Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUN TEORI

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Pengertian
Kehamilan ektopik adalah implantasi yang terjadi di tempat lain selain rongga uterus. Tempat tersebut
meliputi tuba uterina, ovarium, serviks, dan abdomen (Myles, 2009).Lebih dari 95% kehamilan ektopik
berada di saluran telur (tuba Fallopi). Kehamilan ektopik terjadi karena sel telur yang sudah dibuahi dalam
perjalanannya menuju endometrium tersendat sehingga embrio sudah berkembang sebelum mencapai cavum
uteri dan akibatnya akan tumbuh di luar rongga rahim. Bila kemudian tempat nidasi tersebut tidak dapat
menyesuaikan diri dengan besarnya buah kehamilan, akan terjadi ruptura dan menjadi kehamilan ektopik yang
terganggu (Sarwono, 2009).
Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamian ektopik dapat dibagi menjadi 5 berikut ini :
1. Kehamilan tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas :
Pars ampularis (55%), pars ismika (25%), pars fimbriae (17%), dan pars intertisialis (2%).
2. Kehamilan ektopik lain (<5%) antara lain terjadi di serviks, uterus (kehamilan kanalis servikalis, kehamilan
kornu), ovarium, atau abdominal (primer, sekunder). Untuk kehamilan abdominal lebih sering merupakan
kehamilan abdominal sekunder.
3. Kehamilan intraligamenter, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda dimana satu janin berada di kavum uteri sedangkan yang
lain merupakan kehamilan ektopik (Sarwono, 2009).
Kejadian kehamilan ektopik bervariasi pada setiap pusat penelitian atau rumah sakit. Frekuensi ini tergantung
dari beberapa faktor diantaranya :
1) Pemakaian antibiotika
Menyebabkan kesembuhan dari infeksi pada tuba,tetapi lumennya menyempit sehingga memperbesar kejadian
hamil ektopik.
Pemakaian alat kontrasepsi meningkatkan kejadian kehamilan ektopik, karena fungsinya menghindari hamil
tetapi tidak sekaligus mengurangi kejadian hamil ektopik.
2) Umur penderita hamil ektopik antara 20 sampai 40 tahun dengan puncaknya pada usia 30 tahun.
3) Variasi frekuensinya antara 1 ; 125-330 kasus (Manuaba, 1998).

2.1.2 Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi mudah dimengerti sesuai
dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidaso terjadi di luar kaum uteri atau di
luar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini, antara
lain :
1. Faktor tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen pada tuba menyempit atau buntu. Keadaan
uterus yang mengalami hipoplasia lumen tuba sempit dan berkelok-kelok panjang dan hal ini sering di sertai
gangguan fungsi silia endosalping. Juga pada keadaan pascaoperasi recanalisasi tuba dapat merupakan
prdisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Faktor tuba lainnya adalah kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital.
Adanya tumor di sekitar saluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan
perubahan bentuk dan patensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
2. Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat attau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan
pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
3. Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat membutuhkan proses
khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
4. Faktor hormonal
Pada akseptor pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat.
Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
5. Faktor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD dimana proses peradangan yang dapat timbul pada
endometrium dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Faktor umum penderita yang
sudah menua da faktor perokok juga sering dihubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik (Sarwono,
2009).
Faktor resiko kehamilan ektopik :
1. Kehamilan ektopik sebelumnya
2. Pembedahan sebelumnya terhadap tuba uterina
3. Pajanan terhadap dietilstilbestrol dalam uterus
4. Abnormalitas kongenital pada tuba
5. Infeksi sebelumnya, termasuk klamidia. gonorea, da penyakit inflamasi pelvis
6. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
7. Teknik reproduktif bantuan (Myles, 2009).

2.1.3 Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di kavum uteri. Telur di
tuba bernidasi secara kolumner atau inter kolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau
sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur selanjutnya di batasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan kemudian di resorbsi.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan, karena tuba bukan tempat untuk
pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Ovum mati dan kemudian diresorbsi, dalam hal ini sering kali adanya kehamilan tidak di ketahui, dan
perdarahan dari uterus yang timbul sesudah meninggalnya ovum, penderita tidak mengeluh apa-apa dan di
anggap sebagai haid yang datangnya agak terlambat.
2. Abortus ke dalam lumen tuba (abortus tubaria)
Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan menyebabkan timbulnya
perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula
mengalir terus ke rongga peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele
retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya
ruptur pada pars interstialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur
ialah penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Hasil akhir kehamilan pada tuba :
1. Aborsi tuba
Konseptus yang sedang berkembang memisah dan dikeluarkan meluli ujung tuba uteria yang berfimbria. Hal
ini lebih banyak terjadi di ampula.
2. Mola tuba
Perdarahan di sekitar embrio yang menyebabkan kematiannya. Darah menggumpal di sekitar konseptus dan
menutupinya. Produk tersebut tertahan dalam tuba dan kemungkinan perlu dikeluarkan.
3. Ruptur tuba
Diniding mengalami distensi akibat kehamilan dan dipenetrasi oleh trofoblast hingga ruptur. Hal ini dapat
terjadi secara bertahap atau terjadi sebagai episode akut.
4. Kehamilan pada abdomen
5. Kematian Ibu (Myles, 2009).
2.1.4 Gambaran klinik.
Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda. Dari perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam
ronga perut sampai terdapat nya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosanya. Gejala dan
tanda tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan
ektopik terganggu, derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita sebelum hamil
(Sarwono,2009).
Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas kalau sudah terganggu.
Terjadi akibat pecahnya kehamilan ektopik dan gangguan hemodinamik berupa hepovolemik akibat
perdarahan. Kehamilan ektopik yang masih muda dan utuh, gejala-gejalanya sama dengan kehamilan muda
yang intrauterine.
Tanda khas / Trias gejala klinik hamil ektopik :
1. Nyeri yang terlokalisasi/nyeri abdomen
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ekopik terganggu. Pada ruptur tuba nyeri perut bagian bawah
terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan
masuk dalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri
mula-mula terdapat pada satu sisi; tetapi, setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke
bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri (sarwono,
2009).
Nyeri perut ini datang setelah mengangkat benda yang berat, buang air besar tapi kadang-kadang juga waktu
pasien sedang beristirahat (obstetri patologi UNPAD, 1984).
2. Amenore
Lamanya amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak
mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya (obstetri patologi UNPAD, 1984).
3. Perdarahan vagina atau spotting
Perdarahan vagina merupakan lanjutan dari amenore. Ini terjadi karena matinya telur decidua mengalami
degenerasi dan nekrose dan dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit, perdarahan
yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa (obstetri patologi UNPAD, 1984).
Hilangnya darah dari peredaran darah umum yang mengakibatkan penderita tampak anemis, daerah ujung
ekstremitas dingin, berkeringat dingin, kesadaran menurun, dan pada abdomen terdapat timbunan darah.
Setelah kehamilannya mati, desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam bentuk desidu spuria, seluruhnya
dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti menstruasi (Manuaba, 1998).
Tanda tidak khas :
1) Nyeri bahu dan leher
Nyeri bahu merupakan indikasi dari perdarahan peritoneal.
2) Distensi abdomen
Perut penderita biasanya tegang dan agak kembung dan akan terasa nyeri saat dipalpasi.
3) Mual,muntah (indikasi perdarahan dalam rongga peritoneal).
4) Pusing, pingsan (indikasi perdarahan dalam rongga peritoneal).
5) Apireksia
6) Nyeri pada toucher : terutama kalau serviks digerakkan atau pada perabaan cavum Douglasi (nyeri digoyang)
7) Pembesaran uterus : pada kehamilan ektopik uterus membesar juga karena pengaruh hormon-hormon
kehamilan tapi pada umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan dengan uterus pada kehamilan intrauterine
yang sama umurnya.
8) Tumor dalam rongga panggul : dalam rongga panggul teraba tumor lunak kenyal yang disebabkan kumpulan
darah di tuba dan sekitarnya.
9) Gangguan kencing : kadang-kadang terdapat gejala besar kencing karena perangsangan peritonium oleh darah
di dalam rongga perut.
10) Perubahan darah: dapat di duga bahwa kadar haemoglobin turun pada kehamilan tuba yang terganggu karena
perdarahan yang banyak dalam rongga perut.
2.1.5 Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik belum terganggu sedemikian besarnya,
sehingga sebagian besar penderitanya mengalmi abortus tuba atau ruptur tuba sebelum keadaan menjadi jelas.
Bila diduga ada kehamilan ektopik yang belum terganggu, penderita segera dirawat di rumah sakit. Alat bantu
diagnostik yang dapat digunakan adalah ultrasonografi, laporoskopi, atau kuldoskopi.
Untuk menegakkan diagnosis hamil ektopik terganggu dengan melakukan :
1. Anamnesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu
Terdapat amenorea (terlambat datang bulan)
Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri di daerah bahu dan seluruh abdomen.
Terdapat perdarahan melalui vaginal
2. Pemeriksaan fisik
a) Fisik umum
Penderita tampak anemis dan sakit
Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma tidak sadar
Daerah ujung dingin
Pemeriksaan nadi meningkat, tekanan darah turun sampai syok
Pemeriksaan abdomen : perut kembung, terdapat cairan bebas darah, nyeri saat perabaan
b) Pemeriksaan khusus melalui vaginal
Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks
Kavum douglas menonjol dan nyeri
Mungkin tersasa tumor di samping uterus
Pada hematokel tumor dan uterus sulit dibedakan
3. Kehamilan abdominal
Kehamilan abdominal dapat berlanjut sampai mencapai besar tertemtu. Dalam perkembangannya kadang-
kadang mencapai aterm, atau mati karena kekurangan nutrisi yang disebabkan plasenta tidak mencapai tempat
yang baik. Karena implantasi di luar rahim, setiap gerakan menimbulkan rasa sakit, gerakan janin tampak
dengan jelas di bawah dinding abdomen. Pada palpasi janin langsung teraba di bawah kulit abdomen,
ballotment tidak terjadi.
Pemeriksaan untuk membantu diagnosis:
1. Tes kehamilan
Apabila tes nya positip, itu dapat membantu diagnosis.
2. Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat: pada perdarahan dalam rongga perut tanda syok dapat di temukan. Pada
jenis ini nyeri tidak mendadak pada perut bagian bawah hanya sedikit mengembung dan nyeri tekan.
3. Anamnesis
Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda nyeri
perut bagian bawah.
4. Pemeriksaan ginekologi
Tanda kehamilan muda mungkin ditemukan, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang teraba tumor disamping uterus dengan batas yang
sukar ditentukan.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna dalam menegakan diagnosis kehamilan ektopik
terganggu terutama ada tanda perdarahan dalam ronggan perut.
6. Pemeriksaan Kuldosintesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah, cara
ini amat berguna dalam membantu diagnosis kehamilan ektopik terganggu.
7. Pemeriksaan ultrasonografi
Pemeriksaan ini berguna dalam diagnostic kehamilan ektopik. Diagnosis pastinya ialah apa bila ditemukan
kantong gestasi diluar uterus yang didalam nya tampak denyut jantung janin.
8. Pemeriksaan Laparoskopi
Digunakan sebagai alat Bantu diagnostic terahir untuk kehamilan ektopik (Buku pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal, 2002).
2.1.6 Diagnosis Banding
1. Abortus imminens/abortus inkompletus
2. Penyakit radang panggul / infeksi pelvik (akut / kronik)
3. Torsi kista ovarii
4. Metroragia karena kelainan ginekologik atau organik lainnya.
5. Apenditis akut
2.1.7 Penatalaksanaan Atau Penanganan
1. Setelah diagnosis ditegakan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
2. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber
perdarahan harus dihentikan.
3. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500
ml dalam lima menit pertama) atau 2l dalam dua jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
4. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini
a) Pastikan darah yang dihisap dari rongga obdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang
steril
b) Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukan kedalam kantung darah (blood bag) apabila
kantung darah tidak tersedia masukan dalam botol bekas cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan
diberikan larutan sodium sitrat 10ml untuk setiap 90ml darah.
c) Transfusikan darah melalui selang transfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
5. Tindakan dapat berupa :
a) Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
b) Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang
masih ada) yaitu mengeluarkan hasil konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian
tersebut. Resiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (hasil ektopik
ulangan).
6. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh
proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri anti biotik kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas.
7. Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat diberikan :
a) Ketoprofen 100 mg supositoria.
b) Tramadol 200 mg IV.
c) Pethidin 50 mg IV (siapkan anti dotum terhadap reaksi hipersensitivitas)
8. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari.
9. Konseling pasca tindakan
a) Kelanjutan fungsi reproduksi.
b) Resiko hamil ektopik ulangan.
c) Kontrasepsi yang sesuai.
d) Asuhan mandiri selama dirumah.
e) Jadwal kunjungan ulang.
2.1.8 Diagnosa Potensial
Komplikasi-komplikasi kehamilan tuba yang biasa adalah ruptur tuba atau abortus tuba, aksierosif
dari trofroblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak: ruptur mungkin paling sering
timbul bila kehamilan berimplatasi pada pars ismikus tuba yang sempit, abortus tuba dapat menimbulkan
hematokel pelvis, reaksi peradangan lokal dan infeksi skunder dapat berkembang dalam jaringan yang
berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul (Ben-Zion, 1994).
2.1.9 Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang
cukup, Hellman dkk, (1971) 1 kematian diantara 826 kasus, dan Willson dkk. (1971) 1 antara 591. Tetapi bila
pertolongan terlambat angka kematian dapat tinggi, Sjahid dan Martohoesodo (1970) Mendapat angka
kematian 2 dari 120 kasus, Sedangkan Tarjamin dkk (1973) 4 dari 138 kehamilan ektopik.

2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan


No. Register : untuk mengetahui nomor register klien.
2.2.1 Subjektif
Data subyektif diperoleh dari anamnesa terhadap ibu sendiri ( autoanamnesa) atau dari keluarganya ( allow
anamnesa ).
Anamnesa
Tanggal : untuk mengetahui kapan anamnesa dilakukan
Pukul : untuk mengetahui jam berapa anamnesa dilakukan
Oleh : untuk mengetahui siapa yang melakukan anamnesa
2.2.1.1 Biodata / Identitas
Umur: Umur penderita kehamilan ektopik terjadi pada usia antar 20 sampai 40 tahun dengan puncaknya pada
usia sekitar 30 tahun (Manuaba, 1998).
Suku / bangsa : untuk mengetahui kondisi sosial budaya ibu yang dapat mempengaruhi perilaku kesehatan
Agama : untuk mengetahui keyakinan klien dan untuk mengetahui kemungkinan pengaruh agama terhadap
kebiasaan kesehatan, yang dapat membantu pendekatan dalam pemberian asuhan.
Pendidikan : berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat
intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya (dasar dalam
memberikan KIE).
Pekerjaan : untuk mengetahui taraf sosial ekonomi yang mempengaruhi sikap, perilaku sosial kehidupan dan
status gizi klien.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Untuk mengetahui gejala apa yang paling dirasakan sehingga membawa ibu periksa.
Keluhan yang biasa terjadi adalah :
1. Nyeri abdomen
Nyeri perut yang biasanya unilateral dan ini biasanya khas untuk kehamilan tuba, tetapi bisa juga bilateral
diperut bawah perut atau bahkan seluruh bagian perut.
2. Amenorea
3. Perdarahan vagina atau spotting \\6
terjadi + 2-3 mmg setelah terlambat haid.
Pada beberapa wanita ada yang mempunyai keluhan tambahan lain seperti nyeri bahu, distensi abdomen, mual
muntah, pusing, pingsan, apireksia, gangguan kencing, obstipasi atau diare.
2.2.1.3 Riwayat Menstruasi
1. Menarche : untuk mengetahui pada umur berapa pertama kali mengalami menstruasi.
Normalnya 10 16 tahun.
2. Siklus : untuk mengetahui lamanya siklus menstruasi. Normalnya 24 - 35 hari (Obstetri
William, 2007).
3. Banyaknya: untuk mengetahui banyaknya darah. Normalnya 2 3 pembalut/hari atau kurang
lebih 75 ml (Obstetri William, 2007). Pada penderita kehamilan ektopik biasanya darah yang
keluar sedikit. Perdarahan yang banyak mengarahkan pikiran kita ke abortus biasa (Obstetri
patologi UNPAD, 1984).
4. Lama : untuk mengetahui sejak kapan Ibu mengeluarkan darah.
5. Sifat darah : untuk mengetahui sifat darah apakah darahnya encer atau tidak. Pada penderita
kehamilan ektopik darahnya berupa bercak-bercak atau spotting dan berwarna coklat tua
(Sarwono, 2009).
6. Frekuensi : Teratur/tidak. Normalnya teratur.
7. Dysmenorrhoe : untuk mengetahui apakah pernah mengalami dismenorrhoe atau nyeri haid
sebelum / selama / sesudah menstruasi. Pada penderita kehamilan ektopik biasanya mempunyai
riwayat dismenorhea.
8. Fluor albus: untuk mengetahui apakah ada keputihan dan banyak sedikitnya yang keluar (apa
masih dalam batas fisiologis). Pada penderita kehamilan ektopik biasanya mempunyai riwayat
keputihan.
9. HPHT : untuk mengetahui sejak kapan Ibu mengalami amenorhea.
2.2.1.4 Riwayat Obstetri yang lalu
Untuk mengetahui riwayat obsteri terdahulu sebagai pertimbangan pengambilan keputusan untuk
kehamilan yang sekarang serta memprediksi penyulit yang mungkin terjadi. Pada penderita kehamilan ektopik
biasanya diikuti dengan riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, penggunaan IUD sebagai KB atau
penggunaan KB hormonal (progesteron), dan teknik reproduktif bantuan
2.2.1.5 Riwayat Kehamilan sekarang
1. Tanda-tanda kehamilan (trimester I) : untuk memastikan apakah Ibu hamil atau tidak. Pemeriksaan dengan PP
test (mendeteksi adanya HCG) untuk membantu memastikan diagnosis lebih awal, dan mengurangi resiko
ruptur (Myles, 2009).
2. Pergerakan fetus : sudah dirasakan atau belum
2.2.1.6 Riwayat Kesehatan klien (apakah pernah/sedang sakit)
Untuk mengetahui apakah ibu sebelumnya pernah menderita penyakit menurun seperti asma, jantung,
darah tinggi, kencing manis ; penyakit menular seperti batuk darah, hepatitis, atau penyakit lain ; maupun
infeksi sebelumnya termasuk klamidia, gonorhea, dan penyakit inflamsi pelvis. Untuk mengetahui apakah Ibu
pernah melakukan pembedahan (operasi) sebelumnya terhadap tuba uterina.
2.2.1.7 Riwayat kesehatan dan penyakit keluarga
Untuk mengetahui apakah ibu dan atau keluarga ibu dulu pernah menderita penyakit menurun seperti
asma, jantung, darah tinggi, kencing manis maupun penyakit menular seperti batuk darah, hepatitis, HIV
AIDS.
2.2.1.8 Pola kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : untuk mengetahui nutrisi yang dikonsumsi ibu dan yang diperlukan oleh ibu sehari-hari.
Makan: normalnya 3x/hari dengan menu seimbang (nasi, sayur, lauk pauk, buah). Jumlah tambahan
kalori yang dibutuhkan pada ibu hamil adalah 300 kalori per hari, dengan komposisi menu seimbang (cukup
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air).
Minum: normalnya sekitar 8 gelas/hari (teh, susu, air putih).
2) Pola eliminasi : untuk mengetahui frekuensi miksi dan defekasi, keluhan serta masalah yang terjadi.
BAK: normalnya 6 8x/hari, jernih, bau khas.
BAB: normalnya kurang lebih 1x/hari, konsistensi lembek, warna kuning.
3) Pola istirahat : untuk mengetahui pola istirahat klien seperti rata-rata tidur siang yang dibutuhkan kurang lebih
1-2 jam, tidur malam 6-8 jam.
4) Pola aktivitas : untuk mengetahui aktivitas yang dikerjakan oleh ibu tersebut sehari-hari, adakah gangguan
mobilisasi atau tidak, berat ringannya aktivitas dan macam-macam aktivitas yang dilakukan.
5) Pola seksual : untuk mengetahui pola hubungan seksual ibu dan kapan terakhir melakukan hubungan seksual.
6) Pola kebiasaan : untuk membandingkan dan mengetahui pola kebiasaan ibu. Selain itu ini juga untuk
membantu memastikan diagnosa awal. Pada penderita kehamilan ektopik ditemukan riwayat merokok dan
kebersihan genetalia kurang terjaga.
2.2.1.9 Riwayat Perkawinan
Menguraikan tentang status pernikahan, untuk mengetahui bagaimana status pernikahannya, berapa
kali ibu hamil tersebut menikah. Yang dikaji adalah umur pada saat menikah dan lama pernikahannya.

2.2.2 Objektif
Data ini diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi,
pemeriksaan darah dalam dan pemeriksaan laboratorium.
2.2.2.1 Pemeriksaan umum
1. Keadaan umum : Bervariasi (baik/cukup/kurang)
2. Kesadaran : bervariasi dari baik sampai koma-tidak sadar
3. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : mengalami hipotensi
Nadi : cepat dan lemah / tachikardi
Suhu : 36,5 37,5 kadang-kadang naik
Pernapasan : 15-20 X/menit, seringkali cepat
4. BB : untuk mengetahui berat badan ibu, mengalami pertambahan atau tidak.
5. Tinggi badan : untuk mengetahui tinggi badan Ibu
6. LILA : normalnya > 23,5 cm
2.2.2.2 Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
1) Rambut : tidak ada ketombe, dan tidak mudah rontok, keadaan bersih
2) Mata : kelopak mata: simetris, tidak ada oedema.
3) Konjungtiva : agak putih sklera: tidak ikterus
4) Hidung : bentuk simetris, keadaan bersih, tidak ada polip, fungsi penciuman normal
5) Mulut dan gigi: lidah tidak terdapat stomatitis, gigi tidak ada lubang dan caries
6) Telinga : keadaan bersih, bentuk simetris, tidak ada kotoran dan pendengaran baik
7) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid
8) Dada : bentuk payudara simetris, nafas teratur, tidak ada benjolan abnormal
9) Payudara : membesar simetris, puting susu menonjol, colostrum belum keluar.
10) Abdomen : ada/tidak ada bekas luka operasi, perut bagian bawah sedikit menggembung dan nyeri tekan.
11) Genetalia : adakah varises, adakah benjolan abnormal yang menentukan kelancaran jalan lahir, adanya luka
perineum menandakan sudah pernah melahirkan, dilakukan pemeriksaan genetalia eksterna menggunakan
spekulum terlihat adanya darah di kavum douglas dan terdapat sedikit pengeluaran darah atau flek-flek hitam
ke coklatan
12) Anus : adakah hemoroid/tidak.
13) Ekstremitas : tidak oedema/tidak varises
2. Palpasi
1) Leher : adakah pembesaran kelenjar tiroid dan bendungan vena jugularis.
2) Dada : adakah benjolan abnormal, kolostrum sudah keluar/ belum.
3) Abdomen
Leopold I : menentukan TFU dan bagian yang terdapat di fundus
Leopold II, III, IV tidak dilakukan. Terasa nyeri saat perabaan.
3. Auskultasi
Abdomen : Tidak terdengar denyut jantung janin.
4. Perkusi
Abdomen : perut kembung
2.2.2.3 Pemeriksaan dalam (VT)
Servik teraba lunak dengan nyeri goyang, uterus normal atau sedikit membesar kadang-kadang uterus
sulit dievaluasi karena px kesakitan dan kavum douglasi menonjol ( karena terisi darah)
2.2.2.4 Pemeriksaan laboratorium
1. Darah
1) HB : mengalami penurunan karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut (darah diencerkan oleh air
dari jaringan untuk mempertahankan volume darah) (obstetri patologi UNPAD, 1984).
2) Golongan darah : untuk mempermudah mencari donor darah untuk tranfusi
3) Leukosit : pada perdarahan hebat leukosit tinggi, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit leukosit
normal atau hanya naik sedikit (obstetri patologi UNPAD, 1984).
2. Urine
Protein urine : negatif
Albumin : negatif
2.2.2.5 Pemeriksaan Lain
1. Pemeriksaan ultrasonografia dijumpai kantong kehamilan diluar kavum utri di sertai /tanda adanya genagan
cairan (darah) dikavum douglasi untuk kehamilan ektopik terganggu.
2. Pemeriksaan kuldosentesis. ditemukan adanya daranya cair dikavum dougls dengan karakteristik hallo-sign,
namun pemeriksaan ini sangat tidak nyaman bagi px
3. Pemeriksaan laparaskopi jika perlu
2.2.3 Assassment
Langkah ini diambil berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada pasien.
2.2.3.1 Diagnosa
1. Diagnosa aktual adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi
standart nomenklatur diagnosa kebidanan (Pusdiknakes, 2003).
G: ..... P: .... UK: ... minggu ke- dengan KET
2. Diagnosa potensial : Diambil berdasarkan diagnosa atau masalah yang telah ditemukan berdasarkan
data yang ada kemungkinan menimbulkan keadaan yang gawat. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan (Pusdiknakes, 2003).
a) Abortus iminens : terjadi perdarahan bercak yang menunjukan ancaman terhadap kelangsungan suatu
kehamilan
b) Abortus inkomplit : perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah di luar kavum
uteri melalui kanalis servikalis
c) Rupture tuba : robekan yang terjadi pada tuba
2.2.3.2 Masalah
Permasalahan yang berhubungan dengan keluhan dan psikologis klien.
2.2.3.3 Identifikasi kebutuhan tindakan segera
Mencakup tentang tindakan segera untuk menangani diagnosa/masalah potensial yang dapat berupa
konsultasi, kolaborasi dan rujukan. Dengan tidak munculnya diagnose masalah atau masalah potensial maka
antisipasi tindakan segera, konsultasi, dan kolaborasi tidak perlu dilakukan.
Rujuk dengan kolaborasi dokter.
2.2.4 Planning
1. Memberitahu ibu dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini
a) Menjelaskan pada dan keluarga tentang kondisi ibu saat ini, bahwa ketika dilakukan pemeriksaan Leopold
uterus teraba bulat lebar tetapi tidak teraba balotemen. Pada saat USG ternyata kehamilan berimplantasi dan
tumbuh di luar rahim yaitu di tuba.
b) Menjelaskan pada ibu bahwa kehamilan ibu ini adalah kehamilan di luar rahim, janin tumbuh di tempat yang
tidak semestinya, ini biasanya tidak bertahan berakhir dengan abortus.
c) Menganjurkan untuk keluarga, agar selalu memberi dukungan pada kehamilan ibu
2. Memberikan konseling pada ibu saat ini
a) Ibu segera memeriksakan kehamilannya lebih lanjut ke dokter spesialis kandungan agar ibu dan keluarga lebih
jelas dengan tindakan lebih lanjut untuk kehamilannya
b) Beritahu ibu tentang tindakan laparatomi yaitu pembedahan di bagian perut dan segera lakukan tindakan
laparatomi di rumah sakit oleh dokter untuk menghilangkan sumber perdarahan.
3. Menganjurkan ibu untuk istirahat
a) Istirahat tidur 8-9 jam / hari
b) Melarang ibu untuk melakukan aktivitas yang berat karena dapat terjadi perdarahan yang berat.
4. Menganjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan gizi
a) Jelaskan pada ibu tentang makan-makanan yang banyak mengandung gizi yaitu makanan yang mengandung
protein, vitamin, karbohidrat, lemak, mineral. Misalnya makanan sehari-hari; nasi, sayur, buah-buahan. Sayur
misalnya; wortel, tomat, bayam, katu. Lauk misal; tempe, tahu, telur, hati, daging. Buah misalnya; jeruk, apel,
melon, pepaya, dan di tambah minum susu.
5. Memberikan konseling untuk pasca tindakan
a) Menjelaskan pada ibu tentang kelanjutan fungsi reproduksinya kelenjar fungsi reproduksi ibu hanya 60% dari
wanita yang pernah dapat KET menjadi hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan jadi lebih tinggi.
b) Menjelaskan pada ibu tentang resiko kehamilan yang berulang itu dilaporkan berkisar antara 0-14,6%
kemungkinan melahirkan bayi cukup bulan adalah 50%.
c) Memberitahu tentang kontrasepsi yang sesuai yang baik digunakan yaitu dengan menggunakan kondom atau
dengan KB kalender.

Anda mungkin juga menyukai