INFO kkn-1
INFO kkn-1
Dalam rangka melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta melalui Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat ( LPM ) akan melaksanakan
Kuliah Kerja Nyata ( KKN ) Integrasi-Interkoneksi Tematik Posdaya berbasis Masjid, Semester
Khusus Tahun Akademik 2012/2013 Angkatan ke 80.
Pendaftaran secara online akan dilaksanakan pada tanggal 27 Juni s/d 6 Juli 2013
dengan persyaratan sbb :
1. Peserta adalah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang telah lulus 80% atau telah
lulus 110 SKS
2. Melaksanakan Foto diri untuk sertifikat di bagian Pusat komputeriassi dan
Sistem Informasi ( PKSI ) UIN Sunan Kalijaga.
3. Periksa kesehatan di poliklinik UIN Sunan Kalijaga
4. Membayar biaya KKN sebesar Rp. 240.000 (Duaratus empatpuluh ribu) di Bank
Mandiri Syariaah.
5. Daftar secara online ke laman sia.uinsuka.ac.id
6. Mengisi KRS.
7. Menyerahkan Print-out pendaftaran ke lpm dengan stopmap warna kuning
untuk perempuan dan stopmap warna hijau untuk laki-laki.
KKN akan dilaksanakan selama 2 bulan mulai tanggal 16 Juli s/d 9 September 2013 .
Lokasi Penempatan perserta KKN di Kabupaten Sleman, Gunung Kidul, Kulonprogo, Kota
Yogyakarta dan di Kabupaten Magelang.
Pembekalan KKN akan dilaksanakan selama 4 hari pada tanggal 9 s/d 13 Juli
(jadwal menyusul) .
Pembagian kelompok dan penempatan lokasi KKN akan diumumkan pada tanggal 8
Juli melalui web serta dapat dilihat di LPM.
Hal-hal yang belum jelas dapat ditanyakan ke kantor bagian Lembaga Pengabdian
kepada Masyarakat ( LPM ) UIN Sunan Kalijaga di gedung rektorat lama, lantai 2.
Assalamualaikum Wr.Wb
Bersama ini kami melaporakan bahwa : Bencana angin Puting Beliung yang
menyapu di 3 Desa di kabupaten Sleman pada tanggal 7 Desember 2012 sekitar pukul 14.30 WIB,
mengakibatkan banyak rumah rusak berat dan rusak ringan dengan kerusakan rata-rata genteng
dan Asbes melayang. Ketiga desa yang tertimpa musuibah angin puting beliung tersebut adalah
Desa Purwomartani Kecamatan Kalasan, Desa Maguwo Kecamatan Depok dan desa Medomartani
Kecamatan Ngemplak. Berdasarkan hasil Survey, bersama ini kami laporkan kondisi rumah para
dosen dan Karyawan UIN Sunan Kalijaga yang bertempat tinggal di desa tersebut di atas.
DAFTAR WARGA UIN SUNAN KALIJAGA YANG TERTIMPA PUTTING BELIUNG
DATA SURVEI HARI SENIN TANGGAL 10 DESEMBER 2012
TAHUN 2012
TAHUN ANGGARAN 2012
DISUSUN OLEH:
2012
(TOR)
________________
A. Dasar Pemikiran
Pengabdian merupakan salah satu tugas pokok perguruan tinggi. Fungsi pengabdian dalam
perguruan tinggi selain menjadi agen transformasi kemajuan ilmu dan teknologi yang dihasilkan di
perguruan tinggi ke tengah-tengah masyarakat, ia juga merupakan salah satu unsur Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang harus berjalan seimbang dengan perkembangan unsur pengajaran dan
penelitian. Peran Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sunan Kalijaga dalam
pemberdayaan masyarakat semakin dituntut untuk berkembang seiring dengan pengembangan
perubahan dari IAIN ke UIN. Perubahan itu tidak saja menuntut adanya perubahan pada bidang
pengajaran dan penelitian, melainkan juga di bidang pengabdian kepada masyarakat.
Melalui Keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Nomor 170/Ba.o/ A/2005 tanggal 12 Mei
2005 tentang Pembentukan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) dilakukan penambahan dua pusat: 1.
Pusat Pemberdayaan Masyarakat (disingkat PPM), dengan ruang lingkup tugas: Desa Binaan/ Desa
Mitra Kerja/ Wilayah Binaan, Pelayanan kepada Masyarakat, Pendidikan & Pelatihan kepada
Masyarakat, dan Pembinaan Masyarakat Pantai. 2. Pusat Pengembangan dan Kerjasama (disingkat
PPK), dengan ruang lingkup tugas: Pengembangan Kuliah Kerja Nyata, Pengembangan
SDM/Kewirausahaan, pengembangan Media Penerbitan, dan Penerapan hasil-hasil Penelitian/
Teknologi Tepat Guna (TTG).
Beberapa aktifitas pengabdian yang kini tengah dilakukan oleh LPM UIN Sunan Kalijaga
antara lain; Kuliah Kerja Nyata, Kegiatan Desa Binaan/Mitra Kerja, Pemberdayaan masyarakat
sekitar kampus, Menyapa masyarakat sekitar kampus, Pemberdayaan masyarakat/daerah sekitar
aliran sungai, Pelatihan khutbah Jumat & Ketakmiran, serta Perawatan jenazah, Penerbitan Jurnal.
b. Tujuan Pelatihan
1. Melaksanakan Visi dan Misi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang salah satu itemnya adalah
Meningkatkan peran serta dalam menyelesaikan persoalan bangsa berdasarkan pada
keislaman dan keilmuan bagi terwujudnya masyarakat yang madani.
2. Melakukan evaluasi dan reorientasi dalam pengembangan program
pemberdayaan/pendampingan masyarakat.
3. Meningkatkan profesionalisme Dosen Penyuluh Desa Binaan/Mitra Kerja, khususnya di
Lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
B. Target
1. Secara kuantitatif, kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 8 orang dosen penyuluh.
2. Peserta dapat memahami tehnik pengabdian/ pendampingan masyarakat yang meliputi:
Paradigma, Metodologi dan Langkah Teknis.
C. Sumber Biaya
Sumber biaya sebesar Rp.21.600.000,- ( Duapuluh satu juta enamratus ribu Rupiah )
berasal dari BLU Tahun 2012 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan rincian sebagaimana
terlampir.
D. Materi Pelatihan
1. Kebijakan UIN Tentang Program Desa Binaan/Desa Mitra Kerja Tematik Posdaya Berbasis
masjid
2. Paradigma dan Prinsip Dasar Program Desa Binaan/Desa Mitra Kerja Tematik Posdaya Berbasis
masjid
3. Strategi Pembentukan Posdaya Berbasis Masjid
E. Pelaksana dan Waktu Kegiatan
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk oleh LPM UIN Sunan
Kalijaga, yang akan dilaksanakan pada tanggal 28 September 2012 .
F. Tempat Pelatihan
Pelatihan ini dilaksanakan di Ruang Sidang Lantai II Gedung Rektorat Lama UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
H. Susunan Panitia.
Peningkatan Kualitas Penyuluh Desa Binaan dalam rangka melaksanakan Pengabdian kepada
Masyarakat sebagai berikut:
a. Panitia
No Nama Jabatan
6 Suseno Anggota
8 Sukiman. BA Fasilitator
10 Kusmanto Fasilitator
b. Pemateri / Narasumber
(Narasumber dari dalam)
No Nama Jabatan
No Nama Jabatan
I. Peserta
Peserta Pelatihan adalah Dosen-dosen dari 7 (tujuh) Fakultas di UIN Sunan Kalijaga, yang
dipersiapkan untuk menjadi Dosen Penyuluh Desa Binaan/Desa Mitra Kerja sebagai berikut.
No Nama Fakultas
Ketua LPM,
TAHUN 2012
TAHUN ANGGARAN 2012
DISUSUN OLEH:
2012
(TOR)
________________
J. Dasar Pemikiran
Pengabdian merupakan salah satu tugas pokok perguruan tinggi. Fungsi pengabdian dalam
perguruan tinggi selain menjadi agen transformasi kemajuan ilmu dan teknologi yang dihasilkan di
perguruan tinggi ke tengah-tengah masyarakat, ia juga merupakan salah satu unsur Tri Dharma
Perguruan Tinggi yang harus berjalan seimbang dengan perkembangan unsur pengajaran dan
penelitian. Peran Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sunan Kalijaga dalam
pemberdayaan masyarakat semakin dituntut untuk berkembang seiring dengan pengembangan
perubahan dari IAIN ke UIN. Perubahan itu tidak saja menuntut adanya perubahan pada bidang
pengajaran dan penelitian, melainkan juga di bidang pengabdian kepada masyarakat.
Melalui Keputusan Rektor UIN Sunan Kalijaga Nomor 170/Ba.o/ A/2005 tanggal 12 Mei
2005 tentang Pembentukan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPM) dilakukan penambahan dua pusat: 1.
Pusat Pemberdayaan Masyarakat (disingkat PPM), dengan ruang lingkup tugas: Desa Binaan/ Desa
Mitra Kerja/ Wilayah Binaan, Pelayanan kepada Masyarakat, Pendidikan & Pelatihan kepada
Masyarakat, dan Pembinaan Masyarakat Pantai. 2. Pusat Pengembangan dan Kerjasama (disingkat
PPK), dengan ruang lingkup tugas: Pengembangan Kuliah Kerja Nyata, Pengembangan
SDM/Kewirausahaan, pengembangan Media Penerbitan, dan Penerapan hasil-hasil Penelitian/
Teknologi Tepat Guna (TTG).
Beberapa aktifitas pengabdian yang kini tengah dilakukan oleh LPM UIN Sunan Kalijaga
antara lain; Kuliah Kerja Nyata, Kegiatan Desa Binaan/Mitra Kerja, Pemberdayaan masyarakat
sekitar kampus, Menyapa masyarakat sekitar kampus, Pemberdayaan masyarakat/daerah sekitar
aliran sungai, Pelatihan khutbah Jumat & Ketakmiran, serta Perawatan jenazah, Penerbitan Jurnal.
b. Tujuan Pelatihan
1. Melaksanakan Visi dan Misi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang salah satu itemnya adalah
Meningkatkan peran serta dalam menyelesaikan persoalan bangsa berdasarkan pada
keislaman dan keilmuan bagi terwujudnya masyarakat yang madani.
2. Melakukan evaluasi dan reorientasi dalam pengembangan program
pemberdayaan/pendampingan masyarakat.
3. Meningkatkan profesionalisme Dosen Penyuluh Desa Binaan/Mitra Kerja, khususnya di
Lingkungan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
K. Target
1. Secara kuantitatif, kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 8 orang dosen penyuluh.
2. Peserta dapat memahami tehnik pengabdian/ pendampingan masyarakat yang meliputi:
Paradigma, Metodologi dan Langkah Teknis.
L. Sumber Biaya
Sumber biaya sebesar Rp.18.500.000,- ( Delapan belas juta lima ratus ribu rupiah ) berasal
dari BLU Tahun 2012 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan rincian sebagaimana terlampir.
M. Materi Pelatihan
1. Kebijakan UIN Tentang Program Desa Binaan/Desa Mitra Kerja Tematik Posdaya Berbasis
masjid
2. Paradigma dan Prinsip Dasar Program Desa Binaan/Desa Mitra Kerja Tematik Posdaya Berbasis
masjid
3. Strategi Pembentukan Posdaya Berbasis Masjid
N. Pelaksana dan Waktu Kegiatan
Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan oleh panitia yang dibentuk oleh LPM UIN Sunan
Kalijaga, yang akan dilaksanakan pada tanggal 12 Oktober 2012 .
O. Tempat Pelatihan
Pelatihan ini dilaksanakan di Ruang Sidang Lantai II Gedung Rektorat Lama UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Q. Susunan Panitia.
Peningkatan Kualitas Penyuluh Desa Binaan dalam rangka melaksanakan Pengabdian kepada
Masyarakat sebagai berikut:
c. Panitia
No Nama Jabatan
3. Kusmanto Anggota
4 Suseno Anggota
8 Sukiman. BA Fasilitator
d. Pemateri / Narasumber
(Narasumber dari dalam)
No Nama Jabatan
No Nama Jabatan
R. Peserta
Peserta Pelatihan adalah Dosen-dosen dari 7 (tujuh) Fakultas di UIN Sunan Kalijaga, yang
dipersiapkan untuk menjadi Dosen Penyuluh Desa Binaan/Desa Mitra Kerja sebagai berikut.
No Nama Fakultas
Ketua LPM,
0LEH
Drs.Supriatna,M.Si
Artinya: Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah
dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)
selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk.
Mengurus kebersihan, penerangan, keindahan, kegiatan masjid merupakan pekerjaan yang mulia. Allah
akan memberi nilai kehormatan dan pahala yang tinggi. Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Barangsiapa yang menyalakan lampu dalam masjid sehingga hilang kegelapannya, maka malaikat
senantiasa memohon ampunan baginya, selama lampunya masih menerangi masjid itu. ( Al Hadits )
Memanggil manusia dengan azan sedemikian mulianya sehingga Rasulullah saw bersabda:
Artinya: Jika manusia mengetahui pahala yang terdapat pada azan dan shaf pertama shalat, kemudian
mereka tidak mendapatkannya kecuali harus pakai undian, niscaya mereka akan mengikuti undian itu. (
HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ).
Dengan demikian orang yang mengabdikan diri di masjid seperti mengatur tempat-tempat shalat,
membersihan masjid dan pekerjaan-pekerjaan lain yang berkaitan dengan pengurusan masjid, akan
mendapatkan pengampunan Allah selesai pekerjaan itu dilaksanakan dengan sunguh-sungguh.
FUNGSI MASJID
Masjid apabila dilihat dari fungsinya saat ini mengalami saat surut apabila dibandingkan dengan fungsi
masjid pada zaman Rasulullah saw. Hal ini dikarenakan adanya perubahan peran pimpinan umat yang pada
saat Rasulullah saw beliau berperan sebagai pimpinan umat sekaligus pemimpin Negara. Sedang pada
saat-saat otoritas kekuasaan dengan khalifah telah terpisah maka fungsi masjid menyempit yakni sebagai
pusat ibadah dan penyampaian pesan-pesan keagamaan bagi umat. Penyempitan fungsi itu kemudian
dicarikan landasan pembenar dari Rasulullah saw. Salah satu contoh adalah menggunakan landasan hadits:
Arrtinya: Barang siapa yang berbicara dengan perbincangan dunia di dalam masjid maka rusaklah amalnya
40 tahun.
Hadits ini salah satu hadits yang dhoif yang sering dijadikan dalil mereka yang memegangi bahwa masjid
harus semata-mata sebagai tempat ibadah, bukan sebagai tempat mengurus dunia. Salah satu cirri yang
Nampak bahwa hadits itu sebagai dhoif adalah suatu larangan masalah yang kecil tetapi hukumnya sangat
berat yakni merusak amal hingga 40 tahun.
Sidi Ghazalba dalam bukunya Masjid sebagai Pusat Ibadah dan Kebudayaan (1983 : 319) melihat bahwa
kemajuan dan kemunduran umat Islam dapat diukur dari pelaksanaan dan pemfungsian masjid, yang
menurutnya disebut dengan konsepsi masjid-artinya bahwa apabila masjid itu difungsikan dengan baik maka
tujuan Islam terwujud dalam kehidupan masyarakatnya dan mereka berada dalam kejayaan. Namun apabila
yang terjadi masjid itu tidak difungsikan sesuai dengan fungsi-fungsinya berarti terjadi krisis masjid yang
pada ujungnya membawa krisis umat dan masyarakat.
Fungsi masjid pada zaman Rasul adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pusat Ibadah.
2. Sebagai tempat bermusyawarah.
3. Sebagai tempat memberi fatwa.
4. Sebagai tempat memutus perkara.mengadili.
5. Sebagai tempat menyambut tamu dan utusan.
6. Sebagai tempat penjagaan dan pengembangan kehidupan sosial.
7. Sebagai tempat melangsungkan pernikahan.
8. Sebagai tempat pengobatan orang sakit.
9. Sebagai pusat latihan perang.
Pada saat ini terdapat pengembangan fungsi, yaitu:
1. Sebagai tempat menyalatkan jenazah dan tempat pemberangkatan jenazah.
2. Sebagai tempat pendidikan dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi (PT).
3. Sebagai pusat Perkantoran.
4. Sebagai Pusat Kajian dan pelatihan kader intelektual.
5. Sebagai tempat pertemuan dan resepsi
6. Sebagai tempat menyampaikan informasi kepada masyarakat
Demikian pula orang yang hatinya terpaut ke masjid ia adalah orang yang akan mendapatkan perlindungan
Allah di suatu saat mana tidak ada lagi pengayoman lagi selain dari Allah SWT. Sebagaimana sabdanya:
Artinya: Seseorang yang hatinya terpaut dengan masjid apabila ia keluar (dari masjid) sehingga ia rindu
kembali memasukinya.(HR. At Tirmizi dari Abu Hurairah).
Meski kabar gembira bagi orang yang memakmurkan masjid banyak ditemukan dalam nash Al Quran
maupun Hadits, namun tidak serta merta orang tergerak hatinya untuk memakmurkan masjid. Hal ini kita
saksikan pada kebanyakan masjid di tanah air kita. Maka tugas takmirlah untu melakukan kegiatan yang
menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan umat sehingga makmur. Pembinaan jamaah tersebut menurut
Buku Idarah Masjid yang disusun oleh Koordinator Dakwah Islam ( KODI) Jakarta terdapat tiga langkah
usaha yaitu :
Pertama: memperbaiki masjid ke dalam yakni bukan hanya menyangkut bangunan fisiknya, namun yang
terpenting adalah keorganisasiannya, yakni menyangkut keorganisasian di bawah satu badan organisasi.
Kedua memikat dan menarik hati masyarakat dan jamaah dan mengikatnya dalam satu ikatan jamaah
Ketiga pendaftaran atau pendataan anggota jamaah (Idarah Masjid, 1975 hal. 48-49)
Adapun langkah-langlahnya adalah sebagai berikut:
1. Penataan organisasi dan pemberdayaan takmir masjid.
Penataan organisasi Takmir merupakan langkah strategis, karena pada dasarnya takmir merupakan
perencana kegiatan, pengatur dan penggerak kegiatan masjid. Oleh karena itu orang ang menjadi takmir
masjid hendaknya orang yang :
a. Tokoh Muslim yang dekat dengan masyarakat.
b. Taat beribadah dan mencintai Masjid.
c. Mempunyai kemampuan manajerial.
d. Visioner.
Organisasi Takmir Masjid dipilih dalam musyawarah masjid dan ditentukan mas bakti kepengurusannya.
Pada setiap awal epengurusan takmir masjid membuat program jangka panjang, angka menengah dan
jangka pendek sebagai pedoman berhidmat. Penyelenggaraan rapat secara periodic dan teratur dilakukan
agar kepengurusan dengan kegiatannya berjalan dengan lancer. Setiap akhir periode kepengurusan ada
laporan yang dapat digunakan untuk pertanggungjawaban sekaligus bahan yang dapat dipakai sbagai
pedoman bagi pengurus selanjutnya. Pemberdayaan takmir masjid dilakukan penataran, orientasi, banch
making/studi banding dan diskusi-diskusi pengurus.
Ditinjau dari paradigma ilmu-ilmu sosial, pengertian masalah sosial masih lazim digunakan untuk menunjuk suatu
masalah yang tumbuh dan/atau berkembang dalam kehidupan komunitas, di mana masalah itu dianggap kurang atau
bahkan tidak sesuai dengan nilai -nilai dan/atau norma-norma sosial dalam komunitas tersebut. Tumbuh dan/atau
berkembangnya suatu masalah sosial sangat tergantung pada dinamika proses perkembangan komunitas itu sendiri.
baik karena adanya faktor -faktor dari luar komunitas, karena adanya faktor -faktor dari dalam
komunitas itu sendiri, maupun adanya proses deferensiasi struktural dan kultural
biasanya
komunitas tersebut akan selalu mengalami goncangan, apalagi jika faktor -faktor perubahan itu datangnya sangat cepat.
Dalam situasi seperti ini, tidak semua anggota komunitas siap dalam menerima perubahan itu. Misalnya, ada anggota
komunitas yang sangat siap, cukup siap dan bahkan sama sekali tidak siap dalam menerima perubahan itu. Adanya
perbedaan dalam kesiapan menerima perubahan itulah, yang biasanya menjadi factor pemicu tumbuh dan/atau
berkembangnya suatu masalah-masalah sosial. Lihatlah, bagaimana timbulnya pro dan kontra tentang pornografi dan
pornoaksi dalam liputan media massa yang merebak akhir -akhir ini!
Dalam konteks ini, tolok-ukur suatu masalah layak disebut sebagai masalah sosial atau tidak, akan sangat ditentukan
oleh nilai -nilai dan/atau norma-noma sosial yang berlaku dalam komunitas itu sendiri. Oleh karena itu, pernyataan
sesuai atau tidaknya suatu masalah itu dengan nilai-nilai dan/atau norma-norma sosial harus dikemukakan ol eh
sebagian besar (mayoritas) dari anggota komunitas. Menyongsong tahun 2006 ini, tentu berbagai masalah sosial di
Indonesia akan tetap ada, tumbuh dan/atau berkembang sesuai dengan dinamika komunitas itu sendiri.
Mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi mendengarnya. Tawuran sepertinya
sudah menjadi bagian dari masalah sosial dan budaya bangsa Indonesia. Segala sesuatu yang tidak bisa dilakukan
dengan cara damai, jawabannya pasti dengan tawuran. Bukan hanya tawuran antar pelajar atau warga saja yang
menghiasi kolom-kolom media cetak atau elektronik, tetapi aparat pemerintah pun sepertinya tidak ingin ketinggalan
pula. Persoalan tawuran banyak di picu oleh hal-hal yang sepele, misalnya kalah main kartu, saling menggoda wanita,
saling mengejek dan lain-lain. Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan
norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu, menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial.
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau
masayarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada
dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau sosial. Menurut
Soerjono Soekanto masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain:
Sedangkan menurut Blumer (1971) dan Thompson (1988) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan masalah sosial
adalah suatu kondisi yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas yang berpengaruh yang mengancam nilai-nilai
suatu masyarakat sehingga berdampak kepada sebagian besar anggota masyarakat kondisi itu diharapkan dapat diatasi
melalui kegiatan bersama. Entitas tersebut dapat merupakan pembicaraan umum atau menjadi topik ulasan di media
massa, seperti televisi, internet, radio dan surat kabar. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang
mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu
seperti proses sosial dan bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan
lain sebagainya. Namun yang memutuskan bahwa sesuatu itu merupakan masalah sosial atau bukan, adalah
masyarakat yang kemudian disosialisasikan melalui suatu entitas. Dan tingkat keparahan masalah sosial yang terjadi
dapat diukur dengan membandingkan antara sesuatu yang ideal dengan realitas yang terjadi (Coleman dan Cresey,
1987). Dan untuk memudahkan mengamati masalah-masalah sosial, Stark (1975) membagi masalah sosial menjadi 3
macam yaitu :
1.Konflik dan kesenjangan, seperti : kemiskinan, kesenjangan, konflik antar kelompok, pelecehan seksual dan masalah
lingkungan.
2.Perilaku menyimpang, seperti : kecanduan obat terlarang, gangguan mental, kejahatan, kenakalan remaja dan
kekerasan pergaulan.
3.Perkembangan manusia, seperti : masalah keluarga, usia lanjut, kependudukan (seperti urbanisasi) dan kesehatan
seksual.
Tawuran merupakan masalah sosial yang ada di masyarakat baik itu diperkotaan atau di pedesaan sekalipun. Banyak
sekali kerugian yang diakibatkan dari tawuran tersebut seperti banyak terjadi kerusakan, rasa tidak aman, kematian dan
sebagainya. Namun tetap saja banyak pelaku tawuran yang seakan tidak peduli bahkan merasa bahwa tawuran
merupakan jalan keluar untuk mengatasi setiap masalah. Tawuran juga bisa dikatakan sebagai ketidakmampuan
seseorang dalam melakukan transmisi budaya juga dapat menyebabkan permasalahan sosial. Cohen dalam bukunya
Delinquent Boys : The Culture of the Gang (1955) memaparkan hasil penelitiannya. Ia memperlihatkan bahwa anak-
anak kelas pekerja mungkin mengalami anomie di sekolah lapisan menengah sehingga mereka membentuk budaya
yang anti nilai-nilai menengah. Melalui asosiasi diferensial, mereka meneruskan seperangkat norma yang dibutuhkan
melawan norma-norma yang sah pada saat mempertahankan status dalam gangnya
Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia sebenarnya bisa berperan dalam usaha mengendalikan masalah sosial
seperti tawuran yang sering terjadi di tengah masyarakat. Pengendalian dapat dilakukan dengan pendekatan sebagai
pihak ketiga yang menegahi masalah tersebut atau pihak yang netral tidak memihak. Peran ini setidaknya bisa diterima
secara rasional, karena tidak memihak kepada kedua pihak yang bertikai.Peran sebagai pihak ketiga atau mediator
adalah bentuk pengendalian secara kultural. Pengendalian ini berusaha untuk mengendalikan setiap individu atau
kelompok untuk back to habbits, artinya mengembalikan kelompok yang bertikai kepada norma-norma yang berlaku di
daerahnya. Back to habbits adalah tahap pertama dalam mengupayakan pengendalian masyarakat yang bertikai. Hal
ini penting, karena sebelum kita melangkah ke tahap selanjutnya, setiap kelompok harus menyadari terlebih dahulu
bahwa diantara mereka terjadi situasi konflik yang melanggar norma-norma yang berlaku. Kemudian, tahap selanjutnya
adalah bagaimana kita bisa melakukan pengarahan, pembinaan, atau bimbingan terhadap masyarakat.
PERAN PRANATA ADICARA
DALAM MELESTARIKAN BAHASA, SASTRA DAN
BUDAYA JAWA
OLEH
SUWARNA
MAKALAH
Oleh: Suwarna
Upacara adat Jawa tersebut memerlukan seorang pemandu acara agar pelaksanaan
serangkaian acara berlangsung lancar dan jangkep (lengkap). Pemandu inilah yang sering disebut
MC (master of ceremony) yang biasa diterjemahkan pembawa acara, pranatacara, pambiwara,
dsb. Tetapi berdasarkan pengalaman penulis, terjemahan tersebut kurang tepat. Kalau pembawa
acara, pranatacara, pambiwara, cenderung hanya bertugas menyampaikan serangkaian urutan
acara, sedangkan MC selain menyampaikan serangkaian urutan acara juga bertugas mengisi
berbagai kekosongan segmen pada prosesi upacara sehingga suasana tampak hidup dan dinamis.
Oleh karena itu sehingga wajar kalau dia dikatakan masternya dalam upacara itu. Terjemahan
yang lebih tepat, MC adalah pranata laksitaning adicara, pranata adicara karena ia bertugas
membuat haru birunya suasana agar tidak tampak kosong dan lengang.
Pranata adicara hanyalah orang yang dipercaya sohibul hajat untuk merangkai serangkaian
acara prosesi perkawinan adat Jawa. Sebagai orang suruhan selain bertugas mengharubirukan
suasana, sambil menyelam minum air, tidak terasa bahwa pranata adicar telah berperan turut
ambil bagian dalam pelesatrian bahasa, sastra, dan budaya Jawa.
A. Kotroversi Pemakaian Bahasa
Ada tiga kubu yang masing-masing memiliki dasar yang kuat tentang pemakian bahasa di
dalam prosesi adat perkawinan Jawa.
(1) Pendapat pertama berifat antagonis, kubu ini berpendapat bahwa pemakaian bahasa di dalam
prosesi perkawinan adat Jawa (lengkap dari pemasangan bleketepe hingga resepsi pernikahan)
tidak perlu menggunakan bahasa yang muluk-muluk yang akhirnya audien tidak mengerti
maksudnya. Gunakan bahasa yang sederhana saja, yang penting prosesi berjalan lancar.
Prinsip komunikasi adalah keterpahaman informasi antar- partisipan.
(2) Pendapat kedua bersifat kompromis, kubu ini berpendapat bahwa pemakaian bahasa yang
indah di dalam prosesi perkawinan adat itu perlu. Itu akan menambah keindahan suasana.
Walaupun tak tahu artinya? Ya, walaupun tidak tahu artinya. Tidak jarang orang berkata Wah
bahasa MC-nya bagus, indah dan enak didengar. Tetapi apakah kamu tahu artinya. Jawabnya:
Tidak.
(3) Pendapat ketiga lebih dinamis, kubu ini lebih moderat bahasa yang indah bagi pranata adicara
sangat diperlukan, tetapi makna juga perlu diperhatikan. Bahasa yang indah tidak harus penuh
dengan bahasa kawi, tetapi terletak pada cara merangkai kata dan kalimat dalam suatu
wacana. Bahasa yang indah itu perlu mengingat pada prosesi perkawinan adat semuanya
penuh hiasan. (a) calon atau mempelai dirias sedemikian rupa indahnya, hingga tergagum
orang dibuatnya, (b) orang tua mempelai berdandan sedemikian bagusnya sebagai
penghormatan kepada tamunya yang berarti pula menghormati diri sendiri (supaya orang lain
menghormatinya), (c) tempat pelaksanaan upacara penuh dekoratif yang indah dipandang, (d)
para tamu juga pada berhias diri, (d) makanan juga penuh dengan selera tinggi (menurut
kemampuan masing-masing sohibul hajat), (e) pengisi suasana gendhing, lagu, tembang,
penuh hiasan kegembiraan. Semuanya penuh hiasan, semua penuh keindahan sehingga tidak
begitu salah apabila bahasa pranata adicara juga penuh hiasan keindahan.
Untuk menciptakan bahasa dan sastra yang indah, tidak jarang pranata adicara menggunakan
kata-kata kawi, yang para audien belum tentu tahu. Yang penting pranataca adicara tahu
kapan dan di mana dapat mengunakan bahasa yang maknanya audien tidak harus tahu,
misalnya saat panyandra penganten temu, duduk, panyandra sasana, monolog pranata
adicara. Keadaan ini tidak melibatkan audien atau petugas lain secara langsung. Mereka cukup
mendengar yang merasakan keindahan bahasa sang pranata adicara.
Selain itu pranata adicara juga harus dapat menggunakan bahasa yang diketahui makna-
nya oleh para audien. Bahasa ini digunakan ketika ada petugas yang berkaitan dengan
pelaksanaan rangkaian tata upacara. Misalnya terdapat permintaan kata sambutan dari tuan
rumah, atau ucapan selamat dari para tamu, atau pemberian petuah oleh para tetua. Untuk
memanggil beliau-beliau yang bertugas ini, hendaknya pranata adicara menggunakan bahasa
yang lugas dan dimengerti oleh mereka.
Dalam merangkai kata, kalimat, dan wacana yang indah, pranata adicara tidak jarang
menggunakan kata-kata khusus, yang jarang dipakai, atau kata-kata kawi. Dengan dipakianya
kosakata tersebut, diharapkan orang Jawa tidak merasa asing dan kosakata itu masih eksis
walaupun hanya pada saat atau situasi tertentu. Dapat diperkirakan, jika kosakata yang sudah
jarang dipakai itu, tidak pula digunakan dalam situasi tertentu (saat perkawinan adat Jawa), jelas
kosakata itu akan hilang (atrisi bahasa).
Atrisi bahasa secara umum mengacu pada hilangnya kemampuan berbahasa seseorang
atau sekelompok masyarakat tutur. Hal ini mengakibatkan hilangnya kosakata yang dimiliki oleh
sekelompok penutur bahasa.
Ruang lingkup atrisi bahasa adalah: (1) menurunnya penggunaan bahasa pertama (B1)
dalam situasi kedwibasaan, (2) hilangnya B1 di kalangan minoritas karena kontak bahasa, (c)
hilangnya bahasa di kalangan manula, (d) punahnya suatu dialek atau bahasa, (d) hilangnya
keterampilan berbahasa yang pernah dipelajari karena jarang dipergunakan (Mandaru, 1992).
Dapat diperkirakan bahwa satu atau generasi mendatang semakin sulit menemukan orang Jawa
yang dapat berbahasa secara jangkep (baik dan benar). Generasi muda sekarang lebih pandai
menggunakan bahasa Indonesia, daripada berbahasa Jawa sebagai B1-nya. Dalam kondisi yang
demikian pranata adicara semakin menjadi barang antiq yang semakin mahal.
Lingkup kedua, hilangnya B1 di kalangan minoritas karena kontak bahasa. Hal ini bisa
terjadi bagi transmigran Jawa di luar Jawa. Hal ini disebabkan adanya kontak bahasa Jawa dengan
bahasa setempat (lokasi transmigrasi). Namun apabila ada yang mampu menjadi pranata adicara
dengan bahasa Jawa dengan lebih mapan, dia akan sangat laris. Ini dialami teman penulis pegawai
PU di Sumatra Utara yang berprofesi sebagai MC. Ia sebetulnya merasa sangat kecil sekali, ia
mengatakan bahwa bahasa Jawa yang digunakan waktu menjadi MC adalah termejahan dari
bahasa Indonesia. Herannya, ia tetap laris saja bahkan pernah sampai ke Singapura, gara-gara
dapat MC berbahasa Jawa.
Lingkup ketiga, hilangnya bahasa karena faktor manula sulit untuk dihindari. Semakian tua
usia seseorang akan menurun kemampuanya termasuk dalam kemampuan berbahasa. Penurunan
kemampuan ini dapat menyebabkan atau disebabkan oleh menurunnya penguasaan kosakata
akibat sifat lupa. Dalam studi kebahasaan orang yang menjadi nara sumber bahasa umumnya
orang yang sudah senior dan menguasai bahasanya dengan baik.
Lingkup keempat, hilangnya keterampilan berbahasa karena jarang dipergunakan lagi. Ini
terjadi pada mahasiswa Bahasa Jawa yang pada saat mengikuti kuliah Ekspresi Lisan dan Ekpresi
Lisan Lanjut telah menguasai banyak kosakata yang berkaitan dengan prosesi perkawinan adat
Jawa, kosakata itu banyak pula yang hilang karena jarang dipraktikkan di masyarakat. Sehingga
ketika akan melaksanakan tugas menjadi pranata adicara, mereka harus membanting tulang
kembali untuk persiapan diri.
(1) faktor psikologis yaitu lupa. Dua teori utama yang mendasari adalah interferensi psikologi
Behaviorisme dan teori gagal-temu (retrieval-failure). Menurut teori intereferensi bahwa
bahasa-bahasa kedua (B2) yang memiliki karakteristik yang relatif sama dengan B1 akan
memudahkan pembelajar mempelajari B2. Kaidah yang sama sekali berbeda membuat
pembelajar merasa kesulitan. Akan tetapi kesamaan kaidah B1 dan B2 sering mengakibatkan
pencampuradukan penggunakan dua bahasa yang disebut interferensi. Interferensi ini
muncul spontan dan tidak disadari oleh penutur. Ia telah gagal menemukan (lupa) kaidah
baku bahasa yang ingin dituturkan.
(2) faktor pribadi seperti umur, jenis kelamin, serta pengalaman dan pendidikan,
Semakin tua umur semakin berkurang kemampuan termasuk dalam berbahasa. Ada bahasa-
bahasa tertentu yang menandai adanya male dan female. Tidak aneh apabila kaum pria tidak
tahu apa yang dibicarakan kaum wanita. Rendahnya pengalaman dan pendidikan juga
merupakan faktor rendahnya pemakian bahasa. Semakin tinggi pengalaman dan pendidikan
seseorang, bahasanya semakin kompleks. Sebaliknya semakin rendah pengalaman dan
pendidikan seseorang semakin kurang produktif dalam penggunaan bahasa.
Kekurangproduktivan ini yang mempengaruhi atrisi bahasa.
(3) faktor sosiolinguistik, misalnya kontak bahasa dan loyalitas penutur. Ini terjadi pada kondisi
dwibahasa. Semakin kurang loyal pemakai bahasa (bahasa Jawa) terhadap bahasanya, lebih
terpengaruh untuk menggunakan bahasa lain (bahasa Indonesia) semakin mempercepat atrisi
B1-nya (bahasa Jawa).
(4) faktor linguistik menurunnya intensitas input dan kesinambungan pajanan. Karena pajanan
(exposure) berkurang, input berkurang pula. Semakin input berkurang, out put berkurang pula.
Pengurangan pemakaian (out put) ini mengakibatkan atrisi bahasa. Sebenarnya pajanan dapat
terjadi di mana-mana. Penutur dihadapkan pada keadaan yang sesungguhnya, bentuk pajanan
misalnya kehidupan di keluarga. Bila di dalam keluarga sudah jarang menggunakan bahasa
Jawa, jangan harap anak dapat berbahasa Jawa dengan baik dan benar. Pajanan lain misalnya di
majalah berbahasa Jawa, di upacara-upacara pernikahan penganten, dsb.
1. Pelestari Bahasa
Pada uraian kontroversi pemakaian bahasa, penulis cenderung mengikuti pendapat ketiga.
Pada dasarnya dalam menggunakan bahasa pranata adicara berkomunikasi secara langsung atau
tidak langsung. Berkomunikasi secara langsung, ketika pranata adicara meminta kepada petugas
lain, misalnya untuk memberikan ucapan selamat datang, sambutan, petuah, dsb. Dalam hal ini
bahasa pranata adicara harus diketahui oleh lawan bicara sehingga ia mengerti akan tugasnya.
Komunikasi tidak langsung terjadi ketika pranata adicara melakukan monolog selama prosesi
perkawinan. Dalam monolog ini audien memang sekedar apresiatif sehingga kalau dia tahu
bahasanya, syukur, jika tidak tidak akan menganggu jalannya prosesi perkawinan. Misalnya
panyandra panggih penganten, sasana, suasana, penganten, tidak harus audien tahu.
Selain berperan dalam melestarikan bahasa, pranata adicara juga dapat menggunakan
bahasa yang bernuansa lebih indah. Bandingkan contoh-contoh berikut:
1) a. Tuhu ing dina kang piniji, dinten kang pinilih, nun inggih ing ari Tumpak Manis windu Sancaya
risang abagus miwah ahayu sampun widagda nambut guna talining akrama kanthi
hanapakasmani pustaka pikukuhing palakrama. Kekalihnya sampun sahadipraya
manungggal ing karsa, arsa mangku bale wisma, manunggal ing tekad arsa hamangun
brayat, kanthi asesanti rumangsa handarbeni melu hangrungkebi mulat sarira
hangrasawani.
b. Saestu wonten ing dinten ingkang sampun dipunpilih, inggih menika dinten Setu Legi windu
Sancaya risang abagus saha ahayu sampun palakrama kanthi napakasmani buku nikah.
Kakalihipun sampun mangunggalaken ing karsa badhe mangun kulawarga kanthi asesanti
rumangsa handarbeni melu hangrungkebi mulat sarira hangrasawani.
2) a. Dhedhep tidhem prabawaning ratri, sasadara wus manjer kawuryan, ginarebek ing
taranggana, katon padhang sumilaking akasa, rebut wor suh soroting risang kartika yen
kacandra kadya nila kekoja. Katon hanggegancang munggwing tawang lintang bima sakti
kang pindha kurda anuwak tutuking naga, pethit ginapit lintang lanjar ngirim sumambung
kang gubug penceng. Lintang waluku katon sumunu, gemak tarupala kang angenguwung lir
sekar tanjung.
b. Ing wanci dalu karaos sepen, rembulanipun sampun sumunar, ginarubyuk para lintang,
ketingal padhang ing langit, samya rebutan sorotipun menawi dipuncandra kados nila
kekoja. Lintang bima sakti ketingal santosa kados nuwak tutuking naga, ing pethit
dipungapit lintang lanjar ngirim, lajeng dipunsambung sang gubug penceng. Lintang luku
ketingal sumunar, sunare gemak tarupala kados sekar tanjung.
2. Pelestari Sastra
Dalam melaksanakan tugasnya, pranata adicara banyak berolah bahasa dan sastra. Dari
dua contoh tersebut, dapat dicermati rasa bahasa dan sastranya. Namun demikian masih banyak
bentuk sastra lain yang biasa digunakan oleh pranata adicara, misalnya geguritan, wangsalan,
parikan, cerita-cerita hasil kususasteraan, tembang, panyandra, basa rinengga, bebesan,
paribasan, saloka, dsb. (Suwarna, 1998).
Sudah jarang terdengar sekarang, apalagi di kota, seorang bapak yang rengeng-rengeng
melantunkan tembang-tembang Dhandhanggula, Sinom, Asmaradana, atau yang lainnya sebagai
pengantar tidur anaknya atau sebagai hiburan diri sendiri. Pelestarian sastra tampaknya memang
harus melalui peristiwa-peristiwa tertentu, misalnya dialog-dialog sastra, karawitan, kethoprak,
wayang, upacara adat (kelahiran, penganten), atau yang lainnya. Berikut contoh kidung siraman
(3), tembang panebusing kembar mayang (4), dan di resepsi pernikahan (5).
3) Sapa ta kang wus siraman, sang bagus miwah sang putri, kang priya pekik sulistya, kang putri
endahing warni, lir dyadara widadari, tejane katon sumunu, nenggih Bagus Santosa, kaliyan
Dewi Sulistyani, tulus mulya kalis saking sambekala.
4) Ratri iki konayoman mugi, dadya hayu kalis ing sambekala, entek lebur rubedane, nama wit
kalpataru, miwah Dewadaru puniki, antuk karsaning Suksma, salugu kagadhuh, ratu miwah
kang akrama, hingasta pra widadara widadari, hander maring buwana.
5) Janma putra palakrami, candrane pinindha raja, lir prameswari putrine, nenggih sang Bagus
Jatmika, miwah Mirasani ika, sang Bagus kalyan Ahayu, tunggal cipta rasa karsa.
3. Pelestari Budaya
Kadangkala pranata adicara merupakan tempat untuk bertanya tentang segala acara yang
akan dilaksanakan di dalam prosesi pernikahan. Bahkan sering diundang rapat untuk narasumber
acara. Dalam kondisi demikian, pranata adicara dapat membeberkan setiap prosesi adat yang
akan dilaksanakan. Uraian itu selain bentuk juga manfaat dan tujuannya. Dari uraian pranata
adicara tersebut, sohibul hajat akan menentukan dan memilih acara. Ada kemungkinan beberapa
pilihan, antara lain (a) acara dilaksanakan jangkep (lengkap), (b) acara yang penting-penting saja,
dan (c) acara yang praktis saja.
Walaupun pranata adicara tidak dapat menentukan acara yang akan dilaksanakan, telah
memberikan kontribusi bagi para pelaku pelestari adat perkawinan Jawa. Semakin lengkap tata
upacara perkawinan dilaksanakan, semakin besar pula andil pranata adicara di dalam melestarikan
adat perkawinan budaya Jawa.
PUSTAKA
Mandaru, Mans. 1992. Atrisi Bahasa: Sisi Pemerolehan Bahasa yang Jarang Dijamah. Makalah.
Malang: IKIP.
Suwarna. 1998. Gita Wicara Jawi Pranatacara saha Pamedharsabda. Yogyakarta: Kanisius.
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
Kepada Yth:
Rektor
Di Yogyakarta
Assalamualaikum Wr.Wb
Sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, UIN Sunan Kalijaga melalui Lembaga
Pengabdian kepada Masyarakat ( LPM ) merencanakan kegiatan-kegiatan untuk tahun Anggaran
2013 dalam bentuk pengabdian dan pelatihan sesuai dengan Tupoksi LPM .
Berikut ini kami kirimkan beberapa Term Of Reference (TOR) sebagai usulan kami yakni
:
1. Pembinaan Keagamaan dan Sosial Budaya Desa Binaan/Desa Mitra Kerja tematik Posdaya
berbasis Masjid.
2. Revisi Buku Panduan dan perlengkapan KKN Tahun 2013
3. Bantuan Air Bersih untuk Masyarakat ( Gunungkidul & Kulon Progo )
4. Stimulan Program KKN Integarsi-Interkoneksi Tematik Posdaya berbasis Masjid, Wilayah,
Pesantren,Sekolah/Madrasah dan Lingkungan Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga.
5. Pelatihan Peningkatan Profesionalisme Dosen Pembimbing Lapangan ( DPL )
6. Pelatihan Peningkatan Profesionalisme Dosen Penyuluh
7.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
Wassalamualaiuk Wr,Wb
Ketua,
Tembusan :
Assalamualaikum Wr.Wb
Hari : selasa
Catatan :
Kontak Person :( Halim 0816 422 0760 .Luci 085 728 282 880. .Arini : 081392061003 )
Hj.Rngt Wafiroh Fanani, adalah sosok perempuan yang lahir di Solo pada th.1912. Perempuan yang aktif di
gerakan wanita islam Yogyakarta ini membangkitkan semangat & kedudukan para wanita muslim di
Yogyakarta, pernah mencatat bahwa hj.Rngt wafiroh fanani adalah Pendiri Masjid Mutaqin yang terletak di
belakang pasar Beringharjo.
Hj.Rngt wafiroh fanani adalah putri dari pasangan Bapak H.Abdullah Faqif dan IbuSitti Mariam
Menikah dengan bapak haji Fanani yang berasal dari Petanahan Kebumen dengan perbedaan usia yang
sangat jauh sekitar 27 tahun . Hj.Rngt Wafiroh fanani menjadi pendamping hidupnya selama 26 .th, karena ,
ketika Hj. Rngt wafiroh fanani berusia 39 Th suaminya,Bp.Hj.Fanani dipanggil yang kuasa.
Sebagai keturunan dari Hj.Rngt wafiroh fanani, kita wajib meneladani dan meniru kegigihan & semangat
kerjanya. Kesuksesannya tidak membuatnya sombong, ia tetap santun, menghormati keluarga dan siapa
saja, tidak membedakan antara yang miskin dan kaya.
Pada tanggal 25 Agustus 1976 Hj.Rngt wafiroh Fanani meninggal dunia dalam usia 64 th.
Mudah-mudahan dari keturunannya akan terlahir kembali Wafirof2 fanani lain yang mau berjuang demi
kepentingan orang banyak.
UNDANGAN
1. Prof.Dr.H.Jumhan Pida Sidoarum Kel.Wakini 9 Undangan
2. Drs. Hidayat Panuntun Bantul Kel Istriah 5 Undangan
3. Bunyamin Ilyas- Mancasan Kel Munandaris 2 undanagn
4. Ir.Agus Kadarisman Candi Gebang Kel.wasim Hadi 1 undangn
5. H.Djamhani Kotagede Kel.Kel Iskandar 1 Undangan
6. Hj.Djazar Chamim Kotagede Kel. Zaenal 1 undangan
7. Hj.Dakir Dahlan Pijenan Bantul Kel Tante Ning 3 undangan
8. Umi Pijenan Bantul Kel Tante Nung 3 undangan
9. Iswantoro Prambanan
10. H.Rusbroto Prambanan
11. H.Sudarmawan Solo.
Untuk jumlah permintaan CD: Kel Wakini 9, Istriah 5, Munandaris 3,Wasim hadi 9,Iskandar
4,Zaenal 4, tante Ning 4, tante Nung 5.
NOTULEN, PERTEMUAN KE III, LPM DENGAN DPL KKN ANGKTAN 77 UIN SUANAN KALIJAGA
RABU, 29 AGUSTUS 2012, tempat : Lantai 2 Gedung Rektorat lama UIN Sunan Kalijaga ,Waktu :
10 s/d 12 WIB.
Dihadiri Oleh : Seluruh Pimpinan dan Staf LPM UIN Sunan Kalijaga serta 38 DPL dari 55 orang
DPL yang diundang.
a. Bagaimana tindak lanjut dari asuransi kecelakaan ? Mhs. Samsuri dan .(yang sakit
hepatitis) sampai dimana?
b. Mahasiswa yang mengajuakan bantuan air kenapa belum terealisasi?
c. Posdaya yang sudah terbentuk, apakah bisa di SK kan? Oleh siapa?
d. Dibutuhkan Networking untuk kelanjutan dari posdaya yang sudah terbentuk, apakah bisa
melalaui LPM dengan memberikan kontak Personnya?
Jawaban :
a. Asuransi sudah ditindak lanjuti, sedang dalam proses
b. Bantuan air sudah diberikan, silahkan ditanyakan kepada Pak Camatnya
c. Dari Damandiri akan memberikan pelatihan-pelatihan untuk posdaya yang sudah
terbentuk ( Bank Bukopin dan BPD akan memberikan bantuan pinjaman maksimal 2
juta dengan proses mudah )
d. LPM siap, silahkan diberi kontak person dan nomor LPM untuk Networking.
a. Di Krambil sawit dan giri sekar banyak yang belum paham tentang Posdaya, mohon
diberikan informasi posdaya yang sudah terbentuk di daerah tersebut.
b. Dari Posdaya yang sudah terbentuk bukan berbasis Masjid tetapi betrbasis Wilayah.
c. Dari Mahasiswa mengajukan Proposal untuk diberikan kepada salah satu Instansi tetapi
tidak ditrespon dengan baik.
Jawaban :
Pertanyaan lanjutan :
Jawaban :
a. Kalau dari kami ( UIN sudah memberikan kontribusi kepada Lurah/Camat sebagai
Narasumber dan untuk Induk semang juga sudah diberikan bantuan ) kalau dari peserta
ingin memberikan cinderamata lagi dipersilahkan dirembug sendiri bersama DPLnya.
b. Penarikan tetap tertulis tanggal 9 September 2012, tetapi untuk acara ceremoninya,
masing-masing kabupaten/wilayah nanti akan ada surat resmi dari LPM,kpan dan
dimananya.
c. Usulan akan ditindaklanjuti.
Demikian, Acara pertemuan siang hari ini, Rabu 29 Agustus 2012, bagi DPL yang ada di kota
mohon jangan meninggalkan ruangan dulu karena kita akan membicarakan perihal kegiatan yang
akan dilaksanakan pada Tgl. 31 Agustus dan tanggal 3 September.