Anda di halaman 1dari 12

PPOK

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis adalah :

a. Aktivitas dan istirahat

1) Gejala :

- Keletihan, kelemahan, malaise.

- Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.

- Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

- Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

2) Tanda :

- Keletihan.

- Gelisah, insomnia.

- Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.

b. Sirkulasi

1) Gejala

- Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.

2) Tanda :

- Peningkatan tekanan darah.

- Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.

- Distensi vena leher atau penyakit berat.

- Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.

- Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)

- Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis, kuku tabuh dan
sianosis perifer.
- Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Integritas ego

1) Gejala :

- Peningkatan faktor resiko.

- Perubahan pola hidup.

2) Tanda :

- Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d. Makanan atau cairan

1) Gejala :

- Mual atau muntah.

- Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).

- Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

- Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan


edema (bronchitis).

2) Tanda :

- Turgor kulit buruk.

- Edema dependen.

- Berkeringat.

- Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan (emfisema).

- Palpasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (bronchitis).

e. Hygiene

1) Gejala :

- Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas


sehai-hari.

2) Tanda :

- Kebersihan buruk, bau badan.


f. Pernafasan

1) Gejala :

- Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada
emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma),
rasa dada tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas (asma).

- Lapar udara kronis.

- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun selama
minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau,
putih atau kuning) dapat banyak sekali (bronkhitis kronis).

- Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat
menjadi produktif (emfisema).

- Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan pernafasan dalam
jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau asap misalnya asbes, debu
batubara, rami katun, serbuk gergaji.

- Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin (emfisema).

- Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

2) Tanda :

- Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang dengan


mendengkur, nafas bibir (emfisema).

- Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan eksasebrasi akut
(bronchitis kronis).

- Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi fosa


supraklavikula, melebarkan hidung.

- Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk barrel chest),
gerakan diafragma minimal.

- Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), menyebar, lembut, atau
krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi, sepanjang area paru pada ekspirasi dan
kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas
(asma).

- Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara dengan
emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi, cairan, mukosa.
- Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.

- Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan keseluruhan, warna
merah (bronkhitis kronis, biru menggembung). Pasien dengan emfisema sedang sering
disebut pink puffer karena warna kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan
frekuensi pernafasan cepat.

- Tabuh pada jari-jari (emfisema).

g. Keamanan

1) Gejala :

- Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.

- Adanya atau berulangnya infeksi.

- Kemerahan atau berkeringan (asma).

h. Seksualitas

1) Gejala :

- Penurunan libido.

i. Interaksi sosial

1) Gejala :

- Hubungan ketergantungan.

- Kurang sistem pendukung.

- Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.

- Penyakit lama atau kemampuan membaik.

2) Tanda :

- Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena distress


pernafasan.

- Keterbatasan mobilitas fisik.

- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

j. Penyuluhan atau pembelajaran


1) Gejala :

- Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.

- Kesulitan menghentikan merokok.

- Penggunaan alkohol secara teratur.

- Kegagalan untuk membaik.

2) Rencana pemulangan :

- Bantuan dalam berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, perawatan rumah


atau mempertahankan tugas rumah.

- Perubahan pengobatan atau program terapeutik.

Engram (2000) menambahkan pengkajian data dasar pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :

a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penunjang :

1) Merokok produk tembakau (faktor-faktor penyebab utama).

2) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.

3) Riwayat alergi pada keluarga.

4) Riwayat asma pada masa kanak-kanak.

b. Riwayat atau adanya faktor-faktor yang dapat mencetuskan eksaserbasi, seperti alergen
(serbuk, debu, kulit, serbuk sari, jamur) stress emosional, aktivitas fisik berlebihan, polusi udara,
infekasi saluran nafas, kegagalan program pengobatan yang dianjurkan.

c. Pemeriksaan fisik yang berdasarkan pengkajian sistem pernafasan (Apendiks A) yang


meliputi :

1) Manifestasi klasik dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

a) Peningkatan dispnea (paling sering ditemukan).

b) Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat


bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).

c) Penurunan bunyi nafas.

d) Takipnea.

e) Ortopnea.

2) Gejala gejala menetap pada proses penyakit dasar :


a) Asma

(1) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan


perasaan dada seperti terikat.

(2) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar


tanpa stetoskop.

(3) Pernafasan cuping hidung.

(4) Ketakutan dan diaforesis.

b) Bronkitis

(1) Batuk produktif dengan sputum berwarna putih keabu-abuan, yang biasanya terjadi pada
pagi hari dan sering diabaikan oleh perokok (disebut batuk perokok).

(2) Inspirasi ronkhi kasar (crackles) dan mengi.

(3) Sesak nafas.

c) Bronkitis (Tahap Lanjut)

(1) Penampilan sianosis (karena polisitemia yang terjadi akibat dari hipoksemia kronis)

(2) Pembengkakan umum atau penampilan puffy (disebabkan oleh udema asistemik yang
terjadi sebagai akibat dari kor pulmonal), secara klinis, pasien ini umumnya disebut blue
bloaters.

d) Emfisema

(1) Penampilan fisik kurus dengan dada barrel chest (diameter toraks anterior posterior
meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).

(2) Fase ekspirasi memanjang.

e) Emfisema (Tahap Lanjut)

(1) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini sering digambarkan secara
klinis sebagai pink puffers.

(2) Jari-jari tabuh.

d. Pemeriksaan diagnostik :

1) Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi.
2) Sinar x dada menunjukkan hiperinflasi paru-paru, pembesaran jantung dan bendungan
pada area paru-paru.

3) Pemeriksaan fungsi pru menunjukkan peningkatan kapasitas paru-paru total (KPT) dan
volume cadangan paru (VC), penurunan kapasitas vital (KV), dan volume ekspirasi kuat (VEK).

4) Jumlah Darah Lengkap menunjukkan peningkatan hemoglobin, hematokrit, dan jumlah


darah merah (JDM).

5) Kultur sputum positif bila ada infeksi.

6) Esei imunoglobin menunjukkan adanya peningkatan IgE serum (Immunoglobulin E) jika


asma merupakan salah satu komponen dari penyakit tersebut.

e. Kaji persepsi diri sendiri tentang mengalami penyakit kronis.

f. Kaji berat badan dan rata-rata masukkan cairan dan diet harian.

2. Fokus Intervensi

Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2000) adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan


produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

Engram (2000) menambahkan diagnose keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.

Intervensi Keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Doenges
(2000) adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasma, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien akan


mempertahankan jalan nafas yang paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas dengan kriteria
hasil pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas misalnya batuk
efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

Mandiri :

1) Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas misalnya mengi, krekels, ronkhi.

2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi atau ekspirasi.

3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan lapar udara, gelisah, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan otot bantu.

4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk
pada sandaran tempat tidur.

5) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

6) Observasi karakteristik batu, misalnya batuk menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk.

7) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan air
hangat. Anjurkan masukan cairan antara sebagai pengganti makanan.

Kolaborasi :

1) Berikan obat sesuai indikasi.

a) Bronkodilator misalnya albuterol (ventolin).

b) Analgesik, penekan batuk atau antitusif misalnya dextrometorfan.

c) Berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan.

d) Bantu pengobatan pernafasan misalnya fisioterapi dada.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan supply oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekresi, spasma bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan


perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan
bebas gejala distress pernafasan dengan kriteria hasil pasien akan berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam tingkat kemampuan atau situasi.
Intervensi :

Mandiri :

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidakmampuan berbicara atau berbincang.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi
individu.

3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila di indikasikan.

5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.

6) Palpasi fremitus.

7) Awasi tingkat kesadaran atau status mental. Selidiki adanya perubahan.

8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas
pasien atau dorong untuk tidur atau istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien
melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi individu.

9) Awasi tanda vital dan irama jantung.

Kolaborasi :

1) Awasi dan gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.

3) Berikan penekan SSP (antiansietas, sedative, atau narkotik) dengan hati-hati.

4) Bantu intubasi, berikan atau pertahankan ventilasi mekanik dan pindahkan ke UPI sesuai
instruksi untuk pasien.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,


kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual atau muntah.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan


peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat dengan kriteria hasil pasien akan
menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi :

Mandiri :
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makanan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.

2) Auskultasi bunyi usus.

3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan
tisu.

4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi
kecil tapi sering.

5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

6) Hindari makanan yang sangat panas atau yang sangat dingin.

7) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Kolaborasi :

1) Konsul ahli gizi atau nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral atau selang, nutrisi parenteral.

2) Kaji pemeriksaan laboratorium misalnya glukosa, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral
atau elektrolit sesuai indikasi.

3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
(penurunan kerja silia, menetapnya sekret), tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan,
peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis, malnutrisi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menyatakan


pemahaman penyebab atau faktor resiko individu dengan kriteria hasil pasien akan
mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi dan pasien akan
menunjukkan teknik, perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi :

Mandiri :

1) Awasi suhu.

2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan
adekuat.

3) Observasi warna, karakter, bau sputum.


4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan cuci tangan
yang benar (perawat dan pasien) dan penggunaan sarung tangan bila memegang atau
membuang tisu, wadah sputum.

5) Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.

6) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.

7) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.

Kolaborasi :

1) Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk pewarnaan kuman
gram, kultur atau sensitivitas.

2) Berikan antimikrobial sesuai indikasi.

Engram (2000) menambahkan intervensi keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pasien menunjukkan


peningkatan toleransi terhadap aktivitas dengan kriteria hasil menurunnya keluhan tentang
nafas pendek dan lemah dalam melaksanakan aktivitas.

Intervensi :

1) Pantau nadi dan frekuensi nafas sebelum dan sesudah beraktivitas.

2) Lakukan penghematan energi dalam melaksanakan prosedur berikut :

a) Berikan bantuan dalam melaksanakan AKS sesuai dengan yang diperlukan.

b) Sediakan interval waktu diantara kegiatan untuk memungkinkan istirahat diantara


kegiatan.

c) Tingkatkan aktivitas secara bertahap sejalan dengan peningkatan hasil gas darah arteri dan
dapat diantisipasinya tanda dan gejala dari penekanan pernafasan.

d) Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering dengan makanan yang mudah dikunyah.

b. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk menetap.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kebutuhan tidur
terpenuhi dengan kriteria hasil melaporkan perasaan dapat istirahat.

Intervensi :

1) Jika ada pengobatan untuk paru-paru aturlah pemberian obat tersebut untuk diberikan
sebelum waktu tidur. Berikan obat anntitusif yang diprogramkan.

2) Pastikan ventilasi ruangan baik. Atur pengadaan humidifier udara jika diperlukan. Anjurkan
penggunaan oksigen selama tidur jika diperlukan.

3) Pertahankan ruangan bebas dari bahan iritan seperti asap, serbuk bunga dan pengharum
ruangan.

4) Pada waktu tidur, ijinkan pasien mandi dengan pancuran air hangat atau mandi biasa.

5) Bantu pasien untuk mnedapatkan posisi yang nyaman, biasanya dengan meninggikan
bagian kepala tempat tidur sekitar 30 derajat.

Anda mungkin juga menyukai