Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

RHINOTOMY LATERAL

A. DEFINISI
Rhinotomy adalah sebuah insisi ke dalam hidung, terutama sayatan
sepanjang satu sisi untuk memungkin melihat saluran hidung untuk operasi sinus
radikal

Rhinotomy lateral adalah teknik yang memberikan paparan yang sangat


baik pada rongga hidung dan dinding hidung lateral dan memimalkan fungsi
cacat kosmetik. Pendekatan ini akan memungkinkan eksisi dinding nasal lateral
dari ujung anterior turbinat ke pembuluh eustachio dan dari pelat cribriform dan
atap etmoid ke dasar hidung.

Tumor sinonasal adalah penyakit di mana terjadinya pertumbuhan sel


(ganas) pada sinus paranasal dan rongga hidung.Lokasi hidung dan sinus
paranasal (sinonasal) merupakan rongga yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah
yang merupakan daerah yang terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah
ini sulit diketahui secara dini. Tumor hidung dan sinus paranasal pada umumnya
jarang ditemukan, baik yang jinak maupun yang ganas. Di Indonesia dan di luar
negeri, angka kejadian jenis yang ganas hanya sekitar 1% dari keganasan seluruh
tubuh atau 3% dari seluruh keganasan di kepala dan leher. Asal tumor primer
juga sulit untuk ditentukan, apakah dari hidung atau sinus karena biasanya pasien
berobat dalam keadaanpenyakit telah mencapai tahap lanjut dan tumor sudah
memenuhi rongga hidung dan seluruh sinus.

Myers dan Thawley menganjurkan rinotomi lateral pada dinding samping


hidung diikuti dengan pengangkatan dengan hati-hati semua mukosa lainnya
yang ada pada ipsilateral sinus paranasal.Sessions, Larson dan Pope
menganjurkan cara rinotomi lateral yang dilanjutkan dengan etmoidektomi dan
maksilekstomi medial untuk mengangkat tumor-tumor yang terlokalisir di
hidung, baik jinak maupun ganas. Teknik rinotomi lateral telah mengalami
beberapa modifikasi. Moure,membuat insisi di samping hidung setinggi kantus
medial samapai ke ala nasi, diteruskan sampai ke dasar kolumela, bila insisi
Moure dilanjutkan ke bawah melalui sulkus infranasal dan mendorong bibir atas
disebut insisi Weber. Bila insisi Universitas Sumatera UtaraWeber ini diperluas
sampai dibawah kelopak mata disebut insisi Weber-Ferguson. Insisi dapat
diteruskan sampai bersambungdengan insisi gingivobukal. Setelah kulit diinsisi
dan periosteum dilepaskan dari tulang muka, dilakukan osteotomi untuk
mengangkat tulang hidung. Mukosa hidung dipotong sepanjang pinggir aperture
piriformis sehingga pyramid hidung bisa ditarik ke sisi yang berlawanan. Semua
kasus-kasus yang ditemui bersama KSS telah ditanggulangi dengan cara seperti
di atas tanpa terjadi kekambuhan kembali tumor tersebut dan didapat hasil yang
cukup baik mengenai aspek kosmetik dan fungsionalnya.

B. TUJUAN
Lateral rhinotomy dan medial maxillectomy telah berevolusi dalam 25
tahun terakhir sebagai pengobatan pilihan untuk sebagian besar lesi neoplastik
yang melibatkan dinding hidung lateral. Penyempitan teknis telah
memungkinkan prosedur ini dilakukan dengan morbiditas yang dapat diterima
dan minimal. Pendekatan ini memiliki penerapan terluas dalam pengobatan
papiloma terbalik, yang secara bersamaan menunjukkan penurunan tingkat
kekambuhan tumor ini dibandingkan dengan prosedur yang lebih
terbatas. Kelebihannya adalah paparan yang sangat baik yang diberikan,
kesempatan untuk memperluas pendekatan ke area yang berdekatan dengan
perluasan tumor (orbit, kranial vault, sinus etmoid frontal dan kontralateral), dan
penghapusan blok neoplasma. Pendekatan ini tetap menjadi standar pengobatan
tumor dinding nasal lateral.

C. INDIKASI DAN KONTRA INDIKASI


Indikasi
Eksisi bedah tumor yang melibatkan maxilla adalah indikasi utama untuk
maxillectomy. Karsinoma sel skuamosa adalah keganasan yang paling umum
yang membutuhkan maxillectomy. Namun, berbagai tumor lainnya, tumor jinak
atau ganas dan berasal dari tulang, kelenjar liur minor, atau jaringan gigi antara
lain, juga terlihat. Eksisi bedah adalah pengobatan pilihan untuk kebanyakan lesi
sinus maksila, dengan pengecualian keganasan yang sangat responsif terhadap
kemoterapi dan / atau radioterapi, seperti keganasan limforetikular
(misalnya limfoma ) dan rhabdomyosarcomas pediatrik , atau saat menangani
penyakit lanjut saat tidak ada Keuntungan dalam harapan hidup atau kualitas
hidup diharapkan. Pengobatan gabungan, menambahkan radioterapi ajuvan atau
kemoradioterapi, biasanya dianjurkan, terutama pada tahap lanjut atau patologi
agresif. Maksilektomi total atau lengkap, bagaimanapun, tidak selalu
diperlukan. Tumor yang berasal atau melibatkan aspek inferior sinus maksila
dapat diobati dengan maxillectomy parsial dimana hanya aspek inferior sinus
yang dikeluarkan, sehingga melestarikan kompleks malar, pelek orbital inferior,
dan lantai orbital. Batas reseksi yang tepat harus ditentukan oleh tingkat
tumor. Demikian pula, tumor yang diisolasi ke dinding rahang atas medial
(seperti papilloma terbalik) sering diobati dengan maxillectomy medial
(endoskopi atau terbuka). Sebuah maxillectomy juga dapat dilakukan sebagai
bagian dari reseksi gabungan dari tengkorak atau neoplasma nasofaring. Jarang,
maksilektomi mungkin diperlukan untuk mengobati infeksi (misalnya infeksi
jamur invasif, osteomielitis kronis) atau penyakit granulomatosa kronis .

Kontraindikasi
Keputusan untuk melakukan operasi tergantung pada tingkat tumor dan
kesehatan umum pasien, komorbiditas, harapan hidup, dan
harapan. Kontraindikasi absolut terhadap maksilektomi mencakup penolakan
pasien untuk memberikan persetujuan, tumor limforetikular yang paling baik
ditangani dengan cara nonsurgical, atau pasien yang tidak dapat mentolerir
pembedahan karena kondisi umum yang sangat buruk.

D. PENATALAKSANAAN/JENIS-JENIS TINDAKAN
Insisi kulit dimulai dibawah sisi medial alis, sepanjang 4 - 5 mm kantus medial
anterior melalui tulang hidung sepanjang bagian terdalam celah nasomaksila dan
menelusuri lipatan ala nasi. Perluasan insisi dengan membelah bibir tidak
diperlukan. Untuk memperjelas area operasi, flap pipi dielevasi dari maksila
secara subperiosteal dan mengelilingi saraf infra orbita. Periorbita dielevasi dari
lamina papirasea, kemudian sutura frontoetmoid diidentifikasi dan diteruskan ke
arah belakang sampai arteri etmoid posterior teridentifikasi. Dinding anterior
antrum tepatnya pada fosa kanina ditembus dengan pahat ukuran 4 mm.
Antrostomi diperluas dengan rongeur Kerrison mengelilingi saraf infraorbita dan
ke arah atas menuju tepi orbita.
Gambar 1. Insisi Moure Rhinotomy Lateral

a. Tulang diangkat melalui tepi orbita termasuk fosa lakrimalis.


b. Duktus nasolakrimalis dipisahkan dan sakus lakrimalis dibuka dan
dimarsupialisasi
c. Selanjutnya dilakukan osteotomi dan pengangkatan jaringan. Osteotomi
diperluas melalui apertura piriformis pada level dasar rongga hidung,
diarahkan ke belakang sampai dinding belakang antrum. Orbita diretraksi ke
arah lateral, kemudian dilakukan osteotomi pada sutura frontoetmoid, meluas
ke belakang sampai pada jarak 2 - 3 mm di belakang arteri etmoid posterior
(yaitu di depan foramen optikum).
d. Tulang tipis lantai orbita bagian medial dipotong mengikuti garis yang
menghubungkan fosa lakrimalis dan osteotomi superior. Pemotongan tulang
terdiri dari 3 langkah. Pertama, osteotom dimasukkan melalui antrostomi
anterior dan diarahkan melalui dinding antrum medioposterior. Osteotomi
diperluas ke atas untuk mencapai level osteotomi superior dan didorong ke
arah medial. Kedua, osteotom yang lebih lebar dimasukkan melalui hidung,
kemudian diarahkan ke dalam dinding depan sinus sfenoid dan selanjutnya
didorong ke lateral. Ketiga, gunting lurus dimasukkan melalui osteotomi
inferior dengan satu sisi di dalam hidung dan sisi lainnya di dalam antrum
untuk memulai pemotongan belakang di belakang konka.
e. Gunting bengkok kemudian dimasukkan dengan satu sisi pada kavum nasi
dan sisi yang lainnya pada daerah osteotomi superior sepanjang perlekatan
superior dari konka. Jaringan diangkat dengan tarikan ke depan dan ke
bawah. Hemostasis dilakukan dengan klem atau kauterisasi. Tepi tulang
dihaluskan dengan rongeur. Sisa mukosa etmoid diangkat dengan forsep
etmoid dan dilakukan sfenoidotomi dengan rongeur Kerrison. Rongga
ditutup tampon pita dengan salep antibiotik. Luka dijahit lapis demi lapis.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Screening computed tomography (CT) scan
2. MRI dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue,
membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying
lesion, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan
imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi
ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk mengevaluai foramen
rotundum, vidian canal, foramen ovale dan optic canal. Sagital image
berguna untuk menunjukkan replacement signal berintensitas rendah yang
normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam
pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip dengan otak.
3. Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan
kepala dan leher untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan
ditambah dengan anatomic detail membantu perencanaan pembedahan
dengan cara melihat luasnya tumor. Meskipun PET ini banyak membantu
dalam menilai keganasan kepala dan leher tetapi sangat sedikit kegunaannya
untuk menilai keganasan pada nasal.

F. GAMBAR
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN, INTERVENSI DAN RASIONAL
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa Intervensi Rasional
Hasil
Pre Operasi
Ansietas Tujuan: NIC: Anxiety Control
berhubungan Setelah dilakukan 1. Gunakan pendekatan 1. Menciptakan trust
dengan tindakan pasien mampu yang menenangkan
prosedur mengontrol kecemasannya 2. Jelaskan semua 2. Mengurangi rasa
penggantian Kriteria Hasil: prosedur dan apa yang cemas pasien jika
panggul total 1. Pasien mampu dirasakan selama dilakukan tindakan
mengidentifikasi dan prosedur 3. Mencegah kondisi
mengungkapkan gejala 3. Pahami prespektif pasien agar tdk
cemas pasien terhdap situasi semakin tertekan
2. Mengidentifikasi, stres karena kondisinya
mengungkapkan, dan 4. Agar pasien merasa
menunjukkan teknik bahwa dirinya tidak
untuk mengontrol 4. Temani pasien untuk merasa kesepian
cemas memberikan keamanan 5. Mengurangi rasa
3. Vital sign dalam batas dan mengurangi takut cemas dan takut
normal 5. Berikan informasi pasien karena
4. Postur tubuh, ekspresi faktual mengenai tindakan yang
wajah, bahasa tubuh, diagnosis, tindakan dilakukan
dan tingkat aktivitas prognosis 6. agar pasien merasa
menunjukkan 6. Dorong keluarga untuk disupport untuk
berkurangnya menemani pasien kesembuhan kondisi
kecemasan. pasien
5. Menunjukkan 7. mencegah pasien agar
peningkatan 7. Bantu pasien mengenal tidak semakin cemas
konsenrtasi dan situasi yang
akurasi dalam berpikir menimbulkan 8. pasien merasa
kecemasan dimotivasi untuk
8. Dorong pasien untuk perbaikan yang
mengungkapkan optimal
perasaan, ketakutan, 9. untuk mengalihkan
persepsi perhatian dan
9. Instruksikan pasien mengurangi rasa
menggunakan teknik cemas
relaksasi

Kurang Tujuan: NIC :


pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Knowledge : desease
berhubungan pasien dan keluarga process 1. Mengetahui tingkat
dengan memahami mengenai
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
keterbatasan penyakit pasien dan
pengetahuan pasien 2. Agar pasien dapat
informasi. pengobatannya.
tentang penyakitnya mengetahui mengenai
Kriteria Hasil:
2. Jelaskan tanda gejala
1. Pasien dan keluarga penyakitnya
dan patofisiologi dari
menyatakan 3. Memberi
penyakit
pemahaman tentang pengetahuan pada
penyakit, kondisi, pasien
3. Sediakan informasi
prognosis, dan
pada pasien tentang
program pengobatan
kondisi, dengan cara 4. Memberitahukan
2. Pasien dan keluarga
yang tepat mengenai progres
mampu melaksanakan
4. Sediakan bagi pasien
prosedur yang penyakit pasien dan
dan keluarga tentang
dijelaskan dengan agar keluarga dapat
kemajuan pasien
benar berkolaborasi aktif
dengan cara yang
3. Pasien dan keluarga terhadap pengobatan
tepat
mampu menjelaskan
5. Diskusikan pasien
kembali apa yang
perubahan gaya 5. untuk mencegah
dijelaskan perawat/ tim
hidup yang mungkin komplikasi lebih
kesehatan.
diperlukan
lanjut
6. Hindari
menggunakan teknik 6. Memberi
menakut-nakuti kenyamanan pada
7. Mengikutsertakan pasien dan keluarga
keluarga (bila 7. Dukungan keluarga
memungkinkan)
memotivasi pasien
dalam melaksanakan
pengobatan/ terapi selama menjalani
perawatan
Nyeri Tujuan: NIC:
berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pain management
dengan keperawatan jam pasien 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui
terputusnya terbebas dari nyeri / nyeri nyeri secara
tingkatan nyeri
kontinuitas berkurang komprehensif
jaringan. termasuk lokasi, untuk menentukan
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi, tindakan.
1. Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
menggunakan tehnik nonverbal dari 2. Validasi terhadap
nonfarmakologi untuk ketidaknyamanan
adanya
mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik
mencari bantuan) komunikasi terapeutik ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa untuk mengetahui 3. Memberikan
nyeri berkurang pengalaman nyeri kenyamanan pada
dengan menggunakan pasien pasien dan agar
manajemen nyeri pasien lebih terbuka
3. Mampu mengenali 4. Budaya dapat
nyeri (skala, intensitas, 4. Kaji kultur yang
mempengaruhi
frekuensi dan tanda mempengaruhi respon
nyeri) nyeri respon nyeri
4. Menyatakan rasa seseorang
nyaman setelah nyeri 5. Evaluasi pengalaman 5. Mengetahui adanya
berkurang nyeri masa lampau nyeri masa lampau
5. Tanda vital dalam 6. Evaluasi bersama 6. Evaluasi
rentang normal pasien dan tim
ketidakefektifan
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
kontrol nyeri masa 7. Menguragi faktor
lampau penyebab nyeri
7. Kontrol lingkungan 8. Distraksi untuk
yang dapat mengalihkan
mempengaruhi nyeri perhatian dan
seperti suhu ruangan,
membuat nyaman
pencahayaan dan
kebisingan pasien.
8. Lakukan penanganan
nyeri non farrmakologi 9. Mengurangi nyeri
9. Kolaborasi: pemberian
analgetik
Kerusakan Tujuan: NIC:Exercise therapy
Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan 1. monitor vital sign 1. mengetahui kondisi
berhubungan pasien terbebas dari sebelum dan sesudah pasien secara umum
dengan
hambatan mobilitas fisik latihan 2. mengetahui
kehilangan
integritas Kriteria Hasil: 2. kaji kemampuan kemampuan pasien
struktur tulang - Peningkatan aktivitas pasien dalam 3. mencegah terjadinya
pasien mobilisasi cedera
- Memperagakan 3. dampingi dan bantu
penggunaan alat bantu pasien saat mobilisasi
untuk mobilisasi dan bantu penuhi 4. mencegah terjadinya
kebutuhan sehari hari cedera
pasien (ADLS)
4. Ajarkan keluarga
untuk membatu pasien 5. memberikan
memenuhi ADLs keamanan bagi pasien
pasien selama di 6. mencegah cedera
rumah pada pasien
5. berikan alat bantu jika
pasien membutuhkan
6. ajarkan pasien
bagaimana mengubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

Intra operasi
Resiko Tujuan : NIC : Manajemen cairan 1. Mengetahui balance
kekurangan Pasien tidak mengalami 1. Catat intake dan output cairan
volume cairan dehidrasi atau cairan tubuh 2. Monitor status hidrasi 2. Antisipasi tanda
berhubungan
pasien adekuat seperti membran dehidrasi
dengan
kehilangan Kriteria hasil : mukosa, nadi, tekanan 3. Mengatur balance
cairan a. Kulit dan membran darah dengan cepat. cairan
mukosa lembab 3. Beri cairan yang sesuai
b. Tidak terjadi demam dengan terapi
c. TTV normal
Ketidak Tujuan : NIC :
efektifan jalan Pola napas pasien adekuat 1. Catat SPO2 1. mencatat SPO2
napas dan efejtif 2. Beri O2 bila perlu 2. memonitor pola napas
berhubungan
Kriteria hasil : 3. Monitor pola napas
dengan
pembiusan a. Tidak ada sumbatan
b. Pola napas teratur
Post Operasi
Kerusakan Tujuan: 1. Pertahankan posisi sendi 1. Agar sendi tidak kaku
mobilitas mencapai pinggul yang benar
berhubungan sendi panggul (abduksi, rotasi netral,
dengan yang bebas
fleksi terbatas 2. Mencegah kekakuan
keharusan tirah nyeri,
baring setelah fungsional, 2. Instruksikan dan sendi
penggantian dan stabil membantu perubahan
sendi pinggul. Kriteria posisi dan perpindahan 3. Mempertahankan
Hasil: 3. Instruksikan dan berikan kekuatan sendi dan
1. Posisi yang pengawasan latihan peningkatan sirkulasi
dianjurkan tetap pengesetan kuardrisep dan
dipertahankan 4. Menyusun program
gluteal
2. Pasien membantu
4. konsultasi dengan ahli aktivitas fsik secara
saat perubahan
posisi fisioterapi individual
3. Memperlihatkan
kemandirian saat 5. Memotivasi pasien
berpindah 5. Berikan semangat dan agar tetap semangat
4. Berpartisipasi dukungan terhadap
dalam program menjalani latihan
program latihan 6. Memenuhi kebutuhan
ambulasi progresif
5. Mempergunakan 6. Bantu pasien dan ajarkan pasien
alat bantu keluarga memenuhi ADLs
ambulasi dengan
benar dan aman
Resiko infeksi Tujuan : Pasien tidak NIC : Pengendalian Infeksi
berhubungan mengalami infeksi
1. Pantau tanda / gejala 1. Mencegah terjadinya
dengan luka atau tidak terdapat infeksi infeksi
post operasi
tanda-tanda infeksi
2. Rawat luka operasi dengan 2. Mencegah invasi
pada pasien. teknik steril mikroorganisme
Kriteria hasil : 3. Memelihara teknik isolasi, 3. Mencegah infeksi
Tidak menunjukkan batasi jumlah pengunjung 4. Mencegah infeksi
tanda-tanda infeksi 4. Ganti peralatan perawatan
pasien sesuai dengan protap
Hipotermi Tujuan : pasien tidak NIC
berhubungan menunjukan tanda 1. Monitor suhu 1. memonitor suhu
dnegan tanda hipotermi 2. ttv 2. memonitor ttv
perubahan suhu
Kriteria hasil
ruangan
Pasien tidak mengigil,
akral hangat
Kurang Tujuan: 1. Dorong pasien 1. Agar perawat dapat
pengetahuan Setelah dilakukan mengekspresikan memberikan penkes
mengenai tindakan jam pasien kekhawatirannya mengenai kepada keluarga.
penatalaksanaa dan keluarga perawatan di rumah; 2. Untuk melatih
n kesehatan di memahami perawatan eksplorasi bersama kemandirian pasien.
rumah pasien dirumah kemungkinan pemecahan 3. Agar kien dapat
berhubungan Kriteria Hasil: masalah. merawat dan
dengan 1. Pasien dan 2. Kaji ketersediaan bantuan menjaga
kurangnya keluarga fisik untuk aktivitas kondisinya.
informasi menyatakan perawatan kesehatan. 4. Mencegah
pemahaman 3. Ajarkan pemberi terjadinya
tentang kondisi perawatan tentang program komplikasi
pasien perawatan kesehatan di 5. Mencegah
2. Pasien dan rumah. terjadinya
keluarga mampu 4. Jelaskan pada pasien dan komplikasi
melaksanakan keluarga mengenai
prosedur yang perawatan
dijelaskan dengan pascahospitalisasi;
benar 5. Anjurkan pada pasien dan
3. Pasien dan keluarga untuk kontrol
keluarga mampu secara teratur
menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/ tim
kesehatan.
4. Pasien dan
keluarga mampu
Melakukan
perawatan Secara
mandiri Di rumah
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson, J. M, Dkk. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9.


Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

(Fasunla dan Lasisi, 2007; Luce et al, 2002) Laporan Pendahuluan Sinonasal.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24571/4/Chapter%20II.
pdf>dunduhpadatanggal07/01/2017

Johnson, Marion, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA:


Mosby.

NANDA. 2012. Nursing Diagnoses: Definition and classifications 2012-2014.


Philadelphia: NANDA International.

Price & Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Edisi 8, Volume 3. Jakarta : EGC.

https://id.scribd.com/document/338561689/Rinotomi-Lateral
PATHWAY KEPERAWATAN
(YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS TINDAKAN)

RINATOMI LATERALIS

PRE OP INTRA OP POST OP

Gelisah, Khawatir,
Takut, dll Anesthesi Pembedahan

Penurunan Insisi
Terpapar kesadaran
Informasi

Penurunan Terputusnya Penurunan tingkat


Kurang Otot-otot kesadaran efek GA
kontinuitas jaringan
Pengetahuan Pernafasan pembuluh darah

Koping Penurunan
Individu Tidak refleki Kelemahan
Resiko
Efektif batuk otot Gelish
Pendarahan
pernafasan

Akumulasi
Ansietas Sekret Pendarahan Lidah jatuh Resiko
tak kebelakang Injury
terkontrol

Kebersihan Jalan
Nafas Tidak
Syok Kebersihan jalan
Efektif
Hipovolemik nafas tidak efektif

Penurunan
HB

Penurunan
Suplai O2

Sianosis

Anda mungkin juga menyukai