Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Osteogenesis imperfekta atau juga disebut fragilitas osseum merupakan

merupakan kelainan jaringan ikat dan tulang yang bersifat herediter yang ditandai

dengan tulang mudah patah walau oleh trauma kecil sekalipun. Di samping itu

terdapat tanda-tanda lain seperti warna sklera yang biru, dan adanya kerusakan

pada gigi. Osteogenesis merupakan salah satu kelainan tulang berupa

kelemahan/kerapuhan tulang yang bersifat herediter. Penyebab osteogenesis

imperfekta diyakini karena cacat genetik yang menyebabkan tidak sempurnanya

bentuk tulang, atau jumlah tulang yang tidak normal.1

Kelainan terjadi pada satu dari 20.000 anak yang lahir hingga satu dari

60.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan berdasarkan ras ataupun jenis

kelamin penderita. Usia penderita saat gejala muncul, terutama gejala mudah

patahnya tulang, sangat bervariasi. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak

mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat

patah tulang dapat dialami sejak dalam uterus/ prenatal.1,2

Manifestasi klinis osteogenesis imperfekta bervariasi, dalam arti tidak

hanya satu gejala saja ditemukan pada penderita. Sehingga dalam menegakkan

diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang berupa analisis DNA dan

analisis kolagen, mengingat penyakit ini merupakan kelainan herediter.

Klasifikasi dapat membantu menilai prognosis dan perencanaan penanganan


untuk pasien tertentu. Pada sekitar tahun 1970, Dr David Sillence dan tim peneliti

di Australia mengembangkan sistem kategorisasi yang saat ini digunakan. Empat

klasifikasi ini (Tipe I, Tipe II, III dan IV) menggabungkan gejala klinis dengan

komponen genetik. Sistem klasifikasi dunia pada umumnya telah diterima luas

sejak tahun 1979.2


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Osteogenesis Imperfekta merupakan gangguan pembentukan tulang yang

bersifat diturunkan, dengan karakteristik fragilitas tulang dan rendahnya massa

tulang.1,2 Osteogenesis imperfekta adalah gangguan pembentukan tulang yang

diturunkan, memiliki karakteristik masa tulang yang rendah dan kecenderungan

untuk fraktur. Kerapuhan tulang yang merupakan klinis dari penyakit ini,

menyebabkan penyakit ini disebut juga dengan nama "penyakit tulang rapuh".

Osteogenesis Imperfekta memiliki sifat diturunkan, hal ini yang membedakan

dengan osteoporosis idiopatik remaja, meskipun osteoporosis klinis juga

merupakan konsekuensi dari osteogenesis imperfekta.3,4

OI umumnya diturunkan secara autosomal dominan, tetapi mutasi baru

yang umum dan resesif dapat terjadi. Dalam kebanyakan kasus (sekitar 90%),

mutasi pada salah satu dari dua gen (COL1A1 dan COL1A2) yang menyandikan

rantai kolagen tipe I dan protein utama tulang.1,2,5 Serat kolagen Tipe I ditemukan

di tulang, kapsul organ, fasia, kornea, sklera, tendon, meningen, dan dermis.

Kolagen tipe I terdapat sekitar 30% dari berat tubuh manusia.2,3

Pasien dengan osteogenesis imperfekta tidak memiliki gangguan dalam

kadar kalsium serum dan vitamin D sebagai konsekuensi dari penyakit ini, hal ini

yang membedakan dengan osteomalasia.3


B. Epidemioogi

Osteogenesis Imperfecta diturunkan secara autosomal dominan. Kejadian

OI diperkirakan 1 per 20.000 kelahiran hidup. Tidak ada perbedaan menurut ras

dan jenis kelamin. Usia penderita saat gejala muncul bervariasi, terutama gejala

mudah patahnya tulang. Pada kasus minoritas dapat ditemukan penurunan secara

resesif yang disebabkan oleh mosaicism pada orangtua.1,3

C. Etiologi

Hampir 90% bentuk klinis (tipe) OI disebabkan oleh kelainan struktural

atau mutasi 2 gen yaitu COL1A1 dan COL1A2 yang mengkode rantai kolagen

tipe 1 (prokolagen tipe 1), dimana COL1A1 dan COL1A2 merupakan

komponen protein utama matriks ekstraselular tulang. Bentuknya yang beragam

ini karena bisa terjadi pada lokus dan alel yang sangat heterogen. Manifestasi

yang timbul tergantung dari rantai prokolagen tipe 1 yang terkena, jenisnya, dan

lokasi mutasi dari lokusnya. Sekitar 10% kasus klinis yang tak jelas, terbukti tidak

didapat kelainan biokimia dan molekul prokolagen. Hingga kini tidak diketahui

dengan jelas apakah kasus ini dikarenakankemampuan deteksi kurang atau karena

kelainan genetik yang heterogen.1,2

Secara struktural, molekul prokolagen tipe I berbentuk triple helix, terdiri

dari 2 rantai pro1(I) (disebut COL1A1) dan 1 rantai pro2(I) (disebut

COL1A2). Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk oleh rangkaian 388

asam amino Glisin-X-Y yang berulang. Glisin adalah asam amino terkecil yang

mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros dari helix

sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan produksi helix.
Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang tak normal sehingga

matriks pelekat tulang pun tak normal dan tersusun tak beraturan. Hal ini akan

menyebabkan penurunan pembentukan tulang, osteopenia, dan terjadi kerapuhan

sehingga tulang sangat mudah patah.

D. Patogenesis

Semua kolagen memiliki struktur heliks rangkap tiga. Kolagen tipe I yang

matur mengandung lebih dari 1000 asam amino di mana setiap subunit

polipeptida atau rantai alfa terpuntir menjadi bentuk heliks dominan kiri yang

membentuk putaran. Kemudian tiga dari rantai-rantai alfa ini terpuntir menjadi

superheliks dominan kanan dengan membentuk molekul mirip batang yang

berdiameter 1,4 nm dan memiliki panjang sekitar 300 nm. Ciri kolagen yang khas

yaitu terdapatnya residu glisin pada setiap posisi ketiga bagian heliks rangkap tiga

pada rantai alfa. Hal ini diperlukan karena glisin merupakan satu-satunya asam

animo yang memiliki gugus R berukuran cukup kecil untuk masuk ke dalam inti

sentral superheliks rangkap tiga tersebut.1,2,3

Struktur berulang ini, yaitu (Gyl-X-Y)n merupakan persyaratan mutlak bagi

pembentukan heliks rangkap tiga dengan perbandingan Gly : X : Y yaitu 33,5 : 12

: 10. Meskipun X dan Y dapat berupa sembarang asam amino, sekitar 100 dari

posisi X merupakan prolin dan sekitar 100 dari posisi Y merupakan

hidroksiprolin. Prolin dan hidroksiprolin menyebabkan rigiditas pada molekul

kolagen, Hidroksiprolin terbentuk melalui hidroksilasi pascatranslasi pada residu

prolin terikat peptida yang dikatalis oleh enzim prolil-3-hidroksilase. Enzim ini

memiliki kofaktor berupa asam askorbat (vitamin C) dan -ketoglutarat. Lisin


pada posisi Y juga dapat dimodifikasi secara pascatranslasi menjadi hidroksilisin

melalui kerja enzim lisil-3-hidroksilase dengan kofaktor yang serupa.4

3
4
5
6
7
8
9
10
11

Gambar 2.1 Struktur molekuler kolagen dari rangkaian primer sampai fibril.

Lebih dari 90% penderita osteogenesis imperfecta memiliki sejumlah mutasi

dominan dalam gen COL11 pada lengan panjang kromosom 17 posisi 21.3-22.1

dan COL12 pada lengan panjang kromosom 7 posisi 22. Gen COL11 dan

COL12 masing-masing mengkode pro1(I) dan pro2(I). Mutasi yang paling

banyak terjadi yaitu penghapusan gen parsial serta duplikasinya. Mutasi lain yang

terjadi mempengaruhi penyambungan RNA. Umumnya mutasi akan

mengakibatkan penurunan ekspresi kolagen atau rantai pro yang strukturnya

abnormal, membentuk fibril abnormal, sehingga melemahkan keseluruhan


struktur tulang. Jika terdapat satu rantai yang abnormal, rantai ini dapat

berinteraksi dengan dua rantai yang normal, tetapi pelipatan dapat dicegah,

sehingga mengakibatkan penguraian enzimatik seluruh rantai yang disebut

procollagen suicide, yang bermanifestasi sebagai osteogenesis imperfecta

nonletal. Jika kedua rantai yang abnormal, kelainan akan muncul secara genotif

dan fenotif. Sementara itu, jika ketiga rantai yang abnormal, akan bermanifestasi

sebagai osteogenesis imperfecta letal.4

Sementara itu, sebagian kecil osteogenesis imperfecta diturunkan secara

autosomal resesif akibat mutasi gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican

1) yang mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau protein

terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein).1,2

Gambar 2.2 Lokasi gen COL11 pada kromosom 17 (A) dan gen COL12 pada
kromosom 7 (B)
E. Klasifikasi

Sistem klasifikasi yang paling sering dipakai untuk membedakan tipe

osteogenesis imperfekta adalah yang dibuat oleh Sillence dkk (1981). Tipe-

tipe tersebut antara lain :

1. Tipe I (Ringan)

Bentuk osteogenesis imperfekta paling ringan dan paling sering

ditemukan (lebih 50% dari keseluruhan kasus osteogenesis imperfekta

yang ditemukan). Diturunkan secara autosomal dominan dan disebabkan

oleh menurunnya produksi/ sintesis prokolagen tipe I. Kebanyakan

penderita tipe I mempunyai sklera berwarna biru, dan ada gangguan

pendengaran. Fraktur biasanya terjadi pada usia 1-2 tahun. penyembuhan

cukup baik dan kelainan bentuk tidak ditandai. Gigi biasanya normal tetapi

beberapa kasus tipe ini mengalami kerusakan dentin.

2. Tipe II ( berat/ perinatal lethal)

Penderita sering lahir mati atau meninggal pada tahun pertama

kehidupan dengan berat lahir dan panjang badan kecil untuk masa

kehamilan. Kematian terutama disebabkan karena distres pernafasan, juga

karena malformasi atau perdarahan sistem saraf pusat. Tipe ini terjadi

karena mutasi baru yang diturunkan secara autosomal dominan (jarang

resesif) akibat penggantian posisi glisin pada triple helix prokolagen tipe I

dengan asam amino lain. Pada tipe ini terdapat fraktur multipel tulang

panjang yang terlihat pada radiografi. Selain itu juga dapat terjadi pada

tulang tengkorak dan atau vertebra. Fraktur multipel tulang iga


membentuk gambaran manik-manik (beaded appearance), thoraks yang

sempit ikut berperan dalam terjadinya distres pernafasan.

3. Tipe III (Sangat Berat/Progresif)

Merupakan tipe klasik namun bukan tipe terbanyak yang

ditemukan, dengan manifestasi klinis paling berat namun tidak mematikan

yang menghasilkan gangguan fisik signifikan, berupa sendi yang sangat

lentur, kelemahan otot, nyeri tulang kronis berulang, dan deformitas

tengkorak. Terjadi karena point mutation atau frame shift mutation pada

prokolagen tipe I yang diturunkan secara autosomal dominan atau resesif.

Berat badan dan panjang lahir sering rendah. Biasanya fraktur terjadi

dalam uterus, jika setelah lahir, fraktur terjadi tanpa sebab dan sembuh

dengan deformitas. Pada tipe ini kebanyakan penderita mengalami

perawakan pendek. Warna sklera bervariasi dari putih hingga biru.

Disamping itu terjadi dentinogenesis imperfekta.

4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)

Tipe osteogenesis imperfekta yang tidak biasa karena merupakan

tipe osteogenesis imperfekta yang paling heterogen memasukkan temuan-

temuan pada penderita yang tidak tergolong dalam 3 tipe sebelumnya.

Fraktur dapat terjadi dalam uterus dengan tulang panjang bawah bengkok

yang tampak sejak lahir, disamping itu dapat terjadi fraktur berulang,

kebanyakan penderita mempunyai tulang yang bengkok walau tidak sering

mengalami fraktur. Penderita juga mengalami perawakan pendek. Warna

sklera biasanya putih.


F. Diagnosis

Diagnosis OI dapat didiagnosa pada waktu yang berbeda yaitu selama

perkembangan janin, saat lahir, dimasa kecil, atau jarang pada orang

dewasa. Terlepas dari waktu di mana diagnosis dicurigai, dasar pertama dari

evaluasi adalah anamnesa, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik, radiografi

yang tepat dan pemeriksaan laboratorium rutin. Jika ini tidak dapat

terdiagnosis, maka pemeriksaan khusus genetik diperlukan.5 Selain itu,

riwayat penyakit keluarga, riwayat medis dan pemeriksaan fisik juga perlu

diperhatikan untuk diagnosis.2

Pemeriksaan rotngen dijumpai osteopenia (densitas tulang rendah),

fraktur, kompresi tulang vertebra, Wormian Bones pada tulang tengkorak.2,4,5

Diagnosis laboratorium OI tergantung pada penentuan bahwa kultur

fibroblas didapatkan prokolagen tipe I kurang dari normal, atau identifikasi

mutasi pada COL1A1 atau COL1A2, dua gen yang menyandikan rantai

prokolagen tipe I. 2,4,5

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan 1-4 :

1. Laboratorium biokimia dan molekular

Analisa sintesa kolagen didapat melalui kultur fibroblas dari biopsi

kulit, terutama untuk mendeteksi osteogenesis imperfecta tipe I,III dan

IV. Analisa mutasi DNA prenatal dilakukan pada kehamilan dengan resiko

OI, melalui kultur villus korion. Pemeriksaan kombinasi antara analisa

DNA dan biopsi kolagen akan mendeteksi hampir 90% dari semua tipe

mutasi gen pengkode prokolagen tipe I. 1-4


2. Pencitraan Radiografi pada tulang skeletal setelah lahir (bone survey)

Bentuk ringan (tipe I) tampak korteks tulang panjang yang

menipis, tidak tampak deformitas tulang panjang. Bisa menunjukkan

gambaran Wormian (Wormian bones) pada cranium. Bentuk sangat berat

(tipe II) tampak gambaran manik-manik (beaded appearance) pada tulang

iga, tulang melebar, fraktur multipel dengan deformitas tulang panjang.

Bentuk sedang dan berat (tipe III dan IV) tampak metafisis kistik atau

gambaran popcorn pada kartilago, tulang dapat normal atau melebar pada

awalnya kemudian menipis, dapat ditemukan fraktur yang menyebabkan

deformitas tulang panjang, sering disertai fraktur vertebra. Densitas

mineral tulang (bone densitometry) diukur dengan Dual-Energy X-Ray

Absorptiometry (DEXA) yang menghasilkan nilai rendah pada penderita.

Ultrasonografi prenatal pada minggu 15-18 kehamilan untuk mendeteksi

kelainan panjang tulang anggota badan.

G. Penatalaksanaan

Pada prinsipnya tidak ada pengobatan khusus pada osteogenesis

imperfekta. Tujuan utama pengobatan OI adalah mengurangi angka kejadian

fraktur, mencegah deformitas tulang panjang dan skoliosis serta meningkatkan

luaran fungsional.3,6 Pengobatan hanya bertujuan untuk:2,6

1. Merawat bayi atau anak secara seksama sehingga komplikasi fraktur yang

lebih lanjut dapat dicegah

2. Mencegah deformitas yang tidak perlu terjadi melalui penggunaan bidai yang

baik
3. Mobilisasi untuk mencegah osteoporosis

4. Koreksi deformitas jika perlu dilakukan osteotomi dan fiksasi interna.

Penderita dengan OI memerlukan penanganan tim medis multidisiplin

ilmu seperti ahli endokrinologi, genetika, neurologi, orthopedik, rehabilitasi,

otolaryngologi, pulmonologi, konseling nutrisi dan psikologi.2,4 Pada beberapa

kasus, penanganan perlu dimulai sejak lahir. Namun karena penyakit ini didasari

oleh kelainan genetik maka tidak didapatkan pengobatan yang efektif.

Modifikai gaya hidup mempengaruhi luaran dari OI seperti cara duduk,

berdiri, dan mengangkat tubuh atau barang untuk mencegah fraktur tulang

belakang. Pola makan yang baik dan cukup gizi dapat memaksimalkan

pertumbuhan massa tulang, kekuatan otot dan mencegah obesitas diharapkan

dapat mengurangi resiko patah tulang. Peran lingkungan keluarga atau rumah dan

sekolah mempengaruhi psikologi dari penderita OI.2,6

Tujuan dari menajemen orthopedik adalah pada OI dengan patah tulang

dan mencegah atau memperbaiki deformitas tulang. Tindakan bracing, splinting

dan orthotic adalah salah satu menajemen orthopedik.2 Tindakan bedah yang

dilakukan pada umumnya adalah rodding yaitu menempatkan bahan metal dalam

tulang panjang yang berguna untuk memperkokoh tulang sehingga resiko fraktur

minimal.6 Tindakan rodding ini terbagi menjadi 2 yaitu :2

1. Telescopic rod, yaitu tindakan yang dilakukan pada anak yang dalam massa

pertumbuhan pemanjangan tulang. Contoh, Dubow-Bailey rod, Fassier-Duval

rod.
2. Nontelescopic rod, yaitu tindakan yang dilakukan pada tulang yang

pertumbuhannya sudah mulai bengkok. Tindakan ini dianjurkan pada anak

yang pendek dengan tulang yang tipis. Contoh, Kirschner wires (K-wire),

Rush rods, Williams rods, elastic rods.

Tindakan pemasangan plat atau screw tidak dianjurkan pada anak karena dapat

memperburuk keadaan tulang anak. Tindakan imobilisasi dapat dilakukan dengan

bahan material yang ringan yang bertujuan untuk menghindari fraktur yang dapat

terjadi lebih lanjut akibat material yang digunakan. Pada umumnya, penderita OI

memiliki kecepatan pemulihan tulang yang sama dengan tulang normal.1,3,5

Penderita OI data terjadi skoliosis yang merupakan masalah serius pada

penderita OI. Prevalensi skoliosis pada OI cukup tinggi dan deformitas pada

tulang belakang meningkat sesuai berjalannya usia sehingga diperlukan

pemantauan yang adekuat. Tindakan bracing tidak dapat menghentikan

progesivitas dari skloliosis. Selain skoliosis, kifosis dan fraktur kompresi juga

dapat terjadi pada penderita OI. Pihak keluarga OI harus mendapatkan edukasi

tentang pemeliharaan tulang belakang.2

Aktifitas program fisik dapat meningkatkan mengoptimalkan dan

mempertahankan fungsi tulang dan kekuatan otot. Latihan fisik yang diberikan

lebih difokuskan pada postur dan stamina atau pergerakan. Postur yang baik dapat

mencegah deformitas tulang. Aktivitas yang paling dianjurkan adalah yang

berhubungan dengan air seperti berenang.2,7

Tatalakasana farmakologi berupa pengobatan growth hormone, obat

intravena atau oral bisphosphonate dan terapi gen.2,4,6,7 Biphosponat merupakan


analog sintesis dari pirofosfat yang menghambat resorpsi tulang osteoklas dengan

cara mengikat hidroksiapetit pada tulang sehingga meningkatkan mineralisasi

tulang dan memperkuat tulang.2,3 Biphosphonat meingkatkan densitas tulang

dengan meningkatakan pertumbuhan korteks dan trabekula pada tulang. Terapi

biphosponat bukanlah pengobatan utama pada OI. Terapi tersebut hanya

meningkatkan kuantitas tulang tanpa memperbaiki efek genetik. Pada studi

observasional, pemberian biphosphonat dapat mengurangi fraktur dan nyeri.3

Asam zoledronat salah satu biphosponat yang sering digunakan pada OI. Dosis

yang dipergunakan berdasarkan pada usia dan diberikan secara intravena (IV).

Usia kurang dari 2 tahun dengan dosis 0,025 mg/kgBB/dosis dilarutkan dalam 50

cc NaCl 0,9% dan dihabiskan dalam 45 menit dengan frekuensi setiap 3 bulan.

Untuk usia 2 5 tahun, dosis yang dipergunakan 0,035 mg/kgBB/dosis dilarutkan

dalam 100 cc NaCl 0,9% dihabiskan dalam 45 menit dengan frekuensi setiap 4

bulan, sedangkan untuk anak usia lebih dari 5 tahun, dosis yang dipergunakan

0,05 mg/kgBB/dosis dilarutkan dalam 100 cc NaCl 0,9% dihabiskan dalam 30

menit dengan frekuensi setiap 6 bulan.

H. Pronosis
Osteogenesis imperfekta merupakan kondisi kronis yang membatasi

tingkat fungsional dan lama hidup penderita. Prognosis penderita OI bervariasi

tergantung klinis dan keparahan yang dideritanya. Penyebab kematian tersering

adalah gagal nafas. Bayi dengan OI tipe II biasanya meninggal dalam usia

bulanan - 1 tahun kehidupan. Penderita OI tipe III biasanya meninggal karena

penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahunan
sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih panjang/

lama hidup penuh.4

Penderita OI tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda.

Dengan rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan dan

melakukan kegiatan sehari-hari di rumah. Penderita OI tipe IV biasanya dapat

memiliki ketrampilan di masyarakat juga tak tergantung dengan sekitarnya.


BAB III

PENUTUP

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan kongenital umum pada

pembentukan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh serta

pada umumnya diturunkan secara autosomal dominan. Kelainan ini disebut juga

brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta kecenderungan

mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan. Insiden osteogenesis imperfecta

terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak berhubungan dengan jenis

kelamin maupun ras tertentu.

Secara biomolekuler, osteogenesis imperfecta terjadi karena mutasi

dominan gen COL11 (collagen 1 alpha 1) dan COL12 (collagen 1 alpha 2)

yang mengkode sintesis kolagen tipe I serta yang lebih jarang terjadi melalui

mutasi resesif gen LEPRE1 (leucine proline-enrich proteoglican 1) yang

mengkode enzim pembentuk kolagen, prolil-3-hidroksilase, atau gen pengkode

protein terasosiasi kolagen, CRTAP (cartilago associated protein). Mutasi genetik

yang terjadi tidak hanya bermanifestasi sebagai kerapuhan tulang, tetapi juga

berupa penipisan kulit, deviasi struktur tulang, hipermobilitas sendi, kehilangan

pendengaran, kerapuhan gigi, dan sklera biru. Osteogenesis imperfecta dengan

spektrum kelainan yang luas tersebut diklasifikasikan menjadi tipe I s.d. tipe VII

berdasarkan manifestasi klinis dan histologis yang ditemukan serta mekanisme

pewarisan mutasi genetik, secara autosomal dominan atau autosomal resesif.


Pemeriksaan penunjang yang berperan penting dalam menegakkan

diagnosis osteogenesis imperfecta di antaranya pemeriksaan radiologi.

Pemeriksaan foto Rntgen dapat menilai fraktur tulang kortikal, kompresi

vertebra, dan kelainan osifikasi tulang pada osteogenesis imperfecta. Hasil

radiografi ini selanjutnya dikorelasikan dengan keadaan klinis untuk menentukan

tipe dan tingkat keparahan osteogenesis imperfecta. Pemeriksaan foto Rntgen

juga dapat menilai penyembuhan fraktur pascaterapi medikamentosa.

Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis imperfecta berat pada masa

intrauterine. Sementara itu, pemeriksaan radiologi lain seperti computed

tomography (CT scan), magnetic resonance imaging (MRI), dan bone mass

densitometry (BMD) juga berperan dalam mendiagnosis osteogenesis imperfecta.

Oleh karena tidak ada pengobatan untuk osteogenesis imperfecta,

penatalaksanaan difokuskan untuk meminimalisasi fraktur, operasi bedah untuk

mengkorekasi deformitas, menurunkan kerapuhan tulang dengan meningkatkan

densitas massa tulang, dan fungsi independen. Langkah-langkah penatalaksanaan

osteogenesis imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan gaya hidup,

manajemen ortopedi, dan medikamentosa. Prognosis bergantung dengan

keparahan tipe osteogenesis imperfecta.

Anda mungkin juga menyukai