Anda di halaman 1dari 10

1. Jenis-jenis narkoba?

2. Pengertian dan perbedaan narkotika, psikotropika, psikoaktif, dan zat kimia adiktif ?
3. Pemeriksaan untuk menilai pasien kecanduan zat psikotropik ?
4. Proses rehabilitasi pasien kecanduan obat obatan medis dan non medis ?
5. Pencegahan untuk kasus penyalahgunaan narkoba?
6. Factor penyebab orang mengonsumsi narkoba?
7. Aspek legal penggunaan narkoba?
8. Lama perawatan pasien narkoba dan prognosis?
9. Tanda dan gejala pengguna narkoba?
10. Terapi awal pada pasien dan komunitas?

Jawab

1. Jenis jenis narkoba :


narkotika :
o Narkotika Golongan I : Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan, dan tidak ditujukan untuk terapi serta mempunyai potensi sangat
tinggi menimbulkan ketergantungan, (Contoh : heroin/putauw, kokain, ganja).
o Narkotika Golongan II : Narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai
pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan
(Contoh : morfin, petidin)
o Narkotika Golongan III : Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan (Contoh : kodein)
o Narkotika yang sering disalahgunakan adalah Narkotika Golongan I :

- Opiat : morfin, herion (putauw), petidin, candu, dan lain-lain


- Ganja atau kanabis, marihuana, hashis
- Kokain, yaitu serbuk kokain, pasta kokain, daun koka.
Psikotropika
o Golongan I : Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta mempunyai potensi amat
kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. (Contoh : ekstasi, shabu, LSD)
o Golongan II : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi, dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta menpunyai potensi kuat
mengakibatkan sindroma ketergantungan . ( Contoh amfetamin, metilfenidat atau
ritalin)
o Golongan III : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi
sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan (Contoh : pentobarbital,
Flunitrazepam).
o Golongan IV : Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan (Contoh : diazepam,
bromazepam, Fenobarbital, klonazepam, klordiazepoxide, nitrazepam, seperti pil
BK, pil Koplo, Rohip, Dum, MG).
o Psikotropika yang sering disalahgunakan antara lain :
- Psikostimulansia : amfetamin, ekstasi, shabu
- Sedatif & Hipnotika (obat penenang, obat tidur): MG, BK, DUM, Pil koplo dan
lain-lain
- Halusinogenika : Iysergic acid dyethylamide (LSD), mushroom.
Bahan Adiktif Merupakan bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar yang disebut
Narkotika dan Psikotropika, meliputi :
o Minuman berakohol, Mengandung etanol etil alkohol, yang berpengaruh menekan
susunan syaraf pusat, dan sering menjadi bagian dari kehidupan manusia sehari-
hari dalam kebudayaan tertentu. Jika digunakan sebagai campuran dengan
narkotika atau psikotropika, memperkuat pengaruh obat/zat itu dalam tubuh
manusia. Ada 3 golongan minuman berakohol, yaitu :
- Golongan A : kadar etanol 1-5%, (Bir)
- Golongan B : kadar etanol 5-20%, (Berbagai jenis minuman anggur)
- Golongan C : kadar etanol 20-45 %, (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House,
Johny Walker, Kamput.)
o Inhalansia (gas yang dihirup) dan solven (zat pelarut) mudah menguap berupa
senyawa organik, yang terdapat pada berbagai barang keperluan rumah tangga,
kantor dan sebagai pelumas mesin. Yang sering disalah gunakan, antara lain :
Lem, thinner, penghapus cat kuku, bensin.
o Tembakau : Pemakaian tembakau yang mengandung nikotin sangat luas di
masyarakat. Pada upaya penanggulangan NAPZA di masyarakat, pemakaian
rokok dan alkohol terutama pada remaja, harus menjadi bagian dari upaya
pencegahan, karena rokok dan alkohol sering menjadi pintu masuk
penyalahgunaan NAPZA lain yang lebih berbahaya. Bahan/ obat/zat yang
disalahgunakan dapat juga diklasifikasikan sebagai berikut :
Sama sekali dilarang : Narkotoka golongan I dan Psikotropika Golongan I.
Penggunaan dengan resep dokter : amfetamin, sedatif hipnotika.
Diperjual belikan secara bebas : lem, thinner dan lain-lain.
Ada batas umur dalam penggunannya : alkohol, rokok.
Sumber: Hartono, 2009. Buku Pedoman Praktis Penyalahgunaan NAPZA.
BinarupaAksara. Jakarta.

2. Pengertian dan perbedaan:


Narkotika (Menurut Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1997 tentangNarkotika).
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
Psikotropika (Menurut Undang-undang RI No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika).
Yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.
Zat akditif Yang dimaksud disini adalah bahan/zat yang berpengaruh psikoaktif diluar
yang disebut Narkotika dan Psikotropika,
zat psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan
perilaku, perasaan, dan pikiran.
Sumber: Hartono, 2009. Buku Pedoman Praktis Penyalahgunaan NAPZA.
BinarupaAksara. Jakarta.

3. a. Analisa Urin
Bertujuan untuk mendeeteksi adanya NAPZA dalam tubuh (benzodiazepin,
barbiturat, amfetamin, kokain, opioida, kanabis). Pengambilan urine hendaknya tidak
lebih dari 24 jam dari saat pemakaian zat terakhir dan pastikan urine tersebut urine
pasien.

b. Penunjang lain
Untuk menunjang diagnosis dan komplikasi dapat pula dilakukan pemeriksaan
- Laboratirium rutin darah,urin
- EKG, EEG
- Foto toraks
- Dan lain-lain sesuai kebutuhan (HbsAg, HIV, Tes fungsi hati, Evaluasi
Psikologik, Evaluasi Sosial)

Sumber: Hartono, 2009. Buku Pedoman Praktis Penyalahgunaan NAPZA.


BinarupaAksara. Jakarta.

4. Menurut UU RI No.35 tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi :


1. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk
membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.
2. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses pemulihan terpadu, baik fisik, mental,
maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi
sosial dalam kehidupan masyarakat.
Terapi rehabilitasi medis dapat dilakukan secara rawat jalan maupun rawat inap.
Rawat jalan dapat berupa rumatan ataupun non rumatan (simtomatik dan konseling).
Rawat inap terdiri dari rawat inap jangka pendek maupun jangka panjang termasuk
layanan detoksifikasi. Macam macam terapi rehabilitasi tertuang dalam peraturan
Menteri Kesehatan RI No 2415/MENKES/PER/XII/2011 yaitu:
a. Rawat Jalan Rumatan (Metadon/Buprenorfin) untuk pecandu heroin/opiate.
b. Rawat Jalan non Rumatan (terapi simtomatik dan psikososial) untuk pengguna
ganja, shabu, ekstasi tanpa komplikasi fisik/psikiatris.
c. Rawat Jalan Jangka Pendek atau Panjang untuk pengguna atau pecandu
dengankomplikasi fisik/psikiatris.
Rencana rehabilitasi sesuai kesepakatan antara pecandu narkotika, orang tua, wali,
keluarga pecandu dan pimpinan IPWL. Rawat inap sesuai dengan hasil assesmen
meliputi intervensi medis antara lain melalui detoksifikasi, terapi simtomatis, dan
terapi rumatan medis, serta terapi penyakit komplikasi. Intervensi psikososial
dilakukan melalui konseling adiksi narkotika, wawancara motivasional, terapi perilaku
dan kognitif, dan pencegahan kekambuhan.
sumber :
Joewana, S. 2004. Gangguan Mental dan perilaku akibat penggunaan zat psikoaktif:
penyalahgunaan napza/narkoba. Ed.2. Jakarta: EGC
KEMENKES RI. 2014. Gambaran Umum Penyalhgunaan Narkoba di Indonesia.
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Available from www.kemkes.go.id.

5. Selama ini BNN merancang berbagai kegiatan pencegahan yaitu:


Promotif program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai Narkoba,
atau bahkan belum mengenal sama sekali. Prinsipnya dengan meningkatkan peranan
atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera, sehingga tidak sempat
berpikir untuk memakai Narkoba.
preventif, melalui kegiatan: Kampanye anti Penyalahgunaan Narkoba; Penyuluhan
seluk beluk Narkoba; Pendidikan dan Pelatihan kelompok sebaya (peers group);
Upaya mengawasi dan mengendalikan produksi dan distribusi Narkoba di
masyarakat.
Advokasi dan KIE, juga merupakan bentuk komunikasi yang dilaksanakan sebagai
salah satu bentuk prog ram pe ncegahan. Advokasi merupakan bentuk rangkaian
komunikasi strategis yang dirancang secara sistematis dan dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu, baik oleh individu maupun kelompok, dengan maksud agar pembuat
keputusaan, membuat kebijakan publik yang menguntungkan bagi kelompok
masyarakat marjinal. Kegiatan advokasi juga dimaksudkan untuk memberi
pencerahan dan pemberdayaan bagi kelompok marjinal dan menumbuhkan kearifan
di kalangan masyarakat, agar mendukung kebijakan publik tersebut. KIE merupakan
bentuk komunikasi yang dilaksanakan oleh provider program agar sasaran (individu,
keluarga dan masyarakat) menerima program yang ditawarkan dan melaksanakan
perilaku yang ditawarkan. Advokasi merupakan aksi, perubahan, dan komitmen.
Sedangkan KIE sebagai suatu proses intervensi terencana yang menggabungkan
pesan pesan informasional, pendidikan dan motivasional, untuk mencapai perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku yang dapat diukur. Dukungan stakeholder-
stakeholder juga sangat diperlukan untuk melaksanakan program ini.
Sumber: BNN, Petunjuk Teknis Advokasi Bidang Pencegahan Penyalahgunaan
Narkoba, 2008

6. Faktor resiko :
Faktor Genetik : Risiko faktor genetik didukung oleh hasil penelitian bahwa remaja
dari orang tua kandung alkoholik mempunyai risiko 3-4 kali sebagai peminum
alkohol dibandingkan remaja dari orang tua angkat alkoholik.
Lingkungan Keluarga : Pola asuh dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap
penyalahgunaan NAPZA. Pola asuh orang tua yang demokratis dan terbuka
mempunyai risiko penyalahgunaan NAPZA lebih rendah dibandingkan dengan pola
asuh orang tua dengan disiplin yang ketat.
Pergaulan (Teman Sebaya) : Di dalam mekanisme terjadinya penyalahgunaan
NAPZA, teman kelompok sebaya (peer group) mempunyai pengaruh yang dapat
mendorong atau mencetuskan penyalahgunaan NAPZA pada diri seseorang
Karakteristik Individu :
o Umur : Berdasarkan penelitian, kebanyakan penyalahguna NAPZA adalah
mereka yang termasuk kelompok remaja. Pada umur ini secara kejiwaan masih
sangat labil, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan sedang mencari identitas
diri serta senang memasuki kehidupan kelompok.
o Pendidikan : Pendidikan yang rendah memengaruhi tingkat pemahaman terhadap
informasi yang sangat penting tentang NAPZA dan segala dampak negatif yang
dapat ditimbulkannya, karena pendidikan rendah berakibat sulit untuk
berkembang menerima informasi baru serta mempunyai pola pikir yang sempit.
o Pekerjaan : Hasil studi BNN dan Pusat Penelitian Kesehatan Universitas
Indonesia tahun 2009 di kalangan pekerja di Indonesia diperoleh data bahwa
penyalahguna NAPZA tertinggi pada karyawan swasta dengan prevalensi 68%,
PNS/TNI/POLRI dengan prevalensi 13%, dan karyawan BUMN dengan
prevalensi 11%.
Sumber: Kemenkes RI. 2006. Buku Pedoman Praktis mengenai Penyalahgunaan NAPZA
bagi Petugas Puskesmas. Jakarta.
7. Aspek legal narkoba:
Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. UU ini merupakan revisi
dari UU Narkotika sebelumnya yaitu, UU No. 22 Tahun 1997, dimana dalam UU
Narkotika yang baru ini disebutkan bahwa tujuan dari UU ini adalah: menjamin
ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau
pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi; mencegah, melindungi, dan
menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas
peredaran gelap narkotika dan Prekursor Narkotika; serta menjamin pengaturan upaya
rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaan dan pecandu Narkotika.
Dalam sistem hukum di Indonesia, penyalahgunaan narkotika dikualifikasi sebagai
kejahatan di bidang narkotika yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang
narkotika. UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, selanjutnya disebut UU
Narkotika 1997, pada dasarnya mengklasifikasi pelaku tindak pidana (delict)
penyalahgunaan narkotika menjadi 2 (dua), yaitu : pelaku tindak pidana yang
berstatus sebagai pengguna (Pasal 84 dan 85) dan bukan pengguna narkotika (Pasal
78, 79, 80, 81, dan 82)

Sumber: sumarwoto.2014. PENYALAHGUNAAN NARKOBA MENURUT


HUKUM POSITIP DAN HUKUM ISLAM. http://ejournal.unsa.ac.id/index.php/
prosedingunsa/article/download/92/88.

8. PASCA REHABILITASI
1. Bertujuan untuk membantu mantan pecandu mampu hidup normal, berfungsi sosial
dan diterima oleh masyarakat (hidup mandiri serta tidak mengulangi perbuatannya
menyalahgunakan narkoba). Program berlangsung selama minimal 6 bulan.
2. Diawali oleh asesmen untuk mengetahui minatbakat dan menentukan penempatan
program pasca rehabilitasi sesuai kriteria yang terdiri dari:
a. Fase Awal/Live in-work in (lamanya 2 bulan).
Tinggal dan bekerja di tempat yang sama dengan pengawasan penuh.
Melaksanakan kegiatan produktif sesuai fasilitas yang tersedia,
Pembekalan tentang cara mengenali diri, cara mengatasi masalah dan cara
menghindari godaan penggunaan narkoba.
Menyiapkan keluarga agar dapat menerima kembali dalam lingkungannya.
b. Fase Menengah/Live in-work out (lamanya 2 bulan).
Mantan pecandu tinggal di rumah tertentu (Rumah Dampingan), yang diawasi
oleh konselor adiksi dan berkesempatan bekerja di luar.
Melaksanakan kegiatan produktif yang dipilih (a.l. peternakan, pertanian,
perbengkelan, seni, teknologi informasi, dll).
c. Fase Lanjut/Live out-work out (lamanya 2-4 bulan).
Mantan pecandu berkumpul di rumah tertentu (Rumah Mandiri), yang masih
diawasi secara berkala untuk pembinaan lanjut.
Tetap melanjutkan pekerjaan di luar sesuai kemampuan dan keterampilan.
Tahap akhir proses pasca rehabilitasi.
3. Sebagai penyakit menahun dan kambuhan (chronic relapsing), kemungkinan dapat
terjadi kekambuhan/relaps akibat berbagai pengaruh/pemicu (trigger). Bila terjadi
kekambuhan, maka pecandu mengikuti program rehabilitasi ulang, baik rawat jalan
maupun rawat inap sesuai tingkat kekambuhannya.
Sumber: BNN.2014. Pengguna Narkoba Dapat Dicegah Dan Direhabilitasi. Deputi
Bidang Rehabilitasi

9. Tanda dan gejala:


1. Perubahan Fisik Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi
secara umum dapat digolongkan sebagai berikut :
Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis
(acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap terus
menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas mandi,kejang,
kesadaran menurun.
Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap kesehatan
dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas suntikan pada
lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum suntik)
2. Perubahan Sikap dan Perilaku:
Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering
membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas atau
tampat kerja.
Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu
lebih dulu
Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu
dengan anggota keluarga lain dirumah
Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh
keluarga,kemudian menghilang
Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau milik
keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau berurusan
dengan polisi.
Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan,
pencuriga, tertutup dan penuh rahasia
Sumber: Eleanora F N. 2011. BAHAYA PENYALAHGUNAAN NARKOBA
SERTA USAHA PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGANNYA.
Universitas MPU Tantular Jakarta Jurnal Hukum, Vol XXV, No. 1.

10. terapi awal dan komunitas:


terapi awal: Terapi putus zat opioida Terapi ini sering dikenal dengan istilah
detoksifikasi. Terapi detoksifikasi dapat dilakukan dengan cara berobat jalan maupun
rawat inap. Lama program terapi detoksifikasi berbeda-beda :
1-2 minggu untuk detoksifikasi konvensional
24-48 jam untuk detoksifikasi opioid dalam anestesi cepat (Rapid Opiate
Detoxification Treatment)
Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal dalam proses penyembuhan
dari penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA

Komunitas:
Therapeutic Community -TC Model, model ini merujuk pada keyakinan bahwa
Gangguan penggunaan NAPZA adalah gangguan pada seseorang secara
menyeluruh. Dalam hal ini norma-norma perilaku diterapkan secara nyata dan
ketat yang diyakinkan dan diperkuat dengan memberikan reward dan sangsi yang
spesifik secara langsung untuk mengembangkan kemampuan mengontrol diri dan
sosial/komunitas. Pendekatan yang dilakukan meliputi terapi individual dan
kelompok, sesi encounter yang intensif dengan kelompok sebaya dan partisipasi
dari lingkungan terapeutik dengan peran yang hirarki, diberikan juga
keistimewaan (privileges) dan tanggung jawab. Pendekatan lain dalam program
termasuk tutorial, pendidikan formal dan pekerjaan sehari-hari. TC model
biasanya merupakan perawatan inap dengan periode perawatan dari dua belas
sampai delapan belas bulan yang diikuti dengan program aftercare jangka pendek.
Sumber: KEMENKES. 2010. PEDOMAN LAYANAN TERAPI DAN
REHABILITASI KOMPREHENSIF PADA GANGGUAN PENGGUNAAN
NAPZA BERBASIS RUMAH SAKIT. DIREKTORAT JENDERAL BINA
PELAYANAN MEDIK KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA
Tugas Tutorial APRIL 2017

SCENARIO III
SAVE DONI

Disusun Oleh :
NAMA : AHMAD DENI HANDOKO
STAMBUK : N 101 12 138
KELOMPOK : VI ( enam)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2017

Anda mungkin juga menyukai