Anda di halaman 1dari 157

Pokok-Pokok Proses

Penyusunan Anggaran Belanja


Kementerian Negara/Lembaga

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA


DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN
Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga

ISBN 978-602-17675-5-9

Hak Cipta @ 2015


Direktorat Penyusunan APBN,
Direktorat Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan

Pengarah:
Askolani

Editor:
Purwiyanto
Kunta W.D. Nugraha

Kontributor:
Kurnia Chairi, Didik Kusnaini, Adinugroho Dwi utomo,
Heru Wibowo, Agus Kuswantoro, Wawan Sunarjo

Penulisan:
Achmad Zunaidi
Agung Hidayat Purwanto
Diana Setyawati

Lay out:
Lisno Setiawan

Cover:
Kanda Aditya

Pracetak:
Didik Prasetyo

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku tanpa izin
DAFTAR ISI

Daftar Isi ii
Daftar Tabel v
Daftar Gambar vi
Sambutan Menteri Keuangan viii
Kata Pengantar Direktur Jenderal Anggaran x
Kata Pengantar Tim Penyusun xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang Peran Pemerintah 1
Struktur APBN 8
Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam
Postur APBN 12
Siklus Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 20

BAB 2 PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF 26


Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas
Pembangunan Nasional 28
Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana
Inisiatif Baru 32

ii
Pra trilateral Meeting 53
Kementerian Keuangan menyusun prakiraan
kapasitas fiskal 57
Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan
Pagu Indikatif 63

BAB 3 PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN 70


Kementerian Negara/Lembaga Menyusun
Rencana Kerja (Renja) 71
Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) 74
Penetapan Pagu Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga 81

BAB 4 ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN


NEGARA/LEMBAGA 82
Penyusunan RKA-K/L 83
Proses Penelaahan RKA-K/L 87
Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil
Penelaahan dan Menyusun NK, RAPBN, RUU
APBN 89
Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN 98

iii
Surat Menteri Keuangan tentang Alokasi
Anggaran K/L hasil Pembahasan DPR 103

BAB 5 ANGGARAN PENDAPATAN DAN


BELANJA NEGARA PERUBAHAN 106
Latar Belakang 106
Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan 112
Kebijakan APBNP 2012-2014 120

Lampiran
Daftar Pustaka

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar


Ekonomi Makro 11
Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif 26
Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan 30
Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting 54
Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat dalamTrilateral
Meeting 56
Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan
Kapasitas Fiskal 60
Tabel 5.1 Siklus dan Latar Belakang Kebijakan
APBNP 122

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur


APBN 16
Gambar 1.2 Mekanisme Penyusunan RKP 22
Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran 25
Gambar 2.1 Tahapan Penting Dalam Proses
Penyusunan Pagu Indikatif 27
Gambar 2.2 Cara Kerja KPJM 42
Gambar 2.3 Struktur Anggaran 49
Gambar 2.4 Mekanisme dan Proses Review
Angka Dasar 54
Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting 47
Gambar 3.1 Titik Penting Dalam Proses
Penyusunan Anggaran belanja K/L 62
Gambar 3.2 Mekanisme Penyusunan Renja K/L 65
Gambar 3.3 Peran Stakeholder Dalam Trilateral
Meeting 67
Gambar 4.1 Proses Alokasi Anggaran Belanja
K/L 82

vi
Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam
Proyeksi APBN 112
Gambar 5.2 Mekanisme Penyusunan APBNP 113

vii
SAMBUTAN
Menteri Keuangan Republik Indonesia

Kami bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas


rahmat dan karunia-Nya, karena saat ini kami masih
diberi kesempatan untuk menjalankan darma bakti
kepada negara, khususnya melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang keuangan negara untuk
menyejahterakan rakyat. Pencapaian kesejahteraan
rakyat memerlukan persepsi dan reaksi yang sinergis
dari rakyat sebagai subyek pembangunan. Oleh karena
itu, pemahaman dari berbagai pihak mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
menduduki posisi yang strategis, khususnya bahwa
APBN bukan hanya mengenai jumlah anggaran tetapi
juga menggambarkan kebijakan fiskal, kemampuan
keuangan negara, upaya menjaga kesinambungan fiskal
serta akuntabilitas Pemerintah.

Sehubungan dengan itu, buku ini diharapkan dapat


memberikan potret yang lebih luas dan dalam
mengenai pengelolaan APBN, khususnya mengenai
proses dan mekanisme penyusunan anggaran belanja

viii
Kementerian Negara/Lembaga. Untuk itu saya
menyambut baik upaya dari Direktorat Jenderal
Anggaran untuk menyusun buku Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian
Negara/Lembaga . Penyusunan buku tersebut
merupakan salah satu upaya penting untuk
mewujudkan transparansi dalam penyelenggaraan
pengelolaan keuangan negara, memberikan batu
pijakan awal untuk memahami pengelolaan belanja
negara, serta dapat melengkapi referensi-referensi
yang telah disusun sebelumnya.

Harapan kami, keberadaan buku ini dapat menjadi


penutup gap pengetahuan bagi masyarakat pada
umumnya serta dapat memperkaya khasanah
pengetahuan masyarakat mengenai keuangan sektor
publik.

Jakarta, Februari 2015

Bambang P.S. Brodjonegoro

ix
KATA PENGANTAR
Direktur Jenderal Anggaran

Pengelolaan keuangan negara cenderung dipandang


sebagai hal yang ekslusif, karena lebih dipahami oleh
pihak-pihak tertentu saja terutama yang telah
berkecimpung lama dalam proses bisnisnya. Buku ini
mencoba memberikan gambaran terkini mengenai
salah satu sisi dari pengelolaan keuangan negara,
khususnya berkenaan dengan hal-hal pokok mengenai
penyusunan anggaran belanja K/L mengingat
perubahan/perkembangan keuangan negara sangat
dinamis.

Dinamika pengelolaan keuangan negara ini dapat kita


saksikan dalam berbagai kasus, seperti perubahan
prioritas pembangunan, perubahan nomenklatur K/L
dan perubahan proses pembahasan anggaran belanja
negara di DPR setelah adanya keputusan Mahkamah
Konstitusi yang menganulir penetapan alokasi
anggaran oleh DPR berdasarkan jenis belanja dan
kegiatan, tetapi penetapan alokasi tersebut hanya
sampai tingkat program, dengan harapan pembahasan
yang dilakukan dapat lebih strategis.
x
Penyusunan buku Pokok-Pokok Proses Penyusunan
Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga
merupakan upaya Direktorat Jenderal Anggaran untuk
menyajikan informasi mengenai penyusunan anggaran
belanja K/L secara transparan dan prudent (hati-hati).

Akhirnya kami berharap agar keberadaan buku ini


dapat memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin
mendapatkan pengetahuan mengenai praktek
penyusunan anggaran belanja K/L di Indonesia. Untuk
itu kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dan
memberikan dukungan dalam proses penyusunan
hingga penerbitan buku ini.

Jakarta, Februari 2015

Askolani

xi
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun

Pemahaman yang baik mengenai mekanisme


Penyusunan Anggaran belanja K/L sangat penting
untuk dipahami oleh berbagai pihak, utamanya dalam
rangka pencapaian kesejahteraan rakyat yang optimal.
Buku Pokok-Pokok Proses Penyusunan Anggaran
Belanja Kementerian Negara/Lembaga diharapkan
membantu sharing knowledge mengenai mekanisme
maupun proses penyusunan anggaran belanja K/L.

Tim penyusun sangat menghargai bantuan dan


kerjasama dari berbagai pihak dalam proses
penyelesaian buku ini. Secara khusus, penghargaan dan
terima kasih kami sampaikan kepada Bapak Askolani,
Direktur Jenderal Anggaran yang memberikan arahan
terkait dengan materi buku dan kepada Bapak
Purwiyanto, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang
Pengeluaran atas masukan/koreksinya. Terima kasih
juga kami sampaikan kepada para direktur di
lingkungan Ditjen Anggaran, para Kasubdit di
lingkungan Direktorat Penyusunan APBN, dan seluruh
xii
rekan-rekan Direktorat Penyusunan APBN yang telah
membantu dalam berbagai kegiatan terkait, baik dalam
diskusi, pengumpulan bahan, maupun koreksi materi.

Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu kami sangat mengharapkan
dan terbuka terhadap kritik dan saran untuk perbaikan
dan penyempurnaan buku ini di masa yang akan
datang.

Jakarta, Februari 2015

Tim Penyusun

xiii
BAB 1
PENDAHULUAN
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan
Nasional
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Peran Pemerintah

Penyelenggaraan pemerintahan bertujuan untuk


membantu tercapainya kesejahteraan rakyat melalui
penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Dengan APBN, Pemerintah akan menghimpun
pendapatan melalui penerimaan perpajakan dan
penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Untuk selanjutnya
penerimaan tersebut akan didistribusikan untuk mendanai
program dan kegiatan (biasa juga disebut program
pembangunan nasional) yang hasilnya antara lain berupa
jalan, rumah sakit, ataupun sekolah. Harapannya, hasil
program dan kegiatan tersebut akan meningkatkan taraf
hidup masyarakat sesuai dengan yang diharapkan. Di sisi
yang lain, kondisi perekonomian di masyarakat
mengharuskan Pemerintah untuk terlibat. Penyebabnya,
ada berbagai hal yang tidak dapat dilakukan sepenuhnya
secara optimal oleh masyarakat itu sendiri seperti yang
dihasilkan oleh program dan kegiatan di atas. Maksud dan
tujuan keberadaan APBN tersebut dapat kita temukan
dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
APBN dimaksudkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
rakyat.
Pendahuluan

Secara konseptual dan teoritis ilmu ekonomi modern,


keterlibatan pemerintah dalam perekonomian dapat dilihat
dalam persamaan Y = C + I + G + (X M), dimana Y =
pendapatan nasional, C = konsumsi masyarakat, I=
investasi, G = pengeluaran pemerintah, X = ekspor, dan M =
Impor. Dari persamaan pendapatan nasional tersebut dapat
kita lihat bahwa besaran pengeluaran pemerintah atau G
mempunyai pengaruh terhadap besaran pendapatan
nasional atau Y. Artinya, semakin besar G semakin besar
pula Y. Selanjutnya menurut John Maynard Keynes,
perekonomian kapitalis memiliki kelemahan. Kelemahan
ini berupa kegagalan pasar (market failure) sehingga
memerlukan campur tangan Pemerintah. Campur tangan
ini bukan sekedar seperti penjaga malam saja. Pemerintah
ikut langsung menentukan dan mengarahkan
perekonomian ke arah yang lebih baik dan benar melalui
kebijakan ekonomi.

Dalam perekonomian, pihak swasta tidak sepenuhnya


diberikan kekuasaan untuk mengelola perekonomian,
karena pada kondisi tertentu, swasta selalu mementingkan
diri sendiri yaitu mendapatkan keuntungan. Oleh karena
itu, agar swasta dapat terjamin berada pada jalur yang
tepat, Pemerintah dapat mengontrol dan mengaturnya.
Dalam kondisi perekonomian yang mengalami depresi,
pengangguran, dan tingkat inflasi yang tinggi, pihak swasta
tentu tidak peduli akan hal ini, malah kadang
memanfaatkan situasi tersebut agar tetap mendapat
keuntungan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 2
Pendahuluan

Agar kepentingan orang banyak dapat dilindungi, maka


Pemerintah dapat melakukan campur tangan menangani
masalah-masalah yang oleh pihak swasta tidak menarik
perhatiannya, misalkan saja dalam kondisi pengangguran
yang tinggi, maka untuk menciptakan lapangan pekerjaan
baru, atau manakala inflasi relatif tinggi maka Pemerintah
dapat mengeluarkan kebijakan atau peraturan untuk
mengatur suplai barang dan permintaan uang dengan
kebijakan moneternya atau dengan kebijakan fiskalnya.

Masih dalam kaitannya dengan persamaan pendapatan


nasional, persentase perubahan positif (penambahan atau
kenaikan) besaran Y dari tahun ke tahun menunjukkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dalam konteks
besaran komponen G, Pemerintah menyusun atau
merencanakan program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan agar mendukung pertumbuhan ekonomi
tercapai. Program dan kegiatan beserta anggarannya inilah
yang terinci dalam belanja kementerian negara/lembaga
sebagai bagian dari APBN setiap tahunnya.

Dari sisi permintaan, penggunaan faktor-faktor produksi


menentukan kegiatan perekonomian negara, utamanya
tingkat permintaan efektif (permintaan yang disertai
dengan kemampuan membayar barang dan jasa yang
diminta). Dengan demikian, dalam jangka pendek, tinggi
rendahnya tingkat pengangguran tergantung dari tinggi
rendahnya permintaan efektif. Manakala permintaan efektif
semakin besar, berarti daya beli masyarakat semakin
tinggi. Produsen mengimbanginya dengan cara

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 3
Pendahuluan

memperbesar produksinya dan untuk itu dibutuhkan


tenaga kerja baru. Permintaan efektif ini dianalisis dari
berbagai pelaku ekonomi suatu suatu negara. Hal ini sesuai
dengan teori ekonomi mengenai multiplier effect pada
pengeluaran Pemerintah, yaitu:

= ( dimana Marginal Propensity to


)
Consume (MPC) adalah cerminan dari efek multiplier
terhadap permintaan efektif, dimana ( merupakan
)
kunci peningkatan MPC, inipun juga tergantung dari jenis
G-nya. Jika G-nya lebih produktif maka efek multiplier-nya
akan lebih besar dan berkesinambungan, sebaliknya jika G-
nya kurang produktif maka efek multiplier-nya kurang
besar dan sesaat. Contoh G yang produktif adalah
pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan,
pelabuhan, pembangkit tenaga listrik dan lain-lain.
Sementara contoh G yang kurang produktif seperti subsidi
yang tidak tepat sasaran atau biaya operasional kantor.

Dari sisi permintaan efektif dalam masyarakat mungkin


saja terjadi gangguan oleh kekurangan dana sehingga
membutuhkan suntikan dan campur tangan dari
Pemerintah. Dalam hal permintaan dianggap rendah, dan
dalam rangka mendorong permintaan, biasanya
Pemerintah melakukan kebijakan anggaran ekspansif, yaitu
membelanjakan uangnya untuk merangsang perekonomian
agar dapat seimbang (meskipun untuk ini anggaran
pemerintah menjadi defisit). Misalkan saja dengan cara
membuka lapangan kerja yang padat karya dan/atau

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 4
Pendahuluan

memberikan subsidi. Manakala perekonomian kelebihan


permintaan sehingga perekonomian menjadi terlalu panas
(overheating) karena produksi tidak mampu memenuhinya
dan menstabilkan kondisi perekonomian yang terlalu cepat,
tindakan yang diambil biasanya adalah mengurangi belanja
pemerintah dan menaikkan pungutan pajak.

Penjelasan lanjutannya, ekonomi dapat tumbuh bila ada


pembangunan, yang mengakibatkan pergerakan sektor-
sektor ekonomi (perdagangan, jasa, dan industri). Di sektor
industri dan perdagangan misalnya, pendirian pabrik-
pabrik baru dan meningkatnya kegiatan ekspor akan
berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.
Pendapatan yang meningkat bagi pemilik modal dan buruh
merupakan sumber potensial pajak yang akan dipungut
Pemerintah. Sektor pertanian juga akan meningkat melalui
pembangunan di bidang sarana dan prasarana irigasi, jalan,
atau jembatan. Hasil-hasil pertanian akan dapat dipasarkan
dengan lebih lancar dan dengan jangkauan yang luas.
Dampaknya, pendapatan petani meningkat. Intinya,
perubahan-perubahan pada berbagai sektor akan
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan ekonomi yang
ditandai dengan naiknya produksi nasional, pendapatan
nasional, dan pendapatan perkapita.

Mengapa Pemerintah terlibat dalam kegiatan ekonomi?


Mengapa tidak Pemerintah menyerahkan kepada
mekanisme pasar saja? Berikut ini adalah penjelasan
mengenai keterlibatan Pemerintah dalam kegiatan
ekonomi di masyarakat. Pertama, Pemerintah sebagai

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 5
Pendahuluan

pengendali inflasi dan deflasi. Keadaan perekonomian tidak


dapat diatasi langsung oleh masyarakat dan mekanisme
pasar, tetapi harus dilakukan oleh pemerintah dengan
menggunakan instrumen berupa kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal. Dalam keadaan inflasi yang membesar
pemerintah melakukan pengurangan pengeluaran dan
peningkatan penerimaan dan mengeluarkan kebijakan
uang ketat, dan sebaliknya pada saat deflasi.

Kedua, Pemerintah menyediakan barang-barang publik,


yaitu barang-barang yang tidak dapat disediakan oleh
masyarakat (perusahaan ataupun perorangan). Penyediaan
barang-barang publik, yang mencakup infrastruktur dan
suprastruktur bagi kebutuhan masyarakat luas, seperti
jembatan, jalan, keamanan, pertahan nasional, dan lain-lain.

Ketiga, Pemerintah mencegah adanya monopoli dan


monopsoni yang merugikan masyarakat. Monopoli dan
monopsoni, merupakan penguasaan pasar secara tunggal
dan penguasaan sumber/pasokan secara tunggal, hal ini
bila dikuasai oleh sektor swasta akan memberikan suasana
yang tidak sehat apalagi untuk kebutuhan masyarakat luas,
pemerintah harus mencegah terjadinya hal tersebut,
khususnya terkait barang/jasa yang nilainya strategis bagi
kebutuhan masyarakat luas.

Keempat, Pemerintah menjaga stabilitas produksi,


kurangnya barang/jasa produksi maka akan
mengakibatkan meningkatnya inflasi, namun semua ini
sebenarnya dapat dicegah oleh turunnya permintaan pasar,

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 6
Pendahuluan

yang penting pemerintah perlu mengatur tingkat stabilitas


dan kontinuitas barang/jasa bagi kebutuhan masyarakat
luas.

Kelima, Pemerintah mengambil alih risiko ekonomi. Pada


umumnya masyarakat sangat mendambakan kesejahteraan
dan berbagai kemudahan dalam memperoleh berbagai
kebutuhan, namun secara individu masyarakat biasa
cenderung tidak ingin terjun dalam kegiatan usaha yang
berisiko tinggi. Oleh karena itu, risiko ekonomi harus
ditanggung oleh pemerintah, seperti riset teknologi,
penanggulangan bencana alam, distribusi barang konsumsi,
penjaminan deposito dan lain-lain.

Keenam, Pemerintah menanggung adanya biaya ekternal


dari perekonomian. Kenyataannya banyak perusahaan
yang tidak mampu mengukur faktor-faktor eksternal yang
berkaitan dengan tanggung jawab sosial, dan tidak
memperhitungkannya dalam pembiayaan usaha dari hasil
produksinya. Bagi perusahaan harga di pasar menjadi dasar
pertimbangan untuk mengukur biaya dan penetapan
kebijakan harga, di mana dari padanya ia mengukur
kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh. Sebagai
contoh dari hasil limbah yang ada pada suatu perusahaan,
sering kali pihak perusahaan tidak ingin memperhitungkan
biaya penanggulangan limbah tersebut sebagai bagian dari
biaya produksi, sehingga pemerintah harus melakukan
regulasi untuk menanggulangi sebagai perlindungan
kepada masyarakat. Oleh karena itu biaya-biaya yang

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 7
Pendahuluan

berkaitan dengan social benefit harus ditanggulangi oleh


pemerintah.

Ketujuh, Pemerintah menjaga keseimbangan pendapatan


masyarakat. Kesenjangan atau perbedaan pendapatan yang
terjadi di masyarakat merupakan hal yang terjadi secara
alamiah yang ditimbulkan oleh kurangnya kesempatan
dalam menggunakan fasilitas yang tersedia, rendahnya
pendidikan/keterampilan, kurangnya kreativitas dan
inovasi orang-perorangan. Faktor kemalasan, kondisi
lingkungan dan kecilnya kesempatan kerja, hal ini menjadi
tanggung jawab pihak pemerintah mengingat akan
mempengaruhi hubungan sosial dalam masyarakat dan
tersendatnya perkembangan perekonomian.

Struktur APBN

Sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya, peran


APBN sangat penting bagi upaya pencapaian kesejahteraan
rakyat. Angka-angka belanja dalam APBN, menunjukkan
sektor-sektor prioritas apa yang mendapat perhatian dari
pemerintah pada tahun yang direncanakan.

Jadi, apakah APBN itu? Mungkin pembaca mempunyai


gambaran sedikit mengenai APBN ini berdasarkan
penjelasan di awal. Menurut Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, APBN adalah
rencana keuangan tahunan pemerintah yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). APBN merupakan wujud
pengelolaan keuangan negara sebagai konsekuensi

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 8
Pendahuluan

penyelenggaraan pemerintahan yang menimbulkan hak


dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang.

APBN adalah undang-undang yang merupakan kesepakatan


antara Pemerintah dan DPR. Hal ini disebutkan dalam pasal
23 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun
dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka
dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Sementara Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1 menyatakan
bahwa APBN adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat. Penyusunan APBN ini dilaksanakan
setiap tahun dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara. Secara
fisik, APBN ini berwujud dokumen yang berisi Undang-
Undang tentang APBN.

Definisi APBN sebagai rencana keuangan tahunan


pemerintahan negara yang ditetapkan dengan undang-
undang juga ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (7) UU Nomor
17 tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3). Selain itu,
berdasarkan pasal 2 ayat (1) PP Nomor 90 tahun 2010
tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga, penyusunan APBN setiap
tahun oleh Pemerintah dilakukan dalam rangka

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 9
Pendahuluan

penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai


tujuan bernegara.
Wujud APBN dapat diwakili oleh struktur APBN yang
dapat dilihat pada Tabel 1.1, yaitu tabel yang berisikan
komponen-komponen yang secara garis besar yang terdiri
dari: (a) Pendapatan Negara dan Hibah, (b) Belanja Negara,
(c) Keseimbangan Primer, (d) Surplus/Defisit Anggaran,
dan (e) Pembiayaan anggaran. Dengan format ini,
pendapatan disajikan pada urutan teratas yang kemudian
dikurangi dengan belanja negara sehingga dapat diketahui
surplus atau defisit. Apabila defisit, disajikan unsur-unsur
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Bentuk
tersebut memberikan kejelasan mengenai transparansi
dalam penyusunan dan pengelolaan APBN, sekalipun
kemudahan analisis seperti misalnya perbandingan dengan
APBN negara-negara lain yang juga menerapkan standar
Government Financial Statistic, dan kemudahan
pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 10
Pendahuluan

STRUKTUR APBN
A. PENDAPATAN NEGARA
I. PENDAPATAN DALAM NEGERI
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN
a. Pendapatan Pajak Dalam Negeri
b. Pendapatan Pajak Perdagangan Internasional
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
a. Penerimaan SDA
1) SDA Migas
2) Non Migas
b. Pendapatan Bagian Laba BUMN
c. PNBP Lainnya
d. Pendapatan BLU
II. PENERIMAAN HIBAH

B. BELANJA NEGARA
I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT
1. Belanja K/L
a. Belanja Pegawai
b. Belanja Barang
c. Belanja Modal
d. Bantuan Sosial

2. Belanja Non KL

a. Program Pengelolaan Utang Negara


b. Program Pengelolaan Hibah Negara
c. Program Pengelolaan Subsidi
d. Program Pengelolaan Belanja Lainnya
e. Program Pengelolaan Transaksi Khusus

II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA


1. Transfer ke Daerah
a. Dana Perimbangan
b. Dana Otonomi Khusus
c. Dana Keistimewaan DIY
d. Dana Transfer Lainnya
2. Dana Desa

C. KESEIMBANGAN PRIMER
D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B)
% Defisit terhadap PDB
E. PEMBIAYAAN (I + II)
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI
1. Perbankan dalam negeri
2. Non-perbankan dalam negeri
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (neto)
1. Penarikan Pinjaman LN (bruto)
2. Penerusan Pinjaman (SLA)
3. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN

- Produk Domestik Bruto (miliar Rp)


- Pertumbuhan ekonomi (%)
- Inflasi (%) y-o-y
- Tkt bunga SPN 3 bulan (%) Asumsi Dasar Ekonomi Makro
- Nilai tukar (Rp/US$1)
- Harga minyak (US$/barel)
- Lifting Minyak (ribu barel/hari)
- Lifting Gas (MBOEPD)
- Volume konsumsi BBM bersubsidi (juta KL)

Tabel 1.1 Struktur APBN dan Asumsi Dasar Ekonomi Makro


Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 11
Pendahuluan

Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) dalam Postur APBN

Kapasitas Fiskal (Resource Envelope) adalah kemampuan


keuangan negara yang dihimpun dari pendapatan negara
untuk mendanai pengeluaran negara, baik belanja negara
maupun pengeluaran pembiayaan. Kemampuan Keuangan
Negara juga memperhitungkan penerimaan pembiayaan
(non utang). Belanja Negara dalam hal ini adalah belanja
pemerintah pusat (K/L dan non K/L) dan transfer ke
daerah.

Dari sisi materi, penyusunan kapasitas fiskal pada dasarnya


merupakan penyusunan postur APBN (I-account) secara
utuh yang dilakukan dalam rangka menyusun pagu indikasi
kemampuan negara yang pada tahap selanjutnya
mengalami penyesuaian atau perubahan sesuai dinamika
internal pemerintahan sepanjang proses penyusunannya
menuju Rancangan APBN.

Kapasitas fiskal dalam postur APBN lengkap harus disetujui


oleh sidang kabinet. Kemudian, kapasitas fiskal
disampaikan kepada Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappenas untuk menyusun pagu
indikatif belanja K/L. Hal tersebut sejalan dengan amanat
Peraturan Pemerintah Nomor 90 tahun 2010 tentang
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga, Kementerian Keuangan menyampaikan
kapasitas fiskal kepada Bappenas pertengahan Pebruari;.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 12
Pendahuluan

Penyusunan kapasitas fiskal tersebut, tidak hanya


dilakukan untuk tahun yang direncanakan tetapi termasuk
kapasitas untuk jangka menengah (Medium Term Budget
Framework), misal ketika menyusun kapasitas fiskal
RAPBN 2016 pada triwulan I 2015 juga disusun kapasitas
fiskal untuk 2017 2019. Konteks penyusunan ini adalah
dalam kerangka membuat perkiraan mengenai kapasitas
fiskal yang ada pada tahun yang direncanakan dan proyeksi
untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun sesudahnya. Mekanisme
penyusunan ini merupakan bagian tidak terpisahkan dari
proses penyusunan RAPBN. Dengan gambaran utuh postur
APBN inilah kapasitas fiskal dapat diketahui.

Pembentukan postur APBN dalam rangka penyusunan


kapasitas fiskal mencakup lima langkah utama, yaitu
(1) me-review atas MTEF dan realisasi terkait (misal
kebijakan) dan besaran pendapatan, belanja, defisit, serta
financing; (2) menyusun asumsi dasar ekonomi makro
berdasarkan prospek perekonomian global dan domestik
yang realistis; (3) mengindentifikasi dan memproyeksi
pendapatan negara; (4) merumuskan usulan berbagai
kebijakan APBN, baik di sisi pendapatan, belanja,
keseimbangan umum, dan pembiayaan (penerimaan dan
pengeluaran) serta identifikasi potensi belanja negara
terkait inisiatif baru; dan (5) mengidentifikasi kebutuhan
belanja untuk kebutuhan penyelenggaraan negara.

Dalam proses penganggaran, masing-masing besaran


komponen postur APBN ini ditentukan atau dipengaruhi
oleh asumsi dasar ekonomi makro. Komponen pendapatan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 13
Pendahuluan

dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, inflasi, kurs, ICP,


lifting gas dan lifting minyak. Komponen belanja
dipengaruhi oleh inflasi dan kurs. Komponen defisit
(surplus belum pernah terjadi dalam pembentukan postur
APBN selama ini, jadi tidak dijelaskan) tidak dipengaruhi
langsung oleh asumsi dasar ekonomi makro tetapi oleh
kondisi keseimbangan antara belanja-pendapatan.
Sementara itu, komponen pembiayaan dipengaruhi
langsung oleh besaran defisit, kebijakan investasi
pemerintah, dan kurs. Dampak perubahan asumsi dasar
ekonomi makro terhadap postur APBN dijelaskan lebih
lanjut pada Bab 3.

Berdasarkan pengaruh asumsi dasar ekonomi makro ini


masing-masing komponen postur APBN diperkirakan
besaran angkanya. Penghitungan masing-masing
komponen postur APBN dilakukan secara paralel atau
bersamaan. Baru kemudian masing-masing komponen ini
diharmonisasikan menjadi postur APBN utuh dan ideal.
Acuan harmonisasi postur APBN antara lain antisipasi
gejolak ekonomi dunia, besaran defisit, kebutuhan belanja
yang berkeadilan, atau risiko fiskal dan antisipasi bencana
alam.

Penghitungan komponen postur APBN juga


memperhatikan karakteristik yang dimiliki tiap komponen.
Pendapatan dapat dipastikan merupakan perkiraan
maksimal yang dapat ditarik pemerintah dari pajak, PNBP,
dan hibah. Untuk belanja, harus mempertimbangkan
pengeluaran pemerintah untuk membiayai kebutuhan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 14
Pendahuluan

penyelenggaraan operasional dan pengeluran wajib seperti


belanja pegawai, pembayaran bunga utang, belanja barang
operasional, subsidi dan lain-lain, termasuk cadangan
untuk darurat/mendesak dan risiko fiskal. Sedangkan
untuk defisit harus mempertimbangkan batasan yang
diperbolehkan (amanat Undang-Undang nomor 17 tahun
2003) dibatasi 3% dari PDB untuk konsolidasi APBN dan
APBD. Dalam hal pembiayaan, ini merupakan perkiraan
maksimal yang dapat diperoleh pemerintah melalui utang.

Kapasitas fiskal yang disampaikan kepada Bappenas


tersebut berupa informasi mengenai potensi belanja yang
nantinya dapat digunakan untuk mendanai kegiatan-
kegiatan K/L yang meliputi belanja operasional dan
pembangunan yang merupakan prioritas nasional. Dalam
informasi tersebut terinci berapa kapasitas fiskal yang
tersedia untuk belanja K/L, berapa yang merupakan angka
dasar, dan berapa yang merupakan potensi fiskal yang
dapat digunakan untuk mendanai berbagai usulan inisiatif
baru.

Dalam proses penghitungan tiap komponen, komponen


belanja telah memperhitungkan biaya operasional,
pengeluaran wajib (non discretionary spending), belanja
antisipasi untuk berbagai keperluan dan cadangan sebagai
angka dasar. Jika masih ada potensi anggaran belanja yang
belum digunakan, potensi tersebut digunakan untuk
menambah pendanaan inisiatif baru.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 15
Pengaruh Asumsi Dasar Ekonomi diharmonisasikan dalam
Penghitungan tiap
Makro (ADEM) dan Karakteristik Postur APBN utuh dan
Komponen
Komponen ideal

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga
Komponen Pengaruh ADEM Karakteristik Komponen Jumlah Komponen Jumlah
(triliun (triliun
Pendapatan pertumbuhan perkiraan Rupiah) Rupiah)
ekonomi, inflasi, maksimal
Pendapatan 1.300 Pendapatan 1.300
kurs, ICP, dan

16
lifting minyak
Belanja 1.491 Belanja 1.450
Belanja inflasi, kurs, SPN Biaya K/L 636 K/L 595
3 bulan, ICP, dan operasional Angka Dasar 566 Angka Dasar 566
lifting minyak diperkirakan o Operasional 198 o Operasional 198
mencapai o Non ops 368 o Non ops 368
80% dari Inisiatif Baru. 70 Inisiatif Baru. 29
total belanja Non-K/L 855 Non-K/L 855
pemerintah Defisit 191 Defisit 150
pusat
Defisit (dipengaruhi maksimal Pembiayaan 150 Pembiayaan 150
oleh pendapatan 2,5% dari Untuk mencapai angka defisit 150 (sama
- belanja) PDB Angka defisit
dg kemampuan pembiayaan), belanja
dengan pembiayaan
Pembiayaan Kurs perkiraan dipangkas sebesar 41 pada bagian inisiatif
harus sama.
maksimal baru. Angka kapasitas fiskal yang
Pendahuluan

disampaikan ke Bappenas adalah 368 + 29


= 397

Gambar 1.1 Mekanisme Penyusunan Postur APBN


Pendahuluan

Dari contoh pembentukan postur APBN yang telah


diharmonisasikan tersebut dapat diketahui kapasitas fiskal
belanja K/L untuk tahun yang direncanakan sebesarRp595
triliun dengan rincian: sebesar Rp566 triliun untuk
baseline belanja K/L (angka dasar) dan sebesar Rp29
triliun merupakan potensi untuk inisiatif baru. Pada angka
dasar masih dapat dirinci menjadi belanja operasional
sebesar Rp198 triliun dan non-operasional sebesar Rp368
triliun.

BOKS 1.1
Penyusunan Postur APBN Berdasarkan
Komponen Pembentuknya
Pendapatan Negara
Secara sederhana, penentuan target pendapatan negara (salah satunya)
dipengaruhi oleh asumsi pertumbuhan ekonomi pada tahun yang
direncanakan. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi pada tahun yang
direncanakan, berkorelasi positif terhadap pendapatan negara yang
berasal dari pajak yang akan menjadi penerimaan negara. Mengapa?
Besaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi mencerminkan kegiatan
ekonomi bergerak/berkembang dari satu periode ke periode
berikutnya. Pergerakan ekonomi yang merupakan dasar pemungutan
penerimaan negara menjadi acuan untuk merencanakan target
pendapatan negara. Target-target pendapatan inilah yang nantinya
menjadi basis perhitungan penerimaan pajak yang merupakan sumber
penerimaan negara.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 17
Pendahuluan

Belanja Negara
Secara umum, proyeksi belanja negara pada tahun yang direncanakan
memperhatikan realisasi belanja negara tahun-tahun sebelumnya,
pengaruh asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan beserta
risikonya, berbagai parameter belanja Negara, serta kebijakan-
kebijakan yang diusulkan untuk ditempuh di bidang belanja negara
beserta risikonya.
Pada tahap awal, Ditjen Anggaran c.q. Dit P-APBN menyusun proyeksi
besaran belanja negara per jenis belanja (pegawai, barang, modal,
pembayaran bunga utang, subsidi, belanja hibah, bantuan sosial,
belanja lain-lain, belanja transfer ke daerah). Sebagai acuan awal
proyeksi kebutuhan per jenis belanja tersebut dilakukan dengan
memberikan alokasi belanja untuk kebutuhan-kebutuhan yang bersifat
wajib (nondiscretionary) seperti belanja pegawai (gaji dan tunjangan
serta kontribusi sosial/iuran asuransi kesehatan dan pensiun), belanja
barang operasional, subsidi, pembayaran bunga utang, serta
memperhitungkan kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi (kurang
bayar) pada tahun-tahun sebelumnya (contoh : kurang bayar tunjangan
profesi guru, kurang bayar subsidi).
Tahap selanjutnya, jumlah kebutuhan alokasi yang dihasilkan dari
proses tersebut kemudian dikonsolidasikan dengan sumber pendanaan
yang tersedia melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Identifikasi sumber-sumber pendanaan dari tiap-tiap jenis belanja


yang sumber pendanaannya sudah tersedia secara earmark, yaitu:
PHLN, PNBP, BLU, SBSN.
2. Komponen belanja yang sumber pendanaannya belum terpenuhi
dari tahap 1, akan dipenuhi dari rupiah murni (RM) yaitu kapasitas
fiskal neto yang tersedia
3. Bila terdapat kebutuhan yang belum tersedia pendanaannya
(dalam batasan defisit yang disepakati) akan dipenuhi dari
pendanaan yang diidentifikasi tahap selanjutnya.
4. Namun apabila setelah tahap 3 diselesaikan masih terdapat dana
yang tersedia, maka akan di exercise untuk dialokasikan pada

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 18
Pendahuluan

belanja prioritas, anggaran antisipasi krisis atau pengurangan


defisit. Namun bila justru sebaliknya terdapat kekurangan maka
akan dilakukan identifikasi sumber pendanaan melalui langkah-
langkah: (a) pengurangan alokasi/realokasi belanja, (b) identifikasi
sumber pendapatan tambahan, atau (c) identifikasi sumber
pembiayaan tambahan, atau (d) kombinasi dari ketiganya.
Selanjutnya proyeksi masing-masing jenis belanja tersebut dikompilasi
dan dikelompokkan dalam alokasi belanja pemerintah pusat dan
alokasi transfer ke daerah. Untuk belanja pemerintah pusat, terdapat
rincian mengenai proyeksi total kebutuhan masing-masing jenis
belanja, baik yang merupakan bagian dari belanja K/L maupun Non-
K/L. Rincian Belanja KL mencakup belanja pegawai, barang, modal, dan
bantuan sosial. Untuk Belanja non KL mencakup pembayaran Bunga
Utang, Subsidi, belanja pegawai khusus yang berkaitan dengan
kontribusi sosial dan dana transito, Bantuan Sosial untuk Dana
darurat/penanggulangan bencana alam, belanja lain-lain untuk
kebutuhan mendesak, Cadangan untuk mengantisipasi perubahan
kebijakan (policy measures), transfer ke daerah, dan cadangan risiko
fiskal.
Proyeksi kapasitas fiskal yang disampaikan oleh Menteri Keuangan
kepada Menteri Perencanaan utamanya menjelaskan mengenai indikasi
kapasitas fiskal yang tersedia untuk pagu belanja K/L (pagu indikatif).
Indikasi belanja tersebut mencakup angka baseline (menampung
kebutuhan untuk belanja operasional dan biaya non-operasional) dan
potensi anggaran untuk insiatif baru beserta indikasi peruntukannya.
Peruntukan inisiatif baru difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas
dengan kriteria: (i) memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) yang belum tercapai, dan (ii) arahan
Presiden seperti hasil Sidang Kabinet atau memenuhi amanat
ketentuan peraturan perundang-undangan seperti Instruksi Presiden
atau Keputusan Presiden.
Pembiayaan
Dalam proses penyusunan kapasitas fiskal juga memerlukan proyeksi
pembiayaan anggaran yang secara total merupakan konsekuensi dari

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 19
Pendahuluan

adanya defisit dan secara rinci merupakan konsekuensi dari posisi


ketersediaan sumber-sumbernya. Oleh karena itu, pada pekan pertama
dan kedua di bulan Februari, Dit. P-APBN melakukan penyusunan
usulan kebijakan dan exercise Pembiayaan Anggaran RAPBN.
Pembiayaan juga ditentukan oleh rencana dan kebijakan investasi
pemerintah.

Siklus Penyusunan Anggaran Belanja Kementerian


Negara/Lembaga

Penyusunan anggaran belanja kementerian


negara/lembaga (KL) secara garis besar dibagi dalam
tahapan perencanaan dan penganggaran. Namun pada
tahapan perencanaan juga terdapat tahapan penganggaran
(penyusunan kapasitas fiskal). Bahkan pada akhirnya
kedua tahapan bersinggungan pada saat penetapan pagu
indikatif. Urutan proses dan tahapan perencanaan
dimaksud terdiri dari:

1. Penyusunan arah kebijakan dan prioritas


pembangunan nasional;
2. Kementerian Negara/Lembaga (KL) melakukan
evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada
tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru, dan
indikasi kebutuhan anggaran;
3. Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan
mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang
sedang berjalan, mengkaji usulan inisiatif baru
berdasarkan prioritas pembangunan, serta

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 20
Pendahuluan

menganalisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi


indikasi kebutuhan dananya;
4. Penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan
penetapan pagu indikatif;
5. Pertemuan Pra tiga pihak (pra trilateral meeting)
6. Pagu indikatif dan penetapan rancangan awal Rencana
Kerja Pemerintah;
7. KL menyusun rencana kerja (Renja);
8. Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) antara
Kementerian Negara/Lembaga, Kementerian
Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
9. Penyempurnaan rancangan awal RKP;
10. Pembahasan RKP dalam pembicaraan pendahuluan
antara Pemerintah dengan DPR;
11. Penetapan RKP.

Dari proses di atas, terdapat juga dokumen perencanaan


selain RKP yang dihasilkan dalam proses perencanaan,
yaitu Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja
K/L). Renja adalah dokumen perencanaan tahunan yang
merupakan penjabaran dari RKP dan akan digunakan
sebagai masukan dalam penyusunan RKP. Renja memuat
sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh KL, arah kebijakan,
program, kegiatan pembangunan, dan kebutuhan
pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah, maupun yang ditempuh dengan mendorong
partisipasi masyarakat. Bagi K/Lyang terkait langsung
dengan pencapaian prioritas pembangunan nasional pada
tahun tertentu, program dan kegiatannya harus dapat
secara langsung mencerminkan pencapaian prioritas

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 21
Pendahuluan

pembangunan nasional yang telah ditetapkan. Informasi


yang ada di dalam dokumen Renja meupakan perencanaan
yang sifatnya strategis. Yaitu, pencapaian positif yang
sifatnya mendasar sebagai hasil program/kegiatan yang
dilaksanakan oleh unit eselon I KL.

Contoh mekanisme secara sederhana penyusunan draft


awal RKP pada Program Anak Usia Dini dapat dilihat pada
Gambar 1.2.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 22
Pendahuluan

Penjelasannya, untuk prioritas pembangunan sumber daya


manusia (SDM), Program Pendidikan Anak Usia Dini
berencana untuk mengubah rasio anak usia dini yang
bersekolah menjadi 1:3. Angka atau rasio 1:3 ini diperoleh
melalui evaluasi pelaksanaan program tahun sebelumnya
(misal rasionya 1:4) dan harapan memperbaiki kondisi
pendidikan anak usia dini pada tahun yang direncanakan.
Pada kolom paling kanan dari gambar di atas terdapat pagu
indikatif. Pagu indikatif ini merupakan ancar-ancar alokasi
anggaran usulan pemerintah. Ruang lingkup pagu indikatif
yang ada dalam draft awal pagu anggaran belanja dalam
rangka pencapaian prioritas nasional saja, tidak termasuk
anggaran untuk kebutuhan biaya operasional seperti
belanja gaji pegawai atau operasional
kementerian/lembaga.
Dalam hal anggaran total K/L, alokasi anggaran belanja
suatu K/L secara keseluruhan (biaya operasional dan
rencana pencapaian kinerja prioritas nasional ) bisa kita
lihat dalam surat bersama Kementerian Keuangan dan
Bappenas mengenai pagu indikatif.
Selanjutnya, penyusunan anggaran belanja K/L menginjak
tahapan penganggaran. Berikut ini merupakan tahap
penganggaran yang meliputi:
1. Penetapan arah kebijakan dan prioritas pembangunan
nasional yang menghasilkan konsep kebijakan RAPBN;

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 23
Pendahuluan

2. Penyusunan kapasitas fiskal (resource envelope) sebagai


bahan penyusunan pagu indikatif dan konsep kebijakan
fiskal;
3. Penyusunan pagu indikatif yang kemudian diterbitkan
surat edaran bersama Menteri Keuangan dengan
Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Bappenas; dan
4. Perumusan pokok-pokok kebijakan fiskal, kebijakan
ekonomi makro dan rencana kerja pemerintah.
5. Penyusunan pagu anggaran yang digunakan sebagai
bahan penyusunan Nota Keuangan dan RUU RAPBN
6. Penyampaian RAPBN oleh Pemerintah ke DPR,
pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-
Undang APBN
7. Persetujuan DPR setelah Pembahasan RAPBN dan RUU
APBN ditetapkan menjadi Undang-Undang APBN.
8. Setelah UU APBN disahkan oleh DPR, Pemerintah
menerbitkan Keppres tentang Rincian Alokasi Anggaran
Belanja Pemerintah Pusat.
9. Pemerintah menerbitkan DIPA untuk diserahkan ke
masing-masing Satker.
Proses dan tahapan penganggaran memperlihatkan
beberapa dokumen anggaran yang dihasilkan atau
ditetapkan. Beberapa dokumen ini meliputi: SEB Menteri
Keuangan dan Menteri PPN/Bappenas, Peraturan Presiden
tentang Rencana Kerja Pemerintah, UU APBN, persetujuan
anggaran oleh DPR, dan RKAKL.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 24
Pendahuluan

Secara ringkas, proses penganggaran (sampai dengan


penetapannya sebagai UU APBN) diilustrasikan
sebagaimana Gambar 1.3.

Gambar 1.3 Proses dan Tahapan Penganggaran

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 25
BAB 2

PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF


Sektor-Sektor
Prioritas
Pembangunan
Nasional
BAB 2

PENYUSUNAN PAGU INDIKATIF

Penyusunan pagu indikatif sebagai bagian dari penyusunan


anggaran belanja K/L merupakan suatu proses yang
menghasilkan keluaran berupa surat bersama Menteri
Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang
Pagu Indikatif dan rancangan awal RKP. Substansi materi
surat ini berisikan Informasi mengenai indikasi pagu
belanja tiap-tiap K/L. Pagu belanja tersebut masih dirinci
lagi dalam program dan sumber dana sebagaimana contoh
Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Informasi dalam Pagu Indikatif
(Miliar Rupiah)

No Kementerian Program Sumber Dana Jumlah


Negara/Lembaga
Rupiah PNBP Pinja Hibah
(K/L)
Murni dan man Luar
BLU Luar Negeri
Negeri
1 Kementerian Program Pendidikan 2.000 500 100 50 2.650
Pendidikan dan Tinggi
Kebudayaan
Program Dukungan 1.000 15 0 20 1.035
Manajemen dan
Dukungan Teknis
Kementerian
Dikbud
Sub total 3.000 515 100 70 3.685
2 Kementerian dst
Kesehatan
Penyusunan Pagu Indikatif

Yang menarik atau ingin diketahui bukan pada besaran


anggaran untuk tiap program tetapi bagaimana proses
penentuan atau penetapan besaran anggaran tersebut
dilakukan. Jika menunjuk tabel di atas, bagaimana proyeksi
anggaran untuk Program Pendidikan Tinggi tersebut
sebesar Rp2.650 miliar, bukan Rp1.000 miliar;
pertimbangan apa yang melatarbelakangi penentuan angka
tersebut. Jawaban atas pertanyaan tersebut akan terjawab
melalui pemahaman atas proses penyusunan pagu indikatif
sebagaimana gambaran prosesnya yang terdiri dari
beberapa tahapan penting berikut ini (Gambar 2.1).

Dalam kaitannya dengan pembahasan tiap-tiap subbagian,


uraian penjelasannya mengacu pada proses penyusunan
pagu indikatif sebagaimana Gambar 2.1. Namun demikian,
proses pada evaluasi angka dasar dan penyusunan inisiatif
baru dimaksud disatukan dalam pembahasan, mengingat
materi yang disajikan sama. Pembedanya hanya peran dari

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 27
Penyusunan Pagu Indikatif

masing-masing pihak (K/L, Kementerian PPN, dan


Kementerian Keuangan) sesuai tugas dan fungsinya. Oleh
karena itu, penyajian subbagian dalam bab ini merupakan
perpaduan berdasarkan topik dan proses sehingga
menjadi: Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas
Pembangunan Nasional; Evaluasi Angka Dasar dan
Penyusunan Rencana Inisiatif Baru; Pra-trilateral Meeting;
Penyusunan Perkiraan Kapasitas Fiskal; dan Penetapan
Pagu Indikatif.

Penetapan Arah Kebijakan dan Prioritas Pembangunan


Nasional
Penyusunan APBN untuk tahun yang direncanakan diawali
dengan penetapan arah kebijakan dan prioritas
pembangunan nasional oleh Presiden berdasarkan hasil
evaluasi kebijakan berjalan (Pasal 7 ayat 1, Peraturan
Pemerintah nomor 90 tahun 2010 tentang Penyusunan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga). Penetapan Arah Kebijakan ini dilakukan
pada bulan Januari.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (5) masih dalam Peraturan


Pemerintah nomor 90 tahun 2010, arah kebijakan adalah
penjabaran urusan pemerintahan dan/atau prioritas
pembangungan sesuai dengan visi dan misi Presiden yang
rumusannya mencerminkan bidang urusan tertentu dalam
pemerintahan yang menjadi tanggung jawab kementerian
negara/lembaga. Oleh karena itu, arah kebijakan ini berisi
satu atau beberapa program untuk mencapai sasaran
strategis penyelenggaraan pemerintahan dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 28
Penyusunan Pagu Indikatif

pembangunan dengan indikator kinerja yang terukur.


Selain itu, penetapan arah kebijakan ini juga menjadi dasar
penyusunan kebijakan fiskal dalam RAPBN untuk
pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR.

Penyusunan konsep arah kebijakan untuk tahun anggaran


yang direncanakan dimulai sejak bulan November dua
tahun sebelum tahun anggaran berjalan (tahun t-2).
Misalnya, untuk arah kebijakan tahun anggaran 2014, maka
penyusunan konsep arah kebijakan dimulai sejak bulan
November 2012 sehingga dapat disampaikan oleh Presiden
pada bulan Januari 2013. Dengan demikian, arahan
tersebut didasarkan pada berbagai kondisi dan kebijakan
yang terjadi di tahun 2012 dengan rencana di tahun 2013.
Menteri Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Anggaran
memegang peranan penting dalam menyusun usulan
konsep arah kebijakan tersebut. Kegiatan penyusunan
konsep arah kebijakan diawali dengan inventarisasi
berbagai arahan Presiden pada berbagai forum melalui
berbagai dokumen risalah sidang kabinet, rapat terbatas,
retreat, atau acara rapat pimpinan lainnya. Selanjutnya,
rumusan arahan tersebut digunakan sebagai bahan acuan
dan pertimbangan dalam penyusunan usulan arah,
prioritas, dan kebijakan tahunan yang direncanakan dalam
RAPBN.
Berdasarkan bahan-bahan yang dikumpulkan melalui
inventarisasi dan klasifikasi arahan menurut tema dan
bidang, Ditjen Anggaran memformulasikan konsep usulan
arah kebijakan kepada Kementerian Keuangan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 29
Penyusunan Pagu Indikatif

Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan usulan arah


kebijakan kepada Presiden yang nantinya merupakan
bahan acuan untuk kebijakan umum RAPBN dalam sidang
kabinet tentang persiapan penyusunan RAPBN tahun yang
direncanakan. Tahapan penyusunan Arah Kebijakan
beserta Pemangku Kepentingan dan output-nya
dideskripsikan dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Penetapan Arah Kebijakan

No. Kegiatan Output Keterangan

1. Penyusunan Konsep Usulan Disampaikan


Usulan Arahan arahan kepada
Presiden untuk RAPBN Presiden, Menteri
tahun t+1: kebijakan Keuangan
fiskal dan
prioritas
pembanguna
n RAPBN

a. Inventarisasi bahan Hasil Dipaparkan di


arahan Presiden dari kesepakatan Ditjen dalam
risalah sidang Konsep Rapim DJA
kabinet/rapat Arahan pada bulan
terbatas/retreat/ Presiden November
acara rapim lainnya tahun t-2

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 30
Penyusunan Pagu Indikatif

b. Klasifikasi arahan Usulan tema


presiden menurut RKP, Tema
tema/bidang Kebijakan
Fiskal,
Strategi
Kebijakan
Fiskal dan
Prioritas Aksi
per Bidang

c. Formulasi konsep Konsep Disampaikan


usulan arahan usulan Kepada
Presiden, arahan Menteri
kebijakan fiskal Presiden Keuangan
dan prioritas RAPBN tahun untuk
pembangunan t sebagai selanjutnya
nasional bahan acuan diusulkan
untuk dalam
Kebijakan kesempatan
umum sidang kabinet
RAPBN tahun dan forum
t+1 setingkat
lainnya.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 31
Penyusunan Pagu Indikatif

2. Surat Menteri Usulan arah Disampaikan


Keuangan tentang kebijakan kepada
usulan arah kebijakan fiskal dan Presiden
fiskal dan prioritas prioritas melalui Menko
pembangunan pembanguna Perekonomian
nasional n nasional. dan Wapres di
bulan Januari

Apabila melihat materi dari arahan kebijakan Presiden,


arahan dimaksud pada dasarnya merupakan cikal-bakal
kebijakan fiskal untuk RAPBN tahun yang direncanakan
dan untuk pertama kali dikomunikasikan dengan DPR
dalam Pembicaraan Pendahuluan melalui Kebijakan
Ekonomi Makro (KEM) dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal
(PPKF).

Evaluasi Angka Dasar dan Penyusunan Rencana


Inisiatif Baru
Tahap penting dalam proses penyusunan anggaran belanja
K/L adalah K/L melakukan evaluasi dan menyampaikan
atas angka dasar dan mengusulkan adanya inisiatif baru
(jika ada). Untuk selanjutnya, berdasarkan evaluasi K/L
tersebut, Kementerian Keuangan dan Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN)
melakukan evaluasi/menetapkan angka dasar dan menilai
usulan inisiatif baru yang diajukan oleh K/L.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 32
Penyusunan Pagu Indikatif

Pada dasarnya antara substansi kegiatan yang dilakukan


oleh K/L dan kegiatan yang dilakukan oleh Kementerian
Keuangan beserta Kementerian PPN dalam rangka evaluasi
(review) angka dasar dan usulan inisiatif baru adalah hal
yang sama. Yang membedakan adalah masalah
kewenangannya (K/L mengusulkan; Kementerian
Keuangan dan Kementerian PPN menilai/menetapkan).
Evaluasi (review) angka dasar dan inisiatif baru merupakan
mekanisme atau cara kerja dari salah satu pendekatan
dalam penganggaran, yaitu Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM). Mengingat sebagai suatu mekanisme
atau cara, tentunya pemahaman atas cara ini harus
didahului dengan pemahaman mengenai KPJM itu sendiri.
Salah satunya adalah landasan konseptual yang
membentuk pendekatan KPJM.
Box 2.1
Penganggaran dalam Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah (KPJM)
Pengertian pendekatan KPJM adalah pendekatan penganggaran
berdasarkan kebijakan. Artinya, pengambilan keputusan
terhadap kebijakan tersebut harus mempertimbangkan dampak
anggarannya dalam perspektif lebih dari satu tahun anggaran.
Implikasi biaya atau anggaran atas keputusan tersebut
dituangkan dalam besaran angka prakiraan maju.
Pengertian KPJM tersebut di atas menunjukkan bahwa ada 2
(dua) hal pokok terkait dengan penerapannya: kredibilitas
kebijakan yang tinggi dan kebijakan fiskal yang handal.
Kredibilitas kebijakan yang tinggi dapat tercapai apabila K/L
mempunyai fleksibilitas dalam penentuan kebijakan dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 33
Penyusunan Pagu Indikatif

prioritasnya. Pada saat yang bersamaan K/L mempunyai


informasi mengenai sumber daya yang tersedia. Informasi atas
ketersediaan sumber daya tersebut dimaksudkan untuk
mengurangi ketidakpastian penyediaan dana di masa yang akan
datang, serta untuk membiayai berbagai kebijakan baru dengan
memperhitungkan implikasi kebijakan baru terhadap
kesinambungan fiskal. Dengan demikian K/L dapat
memusatkan perhatian pada kebijakan yang dapat dibiayai, dan
pada akhirnya disiplin fiskal terjaga.
Berikut ini adalah contoh keberhasilan penerapan KPJM di 2
(dua) negara dalam mendukung disiplin fiskal yang pada
gilirannya mendukung adanya kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability). Defisit anggaran belanja negara Swedia setelah
penerapan KPJM dalam proses penganggarannya mengalami
perubahan yang mendasar (significant), semula defisit 10,8 %
dari Product Domestic Bruto, menjadi surplus 4,8 % pada tahun
2001. Investasi pemerintah Inggris mengalami peningkatan
secara significant dari 20 miliar pounds pada tahun 1997,
menjadi 31 miliar pounds pada tahun 2003 setelah penerapan
KPJM.
Bagaimana penerapan KPJM dalam sistem penganggaran di
Indonesia? Penerapan KPJM di Indonesia sampai dengan tahun
anggaran 2009 masih sebatas himbauan agar K/L mengisi pada
kolom-kolom dalam dokumen penganggaran (RKA-K/L).
Seandainya kolom-kolom yang terkait dengan KPJM sudah diisi,
masih perlu diuji lebih lanjut apakah pengisian kolom KPJM
tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam penyusunan
alokasi anggaran pada tahun sesudah tahun anggaran yang
direncanakan. Hal ini dapat dimaklumi karena Kementerian
Keuangan belum dapat menyampaikan prakiraan anggaran
untuk jangka menengah (Medium Term Budget Framework)

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 34
Penyusunan Pagu Indikatif

kepada K/L sebagai batasan anggaran (budget constrain) pada


masing-masing program/kegiatan yang akan dilaksanakan K/L
pada tahun-tahun mendatang melalui prakiraan kedepan
(forward estimate), baik dari sisi capaian kinerja maupun
anggaran.

Hal pertama berkaitan dengan pengertian KPJM. KPJM atau


Medium Term Expenditure Framework (MTEF) ialah
pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan
pengambilan keputusan yang m enimbulkan implikasi
anggaran dalam jangka waktu lebih dari satu tahun
anggaran. Kebijakan dalam konteks sistem penganggaran
tersebut melekat pada output yang dihasilkan oleh
kegiatan.

Hal kedua berupa tujuan dari penerapan KPJM. Tujuan


penerapan KPJM mencakup beberapa hal sebagai berikut.

1. Pengalokasian sumber daya anggaran yang lebih efisien


(allocative efficiency) mengingat telah
mempertimbangkan pilihan penggunaan sumber daya
yang lebih ekonomis.
2. Peningkatan kualitas perencanaan penganggaran (to
improve quality of planning) dengan memasukkan
pertimbangan mengenai kesinambungan pencapaian
target dan ketersediaan anggaran.
3. Lebih fokus terhadap pilihan kebijakan prioritas (best
policy option) karena memperbaiki alokasi pendanaan
yang sesuai dengan urutan penting-tidaknya dari target
yang hendak dicapai. Disamping itu juga, ada kepastian

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 35
Penyusunan Pagu Indikatif

akan alokasi anggaran, apalagi jika kebutuhannya


bersifat multiyears.
4. Meningkatkan disiplin fiskal (fiscal discipline) karena
memberi batasan (hard budget constraint) dalam hal
usulan anggaran.
5. Menjamin adanya kesinambungan fiskal (fiscal
sustainability) karena meningkatkan keseimbangan
makroekonomi dengan mengembangkan kerangka
ketersediaan dana yang konsisten dan realistis.

Hal ketiga adalah mengenai landasan konseptual yang


mendasari pemikiran pendekatan KPJM. Dari sisi konsep
pemikiran, ada lima hal mendasar yang membentuk konsep
KPJM ini: anggaran bergulir (rolling budget); angka dasar;
penyesuaian angka dasar; parameter; tambahan anggaran
bagi kebijakan baru. Masing-masing kerangka pemikiran
pembentuk konsep KPJM akan dijelaskan lebih lanjut.

Anggaran bergulir (rolling budget) sebagai suatu praktik


yang lazim di sektor privat atau perusahaan swasta. Istilah
ini juga berkaitan dengan sifat yang berkesinambungan
dari suatu anggaran. Secara bebas, pengertian anggaran
bergulir adalah menggabungkan perubahan dari periode
tahun anggaran sebelumnya ke periode anggaran tahun
yang direncanakan. Anggaran bergulir ini
mempertimbangkan perubahan yang akan terjadi selama
periode proyeksi. Anggaran bergulir tidak memerlukan
sumber daya banyak (dari sisi usaha, waktu, dan dana)
dalam proses perencanaan anggarannya. Yang diperlukan
ialah penggabungan perubahan dari periode sebelumnya.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 36
Penyusunan Pagu Indikatif

Dengan demikian, penyusunan proyeksi anggaran untuk


tahun yang direncanakan lebih menghemat biaya dan
waktu. Intinya, perencana anggaran tidak perlu lagi
menyusun proyeksi anggaran pada tahun yang
direncanakan memulai lagi dari nol.

Contohnya adalah output Bantuan Operasional Sekolah


(BOS) dalam Kegiatan Peningkatan Akses Pendidikan
Dasar. Dalam proses perencanaan untuk menghasilkan
besaran anggaran belanja BOS pada tahun yang
direncanakan (2015), perencana memperhatikan kebijakan
BOS pada tahun berjalan sebagai angka dasar (2014). Misal,
terdapat 1.000 siswa penerima BOS @ Rp1.000.000,00;
alokasi anggaran BOS sebesar Rp1.000.000.000,00.
Selanjutnya, Pemerintah berencana menaikkan BOS pada
tahun 2015 untuk tiap siswa yang semula Rp1.000.000,00
menjadi 1.300.000,00 karena ada tambahan komponen
berupa seragam sekolah. Jadi, proyeksi besaran anggaran
belanja BOS pada tahun yang direncanakan adalah:

- Angka dasar
(sebagai dasar kebijakan) Rp1.000.000.000,00
- Tambahan kenaikan BOS
(sebagai kebijakan baru) Rp 300.000.000,00 +
Proyeksi anggaran BOS Rp1.300.000.000,00

Konsep anggaran bergulirnya terletak pada perencana


tidak lagi memikirkan berapa angka BOS pada tahun yang
direncanakan mulai dari awal, seperti apa saja
komponennya; berapa biaya masing-masing komponen

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 37
Penyusunan Pagu Indikatif

tersebut; apa yang dipakai sebagai dasar perhitungan


masing-masing komponen. Perencana sudah mempunyai
modal (dasar kebijakan) berupa angka BOS sebesar
Rp1.000.000,00 per siswa/tahun dan informasi mengenai
komponennya. Perencana tinggal mengakomodir adanya
perubahan kebijakan tadi (tambahan komponen seragam
siswa yang sebelumnya tidak ada). Intinya, perencana
hanya menggulirkan kebijakan lama untuk
diubah/disesuaikan menjadi kebijakan baru.

Dalam hal angka dasar, sebenarnya antara landasan


konseptual KPJM pertama dan kedua mempunyai substansi
hampir mirip, hanya saja sudut pandangnya (angle) agak
berbeda. Sudut pandang landasan konseptual pertama
(anggaran bergulir) mengambil aspek kebijakan.
Sementara sudut pandang kedua (angka dasar) mengambil
aspek alokasi anggarannya. Sebagai contoh proyeksi
anggaran BOS di atas, yang dimaksud dengan angka dasar
adalah besaran alokasi anggaran Rp1.000.000.000,00.
Angka ini diambil dari data alokasai anggaran kegiatan
yang menghasilkan output BOS pada tahun berjalan (tahun
t)1.

Setelah diketahui angka dasar, perlu adanya mekanisme


penyesuaian angka dasar. Dasar kebijakan yang berdampak
pada penghitungan angka dasar masih mungkin mengalami
perubahan atau tidak bersifat tetap dari tahun ke tahun
karena dinamika kondisi yang mempengaruhinya. Dasar

1
Maksud istilah yang digunakan: tahun t-1=satu tahun sebelum tahun berjalan; tahun t=tahun
berjalan; dan tahun t+1=satu tahun setelah tahun berjalan dst.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 38
Penyusunan Pagu Indikatif

kebijakan tersebut harus dievaluasi setiap tahunnya pada


saat memproyeksikan/merencanakan anggaran pada tahun
direncanakan. Masih mengambil contoh anggaran belanja
output BOS di atas, hasil evaluasi menemukan adanya 100
dari 1.000 siswa yang telah lulus sekolah. Hal ini berarti
ada 100 orang yang harus dihapus dari target penerima
BOS pada tahun yang direncanakan. Dengan kata lain, pada
tahun yang direncanakan hanya ada 900 siswa saja sebagai
target. Jadi, penyesuaian angka dasar adalah penyesuaian
besaran angka dasar karena adanya perubahan target
penerima BOS setelah ada evaluasi, semula Rp1.000.000,00
X 1.000 = Rp1.000.000.000,00 menjadi Rp1.000.000,00 X
900 = Rp900.000.000,00.

Salah satu yang mengharuskan adanya penyesuaian adalah


parameter. Yang dimaksud dengan parameter dalam
kaitannya dengan KPJM adalah angka ataupun indeks yang
dijadikan acuan dalam penghitungan angka dasar dan
penyesuaiannya. Dalam contoh kasus alokasi anggaran BOS
di atas, parameternya adalah besaran biaya sebesar
Rp1.000.000,00 tiap siswa/tahun.

Setelah diketahui angka dasar hasil penyesuaian, tentu ada


pertanyaan bagaimana mendanai kebijakan baru pada
tahun yang direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya
mekanisme usulan tambahan anggaran bagi kebijakan baru
(new initiatives).

Sekali lagi pendekatan KPJM berhubungan dengan


kebijakan. Apabila ada kebijakan baru kemungkinan besar
berpengaruh kepada alokasi anggaran. Oleh karena itu,

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 39
Penyusunan Pagu Indikatif

pendekatan KPJM ini memberikan peluang adanya


tambahan anggaran karena adanya kebijakan baru (inisiatif
baru). Misalnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
mengusulkan adanya tambahan penerima BOS semula
1.000 siswa menjadi 1.500 siswa pada tahun yang
direncanakan. Tentunya usulan tambahan 500 siswa
sebagai target penerima BOS mempunyai dampak
penambahan anggaran. Perhitungan anggaran BOS
berdasarkan kebijakan ini adalah Rp1.000.000,00 X 1.500 =
Rp1.500.000.000,00 dengan rincian Rp1.000.000.000,00
merupakan angka dasar dan Rp500.000.000,00 merupakan
tambahan anggaran sebagai inisiatif baru.

Jadi berdasarkan contoh kasus di atas, yang dimaksud


dengan angka dasar ialah indikasi awal (ancar-ancar)
kebutuhan anggaran yang harus disediakan untuk
melaksanakan program/kegiatan sesuai kebijakan
Pemerintah dengan target kinerja tertentu yang telah
ditetapkan. Meskipun demikian, istilah angka dasar ini
banyak dipakai dalam berbagai konteks, seperti dalam
dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Pendapatan
dan Belanja Negara, serta Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L). Dalam
pembahasan bahan pembelajaran ini, angka dasar
dimaksud merujuk pada istilah yang digunakan dalam
dokumen RKA-K/L yaitu angka dasar dalam tahun yang
direncanakan dan 3 tahun berikutnya dari tahun yang
direncanakan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 40
Penyusunan Pagu Indikatif

Mekanisme penerapan angka dasar dan inisiatif baru


sebagai bagian dari kerangka berpikir KPJM dalam proses
penganggaran dapat dijelaskan berdasarkan Gambar 2.2.
Ada dua bagian dalam diagram tersebut. Bagian atas
menjelaskan mengenai dampak suatu kebijakan terhadap
implikasi pendanaan atau anggarannya. Jika kita
menghitung proyeksi besaran anggaran belanja dari suatu
kebijakan pada tahun yang direncanakan (termasuk
besaran angka prakiraan majunya), ada pertanyaan
mendasar yang menjadi perhatian, yaitu status kebijakan
yang sedang berjalan: apakah masih dilanjutkan pada
tahun yang direncanakan; apakah kebijakan tersebut
selamanya dilaksanakan sepanjang berdirinya organisasi;
atau kapan kebijakan tersebut selesai atau berhenti.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 41
Penyusunan Pagu Indikatif

Diagram tersebut mengandaikan bahwa ada kebijakan


pada tahun anggaran yang sedang berjalan (2011).
Selanjutnya, kebijakan tersebut dilanjutkan pada tahun
yang direncanakan (2012) serta pada prakiraan maju
2013-2014.

Bagian kedua, diagram mengenai konteks perencanaan


yang berdimensi lebih dari satu tahun anggaran. Dimensi
penganggaran pemerintah pusat terkait penerapan KPJM
adalah 3 tahun. Satu tahun dari tahun yang berjalan adalah
tahun yang direncanakan (2012). Dua tahun dari tahun
yang sedang berjalan (2013-2014) adalah prakiraan maju.

Dalam uraian dan penjelasan di atas, ada sedikit informasi


bahwa angka dasar pada tahun yang direncanakan harus
disesuaikan melalui proses evaluasi atau review. Proses
review adalah melihat kembali kebijakan dan dampak
anggarannya untuk digunakan sebagai dasar pengalokasain
anggaran pada tahun yang direncanakan (tahun t+1)
maupun proyeksi 2 tahun mendatang (tahun t+2 dan tahun
t+3 yang dikenal sebagai prakiraan maju atau forward
estimate). Konteks kebijakan dimaksud diletakkan dalam
kerangka struktur anggaran. Untuk ini, perencana harus
melihat kembali struktur anggaran sebagai sebagaimana
Gambar 2.3.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 42
Penyusunan Pagu Indikatif

Secara umum struktur anggaran terdiri dari program yang


menghasilkan outcome dan kegiatan yang menghasilkan
output. Dalam rangka menghasilkan output kegiatan
dimaksud, proses pencapaiannya melalui tahapan yang
disebut komponen. Komponen ini ada yang bersifat utama
atau penunjang. Komponen utama adalah komponen yang
mempengaruhi volume output secara langsung. Sebaliknya,
komponen penunjang adalah komponen yang tidak
berpengaruh secara langsung kepada volume output. Letak
kebijakan dalam konteks penganggaran, khususnya
berkenaaan dengan penghitungan prakiraan maju berada
pada tingkat output kegiatan.

Karena pendekatan penganggaran KPJM ini mengacu pada


kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun yang akan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 43
Penyusunan Pagu Indikatif

datang, tentunya kebijakan tersebut harus diteliti kembali.


Beberapa pertanyaan yang merupakan bagian dari review
angka dasar adalah apakah kebijakan yang sama akan
dilaksanakan lagi; apakah kebijakan tersebut ada
perubahan; apakah kebijakan lama diganti dengan
kebijakan yang sama sekali baru.

Dalam proses review angka dasar dimaksud, perencana


wajib memperhatikan beberapa kondisi yang
mempengaruhi pertimbangan dalam melakukan review
berikut ini.

1. Adanya alokasi anggaran belanja pada tahun berjalan


(tahun t) yang akan menjadi faktor pengurang angka
dasar karena peruntukannya sebagai cadangan atau
hanya ada pada tahun berjalan antara lain berupa:
tambahan pagu anggaran/RAPBN yang bersumber
dari hasil optimalisasi pembahasan APBN (karena
perubahan postur) dengan DPR;
alokasi anggaran untuk Output Cadangan;
alokasi anggaran dalam belanja transito;
alokasi anggaran yang berasal dari pengalihan dari
Bagian Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BA
BUN dengan kode BA 999.08);
alokasi anggaran untuk pembayaran tunggakan;
alokasi anggaran dalam rangka penugasan.
2. Adanya tambahan biaya dan alokasi anggaran belanja
pada tahun berjalan yang bersifat terus-menerus atau
berlanjut, seperti tunjangan kinerja/remunerasi K/L
atau alokasi anggaran untuk multiyears project.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 44
Penyusunan Pagu Indikatif

3. Realisasi penyerapan anggaran belanja K/L tahun t-1


dan realisasi output untuk masing-masing
program/kegiatan sebagai bahan pertimbangan
penyesuaian besaran alokasi anggarannya.
4. Adanya deviasi lebih dari 10% dari alokasi anggaran
tahun berjalan (tahun t) dalam dokumen RKA-K/L yang
mengindikasikan adanya perubahan kebijakan sehingga
perlu diteliti atau memang ada kesalahan pencantuman
target output/alokasi anggaran.

Pada akhirnya review angka dasar menghasilkan proyeksi


besaran anggaran untuk suatu output kegiatan pada tahun
t+1 (tahun yang direncanakan) dan angka prakiraan maju
beberapa tahun ke depan (tahun t+2 dan tahun t+3). Untuk
lebih mudahnya, contoh berikut ini akan memberikan
gambaran. Misal, Pagu Anggaran K/L tahun anggaran 2011
(sebagai tahun t+1) telah ditetapkan oleh Menteri
Keuangan untuk tiap-tiap K/L yang terinci sampai dengan
program. Tugas kementerian (c.q. Bagian Perencanaan tiap-
tiap unit eselon I) meneliti kembali angka prakiraan maju
dari program, kegiatan sampai dengan output yang ada
dalam dokumen RKA-K/L tahun t (2010). Penelitian ini
dilakukan untuk mendapat umpan balik berupa informasi:
adakah output-ouput kegiatan masih terus dilaksanakan
pada tahun t+1 (berlanjut dan diberi tanda on atau berhenti
dan diberi tanda off). Hasil penelitian tersebut berupa
program, kegiatan, dan output yang masih berlanjut atau
masih dilaksanakan pada tahun t+1.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 45
Penyusunan Pagu Indikatif

Langkah berikutnya adalah proses penghitungan anggaran


biaya dari output kegiatan (costing process). Dalam proses
ini, urutan langkahnya berikut ini. Pertama, perencana
mempertimbangkan seberapa prioritas output kegiatan
tersebut. Salah satu urutan prioritas ini adalah kebutuhan
dasar terkait dengan running cost, tunggakan, multi year
contract. Dalam penghitungan ini semua biaya yang
mendasar harus terpenuhi. Running cost anggaran yang
sifatnya rutin dianggarkan seperti belanja gaji dan
operasional perkantoran. Sedangkan tunggakan adalah
berkaitan dengan kewajiban yang harus dibayar oleh
Pemerintah c.q. K/L yang bersangkutan, seperti tunggakan
langganan daya (listrik, air, atau telepon). Sedangkan dalam
hal multi year contract, ini merupakan komitmen K/L
dalam menyediakan anggaran atas kegiatan yang batas
penyelesaiannya lebih dari 12 bulan.

Kedua, perencana mengkaitkan dengan biaya riil yang


berlaku sekarang atau standar biaya yang berlaku pada
tahun t+1 untuk menghasilkan output kegiatan.

Dari hasil costing process di atas, Perencana melakukan


penghitungan kembali (penyesuaian) dengan melihat
parameter (yang telah ditetapkan untuk tahun t+1 dan
terkait) dan menggunakannya dalam penghitungan.
Hasilnya berupa besaran angka dasar untuk suatu output
kegiatan pada tahun t+1. Angka dasar tersebut juga
merupakan bahan dalam melakukan penghitungan angka
yang akan dimasukkan dalam kolom prakiraan maju (tahun
t+2 dan tahun t+3). Untuk memasukkan angka dalam

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 46
Penyusunan Pagu Indikatif

kolom prakiraan maju, perencana harus melihat parameter


yang ditetapkan untuk tahun t+2 dan tahun t+3 dan terkait
dengan output dan target-target capaian dari output
tersebut (apabila ada). Untuk melengkapi penjelasan ini,
Gambar 2.5 di bawah ini diharapkan membantu
pemahaman para perencana.

Dimana kedudukan Kementerian Keuangan c.q. Ditjen


Anggaran (selanjutnya disebut Ditjen Anggaran) dalam
Gambar 2.5 tersebut? Tentu saja, Ditjen Anggaran sesuai
dengan tugas dan kewenangannya adalah meneliti ulang
atau menilai kembali usulan alokasi anggaran atas output
kegiatan dari K/L. Caranya sama dengan yang dilakukan
oleh para perencana anggaran K/L. Misalnya, Ditjen
Anggaran menanyakan, apakah kebutuhan mendasar telah
dialokasikan. Jika benar, Ditjen Anggaran mengkalkulasi
dengan parameter yang digunakan pada tahun t+1.
Parameter ini ada yang bersifat ekonomi dan nonekonomi.
Bersifat ekonomi jika berkaitan dengan perhitungan
dengan rincian dan mempunyai dampak langsung kepada
output kegiatan. Untuk parameter nonekonomi, parameter
merupakan suatu kebijakan umum seperti inflasi atau kurs.
Contoh, anggaran BOS kepada siswa merupakan parameter
ekonomi.
Bila ditemukan adanya kesalahan penghitungan biaya
karena kesalahan menerapkan review angka dasar, Ditjen
Anggaran mencoret besaran anggaran biaya tersebut dan
memperbaiki penghitungannya. Dampak penilaian ulang
tersebut dapat berupa perubahan alokasi anggaran atas

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 47
Penyusunan Pagu Indikatif

pencapaian output kegiatan baik pada tahun t+1 atau untuk


prakiraan maju (tahun t+2 dan tahun t=3). Contoh, hasil
penelitian ulang tersebut kadang menemukan adanya
output kegiatan yang seharusnya off tapi dilabeli dengan
on ( ini harus dicoret). Bila sudah bersih dari output yang
seharusnya off, fokus Ditjen Anggaran selanjutnya adalah
mendalami rincian biaya dari output yang sifatnya on ini
(langkah nomor 2 pada Gambar 2.4).

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 48
Penyusunan Pagu Indikatif

BOKS 2.2
Angka Dasar Tahun 2015
Dalam rangka penyusunan angka dasar tahun 2015 (sebagai tahun t+1
atau tahun yang direncanakan) yang disusun pada tahun 2014, ada
empat kebutuhan anggaran yang diberi label angka dasar belanja K/L
yang terinci di bawah ini:
1. Rutin Penyelenggaran Pemerintahan antara lain berupa:
- gaji pokok dan tunjangan yang melekat pada gaji antara lain
uang makan, lembur, tunjangan kinerja, tunjangan beras,
tunjangan pajak dan sejenisnya.
- langganan listrik, telepon, air; pemeliharaan gedung, kendaraan,
inventaris; perjalanan dinas tetap, dll.
2. Rutin Pelayanan Umum
- BOS, BOK, Kesehatan Dasar, Lansia, Jaminan & Perlindungan
Sosial Dasar, Pemeliharaan Jalan, Jembatan, Infrastruktur Dasar
- Operasional keamanan, ketertiban, LP
3. Amanat Peraturan Perundangan (Mandatory Spending)
- BPJS, Anggaran Pendidikan, Kesehatan, Target RPJP, Multi Years
Contract (MYC)
4. Sangat Urgent
- Tagihan/tunggakan, inkracht, yang penundaannya menimbulkan
dampak fiskal yang besar
Tabel berikut ini merupakan gambaran hasil identifikasi angka dasar
pada tahun 2015.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 49
Penyusunan Pagu Indikatif

No Uraian Keterangan

A BASELINE

1 Belanja Pegawai Operasional (komp


001) sebesar Rp xxx.xxx,xx miliar

Termasuk telah menampung : Tidak termasuk


kebutuhan Tunj. Kinerja 27 K/L atau belum
(2013) dan 25 K/L (2014) menampung
pengadaan pegawai baru yg gaji Kebutuhan
dibayarkan Jan 2014 tunjangan
kinerja untuk
Pansel Hakim dan sejenisnya
K/L yang baru
Tunggakan Tunjangan Profesi Guru
akan mendapat
(TPG), TPG yang lulus sertifikasi
tunjangan
(NRG) 2014
kinerja di TA
Kebutuhan gaji & tunjangan yang 2014
terkait perpanjangan masa pensiun
Rencana
PNS
penerimaan
Penambahan pegawai yang sudah pegawai di TA
definitif (sudah dibayarkan gajinya 2015,
di TA 2014)
Accress dan
Accress dan kenaikan gaji di TA 2014 kenaikan gaji di
TA 2015

2 Belanja Barang Operasional


(komponen 002) sebesar Rp
xxx.xxx,xx miliar

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 50
Penyusunan Pagu Indikatif

Termasuk telah menampung Tidak termasuk


anggaran operasional untuk atau belum
kegiatan/kebijakan yang dilakukan menampung
di 2014 dan berdampak di tahun Tunggakan
2015 atau berkesinambungan, pembayaran
(al.pembukaan kantor baru 2014,
perubahan neto Barang Milik
Negara tahun 2014)

3 Belanja Non Operasional sebesar Rp


xxx.xxx,xx miliar

Termasuk telah menampung : Tidak termasuk :


kebutuhan anggaran untuk lanjutan
pelaksanaan tugas-fungsi kegiatan
Program /kegiatan prioritas direktif
nasional/bidang al. PBI, MEF, P4S, presiden diluar
PNPM, Double2 track, rehab/rekon Inpres P4B
bencana kebijakan baru
Multy Year Contract (MYC) cost table Kegiatan yang
2015 dibiayai dari
Antisipasi terhadap Kebijakan dana
/peraturan al. UU Desa optimalisasi
2014

Telah memperhitungkan (mengurangi)


kegiatan di 2014 sebesar Rp xxx.xxx,xx
miliar :
Rupiah Murni pendamping untuk
PLN closed 2014

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 51
Penyusunan Pagu Indikatif

Kegiatan adhoc (al. dukungan untuk


pelaksanaan Pemilu 2014,
SEA/ASEAN Games, MYC TA 2014
tahun terakhir)
Pengalihan kegiatan Dekon/Tugas
Pembantuan ke Dana Alokasi
Khusus
pembayaran tunggakan
Kegiatan 2014 yg tidak dapat
dilaksanakan a.l. loopline

B BEBERAPA PROGRAM/KEGIATAN
YANG PENDANAANNYA SUDAH
TERMASUK BASELINE 2015

1) Bantuan Operasional Sekolah,


TPG Non Pegawai Negeri Sipil
(Non PNS)
2) Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri, TPG Non PNS,
BOP Pendidikan Anak Usia Dini
3) Multy Years Contrac Proyek
4) Penerima Bantuan Iuran BPJS

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 52
Penyusunan Pagu Indikatif

Gambar 2.5 Kedudukan Trilateral Meeting

Pra Trilateral Meeting

Sebagaimana dijelaskan pada bahasan awal bahwa di


antara tahapan evaluasi yang dilakukan K/L pada satu sisi
dan Kementerian PPN beserta Kementerian Keuangan pada
sisi yang lain terdapat tahapan Pra Trilateral Meeting.
Tahapan ini dimunculkan pada proses penyusunan
anggaran belanja K/L tahun 2015 dan merupakan langkah
awal koordinasi untuk proyeksi ketersediaan anggaran dan
penetapan pagu indikatif nantinya. Untuk lebih jelasnya,
Tabel 2.3 menjelaskan posisi tahapan Pra Trilateral
Meeting dalam proses penyusunan Pagu Indikatif tahun
2015. Hasil koordinasi dalam Pra Trilateral Meeting akan
menjadi bahan bagi Kementerian Keuangan c.q. Ditjen
Anggaran dan Kementerian PPN/Bappenas dalam
harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme penyusunan
Review Baseline, termasuk dalam menyusun resource
envelope, dan Pagu Indikatif 2015.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 53
Penyusunan Pagu Indikatif

Tabel 2.3 Pelaksanaan Trilateral Meeting


TANGGAL KEGIATAN CATATAN
24 Februari 2014 Rapat Koordinasi antara Level Eselon I
DJAdan Bappenas
25-28 Februari 2014 PelaksanaanPraTrilateral Dilaksanakanuntuk seluruh
Meeting antara K/ L, K/ L PenggunaAnggaran (86
Bappenas dan Kemenkeu K/ L)
3 7 Maret 2014 Review baseline K/ L Bappenasdan Kemenkeu

10 17 Maret 2014 Penyelesaian dan Bappenasdan Kemenkeu


penandatanganansurat
bersamaPagu Indikatif K/ L
2015

Beberapa pokok materi yang menjadi bahan diskusi dalam


forum ini antara lain: penyerapan anggaran, kebutuhan
anggaran atas kebijakan yang masih berjalan, serta
peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L. Dalam
hal penyerapan anggaran, beberapa pertanyaan yang harus
terjawab adalah: apakah belanja K/L sudah maksimal atau
belum; berapa persentase penyerapan anggaran belanja
K/L; apa saja hambatan dalam penyerapan anggaran.
Berkenaan dengan kebutuhan anggaran atas kebijakan
yang masih berjalan (on going policy), beberapa pertanyaan
mendasar berupa: apakah ada program prioritas; apakah
ada direktif Presiden; berapa kebutuhan belanja
operasional K/L; berapa mandatory spending yang perlu
dibiayai secara optimal pada tahun t+1 (seperti anggaran
pendidikan, kesehatan, atau Dana Desa). Disamping itu,
forum koordinasi ini juga membicarakan upaya
peningkatan dan penajaman kualitas belanja K/L, baik dari
sisi efektivitas dan efisiensi alokasi.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 54
Penyusunan Pagu Indikatif

Dengan melihat isi materi diskusi, tujuan yang diharapkan


forum Pra Trilateral Meeting, tujuan antara lain berupa:
1. Meningkatkan koordinasi antara K/L, Kementerian
PPN/Bappenas, dan Kementerian Keuangan dalam
rangka penyusunan Resource Envelope dan Pagu
Indikatif tahun t+1.
2. Menggali informasi dan evaluasi atas pelaksanaan APBN
tahun t-1 dan outlook tahun t, termasuk evaluasi atas
hasil trilateral meeting sebelumnya.
3. Memastikan penyusunan Resource Envelope dan Pagu
Indikatif tahun t+1 sehingga dapat mengakomodir hal-
hal:
a. Program/Kegiatan/Ouput Prioritas Nasional yang
bersifat baseline;
b. Pemenuhan Biaya Operasional dan mandatory
spending yang perlu dibiayai di secara optimal di
TA 2015 (a.l. anggaran pendidikan, kesehatan,
D/TP yang akan dialihkan ke DAK, dana desa);
c. Kesesuaian dengan Sumber Dana, termasuk
rekonfirmasi rencana penarikan PHLN;
d. Meningkatkan penajaman kualitas belanja K/L
dari sisi efektivitas dan efisiensi alokasi
e. Memperoleh bahan untuk
harmonisasi/sinkronisasi di dalam mekanisme
review baseline.
Tiap-tiap pihak (sebagaimana table 2.4) mempunyai
perannya masing-masing. K/L menyampaikan hasil
evaluasi atas capaian program/kegiatan prioritas tahun t-1
dan outlook tahun t, langkah-langkah perbaikan serta

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 55
Penyusunan Pagu Indikatif

efisiensi yang dilakukan, dan indikasi program dan


kebutuhan pendanaan sebagai baseline di tahun t+1.
Kementerian PPN/Bappenas menyampaikan sasaran dan
target pembangunan nasional yang perlu diperhatikan.
Kementerian Keuangan menyampaikan outlook fiskal
terkini, indikasi pendanaan yang perlu dan harus
diperhitungkan sebagai baseline tahun t+1, serta hasil
evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja K/L.

Tabel 2.4 Pihak yang Terlibat Dalam Trilateral Meeting

Dalam rangka penyusunan anggaran belanja K/L tahun


Peserta Pihak Yang Terlibat Ket
K/ L Eselon I selaku penanggung jawab program
KemenPPN/ Bappenas Deputi Sektoral terkait
Kemenkeu cq. DJA DitjenAnggaran A123 (lead),
PAPBN, PNBP

2015, fokus pembahasan dalam forum Pra Trilateral


Meeting antara lain:
1. Evaluasi atas kinerja dan capaian TA 2013 (tahun t-1)
dan langkah perbaikan di TA 2014 (tahun t);
2. Target, sasaran dan program/kegiatan prioritas yang
perlu diperhitungkan sebagai baseline di TA 2015
(tahun t+1);
3. Penyelesaian dan kelanjutan program/kegiatan
prioritas yang terkait dengan direktif Presiden,
kebijakan sidang kabinet, dan lain-lain
4. Identifikasi atas Pemenuhan Biaya Operasional;
5. Identifikasi kebutuhan biaya yang sifatnya insidentil
dan mandatory di masing-masing K/L (contoh : seleksi

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 56
Penyusunan Pagu Indikatif

komisioner di lembaga negara, Bantuan Operasional


Sekolah, Tunjangan Profesi Guru, Uang Lauk Pauk,
tunggakan, inkracht, dll.)
6. Proyeksi Sumber Dana APBN 2015 (sumber dana
PNBP/Badan Layanan Umum berasal dari Dit.PNBP,
sementara sumber dana Pinjaman Hibah Luar
Negeri/SBSN berasal dari Ditjen Pengelolaan Utang);
7. Antisipasi adanya kebutuhan atau Usulan Inisiatif Baru.
Kementerian Keuangan menyusun Prakiraan Kapasitas
Fiskal

Output dari tahapan ini adalah Postur Sementara RAPBN,


kebijakan dan parameternya yang direncanakan dalam
RAPBN.

Setelah memperoleh bahan mengenai proyeksi asumsi


dasar ekonomi makro beserta parameternya, proyeksi
pendapatan dan hibah, belanja pemerintah pusat yang
terdiri dari belanja K/L dan Bendahara Umum Negara,
serta pembiayaan, maka langkah selanjutnya, DJA dalam
hal ini diwakili oleh Dit. P-APBN melakukan penyusunan
postur RAPBN Tahun Anggaran 2014. Caranya, semua
proyeksi dari mulai pendapatan sampai dengan
pembiayaan disusun dalam sebuah postur I-Account.
Penyusunan postur dalam tahap tersebut akan
menghasilkan postur awal.

Penyusunan postur tersebut bukan semata kompilasi dari


hasil proyeksi yang ada pada masing-masing komponen
(perpajakan, PNBP, maupun belanja). Namun penyusunan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 57
Penyusunan Pagu Indikatif

ini berkaitan dengan pengelolaan berbagai formula yang


ada dalam postur, seperti formula dampak transfer ke
daerah (dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana desa),
formula dampak anggaran pendidikan, serta formula
dampak keseimbangan primer terhadap defisit,
pembiayaan dan sisa lebih/kurang pembiayaan
(SILPA/SIKPA).

Kemudian postur awal RAPBN tersebut dikomunikasikan


dan dikoordinasikan dengan instansi terkait, yang meliputi
tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Penyusunan exercise postur RAPBN dalam rangka
penyusunan kapasitas fiskal pada tingkat eselon II pada
pekan kedua Februari. Dalam tahap ini, dilakukan
koordinasi antara masing-masing subdirektorat di
lingkungan Dit. P-APBN dengan instansi terkait yang
meliputi:
a. Konfirmasi mengenai defisit beserta kebijakannya
dengan BKF;
b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro
beserta parameternya berikut kebijakannya dengan
BKF, BPS, Kementerian ESDM, dan Bappenas;
c. Konfirmasi mengenai pendapatan dan hibah beserta
kebijakannya dengan Dit. PNBP, DJP, DJBC dan DJPU;
d. Konfirmasi mengenai belanja K/L beserta
kebijakannya dengan Dit. Anggaran I, II, III;
e. Konfirmasi mengenai belanja Non K/L beserta
kebijakannya dengan para PPA BUN; dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 58
Penyusunan Pagu Indikatif

f. Konfirmasi mengenai pembiayaan beserta


kebijakannya dengan BKF, DJPK, DJPU dan DJPb.
2. Postur RAPBN yang dihasilkan dari exercise di Dit.
PAPBN setelah melalui tahapan konfirmasi tersebut
kemudian disampaikan kepada Direktur Jenderal
Anggaran pada rentang waktu yang sama, yaitu pekan
kedua Februari. Pada tahap ini, Dirjen Anggaran
melakukan harmonisasi kebijakan dan besaran APBN,
usulan penggunaan SILPA/cara menutup SIKPA
sehingga postur pada akhir tahap ini sudah tidak
mengandung SILPA/SIKPA lagi.
3. Postur RAPBN hasil exercise dalam rangka penyusunan
kapasitas fiskal tersebut kemudian dibahas pada forum
eselon I di pekan kedua Februari, dan sekali lagi Dit. P-
APBN melakukan konfirmasi mengenai hal-hal sebagai
berikut:
a. Konfirmasi mengenai defisit dengan BKF;
b. Konfirmasi mengenai asumsi dasar ekonomi makro
dengan BKF;
c. Konfirmasi mengenai pendapatan dengan BKF, DJP
dan DJBC;
d. Konfirmasi mengenai belanja Negara dengan Dit.
Anggaran I, Dit. Anggaran II, dan Dit. Anggaran III di
lingkungan DJA; dan
e. Konfirmasi mengenai pembiayaan dengan BKF,
DJPU dan DJPb.
Pada tahap ini pembahasan masih mungkin
menimbulkan perubahan kebijakan dan postur
proyeksi RAPBN

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 59
Penyusunan Pagu Indikatif

4. Postur ini selanjutnya disampaikan oleh Direktur


Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan untuk
dibahas di dalam Rapat Pimpinan antar unit eselon I
yang dipimpin oleh Menteri Keuangan. Dalam
kesempatan rapat pimpinan ini, dibahas juga besaran
defisit yang akan dicapai. Jika defisit ditetapkan
diperbesar atau diperkecil, maka dilakukan exercise
kembali sebelum dibahas pada sidang kabinet. Exercise
kembali yang dilakukan bisa merubah sisi pendapatan,
belanja, defisit maupun pembiayaan. Tabel di bawah ini
menggambarkan secara ringkas postur hasil exercise
dalam rangka penyusunan kapasitas fiskal:
APBN 2014
(dalam triliun rupiah)

2014

Uraian Surat Res.Env


ke Bappenas

A. PENDAPATAN NEGARA 1,754,499.1


I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1,752,649.2
1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 1,368,908.6
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 383,740.6
II. PENERIMAAN HIBAH 1,849.9
B. BELANJA NEGARA 1,876,991.3

I Belanja Pemerintah Pusat 1,270,424.5


1. Belanja K/L 547,103.3
2. Belanja Non KL 723,321.2
a.l - Subsidi BBM, LPG & BBN 256,537.9
II. TRANSFER KE DAERAH 606,566.8
1. Dana Perimbangan 503,481.1
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 103,085.8

Total Anggaran Pendidikan 375.4


Rasio Anggaran Pendidikan T otal (%) 20.0

C. KESEIMBANGAN PRIMER 201.9


D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) (122,492.2)
% Defisit terhadap PDB (1.19)
E. PEMBIAYAAN (I + II) 122,492.2
I. PEMBIAYAAN DALAM NEGERI 145,209.8
II. PEMBIAYAAN LUAR NEGERI (ne to) (22,717.6)
KELEBIHAN/(KEKURANGAN) PEMBIAYAAN (0.0)

Tabel 2.5 Postur Dalam Rangka Penyusunan Kapasitas Fiskal

5. Selanjutnya, Menteri Keuangan menyampaikan postur


RAPBN kepada Presiden untuk dibahas pada sidang
kabinet. Sekali lagi, besaran defisit ditentukan apakah

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 60
Penyusunan Pagu Indikatif

diperbesar atau diperkecil. Jika telah ditentukan, maka


Dit. P-APBN kembali melakukan exercise untuk
penyusunan postur RAPBN.
Hasil Sidang Kabinet tentang postur merupakan dasar
penyusunan surat Menteri Keuangan ke Bappenas. Output
dari tahapan ini dokumen surat Menteri Keuangan kepada
Menteri PPN/Kepala Bappenas mengenai resoursce
envelope pagu indikatif RAPBN.
Berdasarkan postur, Dit. P-APBN menyiapkan konsep surat
Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan
mengenai Resource Envelope/kapasitas fiskal pagu indikatif
belanja K/L RAPBN tahun anggaran yang direncanakan.
Konsep surat tersebut disiapkan dan disampaikan oleh
Direktur Jenderal Anggaran kepada Menteri Keuangan
beserta konsep surat Menteri Keuangan kepada Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala
Bappenas di pekan keempat Februari.

Selanjutnya, konsep surat Menteri Keuangan mengenai


penyampaian resource envelope/kapasitas fiskal yang telah
disiapkan disampaikan kepada Menteri PPN/Kepala
Bappenas pada pekan kedua di bulan Maret. Dalam surat
mengenai kapasitas fiskal tersebut dijelaskan secara tegas
mengenai peruntukan pagu indikatif sesuai dengan arah
kebijakan dan prioritas pembangunan nasional.
Selanjutnya, surat tersebut juga berisi lampiran yang terdiri
dari:
a. Lampiran I : Arah Kebijakan dan Prioritas
Pembangunan Nasional

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 61
Penyusunan Pagu Indikatif

tahun anggaran yang


direncanakan;
b. Lampiran II : Proyeksi Resource Envelope
RAPBN tahun anggaran yang
direncanakan;
c. Lampiran III : Baseline Belanja Kementerian
Negara/Lembaga tahun
anggaran yang direncanakan
per Jenis Belanja;
d. Lampiran IV : Proyeksi Anggaran Pendidikan
tahun anggaran yang direncanakan;
e. Lampiran V : Pinjaman Luar Negeri
Kementerian Negara/Lembaga tahun anggaran
yang direncanakan;
f. Lampiran VI : Rencana Penarikan Hibah Luar
Negeri ;
g. Lampiran VII : Surat Berharga Syariah Negara
Project Based Sukuk(SBSN);
h. Lampiran VIII : Pagu Penggunaan PNBP/BLU
Kementerian Negara/Lembaga
tahun anggaran yang direncanakan;
i. Lampiran IX : Kontrak Tahun Jamak.
Dalam rangka penyusunan surat kapasitas fiskal Menteri
Keuangan kepada Menteri PPN, Dit. P-APBN juga
berkoordinasi dengan Direktorat terkait di lingkungan DJA
terutama: (i) Dit. PNBP untuk keandalan data-data pada
Lampiran I, II, dan III; (ii) Direktorat Anggaran I, II, dan III
untuk keandalan data-data pada Lampiran I, II, III, IV, V, VI,
dan IX; (iii) Direktorat Harmonisasi dan Peraturan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 62
Penyusunan Pagu Indikatif

Penganggaran (Dit. HPP) dan Direktorat Sistem


Penganggaran (DSP) terkait data-data pada Lampiran I.

Menteri PPN dan Menteri Keuangan Menetapkan Pagu


Indikatif

Output dari tahapan ini adalah surat bersama Menteri


Keuangan dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas tentang
Pagu Indikatif K/L.

Setelah disampaikannya surat Menteri Keuangan kepada


Menteri PPN mengenai kapasitas fiskal dan kebijakan
APBN, maka kegiatan selanjutnya yang harus dilakukan
sesuai amanat PP 90 tahun 2010 adalah penyusunan Pagu
Indikatif masing-masing K/L oleh Menteri Keuangan
bersama Menteri Perencanaan, dengan memperhatikan
kapasitas fiskal dan pemenuhan prioritas pembangunan
nasional. Berdasarkan definisi dalam PP No. 90 tahun 2010,
Pagu Indikatif adalah ancar-ancar pagu anggaran yang
diberikan kepada Kementerian/Lembaga sebagai pedoman
dalam penyusunan Rencana Kerja Kementerian
Negara/Lembaga.

Kegiatan dalam rangka penyusunan pagu indikatif diawali


sejak pekan kedua atau ketiga Januari dengan dilakukannya
roadshow kepada unit di lingkungan Kementerian
Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga. Dari
roadshow ini diharapkan diperoleh keluaran berupa usulan
program dan belanja prioritas Kementerian
Negara/Lembaga yang dapat diusulkan termasuk untuk

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 63
Penyusunan Pagu Indikatif

inisiatif baru (new initiative). Kegiatan ini diselesaikan pada


pekan kesatu Februari dengan pemangku kepentingan
Direktorat Anggaran I, II, III, Direktorat P-APBN, dan
Direktorat Sistem Penganggaran.

Dalam periode bulan Januari dan berakhir pada pekan


pertama Februari, DJA melakukan monitoring dan evaluasi
kinerja pelaksanaan anggaran Kementerian
Negara/Lembaga. Kegiatan ini memperhatikan prasyarat
dari prioritas pembangunan nasional dan kemungkinan
terdapatnya inisiatif baru dengan melakukan reviu atas
baseline Kementerian/Lembaga. Kegiatan ini dilakukan
oleh Direktorat Sistem Penganggaran, Direktorat Anggaran
I, II, III, dan Direktorat P-APBN dengan keluaran berupa
baseline belanja Kementerian Negara/Lembaga operasional
dan nonoperasional.

Setelah melakukan monitoring dan evaluasi, kegiatan


selanjutnya adalah penyusunan usulan rancangan pagu
indikatif belanja Kementerian Negara/Lembaga dalam
bulan Februari sampai dengan Maret. Kegiatan ini
dilaksanakan oleh Dit. Anggaran I, II, III dan Dit. P-APBN
dengan beberapa Kementerian Negara/Lembaga. Dari
kegiatan ini dihasilkan konsep rancangan pagu inidikatif
belanja Kementerian Negara/Lembaga.

Dalam rangka penyusunan usulan rancangan pagu indikatif


ini, DJA juga melakukan koordinasi dengan Bappenas untuk
mencapai kesimpulan hasil koordinasi tentang pagu
indikatif RAPBN tahun anggaran yang direncanakan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 64
Penyusunan Pagu Indikatif

Koordinasi ini dilakukan pada pekan kedua dan ketiga


Februari dimana DJA diwakili oleh Dit. P-APBN dan Dit.
Sistem Penganggaran.

Selanjutnya, diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian


Negara/Lembaga membahas resource envelope untuk pagu
indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran
yang direncanakan. Rapat pimpinan dilaksanakan pada
pekan kedua Februari dan melibatkan Dit. P-APBN,
Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit. Sistem
Penganggaran. Keluarannya berupa keputusan rapat
pimpinan tentang resource envelope untuk pagu indikatif
dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran yang
direncanakan. Dalam rapim ini dilakukan penyusunan
bahan paparan Menteri Keuangan oleh Dit. P-APBN serta
penyusunan draft Surat Edaran Bersama (SEB) dengan
Bappenas tentang Pagu Indikatif RAPBN tahun yang
direncanakan. Penyusunan draft SEB juga melibatkan Dit.
P-APBN, Dit.PNBP, Dit. Anggaran I, II, III, Dit. HPP dan Dit.
Sistem Penganggaran dengan dikoordinir oleh Dit. P-APBN.

Keputusan rapim berupa resource envelope untuk pagu


indikatif dan rancangan RAPBN tahun anggaran yang
direncanakan kemudian disampaikan Menteri Keuangan
kepada Menteri Koordinator Perekonomian dan Wakil
Presiden. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa
paparan Menteri Keuangan dan dijadwalkan dilaksanakan
pada pekan ketiga Februari. Bahan paparan Menteri
Keuangan disiapkan oleh Dit. P-APBN yang melakukan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 65
Penyusunan Pagu Indikatif

koordinasi dengan Dit. PNBP, Dit Anggaran I, II, III, Dit.


Sistem Penganggaran, Setjen, BKF, DJPU, dan DJPK.

Sidang Kabinet untuk membahas resource envelope untuk


pagu indikatif rancangan kebijakan RAPBN dilakukan pada
pekan keempat Februari. Penanggung jawab kegiatan ini
sama dengan sidang kabinet terbatas, yaitu Dit. P-APBN
dan Pushaka. Keluaran dari kegiatan ini adalah Keputusan
mengenai resource envelope dan kebijakan untuk pagu
indikatif dan rancangan kebijakan RAPBN tahun anggaran
yang direncanakan.

Setelah Menteri Keuangan menyampaikan surat tentang


resource envelope untuk pagu indikatif belanja Kementerian
Negara/Lembaga dan rancangan kebijakan belanja
Pemerintah Pusat RAPBN tahun anggaran yang
direncanakan kepada Menteri PPN/Kepala Bappenas pada
pekan kedua Maret, dilaksanakan rapat koordinasi
pembangunan pemerintah pusat (Rakorbangpus) pada
akhir Maret. Penanggung Jawab kegiatan ini adalah
Bappenas. Dalam Rakorbangpus ini Dit. P-APBN
menyiapkan bahan paparan Menteri Keuangan berupa
arahan mengenai kebijakan Pemerintah Pusat dan Dit
Anggaran I, II, III menyiapkan bahan paparan Direktur
Jenderal Anggaran tentang kebijakan belanja Kementerian
Negara/Lembaga.

Langkah selanjutnya adalah penetapan Pagu Indikatif


RAPBN tahun anggaran yang direncanakan melalui Surat
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri PPN/Kepala

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 66
Penyusunan Pagu Indikatif

Bappenas yang untuk RAPBN TA 2014 dilakukan pada


tanggal 5 April 2013. Pagu indikatif ini dirinci menurut
organisasi, program, kegiatan, dan indikasi pendanaan
untuk mendukung arah kebijakan yang telah ditetapkan
oleh Presiden. Surat yang ditandatangani Menteri
Keuangan bersama Menteri Perencanaan mengenai Pagu
Indikatif yang sudah ditetapkan tersebut disertai dengan
prioritas pembangunan nasional yang dituangkan dalam
rancangan awal RKP dan disampaikan kepada Kementerian
Negara/Lembaga.

Setelah penetapan Surat Bersama, diselenggarakan


Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional yang
dikoordinir oleh Bappenas di Bulan April. Pada kesempatan
ini, Menteri Keuangan memberikan arahan tentang
Kebijakan Belanja Negara. Bahan paparan Menteri
Keuangan tersebut disiapkan oleh Dit P-APBN.

Selanjutnya, menyusuli penetapan Surat Bersama Menteri


Keuangan dan Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional (PPN) tentang Pagu Indikatif dan Rancangan Awal
RKP, dilakukan trilateral meeting antara Kementerian
Negara PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan (Direktorat
Jenderal Anggaran/DJA) dan K/L. Trilateral meeting
dilakukan untuk menyelaraskan program dan kegiatan
prioritas serta pagu indikatif K/L untuk Tahun Anggaran
yang direncanakan, dan diharapkan dapat dilakukan
konsolidasi dan koordinasi sejak awal sehingga sasaran-
sasaran pembangunan dalam koridor kebijakan fiskal dapat
diwujudkan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 67
Penyusunan Pagu Indikatif

Materi yang dibahas dalam trilateral meeting adalah


prioritas nasional, program dan kegiatan prioritas serta
pendanaannya. Pembahasan akan mencakup pencapaian
sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan
dituangkan dalam RKP, konsistensi kebijakan yang ada
dalam dokumen perencanaan dengan dokumen
penganggaran (antara RPJMN, RKP, Renja K/L dan RKA-
K/L ), dan komitmen bersama atas penyempurnaan yang
perlu dilakukan terhadap Rancangan Awal RKP.

Salah satu peran Bappenas dalam trilateral meeting adalah


penyampaian kepada K/L mengenai prioritas
pembangunan nasional. Prioritas pembangunan nasional
dirinci ke dalam program dan kegiatan prioritas serta
target sasaran yang hendak dicapai ke masing-masing K/L
sesuai tugas dan fungsinya yang mengacu pada RPJMN.

Kementerian Keuangan akan menyampaikan kebijakan


penganggaran dengan mengacu pada kaidah penganggaran,
efektifitas dan efisiensi pendanaan bagi program dan
kegiatan K/L untuk jangka menengah sesuai dengan
kebutuhan pendanaan K/L. Peran lain adalah
menyempurnakan kebijakan anggaran yang terbagi
kedalam jenis belanja dan satuan biaya yang dianggap
perlu untuk disesuaikan dengan masukan yang diperoleh
dalam trilateral meeting.

Selanjutnya, Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan


Renja-K/L kepada Kementerian Perencanaan dan
Kementerian Keuangan untuk bahan penyempurnaan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 68
Penyusunan Pagu Indikatif

rancangan awal RKP dan penyusunan rincian pagu


menurut unit organisasi, fungsi, dan program sebagai
bagian dari bahan pembicaraan pendahuluan Rancangan
APBN yang merupakan tahapan penyusunan APBN yang
akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 69
BAB 3

PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN


Sektor-Sektor Prioritas
Pembangunan Nasional
BAB 3

PENYUSUNAN PAGU ANGGARAN

Hasil proses tahapan Penyusunan Pagu Anggaran K/L


(selanjutnya disebut Pagu Anggaran) berupa alokasi
anggaran untuk tiap-tiap bagian anggaran, termasuk Bagian
Anggaran Bendaharawan Umum Negara (BUN). Dalam
perjalanan menuju Pagu Anggaran, terdapat proses
perencanaan yang berisikan substansi program dan
kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1. Secara
garis besar titik-titik penting dalam proses penyusunan
pagu anggaran K/L sebagaimana Gambar 3.1.
Penyusunan Pagu Anggaran

Tentunya, tahapan Penyusunan Pagu Anggaran ini sangat


erat dengan hasil tahapan Penyusunan Pagu Indikatif yang
telah diuraikan pada bab sebelumnya. Apa yang
membedakan antara kedua tahapan (Tahapan Penyusunan
Pagu Indikatif dan Tahapan Penyusunan Pagu Anggaran)?
Pagu Indikatif merupakan perhitungan awal atau exercise
alokasi anggaran K/L dengan referensi angka berasal dari
angka prakiraan maju (Kerangka Pengeluaran Jangka
Menengah) yang ada dalam dokumen RKAK/L dan evaluasi.
Sementara Pagu Anggaran merupakan penetapan pagu
alokasi anggaran K/L dengan kondisi aktual dan dinamis
yang ada. Intinya, pagu alokasi anggaran K/L berdasarkan
Pagu Indikatif tersebut dilihat dan diteliti kembali apakah
ada kebijakan-kebijakan prioritas atau inisiatif baru yang
belum diakomodir.
Dalam proses menuju Pagu Anggaran K/L ini, dokumen dan
istilah dalam perencanaan pembangunan nasional sangat
akrab sebagai topik bahasan, yaitu Rencana Kerja (Renja)
K/L dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Kementerian Negara/Lembaga Menyusun Rencana
Kerja (Renja)
Setelah K/L menerima alokasi anggaran belanja
berdasarkan Pagu Indikatif dan rancangan awal Rencana
Kerja Pemerintah, K/L akan menyusun Rencana Kerja K/L
pada tahun t +1. Renja ini disusun oleh
kementerian/lembaga yang merupakan penjabaran lebih
lanjut dari RKP. Sebagai tambahan penjelasan RKP
merupakan dokumen perencanaan tahunan yang

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 71
Penyusunan Pagu Anggaran

digunakan sebagai acuan dalam penyusunan RAPBN dan


dasar pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah melalui Kementerian
Negara/Lembaga. RKP merupakan penjabaran dari RPJM
Nasional yang memuat prioritas pembangunan, rancangan
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran
perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan
fiskal, serta program Kementerian Negara/Lembaga, lintas
Kementerian Negara/lembaga, kewilayahan dalam bentuk
kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif.
Rencana Kerja Kementerian Negara/Lembaga (Renja K/L)
adalah dokumen perencanaan tahunan yang merupakan
penjabaran dari RKP, yang akan digunakan sebagai
masukan dalam penyusunan RKP. Renja-K/L memuat
sasaran-sasaran yang akan dicapai oleh K/L, arah
kebijakan, program, kegiatan pembangunan, dan
kebutuhan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung
oleh pemerintah, maupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Bagi Kementerian Negara/Lembaga yang terkait langsung
dengan pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional pada
tahun tertentu, maka program dan kegiatannya harus dapat
secara langsung mencerminkan pencapaian Prioritas
Pembangunan Nasional yang telah ditetapkan.
Sebagaimana penjelasan di bagian pembuka, perencanaan
merupakan langkah awal dalam proses penganggaran. Cara
perumusan dan penetapan kinerja, dalam hal ini indikator

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 72
Penyusunan Pagu Anggaran

kinerjanya juga sejalan dengan pendekatan penganggaran


berbasis kinerja.
Informasi yang ada di dalam dokumen Renja merupakan
perencanaan yang sifatnya strategis. Yaitu, hal-hal yang
mendasar yang ingin dicapai oleh unit eselon I dari suatu
kementerian Negara/lembaga yang melaksanakan
program. Secara nyata yang ingin diwujudkan suatu
program berupa dampak positif setelah pelaksanaan suatu
program.
Berikut ini disajikan Gambar 3.2, mekanisme secara teknis
penyusunan Renja K/L pada Program Anak Usia Dini
sebagai gambaran sederhana.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 73
Penyusunan Pagu Anggaran

Berdasarkan arahan Presiden, Pemerintah memberi


prioritas kepada usaha-usaha pembangunan Sumber Daya
Manusia (SDM). Salah satu pembantu Presiden yang
mengurusi pembangunan SDM adalah Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan yang mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan pendidikan.
Untuk itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merancang
Program Pendidikan Anak Usia Dini dengan hasil (outcome)
berupa rasio anak usia dini dengan anak usia dini yang
bersekolah, 1 dibanding 3. Untuk mencapai outcome
tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD) sebagai penanggungjawab program, merencanakan
kegiatan berupa pembangunan 5 unit sekolah baru.
Harapannya, jumlah anak yang terlayani mencapai 400
anak dan indikasi dana untuk kegiatan ini sebesar Rp500
miliar.
Ruang lingkup pagu indikatif yang menjadi isian dalam
formulir Renja K/L hanyalah pagu anggaran belanja dalam
rangka pencapaian prioritas nasional saja. Bagaimana
dengan anggaran untuk kebutuhan biaya operasional dan
pencapaian prioritas kementerian Negara/lembaga?
Alokasi anggaran belanja secara keseluruhan dari suatu
kementerian Negara/lembaga (termasuk biaya
operasional) bisa kita lihat pada dokumen RKAK/L.
Pertemuan Tiga Pihak (Trilateral Meeting)
Pertemuan tiga pihak dilakukan sebagai upaya
memperkuat keterkaitan antara perencanaan dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 74
Penyusunan Pagu Anggaran

penganggaran secara nasional, yang dikoordinasikan


Kementerian PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan,
dengan perencanaan dan penganggaran yang disusun oleh
setiap K/L. Pertemuan tiga pihak merupakan sebuah forum
pembahasan bersama yang dilakukan antara Kementerian
PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian
Negara/Lembaga guna melakukan konsolidasi dan
penajaman Prioritas Nasional berikut pendanaan yang
diperlukan untuk melaksanakan prioritas-prioritas
tersebut, yang selanjutnya akan dituangkan secara
konsisten dalam RKP dan Renja K/L.
Tujuan dari pelaksanaan pertemuan tiga pihak adalah
untuk (1) meningkatkan koordinasi dan kesepahaman
antara tiga pihak terkait dengan pencapaian sasaran-
sasaran prioritas pembangunan nasional yang akan
dituangkan dalam RKP, pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kebijakan belanja tahun anggaran bersangkutan; (2)
menjaga konsistensi kebijakan pada RPJM, RKP, Renja K/L
dan RKA-K/L; serta (3) mendapatkan komitmen bersama
atas penyempurnaan yang perlu dilakukan terhadap
rancangan awal RKP, yaitu kepastian mengenai
program/kegiatan, output prioritas beserta target dan
besaran anggarannya, pemenuhan biaya operasional,
penuangan sumber dana, penelaahan dokumen pendukung
(TOR dan RAB) khususnya untuk inisiatif baru dan
merupakan kegiatan/output prioritas nasional, Identifikasi
Tematik APBN, Pengalihan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan, Usulan Inisiatif Baru dan Tambahan Rupiah
Murni.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 75
Penyusunan Pagu Anggaran

Dalam pertemuan tiga pihak, dilakukan kegiatan:


1. Kementerian PPN/Bappenas dengan mengacu pada
rancangan awal RKP, menyampaikan Sasaran Prioritas
Pembangunan Nasional dan Kegiatan Prioritas dengan
target sasaran dan pendanaannya termasuk Inisiatif
Baru yang disetujui.
2. Kementerian Keuangan, menyampaikan kebijakan
anggaran yang meliputi: kebijakan di bidang belanja
negara, kelompok biaya, jenis belanja, dan satuan
biaya. Disamping itu, juga memberikan masukan atas
kepatutan penggunaan anggaran dan pelaksanaan
efisiensi yang dapat dilakukan oleh Kementerian
Negara/Lembaga.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 76
Penyusunan Pagu Anggaran

3. Kementerian Negara/Lembaga, menyampaikan arah


kebijakan, rencana program dan kegiatan prioritas
yang merupakan penjabaran dari Renstra K/L
termasuk kebijakan-kebijakan baru yang belum
tertampung dalam Renstra.
4. Dari pelaksanaan yang bersifat mengikat tiga pihak
diharapkan menghasilkan suatu dokumen kesepakatan
yang bersifat mengikat tiga pihak. Hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pertemuan tiga pihak adalah:
a. Pagu indikatif yang telah ditetapkan melalui surat
yang ditanda tangani oleh Menteri PPN/Kepala
Bappenas bersama Menteri Keuangan merupakan
batas atas belanja masing-masing K/L yang tidak
dapat dilampaui, dan merupakan akumulasi dari
angka dasar (baseline) dan inisiatif baru (New
Initiatives).
b. Terkait dengan Inisiatif Baru yang telah disetujui
sebagaimana terlampir dalam surat Bersama Pagu
Indikatif:
i. Alokasi anggaran Inisiatif Baru yang sudah
dialokasikan dalam Surat Bersama Menteri
PPN/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan
tidak dapat berkurang dan pemanfaatannya
tidak dapat digunakan untuk membiayai
kegiatan lainnya di luar yang telah disetujui;
ii. K/L wajib menyusun TOR RAB dilevel Output,
khusus untuk melengkapi usulan Inisiatif
Baru yang telah mendapatkan alokasi sesuai

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 77
Penyusunan Pagu Anggaran

Surat Bersama Menteri PPN/Kepala


Bappenas dan Menteri Keuangan;
iii. TOR dan RAB akan dibahas guna
memastikan/menjamin konsistensi dan
kesesuaian target kinerja serta kelayakan dan
kewajaran anggarannya;
iv. Dalam hal K/L tidak dapat menyampaikan
TOR dan RAB pada saat trilateral meeting,
maka alokasi anggaran yang telah ditetapkan
akan dikurangi dari pagu anggaran K/L yang
bersangkutan;
v. K/L yang mendapatkan tambahan alokasi
anggaran untuk inisiatif Baru berdasarkan
direktif Presiden namun belum mengajukan
proposal Inisiatif Baru, maka diharapkan
dapat segera mengajukan proposal Inisiatif
Baru sebelum ditetapkannya pagu anggaran
K/L;
c. Perubahan pagu antar program dan antar kegiatan
dalam Pagu Indikatif masih dimungkinkan,
sepanjang sesuai dengan pencapaian Prioritas
Pembangunan Nasional
d. Penambahan dan Pengurangan Kegiatan Prioritas
dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional atau
Kementerian Negara/Lembaga;
e. Penambahan dan pengurangan keluaran Kegiatan
Prioritas dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan pencapaian Prioritas

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 78
Penyusunan Pagu Anggaran

Pembangunan Nasional atau capaian prioritas


Kementerian Negara/Lembaga beserta alokasi
anggarannya;
f. Kebutuhan belanja pegawai dan operasional harus
dipenuhi dan menjadi prioritas utama;
g. Pergeseran alokasi dari Rupiah Murni menjaid
PHLN atau sebaliknya tidak dapat dilakukan,
demikian pula pergeseran dari Pinjaman Luar
Negeri (PLN) menjadi Hibah Luar Negeri. Usulan
perubahan ini dapat dilakukan pada Matriks
Pembahasan dalam dokumen kesepakatan;
h. Kelebihan atau kekurangan alokasi PHLN
ditampung dalam Matriks Pembahasan dalam
dokumen kesepakatan;
i. Memberikan prioritas utama untuk kebutuhan
dana pendamping PHLN yang akan diserap dan
kegiatan yang disetujui sebagai multiyears.
j. Pengalokasian anggaran pada program dan
kegiatan harus mempertimbangkan kemampuan
pelaksanaan dan penyerapan anggaran;
k. Usulan penambahan pagu Kementerian
Negara/Lembaga serta penggunaannya dapat
disampaikan dalam Matriks Pembahasan pada
dokumen kesepakatan pembahasan Pertemuan
Tiga Pihak;
l. Memperhatikan kewenangan pusat dan daerah.
5. Dokumen kesepakatan yang telah disetujui bersama
antara Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian
Keuangan dan Kementerian Negara/Lembaga dijadikan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 79
Penyusunan Pagu Anggaran

dasar untuk penyusunan Renja K/L, penyempurnaan


Rancangan Awal RKP 2014, dan penyusunan Pagu
Anggaran.
6. Kementerian Negara/Lembaga menyampaikan Renja
K/L yang telah disusun berdasarkan dokumen
kesepakatan kepada Kementerian PPN/Bappenas dan
kementerian Keuangan.
7. Apabila dalam Pertemuan Tiga Pihak terjadi
ketidaksepakatan antara Kementerian PPN/Bappenas,
kementerian Keuangan, dan Kementerian
Negara/Lembaga, maka dapat dilakukan alternatif
tindakan sebagai berikut:
a. Butir-butir ketidaksepakatan dibahas kembali
bersama-sama dengan memperhatikan prinsip
musyawarah untuk mencapai mufakat.
b. Butir-butir ketidaksepakatan dijadikan catatan
pembahasan dalam dokumen kesepakatan
pertemuan tiga pihak dan tidak perlu untuk
diputuskan dalam forum ini.
c. Butir-butir ketidaksepakatan yang dianggap perlu
dan penting untuk diputuskan dapat dibawa dan
diputuskan di tingkat yang lebih tinggi (Eselon I).
Namun demikian perlu diperhatikan keterbatasan
waktu yang tersedia untuk menyusun Renja K/L
Seluruh catatan pembahasan yang ada dalam dokumen
kesepakatan Pertemuan Tiga Pihak akan menjadi dasar
pertimbangan dalam penyusunan Pagu Anggaran dan
Penelaahan RKA-K/L yang akan ditetapkan oleh
Kementerian Keuangan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 80
Penyusunan Pagu Anggaran

Penetapan Pagu Anggaran Kementerian


Negara/Lembaga
Setelah dihasilkan pengesahan RKP dan Rancangan
kebijakan APBN dari pembicaraan pendahuluan, Menteri
Keuangan menyampaikan Surat Edaran mengenai pagu
Anggaran Kementerian Negara/Lembaga. Sesuai dengan
Pasal 9 ayat (1) PP No.90 tahun 2010, Menteri Keuangan
menetapkan Pagu anggaran Kementerian Negara/Lembaga
dalam rangka penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) dengan
berpedoman pada kapasitas fiskal, besaran pagu indikatif,
Renja-K/L dan hasil evaluasi kinerja Kementerian
Negara/Lembaga. Pagu Anggaran ini disampaikan kepada
setiap Kementerian Negara/Lembaga paling lambat akhir
bulan Juni dan dirinci paling sedikit menurut: (a) unit
organisasi; dan (b) program. Sementara itu,
Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun RKA-K/L
berdasarkan: (a) Pagu Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga; (b) Renja K/L; (c) RKP hasil kesepakatan
Pemerintah dan DPR dalam pembicaraan pendahuluan
Rancangan APBN; dan (d) standar biaya. RKA-K/L yang
disusun oleh Kementerian Negara/Lembaga termasuk
menampung usulan inisiatif baru. Setelah ditelaah dalam
forum penelaahan antara Kementerian Negara/Lembaga
dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian
Perencanaan, RKA-K/L menjadi bahan penyusunan
Rancangan Undang-Undang tentang APBN.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 81
BAB 4

ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN


NEGARA/LEMBAGA
Sektor-Sektor Prioritas
Pembangunan Nasional
BAB 4

ALOKASI ANGGARAN KEMENTERIAN


NEGARA/LEMBAGA

Output yang dihasilkan dari tahapan ini adalah ketetapan


atas RUU APBN menjadi UU APBN dan RKAKL. Wujud
persetujuan DPR atas APBN berupa UU APBN. Selanjutnya
persetujuan untuk tiap-tiap bagian anggaran atau K/L
tercantum dalam Peraturan Presiden tentang rincian APBN
tahun t+1 sebagai cerminan RKA-K/L hasil pembahasan
tiap-tiap K/L dengan mitra kerjanya di DPR (Komisi).

Secara garis besar proses penetapan pagu anggaran K/L


menjadi alokasi anggaran K/L terinci dalam titik-titik
penting selama proses penetapan sebagaimana Gambar
4.1. Sebagai catatan, diagram tersebut diambil berdasarkan
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

perspektif tahap demi tahap. Sedangkan kenyataannya,


tahapan tersebut terlaksana secara simultan. Oleh karena
itu, pembahasannya tidak per tahapan tetapi berdasarkan
kedekatan topik.
Penyusunan RKA-K/L
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-K/L) merupakan dokumen rencana
keuangan tahunan bagi K/L yang disusun menurut bagian
anggaran. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program
dan kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun t+1, RKA-
K/L menjadi acuan dalam penyusunan Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang digunakan sebagai
dasar pelaksanaan anggaran. Oleh karena itu, penyusunan
RKA-K/L merupakan bagian terpenting dalam
penganggaran, karena menentukan efektifitas dan efisiensi
pada suatu kegiatan. RKA-K/L juga merupakan dokumen
tindak lanjut dari dokumen perencanaan, karena dasar dari
penyusunan RKA-K/L adalah dokumen perencanaan, Renja
K/L.
Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah
nomor 90 tentang Rencana Kerja dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L), penyusunan
RKA-K/L merupakan tanggung jawab KL sebagai Chief
Operational Officer dalam pengelolaan keuangan negara.
Beberapa kaidah yang harus dipenuhi dalam penyusunan
dokumen rencana keuangan tahunan bagi K/L, adalah
sebagi berikut:

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 83
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

1. Adanya informasi sasaran kinerja yang mencakup


volume keluaran kegiatan dan indikator kinerja
kegiatan yang sejalan dengan Renja K/L maupun RKP;
2. Kesesuaian dengan pagu anggaran K/L yang mencakup,
baik total pagu anggaran tiap-tiap KL maupun rincian
tiap sumber dananya (rupiah murni, PNBP,
pinjaman/hibah luar negeri, pinjaman/hibah dalam
negeri, surat berharga syariah Negara, dan Badan
Layanan Umum);
3. Kelayakan anggaran dan pemenuhan ketentuan
pengalokasian anggaran yang mencakup:
a. Penerapan standar biaya masukan dan standar
biaya keluaran dalam perincian biaya ouput
kegiatan;
b. Rincian biaya tersebut sesuai jenis belanja dan akun;
c. Memperhatikan hal-hal yang dibatasi dalam
penganggaran (perjalanan dinas, pembangunan
gedung-gedung pemerintahan, atau kegiatan
seminar dan rapat-rapat);
d. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kegiatan
yang didanai dari PNBP, pinjaman/hibah luar
negeri, pinjaman/hibah dalam negeri, surat
berharga syariah Negara, dan Badan Layanan
Umum;
e. Ketentuan pengalokasian anggaran untuk kontrak
tahun jamak;
f. Ketentuan pengalokasian anggaran yang akan
diserahkan menjadi penyertaan modal negara pada
BUMN; dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 84
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

g. Pencantuman tematik APBN pada tingkat keluaran,


seperti infrastruktur, ketahanan pangan, atau
anggaran pendidikan.
Penyusunan dokumen RKA-K/L di atas melalui proses
berjenjang dari bawah ke atas. Dimulai dari satuan kerja
(Satker)/unit eselon II menyusun RKA-K/L pada tingkat
unit operasional. Kemudian, RKA-K/L tersebut
disampaikan kepada unit eselon I (dalam hal ini Bagian
Perencanaan) untuk selanjutnya dihimpun dan
diharmonisasi sebagai RKA-K/L unit eselon I. Unit eselon I
menyampaikan RKA-K/L unit eselon I tersebut kepada Biro
Perencanaan Sekretariat Jenderal (Setjen) yang selanjutnya
menghimpun dan mengharmonisasi sebagai RKA-K/L
tingkat K/L. RKA-K/L yang telah diteliti dan diharmonisasi
ini disampaikan kepada Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) untuk di-review. Peran masing-masing
pihak di internal K/L dalam rangka penelitian RKA-K/L
sebagai berikut.
Biro Perencanaan Setjen pada tingkat K/L melakukan
penelitian RKA-K/L dengan cara mem-verifikasi atas
kelengkapan dan kebenaran dokumen yang dipersyaratkan
serta kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah
perencanaan penganggaran. Yang dimaksud verifikasi
secara rinci mencakup:
1. Konsistensi pencantuman sasaran kinerja yang meliputi:
volume keluaran dan indikator kinerja kegiatan dalam
RKA-K/L harus sesuai dengan sasaran kinerja yang ada
dalam Renja K/L dan RKP.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 85
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

2. Kesesuaian total pagu dalam RKA-K/L dengan pagu


anggaran K/L.
3. Kesesuaian sumber dana dalam RKA-K/L dengan
sumber dana yang ditetapkan dalam pagu anggaran K/L.
4. Kepatuhan dalam pencantuman tematik APBN pada
tingkat keluaran (output).
5. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L antara lain:
RKA Satuan Kerja, TOR/RAB, dan dokumen pendukung
terkait lainnya.
Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses penelitian
tersebut, Biro Perencanaan Setjen melakukan koordinasi
dengan unit eselon 1 bersangkutan dan/atau memperbaiki
RKA-K/L terlebih dahulu.
Selanjutnya, hasil verifikasi RKA-K/L unit eselon 1 oleh
Biro Perencanaan (Setjen) K/L disampaikan kepada APIP
K/L untuk di-review. Tujuan review adalah untuk
memberikan keyakinan terbatas (limited assurance) dan
memastikan kepatuhan penerapan kaidah-kaidah
perencanaan penganggaran. Focus review dimaksud
mencakup:
1. Kelayakan anggaran untuk menghasilkan sebuah
keluaran
2. Kepatuhan dalam penerapan kaidah-kaidah
perencanaan penganggaran, antara lain:
a. Penerapan standar biaya masukan dan standar biaya
keluaran;
b. Penggunaan akun belanja;
c. Hal-hal yang dibatasi;

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 86
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

d. Pengalokasian anggaran yang akan diserahkan


menjadi penyertaan modal negara pada BUMN.
3. Kelengkapan dokumen pendukung RKA-K/L.
4. Rincian anggaran yang digunakan untuk mendanai
inisiatif baru dan/atau rincian anggaran angka dasar
yang mengalami perubahan pada level komponen.
Apabila ada ketidaksesuaian dalam proses review tersebut,
Biro Perencanaan Setjen harus memperbaiki RKA-K/L atau
melakukan koordinasi dengan Bagian Perencanaan pada
unit eselon 1 terlebih dahulu dalam upaya perbaikan
dimaksud.
Berdasarkan kedua tahap tersebut, RKA-K/L akan
disampaikan kepada Kementerian Keuangan c.q. Ditjen
Anggaran untuk ditelaah lebih lanjut. Karena RKA-KL
tersebut menjadi bahan Nota Keuangan dan Rancangan
Undang-Undang APBN pada tahun t+1.
Proses Penelaahan RKA-K/L
Penelaahan RKA-K/L, sebagaimana diamanatkan dalam
pasal 10 ayat (4) PP nomor 90 tahun 2010, dikoordinasikan
oleh Menteri Keuangan c.q. Ditjen Anggaran yang dalam
hal ini diwakili oleh Direktorat Anggaran I, II, dan III.
Proses penelaahan dilakukan secara terintegrasi. Ruang
lingkup dalam melakukan penelaahan dibagi menjadi 2
kriteria, yaitu kriteria administratif dan kriteria substantif.
Pada kriteria administrasi, penelaahan mencakup aspek
terpenuhinya kelengkapan persyaratan administratif,
antara lain: RKA-K/L yang telah diteliti oleh Aparat
Pengawas Intern Pemerintah K/L (APIP K/L), disertai surat

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 87
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

pengantar dan surat pernyataan pejabat eselon I atau


pejabat lain yang memiliki alokasi anggaran dan sebagai
penanggung jawab program serta Arsip Data Komputer
(ADK) RKA-K/L. Selanjutnya, kriteria substantif bertujuan
untuk meneliti kesesuaian, relevansi, dan/atau konsistensi
dari setiap bagian anggaran RKA-K/L, antara lain terdiri
atas penelaahan terhadap kesesuaian data dalam RKA-K/L
dengan Pagu Anggaran/Alokasi Anggaran K/L, kesesuaian
antara kegiatan, keluaran dan anggarannya, relevansi
antara komponen/tahapan dengan keluaran (untuk
keluaran yang belum ditetapkan menteri keuangan sebagai
SBK), konsistensi pencantuman sasaran kinerja K/L dengan
RKP, serta konsistensi pencantuman prakiraan maju untuk
3 (tiga) tahun ke depan.
Kesesuaian antara komponen kegiatan dan keluaran serta
anggarannya untuk memastikan bahwa aktivitas yang
dilakukan dan dibiayai merupakan bagian dari pencapaian
keluaran kegiatan yang bersangkutan. Sebagai contoh,
komponen kegiatan berupa expose peraturan merupakan
bagian yang tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan
keluaran berupa sebuah rumusan peraturan. Selain itu,
jumlah keluaran di dalam RKA-K/L juga harus sesuai
dengan indikator keluaran yang tercantum di dalam Renja
K/L, karena rujukan untuk penyusunan adalah RKA-K/L
merupakan dokumen Renja K/L. Kedua dokumen tersebut
saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Selanjutnya, dalam melakukan penelaahan, instrumen yang
digunakan sebagai acuan adalah:

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 88
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

1. Keputusan Menteri Keuangan tentang Pagu Anggaran.


2. Peraturan Menteri Keuangan tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L.
3. Hasil reviu angka dasar.
4. Peraturan-peraturan terkait pengalokasian anggaran.
5. Renja K/L dan RKP tahun yang direncanakan.
6. Hasil kesepakatan Trilateral Meeting.
7. Standar Biaya Keluaran (SBK).
8. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada)
9. Gender Budget Statement (jika ada)
Dari penelahaan tersebut, dokumen yang dihasilkan berupa
himpunan RKA-K/L beserta keluaran/output cadangan
(jika ada) yang menampung alokasi anggaran yang belum
jelas peruntukannya dan tanda @ yang dicantumkan pada
alokasi anggaran K/L yang sudah jelas peruntukannya
namun antara lain belum ada dasar hukum
pengalokasiannya, belum ada naskah perjanjian
(PHLN/PHDN) dan nomor register. Hasil penelaahan RKA-
K/L dituangkan dalam Catatan Hasil Penelaahan dan
ditandatangani oleh Pejabat perwakilan K/L, Kementerian
PPN/Bappenas dan Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan Menghimpun Hasil Penelaahan
dan Menyusun NK, RAPBN, RUU APBN
Proses penyusunan rancangan APBN dibarengi dengan
kegiatan penulisan draft Nota Keuangan dan RAPBN
beserta RUU APBN tahun anggaran yang direncanakan
(t+1) secara simultan dengan proses pembahasan RKA-K/L.
Institusi di lingkungan Kementerian Keuangan yang
menjadi pemangku kepentingan utama dalam kegiatan ini

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 89
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

adalah DJA (untuk penulisan belanja pemerintah pusat),


BKF (untuk penulisan asumsi dasar ekonomi makro dan
pendapatan), DJPK (untuk penulisan transfer ke daerah dan
dana desa), serta DJPU dan DJKN (untuk pembiayaan).
Bersamaan dengan penyusunan Nota Keuangan dan RAPBN
disusun pula Postur RAPBN.
Selanjutnya diselenggarakan rapat pimpinan Kementerian
Keuangan untuk membahas dan menetapkan Postur
RAPBN. Keluaran dari ini berupa hasil pembahasan Postur
RAPBN. Hasil pembahasan ini kemudian dibahas dalam
Sidang Kabinet Terbatas.
Dalam rangka penyusunan draft Nota Keuangan RAPBN
tahun anggaran yang direncanakan, DJA c.q Dit. PAPBN
mengoordinasikan masukan-masukan dari instansi terkait
seperti BKF, DJPK, dan DJPU. Keluaran dari aktivitas ini
berupa draft awal hasil penggabungan Nota Keuangan
RAPBN. Kemudian, Dit. PAPBN menyusun draft
penggabungan menjadi draft buku Nota Keuangan dan RUU
APBN tahun anggaran yang kemudian disampaikan ke
Eselon I terkait yaitu BKF, DJPK, dan DJPU untuk koreksi
ulang dan penyempurnaan. Selanjutnya Draft final buku
Nota Keuangan dan RUU APBN disampaikan ke Menteri
Keuangan untuk dikoreksi.
Sementara itu, penyusunan himpunan RKA-K/L oleh
Kementerian keuangan dilakukan sebagai bahan
penyusunan Nota Keuangan, Rancangan Undang-Undang
APBN, Rancangan APBN, dan dokumen pendukung
pembahasan RAPBN. DJA menjadi penanggung jawab

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 90
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

kegiatan ini dengan keluaran berupa himpunan RKA-K/L


tahun anggaran yang direncanakan (t+1).
Setelah Menteri Keuangan memberikan koreksi terhadap
draft buku Nota Keuangan dan RUU APBN, DJA melakukan
finalisasi dan menghasilkan keluaran berupa Nota
Keuangan dan Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN.
Buku Nota Keuangan dan RAPBN ini kemudian dibahas
dalam sidang kabinet paripurna dalam rangka pengesahan
RAPBN dengan keluaran berupa hasil sidang kabinet
pengesahan Nota Keuangan dan RUU APBN yang
disampaikan kepada DPR.
Selanjutnya, DJA berkoordinasi dengan Sekretariat Jenderal
Kementerian Keuangan untuk melakukan pencetakan Buku
Himpunan RKA-KL dan Buku Nota Keuangan serta RUU
APBN. Kegiatan ini menghasilkan keluaran berupa buku
himpunan RKA-K/L dan Buku Nota Keuangan serta RUU
APBN. Bersama dengan proses penyusunan bahan RAPBN
dan Nota Keuangan, DJA juga menyiapkan penyusunan
advertorial RAPBN. Sebelum disampaikan kepada DPR,
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan
menyampaikan dokumen Nota Keuangan dan RUU APBN ke
Sekretariat Negara untuk mendapatkan Amanat Presiden
(Ampres). Selanjutnya, Kementerian Keuangan c.q
Sekretariat Jenderal menyampaikan buku Nota Keuangan
dan RUU APBN beserta Himpunan RKA-K/L ke DPR.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 91
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

BOKS 4.1
PEMBICARAAN PENDAHULUAN

Berdasarkan Renja-K/L dari Kementerian dan Lembaga dan


sesuai dengan pasal 7 ayat (1) PP Nomor 20 tahun 2004 tentang
Rencana Kerja Pemerintah, Presiden kemudian menetapkan
Keputusan Presiden tentang RKP yang akan digunakan sebagai
bahan pembahasan kebijakan umum dan prioritas anggaran di
DPR sebagaimana amanat 176 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun
2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (selanjutnya disebut
dengan UU MD3).

Di samping itu, Menteri Keuangan c.q. BKF menyiapkan


dokumen Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan
Fiskal yang disampaikan kepada DPR sebagaimana amanat Pasal
178 Ayat (2) UU MD3.

Selanjutnya, Pemerintah dan DPR RI membahas Kerangka


ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal yang
diajukan oleh pemerintah dalam forum pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran yang
direncanakan. Fraksi-fraksi menyampaikan pandangan fraksi
atas kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal
RAPBN (yang diajukan Pemerintah) dalam rapat paripurna DPR
dan dilanjutkan dengan tanggapan Pemerintah terhadap
pandangan fraksi-fraksi tersebut dalam rapat paripurna.
Selanjutnya, dilaksanakan rapat kerja Badan Anggaran DPR
dengan Pemerintah dengan agenda: (1) penyampaian RKP, (2)
penyampaian Kerangka ekonomi Makro dan Pokok-Pokok

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 92
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

Kebijakan Fiskal, dan (3) pembentukan Panitia Kerja (Panja).


Panitia Kerja (Panja) yang dibentuk terdiri dari: (1) Panja
Asumsi Dasar, Kebijakan Fiskal, Pendapatan, Defisit dan
Pembiayaan RAPBN TA 2015; (2) Panja RKP dan Prioritas
Anggaran TA 2015; (3) Panja Kebijakan Belanja Pemerintah
Pusat RAPBN TA 2015; (4) Panja Kebijakan Transfer ke Daerah
RAPBN TA 2015. Selanjutnya, masing-masing Panja membentuk
Tim Perumus Laporan Panja dan kesimpulan banggar.
Berdasarkan UU MD3 juga, Badan Anggaran DPR melakukan
pembahasan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN.
Sesuai peraturan Tata Tertib DPR RI, pembahasan ini harus
selesai paling lambat pada bulan Juli. Pembahasan mengenai hal
tersebut dilakukan dengan Menteri Keuangan, Menteri
PPN/Kepala Bappenas, dan Gubernur Bank Indonesia.
Selanjutnya, pembahasan dilanjutkan dengan rapat kerja/RDP
Komisi I sampai dengan Komisi XI dengan mitra kerjanya untuk
membahas RKA-K/L. Pada waktu yang bersamaan,
diselenggarakan rapat kerja komisi VII dan komisi XI dengan
mitra kerjanya untuk membahas asumsi dasar RAPBN 2015.
Hasil pembahasan tersebut disampaikan kepada Badan
Anggaran secara tertulis untuk disinkronisasi. Pada tahap ini,
K/L dimungkinkan untuk menyampaikan usulan kegiatan
inisiatif baru kepada DPR. Persetujuan kegiatan inisiatif baru ini
tergantung pada skala prioritas pembangunan dan ketersediaan
dana yang salah satunya bersumber dari hasil optimalisasi
pembahasan pada rapat Banggar dengan Pemerintah.
Setelah diadakan rapat panja-panja sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan, komisi I-XI melakukan rapat pembahasan
dengan mitra kerjanya untuk menyempurnakan alokasi
anggaran menurut fungsi, dan program. Kemudian
diselenggarakan rapat internal Badan Anggaran untuk

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 93
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

melakukan sinkronisasi hasil panja. Setelah masing-masing panja


melaporkan hasil pembahasan, Banggar melakukan rapat kerja
dengan Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, dan
Gubernur BI dengan agenda pengesahan hasil Panja.
Tahap akhir dari pembicaraan pendahuluan ini adalah rapat
paripurna dengan agenda penyampaian laporan hasil
pembahasan tentang RKP dan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN
TA 2015 di Banggar yang selanjutnya akan digunakan oleh
Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan RUU APBN.
Sebagai gambaran, berikut ini merupakan sebagian hasil
Kesepakatan Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI dengan
Pemerintah dan Bank Indonesia dalam rangka pembahasan RKP
Tahun 2015 dan Pembicaraan Pendahuluan Penyusunan RAPBN
TA 2015.

A. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2015


1. Tema RKP 2015 adalah: melanjutkan reformasi
pembangunan bagi percepatan pembangunan ekonomi
yang berkeadilan.
2. Sebagai penjabaran Tema RKP 2015 pada butir 1,
terdapat 25 (dua puluh lima) isu strategis yang
dikelompokkan menurut bidang-bidang pembangunan
yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025. Salah satu
bidang dimaksud adalah Bidang Sosial Budaya Dan
Kehidupan Beragama dengan prioritas berupa Reformasi
Pembangunan Kesehatan yang mencakup:
a. Sistem Jaminan Sosial Nasional (Demand and Supply) ; b.
Penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi.
3. Sasaran Dan Arah Kebijakan Dari Isu Strategis RKP Tahun
2015, khususnya mengenai Reformasi Pembangunan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 94
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

Kesehatan Sistem Jaminan Sosial Nasional


mempunyai Sasaran:
a. Meningkatnya kepesertaan jaminan kesehatan.
b. Meningkatnya jumlah Puskesmas, RS dan klinik
mandiri yang bekerjasama dengan Badan Pengelola
Jaminan Sosial (BPJS) termasuk pemenuhan tenaga
kesehatannya yang terstandardisasi (supply).
c. Terjaganya kesinambungan pelaksanaan SJSN,
termasuk keberlanjutan keuangan BPJS.
d. Terbentuknya health technology assessment (HTA).
e. Terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi JKN.
f. Terlaksananya program jaminan ketenagakerjaan
melalui beroperasinya BPJS Ketenagakerjaan.
g. Meningkatnya kerjasama BPJS dan layanan asuransi
dengan manfaat tersier yang dapat melengkapi
layanan dasar yang diselenggarakan melalui SJSN.

B. Arah Kebijakan:
1. Penyempurnaan strategi perluasan kepesertaan SJSN
2. Peningkatan kerjasama dengan provider non
pemerintah,
3. Pengembangan standar provider JKN dan sistem rujukan,
4. Pengembangan Health Technology Assesment (HTA)
untuk kendali mutu dan biaya
5. Pengembangan sistem monitoring, dan evaluasi
termasuk operation research,
6. Penyempurnaan skema iuran dan sistem pembayaran
provider dan insentif tenaga kesehatan untuk
mendorong peningkatan upaya kesehatan primer dan
pemerataan tenaga kesehatan di terpencil, sangat
terpencil dan DTPK,
7. Penyusunan skema koordinasi manfaat,

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 95
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

8. Pengembangan dan penguatan regulasi pelaksanaan


Sistem Jaminan Sosial Nasional,
9. Penguatan kelembagaan jaminan sosial, termasuk
pengembangan skema monitoring dan evaluasi terpadu,
serta penguatan kelembagaan DJSN dan BPJS,
10. Pengembangan skema perlindungan sosial selain
asuransi, bagi masyarakat yang belum dicakup oleh SJSN.
C. Asumsi Dasar
Disepakati Asumsi Dasar dalam RAPBN 2015 sebagai
berikut:

USULAN
No. ASUMSI KESEPAKATAN
PEMERINTAH
Pertumbuhan
1. 5,5 - 6,0 5,5 6,0
Ekonomi (%)
2. Inflasi (%) 3,0 5,0 3,0 5,0
11.500,0
Nilai Tukar 11.500,0 12.100,0
3.
(Rp/US$) 12.000,0

Tingkat Suku bunga


4. 6,0 6,5 6,0 6,5
SPN 3 Bln (%)
Harga Minyak/ICP
5. 95,0 - 110,0 95,0 110,0
(US$/barel)
Lifting Minyak (ribu
6. 900,0 920,0 830,0 920,0
barel/hari)
Lifting Gas
1.200,0 1.200,0
7. Bumi(ribu barel
1.250,0 1.260,0
setara minyak/hari)

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 96
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

8. Lifting Minyak dan


Gas Bumi 2.100,0 2.030,0
(ribu barel setara 2.170,0 2.180,0
minyak/hari)

KEM & PPKF : Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok


Kebijakan Fiskal

D. Kebijakan Fiskal Tahun 2015


Tema arah kebijakan fiskal pada tahun 2015 adalah
Penguatan Kebijakan Fiskal dalam Rangka Percepatan
Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan dan
Berkeadilan.
Untuk itu, strategi kebijakan fiskal diarahkan untuk
memperkuat stimulus fiskal guna mendorong akselerasi
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan sekaligus
perbaikan pemerataan hasil-hasil pembangunan nasional
agar memenuhi aspek keadilan dengan tetap mengendalikan
risiko dan menjaga kesinambungan fiskal.
Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah:
1. Mengendalikan defisit dalam batas aman, melalui
optimalisasi pendapatan dengan tetap menjaga iklim
investasi dan menjaga konservasi lingkungan,
meningkatkan kualitas belanja dan memperbaiki struktur
belanja.
2. Pengendalian rasio utang terhadap PDB melalui
pengendalian pembiayaan yang bersumber dari utang
dalam batas yang aman dan terjaga (manageable, negative
net flow), serta mengarahkan pemanfaatan utang untuk
kegiatan produktif.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 97
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

3. Mengendalikan risiko fiskal dalam batas aman, yang


ditempuh antara lain melalui pengendalian rasio utang
terhadap pendapatan dalam negeri, debt service ratio
terhadap pendapatan dalam negeri, rasio utang terhadap
PDB, dan menjaga komposisi utang dalam batas aman
serta penjaminan yang terukur.

Pembahasan dan Penetapan APBN dan UU APBN


Pembahasan RAPBN antara Pemerintah dengan DPR
diawali dengan pidato Presiden menyampaikan RUU APBN
tahun anggaran yang direncanakan beserta nota
keuangannya. Untuk Nota Keuangan dan RUU APBN,
Presiden dijadwalkan menyampaikan pidato pada pekan
ketiga Agustus dalam rapat Paripurna DPR RI.
Dalam pembahasan RUU APBN dan Nota Keuangan ini,
Pimpinan DPR menyampaikan pemberitahuan kepada
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) tentang rencana
pembahasan RUU APBN. DPD mengadakan rapat dengar
pendapat dengan Pemerintah dan menyampaikan
pertimbangan tertulis paling lambat 14 (empat belas) hari
sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan
Presiden. Pertimbangan tertulis DPD selanjutnya
ditindaklanjuti oleh Pimpinan DPR. Hal ini sesuai dengan
Pasal 157 ayat 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Tata Tertib.
Setelah mempelajari Nota Keuangan dan RUU APBN yang
disampaikan oleh Presiden, masing-masing Fraksi

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 98
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

memberikan pemandangan umum atas RUU APBN beserta


Nota Keuangannya. Pemandangan umum Fraksi-fraksi ini
meliputi pendapat dan tanggapan masing-masing Fraksi
atas Nota Keuangan dan RUU APBN yang disampaikan oleh
Pemerintah kepada DPR. Pemandangan umum ini
disampaikan dalam rapat paripurna pada pekan keempat
Agustus.
Terhadap pemandangan umum Fraksi-fraksi tersebut, DJA
menyiapkan tanggapan pemerintah. Dalam proses
penyiapan ini, DJA menyampaikan surat kepada instansi-
instansi terkait yang bidang atau programnya menjadi
obyek pemandangan umum dari Fraksi untuk meminta
sumbangan jawaban banggar. Misalnya, terkait iklim
investasi dan usaha, maka sumber jawaban berasal dari
Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator
Perekonomian, dan Kementerian Perdagangan. Atau jika
mengenai anggaran pendidikan, maka sumber jawaban
berasal dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Kementerian Agama, Bappenas, Menko Perekonomian dan
Kementerian Keuangan cq Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan. Tanggapan Pemerintah ini
dikompilasi sehingga menjadi dokumen resmi berupa
tanggapan pemerintah yang disampaikan pada rapat
paripurna DPR RI pada pekan kelima Agustus.
Pembahasan dilanjutkan dengan Rapat Kerja Badan
Anggaran DPR-RI dengan pemerintah (Menteri Keuangan,
Bappenas, Kepala BPS dan Gubernur Bank Indonesia pada
pekan kelima Agustus. Penanggung jawab rapat kerja ini
dari pihak Kementerian Keuangan adalah DJA, BKF, dan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 99
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

DJPK). Agenda rapat kerja ini berupa Penyampaian pokok-


pokok RUU APBN dan Pembentukan Panitia Kerja (Panja)
yang terdiri dari: (i) Panja Asumsi dasar, Pendapatan,
Defisit dan Pembiayaan RUU APBN; (ii) Panja Belanja
Pemerintah Pusat RUU APBN; (iii) Panja Transfer ke
Daerah RUU APBN; dan (iv) Panja Perumus Draft RUU
APBN.
Selanjutnya, Badan Anggaran mengadakan rapat internal
untuk membahas postur RAPBN. Dalam kegiatan rapat ini,
tidak ada pihak pemerintah yang terlibat. Setelah itu,
Menteri Keuangan melakukan rapat dengan Badan
Anggaran untuk menetapkan postur sementara RAPBN.
Secara bersamaan tiap-tiap komisi DPR juga melaksanakan
pembahasan dengan mitra kerjanya, yaitu K/L sesuai
bidang tugasnya. Sebagai contoh, Komisi XI DPR
membidangi masalah keuangan, perencanaan
pembangunan, dan perbankan. Mitra kerja komisi tersebut
adalah K/L:
1. Kementerian Keuangan
2. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Badan Pemeriksa Keuangan
4. Badan Pusat Statistik
5. Bank Indonesia
6. Perbankan
7. Kliring Penjaminan Efek Indonesia
8. Lembaga kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
9. Otoritas Jasa Keuangan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 100
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

Dalam konteks pembahasan RKA-K/L dan penetapan


alokasi anggaran K/L, pembahasan dan pemberian
persetujuan alokasi anggaran oleh DPR hanya sampai
tingkat program, fungsi, dan organisasi. Hal ini mengacu
pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor 35/PUU-
XI/2013 tanggal 22 Mei 2014. Substansi putusan
Mahkamah Konstitusi sebagai berikut: Frasa kegiatan dan
jenis belanja dalam Pasal 15 ayat (5) UU nomor 17 tahun
2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dengan
demikian Pasal 15 (5) selengkapnya berbunyi: APBN yang
disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, dan program. Hal yang sama berlaku terhadap Pasal
107, 157, dan 159 Undang-Undang nomor 27 tahun 2009.
Konsekuensi logis atas putusan Mahkamah Konstitusi
tersebut adalah lingkup pembahasan anggaran antara
Pemerintah dan DPR yang semula sangat detil sampai
dengan kegiatan dan jenis belanja/satuan 3, bahkan sampai
alokasi per Satker, berubah menjadi sampai level strategis
saja, yaitu program.
Artinya, pada saat proses pembahasan APBN, K/L dan
mitra kerjanya (komisi) menggunakan dokumen RKA-K/L
tingkat unit eselon I sebagai bahan pembahasan dan untuk
selanjutnya mendapat pesetujuan hanya sampai tingkat
program. Sementara itu, pembahasan rincian anggaran
sampai dengan tingkat kegiatan dan jenis belanja dalam
APBN merupakan implementasi program atas perencanaan
yang merupakan wilayah kewenangan Presiden.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 101
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

Gambaran penetapan alokasi anggaran suatu kementerian


negara/lembaga sebagaimana tabel di bawah.
015 Kementerian Keuangan
No. PROGRAM Pagu Anggaran 2014
1 015.01.01 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya
Kementerian Keuangan
7.048.626.726.000
2 015.02.03 Program Pengawasan dan Peningkatan Akuntabilitas Aparatur
Kementerian Keuangan 109.044.868.000
3 015.03.07 Program Pengelolaan Anggaran Negara 171.781.463.000
4 015.04.12 Program Peningkatan dan Pengamanan Penerimaan Pajak 5.460.890.244.000
5 015.05.13 Program Pengawasan, Pelayanan, dan Penerimaan di Bidang
Kepabeanan dan Cukai 2.809.268.381.000
6 015.06.08 Program Peningkatan Pengelolaan Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah 107.299.994.000
7 015.07.14 Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang 78.934.704.000
8 015.08.09 Program Pengelolaan Perbendaharaan Negara 1.615.020.349.000
9 015.09.10 Program Pengelolaan Kekayaan Negara, Penyelesaian Pengurusan
Piutang Negara dan Pelayanan Lelang 633.719.919.000
10 015.11.04 Program Pendidikan dan Pelatihan Aparatur di Bidang Keuangan
Negara 537.659.152.000
11 015.12.11 Program Perumusan Kebijakan Fiskal 139.428.593.000
Jumlah 18.711.674.393.000

Dalam proses penyusunan RUU APBN, DPR dapat


memberikan usulan sesuai dengan hak budget yang
dimilikinya. Oleh karena itu, RKA-K/L sebagai bahan
penyusunan RUU APBN dapat dilakukan penyesuaian.
Penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil pembahasan Badan
Anggaran dilakukan dalam rapat kerja masing-masing
komisi dengan mitra kerjanya. Keluaran dari rapat kerja ini
berupa usulan untuk penyesuaian RKA-K/L sesuai hasil
rapat kerja komisi. Tahapan penyampaian dan pembahasan
RUU APBN oleh DPR bersama Pemerintah diakhiri oleh
rapat paripurna pengesahan UU APBN.
Sebelum menetapkan RUU APBN, rapat paripurna ini
didahului dengan:

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 102
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

a. Penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini


sebagai sikap akhir fraksi, dan hasil Pembicaraan
Tingkat I;
b. Pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap
fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh
pimpinan rapat paripurna; dan
c. Pendapat akhir pemerintah yang disampaikan oleh
Menteri Keuangan disertai lampiran berupa Laporan
kesepakatan Badan Anggaran dan pendapat akhir
Pemerintah.
Hasil pembahasan dituangkan dalam berita acara hasil
kesepakatan pembahasan Rancangan APBN dan RUU
tentang APBN yang berupa Laporan Panitia Kerja
(ditandatangani oleh Pimpinan Panitia Kerja Banggar dan
Direktur Jenderal) selaku koordinator panja dari
pemerintah, dan Kesimpulan Badan Anggaran
(ditandatangani oleh pimpinan Banggar, Menteri Keuangan
selaku wakil pemerintah) dengan disertai lampiran angka
dasar belanja Kementerian Negara/Lembaga
(ditandatangani Direktur Jenderal Anggaran). Selain itu,
hasil penetapan RKA-K/L disampaikan kepada Menteri
Keuangan, dengan terlebih dahulu disetujui dan
ditandatangani oleh pimpinan komisi terkait.
Surat Menteri Keuangan Tentang Alokasi Anggaran K/L
hasil Pembahasan DPR
Setelah UU APBN dan RKA-K/L ditetapkan, maka Menteri
Keuangan menerbitkan surat kepada Kementerian
Negara/Lembaga sesuai dengan berita acara hasil

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 103
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

kesepakatan pembahasan RAPBN antara Pemerintah


dengan DPR. Surat ini menjadi dasar alokasi anggaran
untuk Kementerian Negara/Lembaga sebagai batas
tertinggi anggaran pengeluaran yang dialokasikan kepada
Kementerian Negara/Lembaga. Selanjutnya, dilakukan
forum penelaahan RKA-K/L khususnya yang mengalami
perubahan oleh DJA dengan Dit, Anggaran I, II, dan III
sebagai penanggung jawab. Penelaahan ini untuk
memastikan kesesuaian antara RKA-K/L dengan alokasi
anggaran hasil kesepakatan dengan DPR.
Selain itu, penelaahan juga meneliti kesesuaian RKA-K/L
dengan:
1. Hasil pembahasan DPR (komisi terkait) mengenai Pagu
Alokasi Anggaran
2. Hasil pembahasan proposal inisiatif baru (jika ada)
3. Standar Biaya umum (SBU)
4. Standar Biaya Keluaran (SBK).
RKA-K/L hasil penelaahan tersebut, kemudian dihimpun
oleh Kementerian Keuangan c.q DJA untuk dijadikan bahan
penyusunan Peraturan Presiden tentang Rincian APBN.
Penyusunan dan penetapan Perpres ini paling lambat
tanggal 30 November tahun berjalan. Berdasarkan
Peraturan Presiden yang ditetapkan dan RKA-K/L,
Kementerian Negara/Lembaga menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran (DIPA). Paling lambat tanggal 31
Desember, Menteri Keuangan harus sudah mengesahkan
dokumen pelaksanaan anggaran untuk menjadi dasar bagi
Kementerian Negara/Lembaga melaksanakan
kegiatan/programnya.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 104
Alokasi Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga

Dari kiri ke kanan Gubernur Bank Indonesia, Menteri Perencanaan


Pembangunan Nasional/kepala Bappenas, Menteri Keuangan dan
Menteri BUMN saat menghadiri Rapat Kerja Badan Anggaran DPR
RI membahas APBNP Tahun 2015 tanggal 13 Februari 2015

Menteri Keuangan menyampaikan pendapat akhir pemerintah


mengenai APBNP 2015 pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 13
Februari 2015

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 105
BAB 5

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA


NEGARA PERUBAHAN
Sektor-Sektor Prioritas Pembangunan
Sektor-Sektor Prioritas
Pembangunan Nasional
BAB 5
ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
PERUBAHAN

Latar Belakang
Disadari, APBN merupakan sebuah rencana berupa
proyeksi baik dari sisi pendapatan, belanja, dan
pembiayaan termasuk target defisit yang akan dijaga. APBN
2016 disusun tahun 2015 berdasar perkiraan realisasi
tahun 2014, padahal perkembangan perekonomian selalu
bergerak dinamis. Tentunya, hasil dari rencana terkadang
sesuai dengan yang diharapkan atau tidak tercapai seperti
yang diharapkan. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan
evaluasi dan monitoring atas pelaksanaan APBN.
Tujuannya, APBN berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
Apabila ada kondisi perekonomian (seperti resesi) yang
berakibat pada rencana-rencana dalam APBN tidak
tercapai, Pemerintah dapat mengantisipasinya.
Oleh karena itu pada pelaksanaan APBN tahun berjalan,
Kementerian Keuangan selaku pengelola fiskal melakukan
monitoring dan evaluasi atas realisasi asumsi dasar
ekonomi makro dan besaran komponen-komponen APBN.
Proses monitoring dan evaluasi dilakukan sejak bulan
Januari dan dilakukan secara berkala baik bulanan,
triwulan, maupun semester.
Pokok-pokok yang dievaluasi antara lain sebagai berikut.
Pertama, indikator ekonomi makro. Indikator ekonomi
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

makro yang dijadikan dasar perhitungan APBN adalah


pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, suku bunga SPN
3 bulan, harga minyak mentah, serta lifting minyak dan gas
bumi. Realisasi beberapa indikator ekonomi ini kemudian
akan dievaluasi dan diproyeksi pencapaiannya sampai
dengan akhir tahun.
Kedua, target pendapatan negara, yang terdiri dari
penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak
(PNBP), dan penerimaan hibah. Realisasi pendapatan
negara sangat dipengaruhi oleh perkembangan kondisi
perekonomian, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Beberapa indikator yang dapat mempengaruhi besaran
pencapaian target pendapatan negara, antara lain adalah
pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, harga minyak mentah, serta lifting minyak
dan gas bumi. Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi
realisasi pendapatan negara. Pemerintah melakukan
exercise terhadap besaran pendapatan negara sampai
dengan akhir tahun.
Ketiga, besaran belanja negara, yang terdiri dari belanja
pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Realisasi belanja
negara juga dipengaruhi oleh perkembangan kondisi
perekonomian. Komponen belanja negara yang
dipengaruhi oleh perkembangan indikator ekonomi antara
lain: (1) subsidi BBM dan listrik yang dipengaruhi oleh nilai
tukar dan harga minyak mentah; (2) bunga utang yang
dipengaruhi oleh nilai tukar dan tingkat bunga SPN; dan
(3) dana bagi hasil minyak bumi dan gas alam yang sangat
tergantung pada gas alam, yang dipengaruhi oleh asumsi

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 107
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

ICP, kurs, dan lifting. Berdasarkan hasil monitoring dan


evaluasi belanja negara, Pemerintah melakukan exercise
terhadap besaran belanja negara sampai dengan akhir
tahun.
Keempat, defisit anggaran dan sumber-sumber
pembiayaannya. Perubahan indikator ekonomi makro yang
disertai dengan perubahan exercise di pos pendapatan
negara dan belanja negara akan menyebabkan melesetnya
perkiraan defisit anggaran sebagaimana telah ditetapkan
dalam UU APBN. Dalam pasal 12 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
disebutkan bahwa ambang batas maksimum akumulasi
defisit APBN dan APBD adalah sebesar 3,0 persen terhadap
PDB. Oleh karena itu, Penyusunan exercise APBN ini
dilakukan dengan memperhatikan besaran target defisit
dan sumber-sumber pendanaannya.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi terhadap
indikator ekonomi makro, target pendapatan negara, dan
besaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN,
pemerintah melakukan upaya berikut. Pertama,
Pemerintah melakukan usulan revisi atas besaran asumsi
dasar ekonomi makro apabila hasil evaluasi dan proyeksi
tersebut menunjukkan ketidaksesuaian dengan pencapaian
asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam
APBN dan berpengaruh signifikan terhadap besaran-
besaran APBN. Kedua, Pemerintah dapat melakukan usulan
penyesuaian/perubahan atas besaran target pendapatan
negara dan besaran belanja negara apabila hasil exercise
terhadap besaran pendapatan negara dan belanja negara

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 108
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

sampai dengan akhir tahun menunjukkan deviasi yang


besar terhadap target pendapatan negara dan belanja
negara yang telah ditetapkan dalam APBN. Penyesuaian
belanja negara juga memperhitungkan adanya kewajiban
Pemerintah atas kurang bayar tagihan tahun sebelumnya
dan perubahan kebijakan fiskal dengan tetap menjaga
kesinambungan fiskal.
Dalam rangka menjaga defisit pada batas yang aman, perlu
dilakukan langkah-langkah pengendalian dan pengamanan
pelaksanaan APBN, antara lain: (1) optimalisasi
penerimaan perpajakan, (2) efisiensi dan pengendalian
belanja subsidi, dan (3) kebijakan pemotongan belanja K/L.
Dalam hal terdapat exercise peningkatan defisit anggaran,
diperlukan tambahan pembiayaan anggaran. Sehubungan
dengan keterbatasan penggunaan Sisa Anggaran Lebih dan
pembiayaan nonutang, sumber pendanaan defisit anggaran
dapat dilakukan melalui penerbitan surat utang. Sumber
utama pembiayaan utang tersebut berasal dari penerbitan
surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman.
Sesuai Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara, Pemerintah menyusun
laporan realisasi Semester I yang disampaikan selambat-
lambatnya pada bulan Juli APBN tahun berjalan. Dalam
laporan tersebut juga disampaikan prognosis semester II
yang disusun berdasarkan evaluasi atas perkiraan asumsi
dasar ekonomi makro dan exercise perubahan postur
APBN. Dari hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan
exercise perubahan postur APBN tersebut akan menjadi

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 109
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

dasar kebijakan bagi Pemerintah untuk memutuskan perlu


tidaknya mengajukan usulan perubahan/penyesuaian atas
APBN kepada DPR.
Meskipun demikian, Pemerintah dapat mengajukan
percepatan pengajuan usulan perubahan/penyesuaian atas
APBN, tanpa harus menunggu penyampaian laporan
semester I tahun berjalan. Usulan tersebut dilakukan
apabila terjadi perkembangan dinamika perekonomian
yang menyebabkan beberapa indikator ekonomi makro
berbeda cukup signifikan. Dengan berbagai perkembangan
tersebut, diperkirakan akan dapat memberikan tekanan
yang berat terhadap pelaksanaan APBN, baik dari sisi
pendapatan maupun belanja negara.
Pengajuan penyesuaian/perubahan APBN diatur dalam
Pasal 27 ayat (3) Undang-undang No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara dan Pasal 182 Undang-undang
No. 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Dalam Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Pasal 27 ayat (3) menyatakan bahwa
Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau
perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan
Pemerintah Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan
perubahan atas APBN tahun anggaran yang bersangkutan,
apabila terjadi:
a. perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai
dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
b. perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 110
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

c. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan


pergeseran anggaran antarunit organisasi dan
antarprogram (tidak termasuk antar jenis dengan
mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi nomor
35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014);
d. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan
anggaran yang berjalan.
Selanjutnya dalam Undang-undang No. 17 tahun 2014
tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, Pasal 182 menyatakan
bahwa: Dalam hal terjadi perubahan asumsi ekonomi
makro dan/atau perubahan postur APBN yang sangat
signifikan, Pemerintah mengajukan rancangan undang-
undang tentang perubahan APBN tahun anggaran berjalan.
Besaran prognosis perubahan asumsi ekonomi makro dan
postur APBN yang signifikan disajikan pada Gambar 5.1.
Tentu saja, perubahan-perubahan yang terdapat dalam
postur APBN melalui mekanisme APBN Perubahan dapat
mengakibatkan perubahan dalam alokasi belanja K/L.
Perubahan tersebut dapat berupa penambahan anggaran,
pemotongan anggaran, dan realokasi anggaran dalam
lingkup belanja negara.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 111
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Perubahan asumsi ekonomi makro Perubahan postur APBN yang


yang sangat signifikan berupa sangat signifikan berupa prognosis:
prognosis:

Penurunan pertumbuhan Penurunan penerimaan


perpajakan minimal 10%
ekonomi, minimal 1% di bawah
(sepuluh persen) dari pagu yang
asumsi yang telah ditetapkan; telah ditetapkan;
dan/atau Kenaikan atau penurunan
belanja kementerian/lembaga
Deviasi asumsi ekonomi makro minimal 10% (sepuluh persen)
lainnya minimal 10% dari dari pagu yang telah ditetapkan;
asumsi yang telah ditetapkan. Kebutuhan belanja yang bersifat
mendesak dan belum tersedia
pagu anggarannya; dan/atau
Kenaikan defisit minimal 10%
(sepuluh persen) dari rasio
defisit APBN terhadap produk
domestik bruto (PDB) yang
telah ditetapkan.

Gambar 5.1 Pengaruh Asumsi Makro Dalam Proyeksi APBN

Mekanisme Penyusunan APBN Perubahan


Penyusunan APBN Perubahan secara garis besar terdiri
atas langkah-langkah: (1) Review asumsi dasar ekonomi
makro dan realisasi APBN; (2) Perumusan angka
pencapaian asumsi dasar ekonomi makro sampai dengan
akhir tahun; (3) Perumusan exercise postur APBN
Perubahan baik di sisi pendapatan, belanja negara, maupun
defisit anggaran beserta sumber-sumber pembiayaannya;
dan (4) Perumusan kebijakan-kebijakan fiskal dalam APBN
Perubahan. Mekanisme penyusunan APBN Perubahan pada
tahap kegiatan perencanaan dan penganggaran sampai
dengan penetapan APBN Perubahan secara ringkas
diilustrasikan pada Gambar 5.2.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 112
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 113
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Penyusunan APBN Perubahan diawali dengan review


asumsi dasar ekonomi makro yang dilaksanakan pada
mulai awal tahun. Selanjutnya, Pemerintah menyusun
perkiraan postur APBN Perubahan hingga akhir tahun
sesuai dengan perkembangan ekonomi dan review asumsi
dasar ekonomi makro. Apabila terdapat beberapa indikator
ekonomi makro dan exercise postur APBN Perubahan yang
berbeda cukup signifikan dengan yang ditetapkan dalam
APBN, Pemerintah akan merumuskan kebijakan-kebijakan
fiskal dan exercise postur APBN Perubahan. Perumusan
kebijakan fiskal dan exercise postur tersebut dilakukan
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN dan
menjaga kesinambungan fiskal baik dalam jangka panjang
maupun jangka menengah. Penetapan kebijakan dan postur
usulan APBN Perubahan tersebut diputuskan dalam sidang
kabinet.
Berdasarkan hasil sidang kabinet, pemerintah dalam hal ini
Kementerian Keuangan akan menyusun Nota Keuangan
dan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan.
Selanjutnya, Pemerintah akan menyampaikan usulan Nota
Keuangan dan RUU APBN Perubahan kepada DPR untuk
mendapat persetujuan DPR. Dalam proses persetujuan
tersebut, Pemerintah dan DPR membahas terlebih dahulu
adanya perubahan dalam APBN yan telah ditetapkan
sebelumnya. Pembahasan ini mengidentifikasi perubahan
anggaran yang ada di K/L dan BA-BUN. Pembahasan
perubahan anggaran K/L dilakukan di Komisi DPR RI untuk
mendapat persetujuan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 114
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Ada hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam hal


pembahasan dan penetapan RUU APBN Perubahan, yaitu
jangka waktu proses pembahasan dan penetapannya.
Berdasarkan pasal 182 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2014, pembahasan dan penetapan RUU APBN
Perubahan dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan dalam
masa siding setelah diajukan Pemerintah oleh DPR. Adapun
proses pembahasan dan penetapan RUU tentang APBN
Perubahan akan dijelaskan lebih lanjut dalam Box 5.1.
Setelah UU APBN Perubahan ditetapkan, proses selanjutnya
adalah revisi Rencana Kerja Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga (RKA-K/L) sesuai dengan hasil penetapan
UU APBN Perubahan.

BOKS 5.1
Proses Pembahasan dan Penetapan RUU tentang APBNP
Proses pembahasan RUU perubahan APBN hampir sama
dengan proses pembahasan RUU APBN, namun demikian pada
pembahasan RUU perubahan APBN proses pembahasan
diawali dengan penyampaian dokumen nota keuangan dan
RUU APBNP kepada DPR untuk kemudian dibahas oleh DPR
dalam rapat paripurna. Dalam rapat paripurna tersebut akan
diumumkan tentang RUU perubahan APBN beserta Nota
Perubahannya yang akan dibahas oleh Badan Anggaran dan
Komisi terkait. Kemudian akan dilanjutkan dengan
penyampaian pokok-pokok RUU perubahan APBN besarta
Nota Perubahannya oleh Pemerintah kepada DPR melalui
Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Menteri Keuangan dan
Gubernur Bank Indonesia. Adapun proses pembahasan dan
penetapan RUU perubahan APBN tidak boleh lebih dari 1 bulan
setelah proses penyampaian NK dan RUU APBNP.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 115
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Siklus pembahasan dan penetapan RUU perubahan APBN


diilustrasikan dalam Tabel berikut.

No Uraian Agenda Keterangan


1 Penyampaian Dokumen NK dan -
Nota Keuangan RUU APBNP
dan RUU APBNP
kepada DPR
2 Rapat Paripurna Pengumuman Minggu I
DPR RI pembahasan RUU
APBNP beserta
Nota
Perubahannya
oleh Badan
Anggaran dan
komisi terkait
3 Rapat Kerja Badan Penyampaian Minggu I
Anggaran dengan Pokok-pokok RUU
Menteri Perubahan APBN
Keuangan, TA 2013
Bappenas, dan Pembentukan:
Gubernur Bank a. Panja Asumsi
Indonesia Dasar, Kebijakan
Fiskal,
Pendapatan,
Defisit dan
Pembiayaan RUU
Perubahan APBN
b. Panja Belanja
Pemerintah
Pusat RUU
APBN-P

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 116
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

c. Panja Belanja
Transfer ke
Daerah RUU
APBN-P
Tim Perumus
Draft RUU
Perubahan APBN
4 DPD Laporan DPD Minggu I
menyampaikan
pengawasan atas
pelaksanaan
APBN kepada DPR
sebagai bahan
pertimbangan
5 Raker komisi VII Asumsi dasar Minggu I-II
dan Komisi XI dg ekonomi Makro:
mitra kerjanya pertumbuhan
ekonomi, inflasi,
tingkat suku
bunga SPN
Parameter
lainnya: Lifting
minyak dan gas,
ICP
6 Raker komisi I s.d Perubahan RKA-KL Minggu I-II
Komisi XI dg mitra APBNP
kerjanya
7 Komisi Laporan hasil rapat Minggu I-II
menyampaikan kerja komisi dengan
hasil Rapat Kerja mitra kerjanya
dengan mitra
kerjanya kepada
Badan Anggaran

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 117
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

8 Rapat Panja Asumsi dasar Minggu II-III


Asumsi Dasar, ekonomi makro
Pendapatan,
Defisit & Besaran
Pembiayaan pendapatan
dalam RUU negara
Perubahan Besaran subsidi
energi
Besaran defisit
anggaran
Besaran
pembiayaan
anggaran
Besaran dana
optimalisasi (jika
ada)
Besaran postur
sementara APBNP
9 Rapat Kerja Panja Penetapan Postur Minggu II-III
Asumsi Dasar, Sementara Hasil
Pendapatan, Rapat Kerja
Defisit dan
Pembiayaan
Anggaran Belanja
10 1. Rapat Panja Minggu III
Pemerintah Pusat
Belanja
Anggaran transfer
Pemerintah
daerah
Pusat
2. Rapat Panja
Transfer ke
Daerah
11 Raker komisi I s.d Perubahan RKA K/L Minggu III
Komisi XI dg mitra sesuai hasil
kerjanya pembahasan di
Badan Anggaran

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 118
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

12 Rapat Panja Pembahasan draft Minggu III


Perumus Draft RUU perubahan
RUU Perubahan APBN
APBN
14 Rapat Internal Sinkronisasi hasil Minggu IV
Badan Anggaran Panja-Panja dan
Timus Draft RUU
Perubahan APBN
15 Rapat Kerja Badan Penyampaian Minggu IV
Anggaran dengan laporan &
Pemerintah pengesahan hasil
(Menteri Panja-Panja dan
Keuangan dan Tim Perumus
Bappenas), dan Draft RUU
Gubernur Bank Perubahan APBN
Indonesia Pendapat akhir
mini Fraksi sbg
sikap akhir
Pendapat
Pemerintah
Pengambilan
keputusan untuk
dilanjutkan ke
Tk.II ttg RUU
Perubahan APBN
16 Rapat Paripurna Penyampaian Minggu IV
DPR RI laporan hasil
pembahasan Tk.I
RUU Perubahan
APBN
Pernyataan
persetujuan/penol

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 119
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

akan dari setiap


Fraksi secara lisan
yang diminta oleh
Pimpinan Rapat
Paripurna

Penyampaian
pendapat akhir
Pemerintah atas
RUU Perubahan
APBN

Kebijakan APBNP tahun 2012-2014

Dalam pelaksanaan APBN, hampir setiap tahun Pemerintah


mengusulkan adanya penyesuaian/perubahan APBN.
Penyesuaian/perubahan APBN tersebut didasarkan atas
hasil evaluasi asumsi ekonomi makro dan exercise besaran
postur APBN. Berikut ini disampaikan perbandingan siklus
APBN Perubahan beserta latar belakang dan kebijakan
penyesuaian/perubahannya pada tahun 2012-2014 yang
disajikan pada Tabel 5.1.
Dari ilustrasi, dapat disampaikan bahwa melesetnya
perkiraan asumsi ekonomi makro telah menyebabkan
pergerakan postur APBN tahun berjalan, baik di sisi
pendapatan negara maupun di sisi belanja negara. Pada
tahun 2012-2014, perubahan perkiraan asumsi ekonomi
makro diperkirakan menyebabkan penurunan pendapatan
negara dan peningkatan belanja negara.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 120
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Dengan demikian, dalam postur APBN diperkirakan akan


terjadi peningkatan defisit anggaran, sehingga dilakukan
kebijakan pemenuhan sumber pembiayaan APBN dan
upaya pengamanan pelaksanaan APBN. Upaya pengamanan
pelaksanaan APBN antara lain dilakukan melalui kebijakan
pemotongan anggaran belanja K/L. Pemotongan belanja
K/L tersebut diterapkan kepada seluruh K/L dengan
prinsip pembagian partisipasi (sharing the burden) dengan
pengecualian alokasi tetap menjaga rasio anggaran
pendidikan.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 121
Tabel 5.1 Siklus dan Latar Belakang Kebijakan APBNP
Uraian APBNP 2014 APBNP 2013 APBNP 2012
I. Siklus APBN Perubahan
Penyampaian NK 19 Mei 2014 (Surat Presiden Nomor 17 Mei 2013 (Surat Presiden 29 Februari 2012 (Surat Presiden Nomor R-25/
dan RUU APBNP R-30/ Pres/05/2014) Nomor R-18/ Pres/05/2013) Pres/02/2012)

Pokok-Pokok Proses
Pembahasan RUU 20 Mei 2014 s.d 18 Juni 2014 20 Mei 2014 s.d 15 Juni 2013 6 Maret 2012 s.d 30 Maret 2014
APBNP

Penyusunan Anggaran Belanja


Penetapan RUU 18 Juni 2014 17 Juni 2014 30 Juni 2014

Kementerian Negara/Lembaga
APBNP
Undang-Undang UU Nomor 12 Tahun 2014 UU Nomor 15 Tahun 2013 UU Nomor 4 Tahun 2012 (Ditetapkan Tanggal 31
APBNP (Ditetapkan Tanggal 30 Juni 2014) (Ditetapkan Tanggal 18 Juni Maret 2014)
2013)
Keppres Rincian Keppres Nomor 25 Tahun 2014 - -

122
Belanja Pemerintah (Ditetapkan Tanggal 15 Juli 2014)
Pusat
II. Latar Belakang danKebijakan APBN Perubahan
Dasar Melesetnya perkembangan indikator Melesetnya perkembangan Melesetnya perkembangan indikator makro
Pertimbangan makro ekonomi (a.l. perlambatan indikator makro ekonomi ekonomi (dipengaruhi juga oleh perekonomian
pertumbuhan ekonomi, pelemahan dunia)
nilai tukar, rendahnya realisasi lifting
minyak)
Exercise Postur Penurunan target penerimaan Penurunan target penerimaan Penurunan target penerimaan perpajakan dan
APBN perpajakan perpajakan dari sektor migas
Kenaikan subsidi energi Kenaikan anggaran belanja Meningkatnya beban subsidi BBM dan listrik
Peningkatan defisit anggaran subsidi Peningkatan defisit anggaran
Peningkatan defisit anggaran
Belanja Negara Perubahan
Anggaran Pendapatan dan
Uraian APBNP 2014 APBNP 2013 APBNP 2012
Kebijakan APBN Pengendalian volume subsidi energi Pengendalian subsidi BBM Optimalisasi pendapatan negara
Perubahan Penghematan subsidi listrik (a.l. Pelaksanaan program P4S, Perubahan besaran subsidi
kenaikan tarif secara bertahap) BLSM, dan pembangunan Program kompensasi perubahan subsidi
Tambahan anggaran mendesak (a.l. infrastruktur dasar Penambahan dana infrastruktur
tunggakan Jamkesmas, kurang bayar Pemotongan belanja K/L Pemotongan belanja K/L sebesar Rp18,9 T

Pokok-Pokok Proses
TPG, dana on call bencana alam) sebesar Rp13,2 T. Penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL)
Pemotongan belanja K/L sebesar Pemberian penghargaan dan Pelebaran defisit APBN dari semula 1,53%
Rp43,0 T. sanksi atas pelaksanaan menjadi 2,23 %.

Penyusunan Anggaran Belanja


Kementerian Negara/Lembaga
Pelebaran defisit APBN dari semula anggaran belanja K/L tahun
1,69% menjadi 2,4 %. 2012.
Penggunaan Saldo Anggaran
Lebih (SAL)
Pelebaran defisit APBN dari
semula 1,65% menjadi 2,48 %.

123
Belanja Negara Perubahan
Anggaran Pendapatan dan
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Pada tahun 2014, kebijakan pemotongan anggaran belanja


K/L utamanya dilakukan dengan: (1) memaksimalkan
pemotongan belanja barang dan belanja perjalanan dinas;
(2) meminimumkan pemotongan belanja perjalanan dinas
yang menjadi tugas dan fungsi pokok dari K/L;
(3) meminimumkan pemotongan bantuan sosial yang
menjadi prioritas; serta(4) meminimumkan pemotongan
belanja modal. Penghematan/pemotongan anggaran tidak
dilakukan terhadap: (1) anggaran pendidikan; (2) anggaran
yang bersumber dari pinjaman dan hibah; (3) anggaran
yang bersumber dari penerimaan negara bukan pajak
badan layanan umum (PNBP-BLU).
Berkaitan dengan kebijakan pemotongan anggaran belanja
K/L tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Instruksi
Presiden Nomor 4 Tahun 2014 tentang langkah-Langkah
Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian
Negara/Lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN Tahun
Anggaran 2014 (ditetapkan tanggal 19 Mei 2014).
Berdasarkan instruksi Presiden tersebut, ditetapkan bahwa
mekanisme teknis pelaksanaan pemotongan anggaran
belanja K/L dilakukan melalui pemblokiran anggaran
masing-masing K/L (self blocking) yang kemudian akan
ditindaklanjuti dengan melakukan revisi RKA-KL setelah
adanya penetapan APBNP.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 124
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

BOKS 5.2
Proses Revisi RKA-KL APBN Perubahan Tahun 2014
Berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2014 dalam pasal 8 ayat (4), maka
rincian anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam APBNP tahun 2014 akan diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Presiden yang ditetapkan paling lambat pertengahan bulan Juli
2014. Keputusan Presiden tersebut akan merinci Belanja Pemerintah Pusat menurut
organisasi dan menurut fungsi. Oleh karena itu, Pemerintah menyiapkan langkah-langkah
untuk proses penyelesaian RKA-KL hasil penetapan APBNP 2014 sebagai berikut:
JUNI 2014
NO KEGIATAN
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 Rapat Panja Belanja Pemerintah Pusat
Surat Menteri Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L
2 APBNP 2014
(Surat MK No. S-347/MK.02/2014)
3 Penyusunan dan Penyesuaian RKA-K/L APBNP oleh K/L
4 Pembahasan dan Persetujuan RKA-K/L APBNP 2014 oleh Komisi DPR
5 Rapat Kerja Badan Anggaran dengan Pemerintah
6 Rapat Paripurna Pengesahan RUU APBNP
Penyampaian RKA-K/L APBNP TA 2014 dan Penelaahan antara DJA-
7
Bappenas dan K/L
8 Pengesahan Revisi Anggaran APBNP 2014
Konsolidasi Data RKA-K/L dalam rangka Penyusunan Keppres RABPP
9
APBNP 2014
10 Penerbitan Keppres RABPP APBNP 2014

Namun demikian, dalam proses penyelesaian Keppres terdapat


kendala penyelesaian revisi RKA-KL dan konsolidasi data RKA-
K/L, sehingga Keppres mengenai rincian anggaran Belanja
Pemerintah Pusat baru ditetapkan tanggal 15 Juli 2014 melalui
Keppres Nomor 25 Tahun 2014 (telah memenuhi ketentuan
dalam pasal 8 ayat (4) UU Nomor 12 Tahun 2014).
Sebagai catatan, proses penyusunan APBNP terkadang
mempunyai keterkaitan dengan belanja K/L. dengan kata lain,
tidak mesti APBNP itu mempunyai dampak berupa perubahan
terhadap belanja K/L. dalam hal ada perubahan terhadap belanja
K/L, perubahan tersebut meliputi tambahan anggaran,
pemotongan anggaran, atau pergeseran antarunit
organisasi/antarprogram.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 125
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Perubahan

Badan Anggaran dan Komisi yang merupakan unit di DPR


berperan dalam proses perubahan anggaran belanja K/L. Badan
Anggaran membahas/menetapkan perubahan-perubahan
belanja K/L. Atas dasar keptusan Badan Anggaran tersebut,
Komisi DPR dan mitra kerjanya (K/L) membahas dan
menetapkan perubahan dimaksud. Setelah ada kesepakatan
antara Komisi DPR K/L (formalnya berupa Surat Menteri
Keuangan tentang Perubahan Alokasi Anggaran Belanja K/L
dalam APBNP).
Selanjutnya, K/L melakukan penyesuaian alokasi anggaran
belanja K/L dalam dokumen RKA-K/L sebagaimana surat
Menteri Keuangan dimaksud. Dokumen RKA-K/L tersebut
selanjutnya disampaikan kepada Ditjen Anggaran untuk ditelaah.
prossespenelaahan ini berupa mencocokkan hasil kesepakatan
Pemerintah dan Komisi DPR.

Pokok-Pokok Proses
Penyusunan Anggaran Belanja
Kementerian Negara/Lembaga 126
LAMPIRAN
BELANJA KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA, APBN 2015
(Miliar Rupiah)

KODE
NO KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA APBN 2015
BA
1 001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 612,3
2 002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 3.556,7
3 004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 2.915,5
4 005 MAHKAMAH AGUNG 7.037,9
5 006 KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 4.208,9
6 007 KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA 2.054,8
7 010 KEMENTERIAN DALAM NEGERI 7.240,9
8 011 KEMENTERIAN LUAR NEGERI 5.533,9
9 012 KEMENTERIAN PERTAHANAN 96.935,7
10 013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI 9.688,7
11 015 KEMENTERIAN KEUANGAN 18.727,2
12 018 KEMENTERIAN PERTANIAN 15.879,3
13 019 KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN 2.743,3
14 020 KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 10.023,5
15 022 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN 44.933,9
16 023 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 88.309,1
17 024 KEMENTERIAN KESEHATAN 47.758,8
18 025 KEMENTERIAN AGAMA 56.440,0
19 026 KEMENTERIAN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 5.251,9
20 027 KEMENTERIAN SOSIAL 8.079,4
21 029 KEMENTERIAN KEHUTANAN 5.643,2
22 032 KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 6.726,0
23 033 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM 81.338,2
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK, HUKUM DAN
24 034 449,6
KEAMANAN
25 035 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 305,9
26 036 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 295,8
27 040 KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF 1.715,9
28 041 KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 133,8
29 042 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 747,5
30 043 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 825,0
31 044 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH 1.453,9
KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN
32 047 217,7
ANAK
KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN
33 048 195,9
REFORMASI BIROKRASI
34 050 BADAN INTELIJEN NEGARA 2.416,6
KODE
NO KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA APBN 2015
BA
35 051 LEMBAGA SANDI NEGARA 1.456,6
36 052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 44,3
37 054 BADAN PUSAT STATISTIK 3.930,8
38 055 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/BAPPENAS 1.088,1
39 056 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 4.576,3
40 057 PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 473,5
41 059 KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 4.859,8
42 060 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 51.594,5
43 063 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 1.221,6
44 064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 278,9
45 065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 635,9
46 066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 903,2
47 067 KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 1.386,8
48 068 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL 3.294,7
49 074 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 72,2
50 075 BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 1.763,5
51 076 KOMISI PEMILIHAN UMUM 1.134,2
52 077 MAHKAMAH KONSTITUSI RI 214,5
53 078 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 76,5
54 079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 1.147,6
55 080 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 819,9
56 081 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 858,4
57 082 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 673,1
58 083 BADAN INFORMASI GEOSPASIAL 721,0
59 084 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 164,8
60 085 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 137,1
61 086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 269,8
62 087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 172,1
63 088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 614,1
64 089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 1.528,4
65 090 KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2.495,3
66 091 KEMENTERIAN PERUMAHAN RAKYAT 4.621,5
67 092 KEMENTERIAN PEMUDA DAN OLAH RAGA 1.781,2
68 093 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 898,9
69 095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) 763,9
70 100 KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA 119,6
KODE
NO KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA APBN 2015
BA
71 103 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA 1.681,6
BADAN NASIONAL PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA
72 104 393,3
KERJA INDONESIA
73 105 BADAN PENANGGULANGAN LUMPUR SIDOARJO (BPLS) 843,2
74 106 LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 158,4
75 107 BADAN SAR NASIONAL 2.420,0
76 108 KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA 100,6
77 109 BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU 195,5
78 110 OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA 66,3
79 111 BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN 210,6
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
80 112 1.097,2
PELABUHAN BEBAS BATAM
81 113 BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME 311,8
82 114 SEKRETARIAT KABINET 183,1
83 115 BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM 457,0
84 116 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK RADIO REPUBLIK INDONESIA 889,0
85 117 LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK TELEVISI REPUBLIK INDONESIA 866,6
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
86 118 246,5
PELABUHAN BEBAS SABANG
JUM L AH 647.309,9
Keterangan: APBN tahun 2015 masih menggunakan nomenklatur lama
DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17


Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Nomor 17


Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (MD3)

Republik Indonesia. 2013. Undang-Undang Nomor 23


tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara Tahun Anggaran 2014

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 12


tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2014

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah nomor


90 tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga
sebagai pengganti PP nomor 21 tahun 2004

Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor


20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah

Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Nomor 5


tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014
Republik Indonesia. 2014. Instruksi Presiden nomor 4
tahun 2014 tentang Langkah-langkah Penghematan
dan Pemotongan Belanja K/L dalam Rangka
Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2014

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136 Tahun 2014


tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga

Surat Menteri Keuangan Nomor S-347/MK.02/2014


tanggal 14 Juni 2014 tentang Perubahan Pagu
Anggaran Belanja K/L dalam APBNP Tahun 2014

Direktorat Jenderal Anggaran, Reformasi Sistem


Penganggaran: Konsep dan Implementasi 2005-
2007. Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2006

Direktorat Penyusunan APBN, Dasar-Dasar Praktek


Penyusunan APBN Edisi II. Jakarta: Direktorat
Jenderal Anggaran, 2014

Direktorat Penyusunan APBN, Pokok-Pokok Siklus


APBN di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal
Anggaran, 2014

Direktorat Penyusunan APBN, Postur APBN Indonesia,


Jakarta: Direktorat Jenderal Anggaran, 2014

www.kemenkeu.go.id

www.anggaran.depkeu.go.id

Anda mungkin juga menyukai