Anda di halaman 1dari 12

Edema anasarka adalah edema yang bersifat umum, dan menimbulkan pembengkakan

berat jaringan dibawah kulit. Edema mengacu kepada edema generalisata yang dijumpai pada

para pengidap hipoalbuminemia akibat sindroma nefrotik atau sebab lainnya. Anasarka

disebabkan oleh penurunan sistemik tekanan osmotic kapiler. Akibat penurunan gaya utama

pendorong reabsorpsi cairan interstitiam kembali kapiler, terjadi edema pada ruang

interstitium diruang tubuh. Edema biasanya lunak dan cekung apabila ditekan (pitting), dan

timbul mula_mula didaerah periorbita (disekitar mata), pergelangan kaki, dan kaki.1

Edema sendiri sering ditemukan di Indonesia dengan berbagai penyebab. Oleh karena

itu kami akan membahas edema beserta penyebabnya serta patofisiologi melalui sebuah

laporan kasus.

LAPORAN KASUS

Anda sedang bertugas jaga bagian penyakit dalam di unit gawat darurat R.S. Trisakti Idaman.

Datang pasien laki-laki umur 46 tahun diantar anak laki-lakinya. Pasien tampak sakit berat

dengan bengkak seluruh tubuh. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik tampak sakit berat,

posisi duduk, sesak nafas, kelopak mata bengkak, perut membuncit, seluruh kaki bengkak.

Kesadaran: somnolen, dan tensi 220/80 mmHg, pernafasan 40/menit, dan dangkal. Perkusi

paru redup, auskultasi: ronchi basah menyeluruh. Jantung tidak jelas terdengar, abdomen

(hepar/limpa) tidak teraba. Ditemukan ascites, edema skrotum, dan ekstremitas pitting

oedeme +/+.

Dan dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapati:

1. Darah: Hb 8g%, leukosit 8.000/ul, hitung jenis -/3/8/45/40/4.


LED 120 mm/jam (N <10mm/jam), trombosit 200.000 ul ( N 150.000-450.000/ul).

2. Urinalisa: albumin 3+ (N negatif), glukosa -, sedimen: eritrosit 1/lpb, lekosit 8-10/lpb,

silinder granula kasar: banyak ditemukan (per LPK).

Gambar sedimen urin:

Hasil tes Esbach: 12 g/l urin 24 jam (N <0,5 g/l urin 24 jam).

Hasil foto thorax:


Deskripsi: tampak bercak di paracardial dan parahiler, simetris membentuk gambaran

batwing. Kesimpulannya terdapat pembendungan di paru (edema paru).

Hasil kimia klinik menunjukkan:

Gula darah puasa 80 mg% (N: 70-110 mg%)

Total protein: 4 g/dl (N: 6-8 g/dk), albumin: 1,2 g/dl (N 3,5-5 g/dl)

Kolesterol 400 mg/dl (N <200 mg/dl), HDL 20 mg/dl (N 30-50 mg/dl), LDL 180

mg/dl (N <150 mg/dl), trigliserida 200 mg/dl (N <150 mg/dl)

Ureum: 20 mg/dl (N: 20-40 mg/dl), kreatinin 1 mg/dl (N 0,6-1,2 mg/dl), asam urat 5,6

(N: 3,5-7 g/dl)


PEMBAHASAN

Pada pasien ini didapati edema yang menyeluruh yaitu edema anasarka. Edema itu

sendiri diartikan sebagai edema yang bersifat umum, dan menimbulkan pembengkakan berat

jaringan dibawah kulit.2 penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel tubuh atau di

dalam berbagai rongga tubuh, biasanya diakibatkan karena ketidakseimbangan faktor-faktor

yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik sistem

kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta berpindahnya air

dari intravaskuler ke interstitium.

Edema disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Permeabilitas kapiler meningkat

Jika permeabilitas kapiler meningkat, kapiler yang tadinya hanya permeabel terhadap

air dan elektrolit akan menjadi permeabel terhadap protein. Hal ini menyebabkan

protein keluar ke jaringan dan menarik air ikut keluar dari kapiler sehingga terjadi

edema.
2. Protein plasma menurun

Ketika protein plasma menurun, konsentrasi protein di luar kapiler akan menjadi lebih

tinggi dari pada di dalam kapiler. Hal ini menyebabkan air akan ditarik keluar dari

kapiler.

3. Tekanan hidrostatik vena meninggi

Tekanan hidrostatik vena normalnya harus lebih rendah dari pada tekanan

osmotiknya. Jika tekanan hidrostatik vena lebih tinggi, maka cairan akan terdorong

keluar dari kapiler dan terjadilah edema.

4. Obstruksi saluran limfe

Penyumbatan saluran limfe akan menyebabkan cairan dalam pembuluh limfe keluar

ke jaringan.

Edema anasarka dapat disebabkan oleh beberapa penyakit, di antaranya adalah sebagai

berikut, bersama patofisiologinya:

1. Sirosis hati

Sirosis hati menyebabkan sintesis protein menurun, hal ini menyebabkan terjadinya

hipoproteinemia. Sehingga tekanan osmotik kapiler menurun. Sebagai kompensasi,

tubuh meningkatkan pelepasan aldosteron, yang kemudian mengaktifkan sistem

renin-angiotensin-aldosteron yang dapat menyebabkan retensi air dan natrium

sehingga terjadi edema.


2. Payah jantung

Payah jantung menyebabkan cardiac output menurun, sehingga mengakibatkan

volume arteri menurun. Tubuh mengompensasi dengan mengaktifkan sistem renin-

angiotensin-aldosteron, sehingga terjadi retensi air dan natrium yang mengakibatkan

edema.
3. Malnutrisi

Akibat intake protein menurun, kadar protein plasma juga menurun. Terjadi

ketidakseimbangan kadar protein di kapiler dan ruang interstitial sehingga terjadi

edema.

4. Sindroma nefrotik
P

ma nefrotik terjadi proteinuria akibat peningkatan permeabilitas membran glomerulus.

Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga terjadi hipoalbuminemia.

Akibatnya tekanan osmotik di plasma menurun menyebabkan edema generalisata

akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang cairan ekstraseluler.

Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun angiotensin,

menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut. Hilangnya protein dalam serum

menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam

darah. Berikut adalah skema secara umum mengenai keterkaitan edema dengan

berbagai macam jenis penyakit:3

Pada pemeriksaan fisik pasien tersebut, hasil perkusi paru-parunya redup. Dan pada

auskultasi ronchi basah menyeluruh. Hal ini kemungkinan karena bila terjadi edema berat

dapat timbul dyspnoe akibat efusi pleura. Kemudian pada hasil auskultasi jantung tidak
terdengar jelas, kemungkinan dikarenakan hidroperikardium. Hasil palpasi abdomen hepar

dan limpa tidak teraba, kemungkinan dikarenakan terdapat ascites. Pasien mengalami edema

anasarka, meliputi edema skrotum dan ekstremitas bawah.

Karena pada pemeriksaan fisik belum dapat ditegakkan diagnosis dengan pasti, perlu

dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa tes Esbach, thorax photo, kimia klinik.

Tes Esbach adalah suatu tes kuantitatif protein dalam urin 24 jam, dengan rincian

tatalaksana sebagai berikut: 4

1. Urin jernih yang dipakai harus bereaksi asam; jika perlu tambahlah beberapa tetes

asam asetat glacial kepada urin itu hingga reaksinya menjadi asam xc

2. Isilah tabung Esbach (albuminometer Esbach) terlebih dahulu dengan serbuk batu

apung sampai 3 mm tingginya, yaitu cukup banyak untuk meliputi dasar tabung,

kemudian isilah dengan urin setinggi garis bertandakan U.

3. Tambahlah reagens Esbach atau reagens Tsuchiya kepada urin itu sampai garis tanda

R.

4. Sumbatlah tabung dan bolak-balikkan 12 kali (jangan dikocok).

5. Letakkanlah tabung itu dalam sikap tegak dan biarkan selama 1 jam.

6. Tingginya presipitat dibaca dan menunjukkan banyaknya protein per liter urin.

Dari hasil foto toraks, tampak bercak di parakardial dan parahiler, simetris membentuk

gambaran batwing. Pada foto toraks ini dapat dijelaskan bahwa pasien tersebut mengalami

edema paru. Edema paru diperkirakan terjadi karena penumpukan cairan telah berada di

seluruh tubuh, termasuk paru-paru.


Kemudian pada pemeriksaan kimia klinik hasil periksa gula darah puasa, kadar ureum,

kreatinin dan asam uratnya normal. Pada hasil pemeriksaan kadar protein albumin darah dan

HDL kurang dari batas normal, sedangkan kolesterol, LDL dan trigliseridanya berada di atas

normal, karena untuk sebagai kompensasi turunnya protein plasma, hepar mensintesis lipid.

Diagnosa dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium mengarah ke sindroma nefrotik.

Sebab gejala klinis dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium mengacu kepada gejala

pada penyakit sindroma nefrotik. Di antaranya pada sindroma nefrotik menunjukkan gejala

klinis seperti hipoalbuminemia, hiperlipidemia, proteinuria, edema, volume plasma

meningkat. Sementara, pada penderita sindroma nefrotik, kadar ureum, kreatinin dan asam

uratnya tetap di dalam batas normal.

Penyebab sindroma nefrotik antara lain mencakup glomerulonefrotis kronik, diabetes

mellitus disertai glomerulosklerosis intrakapiler, amilodosis ginjal, penyakit lupus

eritematosus sistemik dan trombosis vena renal.

Untuk penyembuhan pada penyakit sindroma nefrotik diperlukan penaktanalaksanaan.

Adapun penatalaksanaannya seperti berikut :5

Tentukan penyebabnya (biopsi ginjal pada orang dewasa)

Penatalaksanaan edema

o Dianjurkan untuk tirah baring dan memakai stocking yang menekan, terutama

untuk pasien lanjut usia.

o berhati-hati dalam pemberian diuretik, karena adanya proteinuria berat dapat

menyebabkan gagal ginjal atau hipovolemik. (furosemid)


o Diperhatikan dan dicatat keseimbangan cairan pasien, biasanya diusahakan

penurunan berat badan dan cairan 0,5-1 kg/hari. Bila perlu diberi tambahan

kalium. Diuretik yang biasanya di berikan adalah diuretik ringan, seperti tiazid

atau furosemid dosis rendah.

Pemberian obat kortikosteroid (prednisone). Dikarenakan obat kortikosteroid akan

menekan proses inflamasi, proses alergi dan respon imun yang terjadi pada membrane

glomerulus sehingga dapat menurunkan dan memperbaiki permeabilitas membrane

basalis.

Memperbaiki nutrisi

Dianjurkan pemberian makanan tinggi kalori dan rendah garam. Manfaat diet tinggi

protein tidak sesuai karena adanya gagal ginjal, biasanya cukup dengan protein 50-60%

g/hari ditambah kehilangan dari urin.

Mencegah infeksi

Biasanya diberikan antibiotik profilaksis untuk menghindari infeksi, terutama terhadap

pneumokok.

Pada penderita sindroma nefrotik didapatkan prognosis yang baik bila pengelolaan cepat

dan adekuat. Bila pengelolaan cepat dan adekuat, tidak disertai komplikasi, mempunyai

respon baik terhadap kortikosteroid, dan tidak terjadi relaps. Bila pengobatan konservatif

mengalami kegagalan, ultrafiltrasi dan dialysis dapat mencegah kematian.6


KESIMPULAN

Dari gejala-gejala klinis yang didapat dari pasien, maka dapat disimpulkan pasien menderita

Sindroma Nefrotik. Kita menyimpulkan pasien menderita Sindroma Nefrotik berdasarkan

ditemukannya protein dalam urin yang dapat menjadi indikasi ginjal mengalami sindroma

nefrotik. Karena protein dalam darah ikut terbuang dalam urin maka menyebabkan protein

plasma darah menurun (hipoalbuminemia). Maka keadaan ini dapat menyebabkan tekanan

osmotik dalam kapiler darah lebih rendah daripada jaringan ekstrasel dan mengakibatkan air

berpindah dari kapiler darah menuju jaringan ekstrasel. Dan juga ditambah retensi air dan Na

oleh sistem renin-angiotensin menyebabkan pasien mengalami edema di seluruh tubuh

(Anasarca). Hal pertama yang harus kita lakukan adalah memberikan terapi untuk mengatasi

Sindroma Nefrotik yang menjadi penyebab masalah kesehatan lain dalam tubuh pasien

dengan cara biopsi ginjal untuk menentukan seberapa besar kerusakan ginjal, perbaikan

nutrisi, pencegahan infeksi dan berhati-hati dalam pemberian diuretik

Anda mungkin juga menyukai