A. PENGERTIAN ANASTESI
C. Stadium Anestesi
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium
III dibagi menjadi 4 plana), yaitu:
1. Stadium I
2. Stadium II
3. Stadium III
4. Stadium IV
1. Anastesi Umum
Parenteral (intramuscular/intravena)
Perektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anastesi atau tindakan singkat.
Anastesi Inhalasi
a) Tiopenthal
b) Propofol
c) Ketamin
2. Anastesi Lokal/Regional
a. Anastesi Permukaan
b. Anastesi Infiltrasi
1. Merasa sakit dan muntah setelah operasi sekitar satu dari tiga orang mungkin merasa
sakit setelah operasi, hal ini biasanya terjadi secara langsung, an beberapa kasus
mungkin akan terus merasa sakit sampai berhari-hari
2. Menggigil dan perasaan dingin (sekitar satu dari empat orang akan mengalami ini;
menggigil dapat berlangsung selama 20 sampai 30 menit setelah operasi) kebingungan
dan kehilangan memori ini lebih umum pada orang tua dan biasanya hanya bersifat
sementara; kebingungan kadang-kadang dapat terjadi beberapa hari atau seminggu
3. Infeksi ini dapat terjadi satu dari lima orang yang menjalani operasi perut, membuat
perasaan demam (panas dan dingin) dan menyebabkan kesulitan bernapas
4. Masalah kandung kemih pria mungkin mengalami kesulitan buang air kecil dan
perempuan mungkin bocor urin, ini lebih umum setelah anestesi spinal atau epidural
5. Merusakan saraf ringan sementara ini dapat mempengaruhi satu dari 100 orang dan
menyebabkan mati rasa, kesemutan atau nyeri yang mungkin pulih dalam beberapa
hari atau beberapa minggu untuk menghilangkannya
6. Rasa pusing dapat terjadi setelah operasi Anda, tetapi Anda akan diberikan cairan
untuk mengobatinya memar dan rasa sakit dapat berkembang di daerah di bagian yang
telah disuntik atau diinfus, biasanya sembuh tanpa pengobatan Selama operasi.
Komplikasi dan risiko Ada sejumlah komplikasi yang lebih serius yang
berhubungan dengan anestesi umum, namun, untungnya, sangat jarang (terjadi dalam
waktu kurang dari satu kasus untuk setiap 10.000 anestesi yang diberikan). Komplikasi
meliputi: kerusakansaraf permanen, menyebabkan kelumpuhan atau mati rasa reaksi alergi
serius terhadap obat bius (anafilaksis) kematian ini sangat jarang terjadi (ada sekitar satu
kematian untuk setiap 100.000 anestesi umum yang diberikan).
F. Obat Premedikasi
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi adalah
sebagai berikut:
1. Analgetik narkotik
a. Morfin
b. Petidin
Dosis premedikasi dewasa 50-75 mg (1-1,5 mg/kg BB) intravena
diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernafasan serta merangsang otol
polos. Dosis induksi 1-2 mg/kg BB intravena.
2. Barbiturat
3. Antikolinergik
Atropin, Diberikan untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan dan bronkus
selama 90 menit. Dosis 0,4-0,6 mg intramuskular bekerja setelah 10-15 menit.
a. Diazepam
b. Midazolam
Kelumpuhan berkurang
denganpemberian obat pelumpuh
ototnondepolarisasi dan asidosis
Isofluran Menurunkan laju meta- Meninggikan aliran darak otak dan TIK.
bolisme otak terhadap O2
Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan
dilakukan juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :
a. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tetidur atau sadar.
b. Area operatif harus terpajan secara adekuat
c. Pasokan vascular tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah.
d. Pernapasan pasien harus bebas dar gangguan tekanan lengan pada dada atau
konstriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun.
e. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu. Pengaturan posisi lengan,
tangan, tungkai, atau kaki yang tidak tepat dapat mengakibatkan cedera serius
atau paralisis. Bidang bahu harus tersangga dengan baik untuk mencegah cedera
saraf yang tidak dapat diperbaiki, terutama jika posisi Trendelenburg diperlukan.
f. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada
pasien kurus, lansia atau obes.
g. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga
bila pasien melawan
Posisi lazim untuk pembedahan adalah terlentang dasar; satu lengan di sisi
tubuh, dengan telapak tangan tertelungkup; tangan satunya diposisikan di atas
sebuah papan lengan untuk infuse intravena. Posisi ini kebanyakan digunakan
pada bedah abdomen, kecuali untuk bedah kandung empedu dan pelvis.
b. Posisi Trendelenberg
c. Posisi Litotomi
Dalam posisi litotomi, pasien terlentang dengan tungkai dan paha fleksi
dengan sudut yang tepat. Posisi ini dipertahankan dengan menempatkan
telapak kaki pada pijakan kaki. Posisi ini digunakan pada pembedahan
perineal, rectal dan vaginal.
d. Untuk Bedah Ginjal
Pasien dibaringkan miring pada sisi tubuh yang tidak dioperasi dalam
posisi Sims menggunakan bantal udara dengan ketebalan 12,5 cm samapai 15
cm di bawah pinggang, atau di atas meja dengan ginjal dan punggung di atas.
Bedah leher, misalnya bedah tiroid, dilakukan dengan pasien dalam posisi
terlentang, leher ekstensi menggunakan bantal yang diletakkan dibawah bahu,
dan kepala serta dada ditinggikan untuyk mengurangi aliran balik vena.
K. Peralatan
a) Komponen 1: sumber gas, penunjuk aliran gas (flow meter),dan alat penguap
(vaporizer).
b) Komponen 2: sistem napas, yang terdiri dari sistem lingkar dan
sistem Magill.
c) Komponen 3: alat yang menghubungkan sistem napas dengan
pasien yaitu sungkup muka (face mask), pipa endotrakhea
(endotrakheal tube).
L. Tahapan
a) Persipan Praanestesi
b) Induksi Anestesi
c) Rumatan Anestesi
d) Pemulihan Pasca-Anestesi
Hipertermia maligna adalah gangguan otot yang diturunkan yang secara kimiawi
diinduksikan oleh anestetik. Selama anastesi agen protein seperti anastesi inhalasi dan
relaksan otot dapat memicu gejala hipertermi maligna. Medikasi seperti simpatomimetik,
teofilin, aminofilin, dan glikosida jantung dapat juga menginduksi atau mengeluarkan
reaksi tersebut, proses ini diawali oleh setres.
Patofisiologi ini berkaitan dengan aktivitas sel-sel otot. Sel-sel otot terdiri atas
cairan bagian dalam dan membrane bagian terluar. Kalsium, suatu factor penting dalam
proses kontraksi otot, normalnya disimpan dalam froses kontraksi otot, kalsiu dilepaskan
sehingga memungkinkan terjadinya kontraksi otot, hipertermia, dan kerusakan pada
system saraf pusat. Dengan angka moralitas yang melebihi 50%, mengidentifasikan
pasien yang beresiko adalah penting penting.
Manifestasi klinis; gejala awal hipertermia maligna adalah yang berkaitan dengan
aktivitas kardiovaskuler dan muskuloskletal. Takikardi sering merupakan tanda dini.
Selain takikardi, silmulasi saraf sinpatis mengarah pada disrima ventikuler, hipotensi, dan
penurunan curah jantung, oliguria, dan selanjutnya henti jantung. Dengan transport
kalsium yang abnormal, kekakuan atau gerakan seperti tetani yang sering terjadi pada
rahang. Kenaikan suhu tubuh sebenarnya adalah tanda lanjut yang terjadi dengan cepat,
dan dapat meningkat 1oC setiap 5 menit.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi
ke posisi lainya, seperti dari posisi litotomi keposisi hozontal, dari lateral ke posisi
terlentang. Bahkan memindahklan pasien yang telah dianestesi ke brankar dapat
menimbulkan masalah. Jadi pasien harus dipindahkan secara perlahan lahan dan secara
cermat.
Pengkajian segera pasien bedah saat kembali ke unit klinik terdiri atas
a. Repirasi kepatenan jalan napas ; kedalaman, frekuensi, dan karakter pernapasan
; sulit dan bunyi napas
b. Sirkulasi ; tanda-tanda vital termasuk tekanan darah kondisi kulit
c. Neurologi ; tingkat respon
d. Drainase ; adanya drainase keharusan untuk menghubungkan selang kesistem
drainase yang spesifik adanya dan kodisi balutan
e. Kenyamanan ; tipe nyeri dan likasi mual atau muntah perubahan posisi yang
dibutuhkan
f. Psikologi ; sifat dari pertanyaan pasien kebutuhan akan istirahat dan tidur ;
gangguan oleh kebisingan pengunjung, ketersedian bel pemanggil
g. Keselamatan ; kebutuhan akan pagar tempat tidur ; drainase selang tidak
tersumbat; cairan IV terinfus dengan tepat dan letak IV terbebat dengan baik
h. Peralatan ; diperiksa untiuk fungsi yang baik
O. Pengkajian Respirasi
Kedalaman
Frekuensi
Bunyi napas
P. Pengkajian Sirkulasi
1. Suhu tubuh diatas 37,70C (100oF) atau dibawah 36,1oC (97oF) pernapasan lebih
dari 30 kali atau kurang dari 16 kali permenit dan tekanan darah sistolik turun
dibawah 90 mmhg biasanya dianggap segera dilaporkan. Namun tekanan darah
dasar atau praoperatif pasien digunakan sebagai perbandingan pascaoperatif yang
jelas.
2. Tekanan darah yang sebelumnya stabil yang menunjukkan kecendrungan
menurun 5 mmHg pada pengukuran setiap 15 menit juga harus mewaspadakan
perawat terhadap adanya masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2002
Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius. 2000
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol I. Jakarta : EGC.
2001
Anestesi Spinal. http://anestesi-fkunram.blogspot.com/2009/02/anestesi-spinal.html.
Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul 09:00 WIB. Visitor: Komang
Anestesiology. http://www.wikipedia.com. Diakses tanggal 22 Agustus 2009 pukul
09:00 WIB. Visitor: Komang