Anda di halaman 1dari 36

BAB 1

PENDAHULUAN

Hernia inguinalis merupakan kasus bedah digestif terbanyak setelah


appendicitis. Sampai saat ini masih merupakan tantangan dalam peningkatan
status kesehatan masyarakat karena besarnya biaya yang diperlukan dalam
penanganannya dan hilangnya tenaga kerja akibat lambatnya pemulihan dan
angka rekurensi. Dari keseluruhan jumlah operasi di Perancis tindakan bedah
hernia sebanyak 17,2 % dan 24,1 % di Amerika Serikat.1
Hampir 75 % dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis. Untuk
memahami lebih jauh tentang hernia diperlukan pengetahuan tentang kanalis
inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis dan hernia
ingunalis medialis, dimana hernia ingunalis lateralis ditemukan lebih banyak dua
pertiga dari hernia medialis. Hernia lebih dikarenakan kelemahan dinding
belakang kanalis inguinalis. Hernia ingunalis lebih banyak ditemukan pada pria
daripada wanita. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia ingunalis 7 : 1.
Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh umur.1
Sekarang ini banyak jenis operasi yang bisa dilakukan dengan anestesi
regional dengan berbagai pertimbangan yang lebih menguntungkan. Anestesi
Spinal juga dikenal sebagai Subarachnoid Anestesi adalah bentuk anestesi lokal
atau regional, yang melibatkan suntikan obat anestesi ke dalam cairan cerebro-
spinal (CSF) di ruang subarachnoid.
Sejak anestesi spinal/ Sub-arachnoid block (SAB) diperkenalkan oleh
August Bier (1898) pada praktis klinis, tehnik ini telah digunakan dengan luas
untuk menyediakan anestesi, terutama untuk operasi pada daerah papila mamae
kebawah.
Anestesi Regional atau anestesi lokal merupakan penggunaan obat analgetik
lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu
bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya dan dalam keadaan penderita tetap sadar.

1
Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan
obat analgesik lokal ke dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-
L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
CSF dari kanalis vertebralis menempati ruang (kedalaman 2-3mm) sempit
dimana terdapat medulla spinalis dan cauda equina, dan tertutup oleh lapisan
arakhnoid. Anestesi local yang disuntikkan, akan menyebar di CSF ternpat
penyuntikan kemudian mengikuti aliran CSF . Tahap berikutnya mungkin menjadi
yang paling penting, dan menyebar karena adanya interaksi antara kepadatan dari
kedua CSF dan solusi anestesi lokal di bawah pengaruh gravitasi. Gravitasi akan
'diterapkan' melalui posisi pasien (telentang, duduk, dll), dan, dalam posisi
horizontal, oleh pengaruh kurva dari kanal tulang belakang. 4
Kelebihan utama tehnik ini adalah kemudahan dalam tindakan, peralatan
yang minimal, memiliki efek minimal pada biokimia darah, menjaga level optimal
dari analisa gas darah, pasien tetap sadar selama operasi dan menjaga jalan nafas,
serta membutuhkan penanganan post operatif dan analgesia yang minimal.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. HERNIA
2.1. Definisi
Hernia berasal dari kata latin yang berarti rupture. Hernia didefinisikan
adalah suatu penonjolan abnormal organ atau jaringan melalui daerah yang lemah
(defek) yang diliputi oleh dinding.1

2.2. Anatomi
a. Kanalis Inguinalis
Kanalis inguinalis pada orang dewasa panjangnya kira-kira 4 cm dan
terletak 2-4 cm kearah caudal ligamentum inguinal. Kanalis inguinalis
mengandung salah satu vas deferens atau ligamentum uterus. Funikulus
spermatikus terdiri dari serat-serat otot cremaster, pleksus pampiniformis, arteri
testicularis, n.ramus genital nervus genitofemoralis, ductus deferens, arteri
cremaster, limfatik, dan prosesus vaginalis. 2,3
Kanalis inguinalis harus dipahami dalam konteks anatomi tiga dimensi.
Kanalis inginalis berjalan dari lateral ke medial, dalam ke luar dan ke caudal.
Kanalis inguinalis dibangun oleh aponeurosis obliquus ekternus dibagian
superficial, dinding inferior dibangun oleh ligamentum inguinal dan ligamentum
lacunar. Dinding posterior (dasar) kanalis inguinalis dibentuk oleh fascia
transfersalis dan aponeurosis transverses abdominis. Dasar kanalis inguinalils
adalah bagian paling penting dari sudut pandang anatomi maupun bedah.1,3
Pembuluh darah epigastric inferior menjadi batas superolateral dari
trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh musculus rectus,
dan ligamentum inguinal menjadi batas inferior. Hernia yang melewati trigonum
Hesselbach disebut sebagai direct hernia, sedangkan hernia yang muncul lateral
dari trigonum adalah hernia indirect. 4

3
Gambar 2.1. Segitiga Hesselbach's

2.3. Etiologi
Penyebab terjadinya hernia 1,2 :
1. Lemahnya dinding rongga perut. Dapat ada sejak lahir atau didapat
kemudian dalam hidup.
2. Akibat dari pembedahan sebelumnya.
3. Kongenital
a. Hernia congenital sempurna
Bayi sudah menderita hernia kerena adanya defek pada tempat
tempat tertentu.
b. Hernia congenital tidak sempurna
Bayi dilahirkan normal (kelainan belum tampak) tapi dia mempunyai
defek pada tempat tempat tertentu (predisposisi) dan beberapa bulan
(0 1 tahun) setelah lahir akan terjadi hernia melalui defek tersebut
karena dipengaruhi oleh kenaikan tekanan intraabdominal (mengejan,
batuk, menangis).
4. Aquisial adalah hernia yang bukan disebabkan karena adanya defek
bawaan tetapi disebabkan oleh fakor lain yang dialami manusia selama
hidupnya, antara lain :
Tekanan intraabdominal yang tinggi. Banyak dialami oleh pasien
yang sering mengejan yang baik saat BAB maupun BAK.

4
Konstitusi tubuh. Orang kurus cenderung terkena hernia jaringan
ikatnya yang sedikit. Sedangkan pada orang gemuk juga dapat terkena
hernia karena banyaknya jaringan lemak pada tubuhnya yang
menambahbeban kerja jaringan ikat penyokong pada LMR.
Banyaknya preperitoneal fat banyak terjadi pada orang gemuk.
Distensi dinding abdomen karena peningkatan tekanan
intraabdominal.
Penyakit yang melemahkan dinding perut
Diabetes mellitus
Sikatrik.
Merokok

2.4. Klasifikasi
Hernia ingunalis dibagi menjadi dua yaitu
1. Hernia Ingunalis Lateralis (Hernia Indirecta, Hernia Oblique)
2. Hernia Ingunalis Medialis (Hernia Indirecta)
Hernia ingunalis lateralis sendiri mempunyai arti pintu keluarnya terletak
disebelah lateral Vasa epigastrica inferior. Hernia inguinalis lateralis (HIL)
dikarenakan kelainan kongenital meskipun ada yang didapat. 3
Tabel. 2.1. Perbedaan HIL dan HIM.3

Hubungan Dibungkus oleh


Onset
dengan vasa fascia
Tipe Deskripsi biasanya
epigastrica spermatica
pada waktu
inferior interna
Penojolan melewati
cincin inguinal dan
merupakan
Congenital
Hernia kegagalan
Dan bisa
ingunalis penutupan cincin Lateral Ya
pada waktu
lateralis ingunalis interna
dewasa.
pada waktu embrio
setelah penurunan
testis
Hernia Keluar langsung
ingunalis menembus fascia Medial Tidak Dewasa
medialis dinding abdomen

5
Bagian bagian hernia :
1. Kantong hernia
Pada hernia abdominalis berupa peritoneum parietalis. Tidak semua hernia
memiliki kantong, misalnya hernia incisional, hernia adiposa, hernia
intertitialis.
2. Isi hernia
Berupa organ atau jaringan yang keluar melalui kantong hernia, misalnya
usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum).
3. Pintu hernia
Merupakan bagian locus minoris resistance yang dilalui kantong hernia.
4. Leher hernia
Bagian tersempit kantong hernia yang sesuai dengan kantong hernia.
5. Locus minoris resistence (LMR)

2.5 Gejala Dan Tanda Klinik


2.5.1. Gejala1
1. Pasien mengeluh ada tonjolan di lipat paha
2. Pada beberapa orang adanya nyeri dan membengkak pada saat
mengangkat atau ketegangan. Sensasi nyeri yang menyebar biasanya pada
hernia ingunalis lateralis, perasaan nyeri yang menyebar hingga ke scrotum.
Dengan bertambah besarnya hernia maka diikuti rasa yang tidak nyaman dan
rasa nyeri, sehingga pasien berbaring untuk menguranginya.
Pada umumnya hernia direct akan memberikan gejala yang sedikit
dibandingkan hernia ingunalis lateralis dan juga kemungkinannya lebih
berkurang untuk menjadi inkarserasi atau strangulasi.
2.5.2. Tanda
Pada pemeriksaan hernia pasien harus diperiksa dalam keadaan berdiri dan
berbaring dan juga diminta untuk batuk pada hernia yang kecil yang masih sulit
untuk dilihat. Kita dapat mengetahui besarnya cincin eksternal dengan cara
memasukan jari ke annulus jika cincinnya kecil jari tidak dapat masuk ke
kanalis inguinalis dan akan sangat sulit untuk menentukan pulsasi hernia yang

6
sebenarnya pada saat batuk. Lain halnya pada cincin yang lebar hernia dapat
dengan jelas terlihat dan jaringan tissue dapat dirasakan pada tonjolan di kanalis
ingunalis pada saat batuk dan hernia dapat didiagnosa.1
Pada inspeksi pasien saat berdiri dan tegang, pada hernia direct
kebanyakan akan terlihat simetris, dengan tonjolan yang sirkuler di cicin
eksterna. Tonjolan akan menghilang pada saat pasien berbaring sedangkan pada
hernia ingunalis lateralis akan terlihat tonjolan yang yang bebentuk elip dan
susah menghilang pada saat berbaring.1
Pada palpasi dinding posterior kanalis ingunalis akan terasa dan adanya
tahanan pada hernia inguinalis lateralis. Sedangkan pada hernia direct tidak akan
terasa dan tidak adanya tahanan pada dinding posterior kanalis ingunalis. Jika
pasien diminta untuk batuk pada pemeriksaan jari dimasukan ke annulus dan
tonjolan terasa pada sisi jari maka itu hernia direct. Jika terasa pada ujung jari
maka itu hernia ingunalis lateralis. Penekanan melalui cincin interna ketika
pasien mengedan juga dapat membedakan hernia direct dan hernia inguinalis
lateralis. Pada hernia direct benjolan akan terasa pada bagian depan melewati
Trigonum Hesselbachs dan kebalikannya pada hernia ingunalis lateralis. Jika
hernianya besar maka pembedaanya dan hubungan secara anatomi antara cincin
dan kanalis inguinalis sulit dibedakan. Pada kebanyakan pasien, jenis hernia
inguinal tidak dapat ditegakkan secara akurat sebelum dilakukan operasi.1

2.6 Pemeriksaan Penunjang


2.6.1 Laboratorium
Untuk mendukung ke arah adanya strangulasi, sebagai berikut:
- Leukocytosis dengan shift to the left yang menandakan strangulasi.
- Elektrolit, BUN, kadar kreatinine yang tinggi akibat muntah-
muntah dan menjadi dehidrasi.
- Tes Urinalisis untuk menyingkirkan adanya masalah dari traktus
genitourinarius yang menyebabkan nyeri lipat paha.8

7
2.6.2. Pemeriksaan Radiologis
Ultrasonografi dapat digunakan untuk membedakan adanya massa pada
lipat paha atau dinding abdomen dan juga membedakan penyebab
pembengkakan testis.1 Pada pemeriksaan radiologis kadang terdapat suatu yang
tidak biasa terjadi, yaitu adanya suatu gambaran massa. Gambaran ini dikenal
dengan Spontaneous Reduction of Hernia En Masse. Adalah suatu keadaan
dimana berpindahnya secara spontan kantong hernia beserta isinya ke rongga
extraperitoneal. Ada 4 tipe pembagian reduction of hernia en masse :
Retropubic
Intra abdominal
Pre peritoneal
Pre peritoneal locule

2.7 Penatalaksanaan Hernia


2.7.1. Penanganan DI IGD
Mengurangi hernia dengan
1. Menurunkan tegangan otot abdomen.
2. Memberikan sedasi yang adekuat dan analgetik untuk mencegah nyeri.
Pasien harus istirahat agar tekanan intraabdominal tidak meningkat.
3. Pasien pada posisi Trendelenburg dengan sudut sekitar 15-20 terhadap
hernia inguinalis.
4. Kompres dengan kantung dingin untuk mengurangi pembengkakan 20-30
menit dan menimbulkan proses analgesia.
5. Posisikan kaki ipsi lateral dengan rotasi eksterna dan posisi flexi
unilateral (seperti kaki kodok)
6. Usahakan penekanan yang tetap pada sisi hernia yang bertujuan untu
mengembalikan isis hernia ke atas. Jika dilakukan penekanan ke arah
apeks akan menyebabkan isi hernia keluar dari pintu hernia.
7. Konsul ke ahli bedah jika usaha reduksi tidak berhasil dalam 2 kali
percobaan

8
Konsul bedah jika :
1. Reduksi hernia yang tidak berhasil
2. Adanya tanda strangulasi dan keadaan umum pasien yang memburuk
3. Hernia ingunalis harus dioperasi meskipun ada sedikit beberapa
kontraindikasi. penanganan ini teruntuk semua pasien tanpa pandang umur
inkarserasi dan strangulasi hal yang ditakutkan dibandingkan dengan
resiko operasinya.
4. Pada pasien geriatri sebaiknya dilakukan operasi elektif agar kondisi
kesehatan saat dilakukan operasi dalam keadaan optimal dan anestesi
dapat dilakukan. Operasi yang cito mempunyai resiko yang besar pada
pasien geriatri.
5. Jika pasien menderita hyperplasia prostate akan lebih bijaksana apabila
dilakukan penanganan terlebih dahulu terhadap hiperplasianya. Mengingat
tingginya resiko infeksi traktus urinarius dan retensi urin pada saat operasi
hernia.
6. Karena kemungkinannya terjadi inkarserasi, strangulasi, dan nyeri pada
hernia maka operasi yang cito harus di lakukan. Pelaksanaan non operasi
untuk mengurangi hernia inkerserasi dapat dicoba. Pasien di posisikan
dengan panggul dielevasikan dan di beri .analgetik dan obat sedasi untuk
merelaxkan otot-otot.
7. Operasi hernia dapat ditunda jika massa hernia dapat dimanipulasi dan
tidak ada gejala strangulasi.
8. Pada saat operasi harus dilakukan eksplorasi abdomen untuk memastikan
usus masih hidup, ada tanda-tanda leukositosis.
9. Gejala klinik peritonitis, kantung hernia berisi cairan darah yang berwarna
gelap.1,3

2.7.2 Indikasi operasi :


Hernia inguinalis lateralis pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif
tanpa penundaan, karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama
inkarserata, strangulasi, yang termasuk gangren alat-alat pencernaan

9
(usus), testis, dan adanya peningkatan risiko infeksi dan rekurensi yang
mengikuti tindakan operatif.
pada pria dewasa, dilakukan operasi elektif atau cito terutama pada
keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada beberapa pendapat
(Robaeck-Madsen, Gavrilenko) bahwa lebih baik melakukan elektif
surgery karena angka mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika
dilakukan cito surgery.

1) Konservatif :
Reposisi bimanual : tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong
sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan
tekanan lambat dan menetap sampai terjadi reposisi.
Reposisi spontan pada anak : menidurkan anak dengan posisi
Trendelenburg, pemberian sedatif parenteral, kompres es di atas hernia,
kemudian bila berhasil, anak boleh menjalani operasi pada hari berikutnya.
Bantal penyangga, bertujuan untuk menahan hernia yang telah direposisi
dan harus dipakai seumur hidup. Namun cara ini sudah tidak dianjurkan
karena merusak kulit dan otot abdomen yang tertekan, sedangkan
strangulasi masih mengancam.

2) Operatif
Anak-anak : Herniotomy :Karena masalahnya pada kantong hernia,maka
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai dengan lehernya, dibuka
dan dibebaskan isi hernia, jika ada perlekatan lakukan reposisi, kemudian
kantong hernia dijahit setinggi-tinggi mungkin lalu dipotong. Karena
herniotomi pada anak-anak sangat cepat dan mudah, maka kedua sisi dapat
direparasi sekaligus jika hernia terjadi bilateral.
Dewasa :Herniorrhaphy :Perawatan kantung hernia dan isi hernia
1. Penguatan dinding belakang (secara Bassini, Marcy Ferguson,
Halsted / Kirchner, Lotheissen-McVay (Coopers ligament repair),
Shouldice, Tension free herniorrhaphy)

10
2.8 Komplikasi
Hernia inkarserasta :
- Hernia yang membesar Hernia strangulata :
mengakibatkan nyeri dan - Gejala yang sama disertai
tegang adanya infeksi sistemik
- Tidak dapat direposisi - Adanya gangguan sistemik
- Adanya mual ,muntah dan pada usus.12
gejala obstruksi usus.

11
B. ANESTESI REGIONAL
2.9 Definisi5
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh
sementara pada impuls syaraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh
sebagian atau seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.

2.10 Pembagian anestesi regional4


1. Blok sentral (blok neuroaksial), meliputi blok spinal, epidural dan
Kaudal.
2. Blok perifer (blok saraf) misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, blok saraf, dan regional intravena

2.11 Obat analgetik regional


Secara kimia digolongkan sebagai berikut :
1. Senyawa ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada
degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis.
Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami
metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain,
benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2. Senyawa amida
Contohnya senyawa amida adalah lidokain, mepivakain dan prilokain.

2.12 Persiapan Preoperatif5


1. Kunjungan preoperatif dilakukan untuk meniali keadaan uum
pasien dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Penderita untuk operasi elektif dipuasakan 6 jam
3. Premedikasi :

12
Tujuan untuk menenangkan pasien, misalkan :
1. Pethidin 1 mg/kgBB IM
2. Valium 0,1-0,2 mg/kg IM

2.14 Pengawasan Selama Analgesia Regional


Pengawasan fungsi vital pasien (tensi, naadi diukur berkala)
Perhatikan tempat-tempat yang tertekan (pressure point), harus diberi alas
yang lunak
Jarum sayap (wing needle) atau sebaliknya infus harus selalu dipasang
untuk memberi obat darurat atau cairan cepat

2.13 Keuntungan Anestesia Regional


1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih
murah.
2. Relatif aman untung pasien yg tidak puasa (operasi emergency, lambung
penuh) karena penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.

2.14 Kerugian Anestesia Regional


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional

2.15 Anestesi Spinal


Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan
penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi
spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

13
intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal ke
dalam ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.5
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus
kutis subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum
ruang epidural durameter ruang subarachnoid.

Gambar 2.2
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan
serebrospinal, dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus
venosus). Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3.

2.16 Indikasi Anestesi Spinal


1. Bedah ekstremitas bawah.
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum-perineum
4. Bedah obstetri ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah

2.17 Kontra Indikasi Anestesi Spinal


Terdapat kontra indikasi absolut dan kontra indikasi relatif dalam
penggunaan anestesi spinal
2.17.1 Kontra indikasi absolut :
a. Pasien menolak untuk dilakukan anestesi spinal
b. Terdapat infeksi pada tempat suntikan

14
c. Hipovolemia berat sampai syok
d. Menderita koagulopati dan sedang mendapat terapi
antikoagulan
e. Tekanan intrakranial yang meningkat
f. Fasilitas untuk melakukan resusitasi minim
g. Kurang berpengalaman atau tanpa konsultan anestesi

2.17.2 Kontra indikasi relatif :


a. Menderita infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)
b. Terdapat infeksi disekitar tempat suntikan
c. Kelainan neurologis
d. Kelainan psikis
e. Bedah lama
f. Menderita penyakit jantung
g. Hipovolemia
h. Nyeri punggung kronis.

2.18 Persiapan anestesi spinal


Persiapan anestesi spinal seperti persiapan pada anestesi umum. Daerah
disekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya
ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tidak
teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu harus puladilakukan :
1. Informed consent
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
2.19 Peralatan anestesi spinal
1. Peralatan monitor, untuk memonitor tekanan darah, nadi, oksimeter
denyut dan EKG
2. Peralatan resusitasi /anestesia umum
3. Jarum spinal

15
Jarum pinsil (whitecare)

Jarum tajam (Quincke-


Babcock)

2.20 Teknik analgesia spinal4


Posisi duduk atau posisi tidur lateral decubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan diatas
meja operasi tanpa dipindahkan lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan
posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan
menyebabkan menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien dalam posisi dekubitus lateral atau
duduk dan buat pasien membungkuk maksimal agar procesus spinosus
mudah teraba.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua Krista iliaka dengan
tulang punggung ialah L4 atau L4-L5, tentukan tempat tusukan misalnya
L2-L3, L3-L4 atau L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau atasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan alcohol
4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan misalnya lidokain 1% 2-3ml.
5. Cara tusukan adalah median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar
22G, 23G, atau 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk jarum
kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum (introducer),

16
yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Jarum akan menembus kutis,
subkutis, ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum,
ligamentum flavum, ruang epidural, duramater dan ruang subarachnoid.
Setelah mandrin jarum spinal dicabutcairan serebrospinal akan menetes
keluar. Selanjutnya disuntikkan larutan obat analgetik lokal kedalam ruang
subarachnoid tersebut.

2.20 Posisi

Posisi Duduk
1. Pasien duduk di atas meja
operasi. Posisi Lateral
2. Dagu di dada atau 1. Bahu sejajar dengan meja
menundukkan kepala. operasi.
3. Tangan memeluk bantal. 2. Posisikan pinggul di
pinggir meja operasi, kaki
ditekuk mengarah ke dada.
3.Memeluk bantal/knee chest
position.

17
2.21 Efek Fisiologis Neuroaxial Block
1. Efek Kardiovaskuler
- Akibat dari blok simpatis, akan terjadi penurunan tekanan darah
(hipotensi). Efek simpatektomi tergantung dari tinggi blok. Pada
spinal, 2-6 dermatom diatas level blok sensoris, sedangkan pada
epidural, terjadi block pada level yang sama.
Hipotensi dapat dicegah dengan pemberian cairan (pre-loading) untuk
mengurangi hipovolemia relatif akibat vasodilatasi sebelum dilakukan
spinal/epidural anestesi, dan apabila telah terjadi hipotensi, dapat
diterapi dengan pemberian cairan dan vasopressor seperti efedrin.
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok pada cardioaccelerator
fiber di T1-T4), dapat menyebabkan bardikardi sampai cardiac arrest.

2. Efek Respirasi
- Bila terjadi spinal tinggi atau high spinal (blok lebih dari dermatom
T5) mengakibatkan hipoperfusi dari pusat nafas di batang otak dan
menyebabkan terjadinya respiratory arrest.
- Bisa juga terjadi blok pada nervus phrenicus sehingga menmyebabkan
gangguan gerakan diafragma dan otot perut yg dibutuhkan untuk
inspirasi dan ekspirasi.

3. Efek Gastrointestinal
- Mual muntah akibat blok neuroaksial sebesar 20%, sehingga
menyebabkan hiperperistaltik gastrointestinal akibat aktivitas
parasimpatis dikarenakan oleh simpatis yg terblok. Hal ini
menguntungkan pada operasi abdomen karena kontraksi usus dapat
menyebabkan kondisi operasi maksimal.
- Mual muntah juga bisa akibat hipotensi, dikarenakan oleh hipoksia
otak yg merangsang pusat muntah di CTZ (dasar ventrikel ke IV)

18
2.22 Monitoring
Hal yang perlu diperhatikan adalah pernapasan, tekanan darah dan denyut
nadi. Tekanan darah bisa turun drastis akibat spinal anestesi, terutama terjadi pada
orang tua yang belumdiberikan loading cairan. Hal itu dapat kita sadari dengan
melihat monitar dan keadaan umumpasien. Tekanan darah pasien akan turun, kulit
menjadi pucat, pusing,mual, berkeringat.

2.23 Tinggi blok analgesia spinal


Faktor yang mempengaruhi:
Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah
analgesia
Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah analgesia
Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan
batas daerah analgetik.
Kecepatan: penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia
yang tinggi.Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk
1 ml larutan.
Maneuver valsava: mengejan meninggikan tekanan liquor
serebrospinal dengan akibatbatas analgesia bertambah tinggi.
Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik
cenderung berkumpul ke kaudal(saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-
4 obat cenderung menyebar ke cranial.
Berat jenis larutan: hiper, iso atau hipo barik
Tekanan abdominal yang meningkat: dengan dosis yang sama
didapat batas analgesiayang lebih tinggi.
Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis
makin besar dosisyang diperlukan.(BB tidak berpengaruh terhadap
dosis obat)
Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan,umumnya larutan
analgetik sudahmenetap sehingga batas analgesia tidak dapat lagi
diubah dengan posisi pasien.

19
2.24 Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-
1.008. Anastetik lokaldengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric.
Anastetik local dengan berat jenis lebihbesar dari css disebut hiperbarik. Anastetik
local dengan berat jenis lebih kecil dari cssdisebut hipobarik. Anastetik local yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperolehdengan mencampur anastetik
local dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanyadigunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.

2.25 Anestetik local yang paling sering digunakan


Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat
jenis 1.003, sifathyperbaric, dose 20-50mg(1-2ml).
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm air: berat jenis 1.005, sifat
isobaric, dosis 5-20mg.
Bupivakaine (markaine) 0.5% dlm dextrose 8.25%: berat jenis
1.027, sifat hiperbarik,dosis 5-15mg(1-3ml).

2.26 Penyebaran anastetik lokal tergantung


Faktor utama:
1.Berat jenis anestetik local(barisitas)
2.Posisi pasien
3.Dosis dan volume anestetik local

Faktor tambahan:
1. Ketinggian suntikan
2. Kecepatan suntikan/barbotase
3. Ukuran jarum
4. Keadaan fisik pasien
5. Tekanan intra abdominal

20
2.27 Komplikasi anestesia spinal
Komplikasi analgesia spinal dibagi menjadi komplikasi dini dan
komplikasi delayed.
Komplikasi tindakan
Hipotensi berat
o Akibat blok simpatis terjadi venous pooling. Pada dewasa
dicegah dengan memberikan infuscairan elektrolit 1000ml
atau koloid 500ml sebelum tindakan.
Bradikardia
o Dapat terjadi tanpa disertai hipotensi atau hipoksia,terjadi
akibat blok sampai T-2
Hipoventilasi
o Akibat paralisis saraf frenikus atau hipoperfusi pusat
kendali nafas
1.Trauma pembuluh saraf
2. Trauma saraf
3. Mual-muntah
4. Gangguan pendengaran
5. Blok spinal tinggi atau spinal total

2.28 Komplikasi pasca tindakan


1. Nyeri tempat suntikan.
2.Nyeri punggung.
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor.
4. Retensio urine.
5. Meningitis.

2.29 Komplikasi intraoperatif


Komplikasi kardiovaskular

21
Insiden terjadi hipotensi akibat anestesi spinal adalah 10-40%. Hipotensi
terjadi karenavasodilatasi, akibat blok simpatis, yang menyebabkan terjadi
penurunan tekanan arteriola sistemik dan vena, makin tinggi blok makin
berat hipotensi. Cardiac output akan berkurangakibat dari penurunan
venous return. Hipotensi yang signifikan harus diobati denganpemberian
cairan intravena yang sesuai dan penggunaan obat vasoaktif seperti efedrin
atau fenilefedrin. Cardiac arrest pernah dilaporkan pada pasien yang sehat
pada saat dilakukan anestesi spinal. Henti jantung bisa terjadi tiba-tiba
biasanya karena terjadi bradikardia yang berat walaupun hemodinamik
pasien dalam keadaan yang stabil. Pada kasus seperti ini,hipotensi atau
hipoksia bukanlah penyebab utama dari cardiac arrest tersebut tapi ia
merupakan dari mekanisme reflek bradikardi dan asistol yang disebut
reflek Bezold-Jarisch.Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan
infuse cairan kristaloid(NaCl,Ringerlaktat) secara cepat sebanyak 10-
15ml/kgbb dlm 10 menit segera setelah penyuntikan anesthesia spinal. Bila
dengan cairan infuse cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati
dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 19mg diulang
setiap 3-4 menit sampai mencapai tekanan darah yang dikehendaki.
Bradikardia dapat terjadi karena aliran darah balik berkurang atau karena
blok simpatis,dapat diatasi dengan sulfas atropine 1/8-1/4mg IV.

Blok spinal tinggi atau total


Anestesi spinal tinggi atau total terjadi karena akibat dari kesalahan
perhitungan dosis yangdiperlukan untuk satu suntikan. Komplikasi yang
bisa muncul dari hal ini adalah hipotensi,henti nafas, penurunan kesadaran,
paralisis motor, dan jika tidak diobati bisa menyebabkan henti jantung.
Akibat blok simpatetik yang cepat dan dilatasi arterial dan kapasitas
pembuluh darah vena, hipotensi adalah komplikasi yang paling sering
terjadi pada anestesi spinal. Hal ini menyebabkan terjadi penurunan
sirkulasi darah ke organ vital terutama otak dan jantung,yang cenderung
menimbulkan sequel lain. Penurunan sirkulasi ke serebral merupakan

22
faktor penting yang menyebabkan terjadi henti nafas pada anestesi spinal
total. Walau bagaimanapun, terdapat kemungkinan pengurangan kerja otot
nafas terjadi akibat dari blok pada saraf somatic interkostal. Aktivitas saraf
phrenik biasanya dipertahankan. Berkurangnya aliran darah ke serebral
mendorong terjadinya penurunan kesadaran. Jika hipotensi ini tidak di
atasi, sirkulasi jantung akan berkurang seterusnya menyebabkan terjadi
iskemik miokardiak yang mencetuskan aritmia jantung dan akhirnya
menyebakan henti jantung.Pengobatan yang cepat sangat penting dalam mencegah
terjadinya keadaan yang lebih serius,termasuk pemberian cairan, vasopressor,
dan pemberian oksigen bertekanan positif. Setelah tingkat anestesi spinal
berkurang, pasien akan kembali ke kedaaan normal seperti sebelum
operasi. Namun, tidak ada sequel yang permanen yang disebabkan oleh
komplikasi ini jikadiatasi dengan pengobatan yang cepat dan tepat.

Komplikasi respirasi
Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi,
bila fungsi paru-paru normal.
Penderita PPOM atau COPD merupakan kontra indikasi untuk
blok spinal tinggi.
Apnoe dapat disebabkan karena blok spinal yang terlalu tinggi
atau karena hipotensi berat dan iskemia medulla.
Kesulitan bicara,batuk kering yang persisten,sesak
nafas,merupakan tanda-tanda tidak adekuatnya pernafasan yang
perlu segera ditangani dengan pernafasan buatan.

2.30 Komplikasi postoperatif


Komplikasi gastrointestinal
Nausea dan muntah karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis
berlebihan,pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus
gastrointestinal serta komplikasi delayed, pusing kepala pasca pungsi
lumbal merupakan nyeri kepala dengan ciri khas terasa lebih berat pada

23
perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak. Mulai terasa pada 24-48jam
pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi. Pada orang tua
lebih jarang dan pada kehamilan meningkat.

Nyeri kepala (Postdural Puncture Headache)


Komplikasi yang paling sering dikeluhkan oleh pasien adalah nyeri kepala.
Nyeri kepala inibisa terjadi selepas anestesi spinal atau tusukan pada dural
pada anestesi epidural. Insidenterjadi komplikasi ini tergantung beberapa
faktor seperti ukuran jarum yang digunakan.Semakin besar ukuran jarum
semakin besar resiko untuk terjadi nyeri kepala. Selain itu,insidensi terjadi
nyeri kepala juga adalah tinggi pada wanita muda dan pasien yang
dehidrasi.Nyeri kepala post suntikan biasanya muncul dalam 6 48 jam
selepas suntikan anestesi spinal. Nyeri kepala yang berdenyut biasanya
muncul di area oksipital dan menjalar ke retroorbital, dan sering disertai
dengan tanda meningismus, diplopia, mual, dan muntah. Tanda yang
paling signifikan nyeri kepala spinal adalah nyeri makin bertambah bila
pasien dipindahkan atau berubah posisi dari tiduran/supinasi ke posisi
duduk, dan akan berkurang atau hilang total bila pasien tiduran. Terapi
konservatif dalam waktu 24 48 jam harus dicoba terlebih dahulu seperti
tirah baring, rehidrasi (secara cairan oral atau intravena),analgesic, dan suport
yang kencang pada abdomen. Tekanan pada vena cava akan menyebabkan terjadi
perbendungan dari plexus vena pelvik dan epidural, seterusnya
menghentikan kebocoran dari cairan serebrospinal dengan meningkatkan
tekanan extradural.Jika terapi konservatif tidak efektif, terapi yang aktif
seperti suntikan salin ke dalam epidural untuk menghentikan kebocoran.

Nyeri punggung
Komplikasi yang kedua paling sering adalah nyeri punggung akibat dari
tusukan jarum yang menyebabkan trauma pada periosteal atau ruptur dari
struktur ligament dengan atau tanpa hematoma intraligamentous. Nyeri
punggung akibat dari trauma suntikan jarum dapat di obatisecara

24
simptomatik dan akan menghilang dalam beberapa waktu yang singkat
saja.

Komplikasi neurologik
Insidensi defisit neurologi berat dari anestesi spinal adalah rendah.
Komplikasi neurologik yang paling benign adalah meningitis aseptik. Sindrom ini
muncul dalam waktu 24 jam setelah anestesi spinal ditandai dengan demam,
rigiditas nuchal dan fotofobia. Meningitis aseptic hanya memerlukan pengobatan
simptomatik dan biasanya akan menghilang dalambeberapa hari.Sindrom cauda
equina muncul setelah regresi dari blok neuraxial. Sindrom ini mungkin dapat
menjadi permanen atau bisa regresi perlahan-lahan setelah beberapa minggu atau
bulan. Ia ditandai dengan defisit sensoris pada area perineal, inkontinensia urin
dan fekal, dan derajat yang bervariasi pada defisit motorik pada ekstremitas
bawah.Komplikasi neurologic yang paling serius adalah arachnoiditis adesif.
Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu atau bulan setelah anestesi spinal
dilakukan. Sindrom ini ditandai oleh defisit sensoris dan kelemahan motorik pada
tungkai yang progresif. Pada penyakit initer dapat reaksi proliferatif dari
meninges dan vasokonstriksi dari vasculature korda spinal.Iskemia dan infark
korda spinal bisa terjadi akibat dari hipotensi arterial yang lama.Penggunaan
epinefrin didalam obat anestesi bisa mengurangi aliran darah ke korda spinal.
Kerusakan pada korda spinal atau saraf akibat trauma tusukan jarum pada spinal
maupun epidural, kateter epidural atau suntikan solution anestesi lokal intraneural
adalah jarang, tapi tetap berlaku.Perdarahan subaraknoid yang terjadi akibat
anestesi regional sangat jarang berlaku karena ukuran yang kecil dari struktur
vaskular mayor didalam ruang subaraknoid. Hanya pembuluh darah radikular
lateral merupakan pembuluh darah besar di area lumbar yang menyebar keruang
subaraknoid dari akar saraf. Sindrom spinal-arteri anterior akibat dari
anesthesiaadalah jarang. Tanda utamanya adalah kelemahan motorik pada tungkai
bawah karenaiskemia pada 2/3 anterior bawah korda spinal. Kehilangan sensoris
biasanya tidak merata dana dalah sekunder dari nekrosis iskemia pada akar
posterior saraf dan bukannya akibat dari kerusakan didalam korda itu sendiri.

25
Terdapat tiga penyebab terjadinya sindrom spinal-arteri: kekurangan bekalan
darah ke arteri spinal anterior karena terjadi gangguan bekalan darahdari arteri-
arteri yang diganggu oleh operasi, kekurangan aliran darah dari arteri karena
hipotensi yang berlebihan, dan gangguan aliran darah sama ada dari kongesti vena
mahu pun obstruksi aliran. Anestesi regional merupakan penyebab yang mungkin yang
menyebabkan terjadinya sindrom spinal-arteri anterior oleh beberapa faktor.
Contohnya anestesi spinalmenggunakan obat anestesi lokal yang dicampurkan
dengan epinefrin. Jadi kemungkinanepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi
pada arteri spinal anterior atau pembuluh darahyang memberikan bekalan darah.
Hipotensi yang kadang timbul setelah anestesi regionaldapat menyebabkan
kekurangan aliran darah. Infeksi dari spinal adalah sangat jarang kecualidari
penyebaran bacteria secara hematogen yang berasal dari fokal infeksi ditempat
lain. Jikaanestesi spinal diberikan kepada pasien yang mengalami bakteriemia,
terdapat kemungkinanterjadi penyebaran ke bakteri ke spinal. Oleh yang
demikian, penggunaan anestesi spinal padapasien dengan bakteremia merupakan
kontra indikasi relatif. Jika infeksi terjadi di dalamruang subaraknoid, akan
menyebabkan araknoiditis. Tanda dan symptom yang palingprominen pada
komplikasi ini adalah nyeri punggung yang berat, nyeri lokal,
demam,leukositosis, dan rigiditas nuchal. Oleh itu, adalah tidak benar jika
menggunakan anestesiregional pada pasien yang mengalami infeksi kulit loka
pada area lumbar atau yang menderita selulitis. Pengobatan bagi komplikasi ini
adalah dengan pemberian antibiotik dan drenase jika perlu.

Retentio urine / Disfungsi kandung kemih


Disfungsi kandung kemih dapat terjadi selepas anestesi umum maupun
regional. Fungsikandung kencing merupakan bagian yang fungsinya
kembali paling akhir pada analgesiaspinal,umumnya berlangsung selama
24 jam. Kerusakan saraf pemanen merupakankomplikasi yang sangat
jarang terjadi.

26
2.31 Pencegahan
Pakailah jarum lumbal yang lebih halus (no. 23 atau no. 25).
Posisi jarum lumbal dengan bevel sejajar serat duramater.
Hidrasi adekuat, minum/infuse 3L selama 3 hari.

2.32 Pengobatan
Posisi berbaring terlentang minimal 24 jam
Hidrasi adekuat.
Hindari mengejan.
Bila cara diatas tidak berhasil pertimbangkan pemberian epidural
blood patch yakni penyuntikan darah pasien sendiri 5-10ml ke
dalam ruang epidural. Cara ini umumnya memberikan hasil yang
nyata/segera (dalam waktu beberapa jam) pada lebih dari 90%
kasus.

27
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Muliadi
Usia : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jln. Rela
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk Rumah Sakit : 24/04/2016
No RM :24-00-3
II. ANAMNESA
Tuan Muliadi, 45 tahun datang ke RS Haji Medan pada tanggal 24-04-
2016 dengan keluhan Sakit perut kanan bawah.
Telaah :
Pasien datang ke Poli RS Haji Medan dengan keluhan adanya
benjolan di lipat paha sebelah kiri yang tidak dapat masuk walaupun di
dorong dengan tangan sejak 1 tahun ini. Benjolan tersebut dirasakan
timbul sejak 9 tahun yang lalu. Benjolan awalnya sebesar kelereng yang
hilang timbul. Sekarang benjolan sebesar buah apokat. pasien merasa
Benjolan tidak dapat menghilang sejak 1 tahun ini. Pada saat Pasien
berbaring benjolan tidak dapat menghilang, pada saat beraktivitas dan
mengedan makin timbul. BAB dan BAK (normal).
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi tidak terkontrol, Asma, dan DM (-), Penyakit Kronis lainya (-).

28
Riwayat Kebiasaan
Pasien menceritakan bahwa Pasien seorang pegawai pabrik dan sering
mengangkat beban berat. Hal ini dilakukan pasienhampir setiap hari selama 20
tahun terakhir.
Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke puskesmas
Riwayat Alergi Obat
Os mengaku bahwa Os tidak memiliki riwayat alergi obat.

III. PEMERIKSAAN FISIK


TB : 170 cm
BB : 55 kg

Pemeriksaan Kepala
Mata : Conjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
isokor, Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Sekret (-), Deviasi (-), Pernapasan Cuping Hidung (-)
Bibir : Mukosa bibir basah, sianosis (-)
Gigi : Caries (-)

Pemeriksaan Leher
Pembesaran KGB : (-)
Tiroid : Dalam batas normal

Axilla :
Pembesaran KGB axilla :(-)
Pemeriksaan Thoraks :

29
Paru-paru:
Depan
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri , nyeri (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Belakang
Inspeksi : Simetris fusiformis
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara pernapasan : vesikuler
Suara tambahan : (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, regular

Regio Abdomen
Inspeksi : Simetris, membesar (-)
Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal

Genitalia
Inguinal : pembesaran KGB (-) *Status Lokalis
Rectal Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas
Kekuatan otot : ESD: 55555 ESS: 55555

30
55555 55555
EID: 55555 EIS: 55555
55555 55555
Sensibilitas : Dextra dan sinistra tidak ada kelainan.

Status Lokalis
Regio Abdomen - inguinalis Dextra
Inspeksi : Distensi (-), jejas (-), benjolan (+) di regio inguinal dextra
Auskultasi : BU (+)normal
Palpasi : Defans muskular (-), nyeri tekan (+), hepar dan lien tidak teraba
Inguinalis sinistra :
- Pada posisi tidur tampak benjolan (+),
- Warna benjolan sama dengan kulit sekitar
- Ukuran benjolan sekitar 20x20 cm
- Konsistensi kenyal, permukaan rata
- Nyeri tekan (-) pada benjolan, terasa hangat (-)

Pemeriksaan penunjang :
Hasil Laboratorium :
Darah rutin
Hb : 14,8 gr/dL
HT : 41,5 %
Eritrosit : 4.6 x 106/L
Leukosit : 17.300 /L
Trombosit : 202.000 /L
Metabolik
KGDS : 100 mg/dL

31
DIAGNOSA KERJA
Hernia Inguinalis Lateralis Sinistra irreponible

RENCANA TINDAKAN
Tindakan : Hernioraphy
Anastesi : RA-SAB
PS-ASA :3
Posisi : Supine
Pernafasan : Spontan + nasal canul Oksigen 2L/menit

KEADAAN PRA BEDAH


PRE OPERATIF

B1 (BREATH)
Airway : Clear
RR : 22 x/menit
SP : Vesikuler kanan dan kiri
ST : Ronki (-), Wheezing (-/-)
B2 (BLOOD)
Akral : Hangat
TD : 100/70 mmHg
HR : 96 x/menit
B3 (BRAIN)
Sensorium : Compos Mentis
Pupil : Isokor kanan dan kiri, diameter: 3mm/3mm
Reaksi Cahaya : +/+
B4 (BLADDER)
UOP : 100 cc
Kateter : 250 cc

32
B5 (BOWEL)
Abdomen : Soepel
Peristaltik : Normal (+)
Mual/Muntah : +/+
B6 (BONE)
Oedem :-

Durasi Operatif
Lama Anastesi : 10.50 10.55
Lama Operasi : 11.05 12.05
Jenis Anestesi : RA-SAB (Regional Anasthesi Subrachnoid Block)

Teknik Anestesi : Posisi duduk Identifikasi L3-L4 desinfektan betadine


+ alkoho l 70% insersi spinocain 25G CSF (+), darah(-) inj.Bupivacaine
20mg Atur blok setinggi T4

Teknik anestesia :
1. Memposisikan pasien dengan kondisi duduk, meluruskan punggung dan kaki,
tapi tetap dalam keadaan tidak tegang, dan menundukkan kepala.
2. Lokasi injeksi diberi antiseptik
3. Identifikasi ruang interspinosus diantara L4 L5.
4. Dilanjutkan anestesi dengan insersi spino catheter ukuran 27 gauge, darah (-)
dan cairan serebrospinal (+).
5. Injeksi bupivacaine 0.5% 15 mg kemudian dilakukan pengecekan area sensoris,
motoris dan tanda tanda toksikasi pada pasien.

Obat-obatan
Premedikasi :
- Inj. Ranitidin 25 mg
- Inj. Ondansetron 4mg

33
Medikasi
o Fentanyl 50 g
o Bupivacain 0,5 % 20 mg
Relaksan : -

Jumlah Cairan
PO : RL 500cc
DO : RL 500 cc

Produksi Urin
- memakai kateter
PO : 100cc
DO : 250cc

Perdarahan
Kassa basah : 0x10 = 10cc
Kassa basah : 6x5 = 30cc
Suction : - cc
Total : 40 cc

Catatan
EBV : 55 kg x 70 = 3850 cc
EBL :
10% = 385 cc
20% = 770 cc
30% = 1155 cc

Durasi Operatif
Lama Anastesi : 10.40 selesai
Lama Operasi : 10.45 12.05

34
Post Operasi
Operasi berakhir pukul 12.05 WIB
Setelah operasi selesai pasien di observasi di Recovery Room. Tekanan Darah,
Nadi, Pernafasan dipantau hingga kembali normal. Pasien boleh pindah ke
ruangan bila Alderette Score > 8
Pergerakan :2
Pernafasan :2
Warna Kulit :2
Tekanan Darah :2
Kesadaran :2
Dalam hal ini, pasien memiliki score 10 sehingga bisa dipindahkan ke ruang
rawat.

Perawatan Post Operasi


Setelah operasi selesai, pasien dibawa ke ruang pemulihan, setelah dipastikan
pasien pulih dari anastesi dan keadaan umum, kesadaran serta vital sign stabil,
pasien dipindahkan ke bangsal dengan anjuran bedrest 24 jam, tidur telentang,
karena obat anastesi masih ada.

Terapi Post Operasi


- Istirahat sampai pengaruh obat anastesi hilang
- IVFD RL 32gtt/menit
- Minum sedikit sedikit
- Inj. Ketorolac 30mg/8jam IV
- Inj. Ranitidin 50mg/12jam IV
- Inj. Metoclopramide 10mg/8jam IV

35
DAFTAR R PUSTAKA

1. De Jong, W., Sjamsuhidajat, R.,(editor). 2004. Buku Ajar Ilmu


Bedah. Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
2. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Jilid II. EGC : Jakarta.
3. Brunicardi, F Charles. 2005. Inguinal Hernias. Schwartzs
Principles of Surgery. Eighth edition. New York. Mc Graw-Hill.
1353-1394.
4. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis
Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif FKUI
5. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr.
Ruswan Dahlan, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan
terapi Intensif FKUI
6. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia,
Updated: Aug 7, 2009. Accessed on 22th December 2016 at
www.emedicine.com
7. Basic of Anesthesia. Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2014.

36

Anda mungkin juga menyukai

  • HW Book Reading (Cover)
    HW Book Reading (Cover)
    Dokumen2 halaman
    HW Book Reading (Cover)
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • PH
    PH
    Dokumen39 halaman
    PH
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Ke Simp Ulan
    Ke Simp Ulan
    Dokumen1 halaman
    Ke Simp Ulan
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Penyakit Pada Konjungtiva
    Penyakit Pada Konjungtiva
    Dokumen34 halaman
    Penyakit Pada Konjungtiva
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen29 halaman
    Bab I
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Terapi Cairan
    Terapi Cairan
    Dokumen19 halaman
    Terapi Cairan
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • THT Fix
    THT Fix
    Dokumen16 halaman
    THT Fix
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • 126 251 1 SM
    126 251 1 SM
    Dokumen12 halaman
    126 251 1 SM
    aidil
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen3 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Meningioma Translt
    Meningioma Translt
    Dokumen4 halaman
    Meningioma Translt
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Dokumen42 halaman
    Paper & Lapkas Anastesi O.P Omsk Syip
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Definisi TB Paru
    Definisi TB Paru
    Dokumen9 halaman
    Definisi TB Paru
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Varikokel
    Varikokel
    Dokumen35 halaman
    Varikokel
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • PPT Refrat
    PPT Refrat
    Dokumen9 halaman
    PPT Refrat
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen4 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Astrocytoma Translt
    Astrocytoma Translt
    Dokumen1 halaman
    Astrocytoma Translt
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen8 halaman
    Bab Iv
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Akg 2013
    Akg 2013
    Dokumen3 halaman
    Akg 2013
    schailichs
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • PARVOVIRUS B19 DAN PENYAKITNYA
    PARVOVIRUS B19 DAN PENYAKITNYA
    Dokumen6 halaman
    PARVOVIRUS B19 DAN PENYAKITNYA
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Omsk Lapkas THT
    Omsk Lapkas THT
    Dokumen33 halaman
    Omsk Lapkas THT
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • Rinitis Atrofi
    Rinitis Atrofi
    Dokumen16 halaman
    Rinitis Atrofi
    gigikanan
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen3 halaman
    Wawancara
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • BADGE Koass Anak
    BADGE Koass Anak
    Dokumen2 halaman
    BADGE Koass Anak
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat
  • 126 251 1 SM
    126 251 1 SM
    Dokumen12 halaman
    126 251 1 SM
    aidil
    Belum ada peringkat
  • Anestesi Pada THT
    Anestesi Pada THT
    Dokumen16 halaman
    Anestesi Pada THT
    Iwan PuTera PrataMa
    Belum ada peringkat