E. 2000. The Merck Veterinary Manual. Merck&Co. inc whitehouse

station N. J.USA.

Fossum T. W, 2002. Small animal surgery. Mosby an affiliate of Elsevier. St.

Louis, Missouri.

Ibrahim, R. 2000. Pengantar Ilmu Bedah Umum Veteriner. Syiah Kuala

University Press, Banda Aceh.


Tilley, P. L dan Smith, F.W.K. 2000. The Five Minutes Veterinary Consult

Canine and Feline. Lippicont, Philadelphia.

Rusydi. 2008. Transmissible Veneral Tumor (tvt). Situs Resmi Dinas Peternakan

Prov. Sumbar.htm. Diakses 26 Agustus 2015.

Smith, J. 2007. Reproductive disorders of Bos taurus bulls in the tropic.

Theriogenology.( 82): 130-136.

Williams, 1999. Transmissible Venereal Tumor. The 5 Minute Veterinary

Consult. Pensylvania.

Anda mungkin juga menyukai