Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Penelitian

Vitamin D adalah suatu molekul larut lemak yang bersifat secosteroid (mirip

steroid) dengan metabolit aktif yaitu 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH)2D)

yang memiliki aktifitas hormon pada manusia.Sel dan jaringan dalam tubuh

memiliki reseptor vitamin D (VDR) yang menstimulasi transkripsi nuklear

berbagai gen untuk menjalankan fungsi sel. Selain mempunyai peranan yang

krusial dalam metabolisme kalsium dan homeostasis tulang, vitamin D juga

mempunyai peranan penting dalam berbagai sistem, termasuk otot, vaskuler,

reproduksi, pertumbuhan dan diferensiasi sel, keganasan dan sistem imun.

Defisiensi vitamin D berdampak buruk secara biologis, seperti gangguan pada

metabolisme tulang. Berdasarkan beberapa penelitian, defisiensi vitamin D

memiliki peranandalam meningkatkan risiko terjadinya kanker, seperti kanker

kolorektal, prostat, dan payudara. Defisiensi vitamin D juga menyebabkan

meningkatkan resistensi insulin dan menurunkan produksi insulin, meningkatkan

tekanan darah, dan mengganggu produksi serotonin yang berperan dalam

timbulnya skizofrenia, serta mengganggu sistem imun pada infeksi TB serta

autoimun.

Penelitian di hampir seluruh dunia menunjukkan bahwa kadar vitamin D di

hampir semua rentang populasi berada dalam batas yang rendah. Penelitian di

Indonesia dan Malaysia menunjukkan pada 504 wanita usia subur berusia 18-40
2

tahun bahwa rata-rata kadar vitamin D yaitu 48 nmol/L dengan prevalensi

defisiensi sebesar 63 %. Data dari penelitian Nuraida di Bandung tahun 2013

didapatkan bahwa baik pada orang yang sehat maupun penderita TB mengalami

defisiensi vitamin D.

Defisiensi vitamin D dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain

kurangnya paparan sinar matahari, kurangnya asupan nutrisi vitamin D, dan

penyakit-penyakit lainnya yang menyebabkan gangguan pada metabolisme

vitamin D. Sumber vitamin D utama didapatkan dari paparan sinar matahari.

Vitamin D didapatkan juga dari asupan nutrisi dalam jumlah kecil. Indonesia

merupakan salah satu negara tropis yang hampir sepanjang tahun mendapat sinar

matahari, tetapi terdapat kekurangan paparan sinar matahari di masyarakat

Indonesia yang menyebabkan defisiensi vitamin D. Oleh karena itu, asupan nutrisi

yang tinggi vitamin D merupakan hal yang penting untuk memenuhi kebutuhan

vitamin D sehari-hari dan mencegah defisiensi vitamin D.

Faktor demografi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

asupan nutrisi dan paparan sinar matahari. Berdasarkan beberapa penelitian,

terdapat perbedaan asupan nutrisi dan paparan sinar matahari antara populasi rural

dengan urban. Perbedaan aktivitas, pekerjaan, jenis makanan yang dikonsumi, dan

kondisi sosioekonomi antara populasi urban dan rural mempengaruhi kecukupan

asupan nutrisi vitamin D dan paparan sinar matahari.

Tidak terdapat data yang adekuat mengenai asupan nutrisi vitamin D di

Indonesia. Salah satu metode yang mudah digunakan untuk mengetahui

kecukupan asupan nutrisi berkaitan dengan vitamin D adalah dengan


3

menggunakan kuesioner. Belum ada kuesioner mengenai asupan nutrisi vitamin D

yang sudah tervalidasi di Indonesia.

Kuesioner merupakan serangkaian pertanyaan yang disusun sebagai alat

mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu permasalahandari kelompok

tertentu. Kuesioner harus memiliki tujuan yang jelas dan berhubungan dengan

tujuan penelitian. Kuesioner terstruktur merupakan bentuk penelitian kuantitatif

yang paling sering digunakan untuk penelitian kesehatan dan sosial. Kuesioner

sebagai instrumen penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas yang baik

sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner tersebut.

Uji validitas kuesioner penelitian adalah prosedur untuk menilai kuesioner

yang akan dipakai apakah dapat mengukur variabel penelitian dengan valid atau

tidak. Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

instrumen atau alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas dapat diuji

berdasarkan teori dan empiris. Uji berdasarkan teori untuk menilai relevansi isi

kuesioner terhadap teori dapat dilakukan dengan face validity atau content validity

walaupun kelemahan dari kedua uji ini bersifat subjektif. Sedangkan uji

berdasarkan empiris untuk membandingkan isi kueioner dengan suatu kriteria

spesifik atau instrumen pengukuran lain yang dapat dilakukan dengan validitas

kriteria dan validitas konstruk.

Reliabilitas adalah konsistensi suatu kuesioner, tes, atau alat ukur dalam

menghasilkan skor atau hasil yang relatif stabil setelah digunakan berulang.

Reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas.

Reliabilitias dapat dipengaruhi oleh perbedaan antar peneliti, instrumen yang

digunakan, atau atribut yang diukur.


4

Berdasarkan latar belakang tersebut maka disusunlah tema sentral penelitian

sebagai berikut:

Defisiensi vitamin D pada sebagian besar populasi di Indonesia menyebabkan


berbagai penyakit, seperti infeksi tuberkulosis, osteoporosis, kanker, hipertensi,
diabetes melitus dan autoimun.Sumber vitamin D utama didapatkan dari paparan
sinar matahari, sehingga kekurangan paparan sinar matahari di masyarakat
Indonesia akan berpengaruh pada kecukupan vitamin D didalam tubuh. Dengan
demikian asupan nutrisi yang tinggi vitamin D menjadi penting untuk mencegah
defisiensi vitamin D. Sampai saat ini, data mengenai asupan nutrisi vitamin D di
Indonesia tidak adekuat dan belum ada suatu alat atau metode untuk megetahui
kecukupan asupan nutrisi vitamin D yang mudah digunakan, padahal kecukupan
asupan vit D akan menjadi data dasar untuk menanggulangi dan mengatasi
kekurangan vit D. Kuesioner merupakan salah satu sarana untuk menggali
kecukupan asupan nutrisi vitamin D sebagai data dasar untuk mengetahui status
nutrisi vitamin D pada populasi rural dan urban. Kuesioner sebagai instrumen
penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas sehingga akurat dan konsisten.
Uji validitas dilakukan untuk menilai apakah pertanyaan pada kuesioner dapat
menggambarkan tujuan penelitian. Uji validitas dapat berdasarkan teori dan
empiris. Uji berdasarkan teori dilakukan untuk menilai kelayakan atau relevansi
isi kuesioner terhadap teori. sedangkan uji berdasarkan empiris dilakukan untuk
membandingkan isi kuesioner terhadap suatu kriteria spesifik yang ditetapkan
sebagai baku emas. Faktor yang berkaitan dengan uji validitas berdasarkan teori
adalah hal-hal yang mempengaruhi asupan nutrisis vitamin D yaitu faktor
individu seperti usia, indeks massa tubuh, dan penyakit kronis, faktor lingkungan
seperti demografi dan sosioekonomi,serta faktor paparan meliputi jenis makanan
yang dikonsumsi. Sedangkan uji validitas berdasarkan empiris adalah gabungan
antara teori dan pemeriksaan baku emas yaitu kadar vitamin D. Untuk menguji
konsistensi suatu pertanyaan maka dilakukan uji reliabilitas yaitu dengan
melakukan pengulangan kuesioner dalam kurun waktu 7 hari. Semua pertanyaan
kuesioner harus mudah ditanyakan, mudah dijawab, dan mudah diproses.I
nstrumen berupa kuesioner berbasis ilmu pengetahuan yang valid dan reliabel
5

dapat menggambarkan kecukupan asupan nutrisi vitamin D dan diharapkan dapat


menjadi acuan edukasi dan evaluasi.

Dengan demikian perlu dibuat perangkat berupa kuesioner yang berbasis ilmu

pengetahuan yang valid dan reliabel untuk menilai kecukupan paparan sinar

matahari dan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga menjadi

acuan edukasi dan evaluasi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana menyusun kuesioner dengan validitas dan reliabilitas yang baik

mengenai kecukupan dan faktor faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi

vitamin D?

1.3 Tujuan Penelitian

Membuat kuesioner dengan validitas dan reliabilitas yang baik mengenai

kecukupan dan faktor faktor yang mempengaruhi asupan nutrisi vitamin D.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

1) Memperoleh data mengenai kecukupan dan faktor faktor yang mempengaruhi

asupan nutrisi vitamin D.


6

2) Sebagai dasar penelitian lanjutan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor

yang mempengaruhi kecukupan asupan nutrisi vitamin D dengan kadar vitamin D

di masyarakat.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Dapat menggunakan kuesioner sebagai bahan dasar edukasi ke masyarakat

untuk memanfaatkan asupan nutrisi vitamin D secara optimal.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Vitamin D (Kalsiferol)

Vitamin D adalah suatu molekul larut lemak yang bersifat secosteroid (mirip

steroid) dengan metabolit aktif yaitu 1,25-dihidroksi vitamin D (1,25(OH)2D)

yang memiliki aktifitas hormon pada manusia. Kebanyakan sel dan jaringan

dalam tubuh memiliki reseptor vitamin D (VDR) yang menstimulasi transkripsi

nuklear berbagai gen untuk menjalankan fungsi sel. Selain mempunyai peranan

yang krusial dalam metabolisme kalsium dan hemostasis tulang, vitamin D juga

mempunyai peranan penting dalam berbagai sistem, termasuk otot, vaskuler,

reproduksi, pertumbuhan dan diferensiasi sel, keganasan dan sistem imun.

2.1.1.1Sumber dan Metabolisme Vitamin D

Di dalam tubuh vitamin D didapatkan dalam bentuk vitamin D endogen

(vitamin D3) dan eksogen (vitamin D2). Kedua bentuk tersebut untuk menjadi

vitamin D yang aktif memerlukan metabolisme lebih lanjut. Vitamin D larut

dalam lemak, dan oleh sebab itu untuk dapat ditransportasi dalam darah

membutuhkan vitamin D-binding protein yang spesifik.

Pembentukan dari vitamin D dimulai dari provitamin D yang diubah menjadi

previtamin D di kulit dengan bantuan paparan terhadap radiasi sinar ultraviolet B

(panjang gelombang 290 315 nm), yang akan terisomerisasi dan diubah menjadi
8

vitamin D3. vitamin D3 akan dibawa oleh darah menuju hati dimana akan

dikonversi menjadi 25-hydroxyvitamin D (25(OH)D).

Kelebihan provitamin D3 atau vitamin D akan dihancurkan oleh sinar matahari

sehingga paparan sinar matahari yang berlebihan tidak akan menyebabkan

intoksikasi vitamin D. Dengan paparan sinar matahari yang cukup suplementasi

vitamin tidak diperlukan. Ketika tubuh terpapar sinar matahari yang cukup kadar

vitamin D di dalam darah meningkat setara dengan mengkonsumsi vitamin D

10.000 25.000 IU peroral. Suplementasi vitamin D diperlukan apabila paparan

sinar matahari tidak cukup. Produksi vitamin D3 yang berlebihan akibat paparan

sinar matahari yang terus menerus dapat dicegah dengan siomerisasi fotokimiawi

provitamin D3 dan vitamin D3 menjadi produk yang secara biologis inert.

Vitamin D dari diet dan hasil konversi dari prekursor di kulit dengan bantunan

radiasi matahari akan diaktivasi metabolik di hati dan ginjal. Di dalam hati,

cholecalcitriol oleh enzim hidrolase (mitokondria dan mikrosom) diubah menjadi

25-hydroxyvitamin D (25-(OH)D, bentuk utama fat storage vitamin D. Oleh

sebab itu, 25-hydroxyvitamin D merupakan ukuran terbaik status vitamin D.

Kadar normal berkisar antara 1550 ng/dl (25125 mmol/ml). Di tubulus

proksimal ginjal, 25-hydroxyvitamin D mengalami hidroksilasi oleh enzim 1-

hydroxylase menjadi 1,25 hydroxyvitamin D (1,25 dihydrocholecalciferol).

Hidroksilasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kadar hormon paratiroid,

fosfor, kalsium, dan 1,25 dihydrocholecalciferol dalam darah. Enzim 1-

hydroxylase juga dibentuk di plasenta dan keratinosit.


9

Ginjal juga dapat mengkonversi 25-dihydroxyvitamin D menjadi 24,25-

dihydroxyvitamin D. Walaupun di sirkulasi metabolit tersebut kadarnya 100 kali

lebih tinggi dibandingkan dengan kadar 1,25 dihydroxyvitamin, peran biologisnya

sampai saat ini masih belum jelas. Berbagai studi menunjukan bahwa metabolit

tersebut merupakan produk degradasi yang tidak mempunyai efek biologis.

Vitamin D dan metabolitnya di nonaktifkan di hati dengan cara konjugasi dengan

golongan glukoronid dan sulfat serta oksidasi.

Pengaturan produksi dan kadar 1,25(OH)2D3 oleh jaringan non ginjal berbeda-

beda. Ketika makrofag diaktivasi melalui toll like receptors (TLRs) yang spesifik,

CYP27B1 akan diinduksi. Didalam makrofag produksi 1,25(OH)2D3 lebih banyak

diatur oleh ketersediaan substrat. PTH dan FGF23 tidak mengatur CYP27B1

dalam makrofag kemungkinan karena kurangnya reseptor cognate. Lebih jauh

lagi, makrofag akan mengekspresikan alternatif nonfungsional bentuk CYP24

dalam sitoplasma yang potensial mempengaruhi akses substrat ke dalam

mitokondria sehingga menurunkan katabolisme 25(OH)D3 dan 1,25(OH)2D3 dari

dalam sel, baik TNF dan interferon (IFN) menstimulasi produksi 1,25

(OH)2D3 yang menunjukkan makrofag menggunakan 1,25(OH)2D3 untuk

mekanisme pertahanan inang.


10

Gambar 2.1 Sintesis dan metabolisme vitamin D


Dikutip dari: Holick MF

2.1.1.2 Epidemiologi

Penelitian di hampir seluruh dunia menunjukkan bahwa kadar vitamin D di

hampir semua rentang populasi dalam batas yang rendah. Kadar vitamin D yang
11

sangat rendah didapatkan pada populasi dengan kulit yang sangat gelap. Ini

menunjukkan bahwa asupan vitamin D baik dari paparan sinar matahari ataupun

asupan makanan tidak mencukupi.

Di Indonesia sendiri jarang dilakukan penelitian tentang prevalensi defisiensi

vitamin D, padahal merupakan salah satu negara tropis yang hampir sepanjang

satu mendapat sinar matahari. Penelitian di Indonesia dan Malaysia menunjukkan

pada 504 wanita usia subur berusia 18-40 tahun bahwa rata-rata kadar vitamin D

yaitu 48 nmol/L dengan prevalensi defisiensi sebesar 63 %.

Berdasarkan data dari South East Asian Nutrition Surveys (SEANUTS) tahun

2016 di negara-negara Asia Tenggara pada anak usia 0.5 12 tahun, di Indonesia

sebesar 45.4 % anak perempuan dan 41.7% anak laki-laki di daerah urban

memiliki kadar vitamin D yang rendah. Kadar vitamin D yang rendah juga

ditemukan pada 66.9% anak perempuan dan 31.8% anak laki-laki di daerah rural.

Hanya 5.7% anak perempuan dan 8.8% anak laki-laki di daerah urban yang

memiliki kadar vitamin D yang adekuat, sedangkan di daerah rural kadar vitamin

D yang adekuat hanya didapatkan 3.3% anak perempuan dan 5.0% anak laki-laki.

Dari data penelitian tersebut didapatkan bahwa di pulau Jawa kadar vitamin D

rata-rata pada anak sebesar 49.3 nmol/L.

2.1.1.3 Manfaat Vitamin D dalam Sistem Imun

Vitamin D memiliki berbagai peranan dan fungsi dalam tubuh antara lain

dalam metabolisme tulang dan kalsium dan respon sistem imunitas. Vitamin D

juga memiliki peranan dalam berbagai penyakit kronis atau infeksi seperti,

penyakit autoimun, kanker, gagal jantung kongestif, diabetes mellitus, hipertensi,


12

sindroma metabolik, dan tuberkulosis.Vitamin D dan metabolit aktifnya diketahui

memiliki peranan dalam respon imun dengan adanya 3 penemuan:

1) Adanya reseptor vitamin D di sel inflamasi yang aktif

2) Kemampuan 1,25(OH)2D dalam menghambat proliferasi sel T

3) Kemampuan makrofag menghasilkan 1,25(OH)

Gambar 2.2 Metabolisme 25(OH)D3 menjadi 1,25(OH)2D3 dan peranannya


pada jaringan nonskeletal
Dikutip dari: Holick MF

Vitamin D memiliki peranan penting pada imunitas bawaan maupun didapat yang

akhirnya akan memberikan dampak klinis apabila terjadi defisiensi vitamin D.

2.1.1.3.1 Imunitas Didapat (adaptive immunity)


13

Imunitas didapat meliputi kemampuan limfosit T dan limfosit B untuk

menghasilkan sitokin dan imunoglobulin dalam respon terhadap antigen yang

dipresentasikan oleh makrofag dan sel dendritik. Vitamin D secara umum akan

menghambat sistem imunitas didapat, dimana 1,25(OH)2D akan menekan

proliferasi dan produksi dari imunoglobulin serta menghambat diferensiasi sel B

menjadi sel plasma. Selain itu, 1,25(OH)2D akan menghambat proliferasi sel T

khususnya T helper-1 (Th-1) yang berfungsi menghasilkan IFN dan IL-2 juga

aktivasi makrofag. Aksi-aksi ini akan menghambat presentasi antigen lebih lanjut.

Sebaliknya produksi dari IL-4-IL-5, dan IL-10 akan meningkat dan

mempertahankan keseimbangan Th-2. Sedangkan efek 1,25(OH)2D yang

menghambat Th-17 baru diketahui akhir-akhir ini yang berperan dalam penyakit

autoimun. Kemampuan dari 1,25(OH)2D dalam menghambat sistem imun adaptif

sepertinya menguntungkan pada beberapa kondisi seperti penyakit autoimun.

Beberapa model eksperimen seperti artritis inflamasi, diabetes autoimun,

eksperimental ensefalitis alergi (suatu model multiple sklerosis) dan inflammatory

bowel disease, pemberian 1,25(OH)2D3 dapat mencegah atau mengobati proses

penyakit.
14

Gambar 2.3 Peranan vitamin D pada sistem imun didapat

Dikutip dari: Bikle dkk

2.1.1.3.2 Imunitas Bawaan (innate immunity)

Imunitas bawaan meliputi aktivasi dari toll-like receptors (TLRs) di sel

polimorfonuklear, monosit, dan makrofag, serta di sel-sel epitel termasuk

epidermis, gingiva, usus, vagina, kandung kemih, dan paru-paru. TLRs

merupakan reseptor yang mengenali patogen transmembran yang berinteraksi

dengan agen infeksius yang memicu sistem imun bawaan dari inang. Aktivasi

TLRs ini akan menginduksi peptida antimikrobial yang akan membunuh

organisme. Salah satu peptida tersebut adalah katelisidin. Ekspresi katelisidin ini

diinduksi oleh 1,25(OH)2D3 baik di dalam sel myeloid ataupun di sel epitel.

Sehingga kurangnya vitamin D akan mengurangi kemampuan sel untuk

memproduksi katelisidin. Peran vitamin D ini sangat penting untuk meningkatkan

potensi monosit membunuh mikobakteria. Monosit ini apabila diaktivasi oleh

lipopeptida dari mikobakteria akan mengekspresikan CYP27B1, menghasilkan

1,25(OH)2D dari 25OHD yang ada, dan akhirnya akan menghasilkan


15

katelisidin.Kurangnya substrat (25OHD3), VDR atau CYP27B1 akan mengurangi

kemampuan respon sel untuk memproduksi katelisidin.

Gambar 2.4 Peranan vitamin D pada sistem imun bawaan

Dikutip dari: Bikle dkk

2.1.1.4 Kadar optimal dan pengukuran

Status vitamin D ditentukan dengan mengukur serum 25(OH)D3. Kadar

25(OH)D3 normal adalah 3060 ng/mL (75150 nmol/L). Kadar vitamin D dalam

darah sebesar 2129 ng/mL (5272 nmol/L) dapat digunakan untuk

mengindikasikan insufisiensi vitamin D dan kadar di bawah 20 ng/mL (50

nmol/L) dikategorikan defisiensi vitamin D. Intoksikasi vitamin D ditemukan

ketika konsentrasi serum 25(OH)D3 lebih dari 150 ng/mL (375 nmol/L).

Pemeriksaan serum 25(OH)D3 merupakan satu-satunya cara untuk

mendiagnosis defisiensi vitamin D. Konsentrasi serum 1,25(OH)2D3 tidak

berperan dalam proses diagnosis defisensi vitamin D. Ginjal mengontrol

konsentrasi 1,25(OH)2D3 secara ketat, sehingga konsentrasinya dapat normal atau

bahkan meningkat saat terjadi defisiensi vitamin D.


16

Kebutuhan vitamin D adalah 200400 IU/hari (510 g/hari). Penambahan

100 IU vitamin D3 mampu menghasilkan peningkatan rata-rata hingga 1 ng/mL

dalam darah. Rekomendasi asupan vitamin D berdasarkan pada Dietary Reference

Intake (DRI) adalah 200 IU untuk balita hingga dewasa berusia 50 tahun

(termasuk wanita hamil dan menyusui), 400 IU untuk dewasa berusia 5070

tahun, dan 800 IU untuk lansia berusia di atas 70 tahun.

Kadar vitamin D dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Etnis

Jumlah melanin yang tinggi mengurangi sintesis vitamin D seperti pada

etnis Afrika-Amerika. Penelitian Zargar,dkk pada etnis India menunjukkan

adanya defisiensi vitamin D pada 83% subjek penelitian (<50 nmol/L).

2. Indeks massa tubuh

Individu yang memiliki kelebihan berat badan memiliki kemampuan

sintesis vitamin D yang lebih rendah. Pada awalnya diduga pada pasien

obesitas luas permukaan tubuh menjadi lebih besar sehingga sintesis

vitamin D pun akan lebih tinggi. Tetapi penelitian Wortsman dkk

membuktikan pada subjek penelitian dengan obesitas menghasilkan

vitamin D 57% lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak obesitas

setelah terpapar sinar matahari. Hal ini disebabkan karena lemak subkutan

yang berperan dalam penyimpanan vitamin D, lebih banyak menyita

vitamin D yang disintesis di kulit.

3. Faktor geografis dan iklim

Pada area 37o diatas garis lintang utara dan 35o dibawah garis lintang

selatan terjadi penurunan paparan UVB selama musim dingin, sehingga


17

terjadi peningkatan risiko defisiensi vitamin D. Puncak kadar vitamin D

biasanya terjadi pada akhir musim panas, dan titik nadir terjadi pada awal

musim semi.

4. Usia

Populasi geriatri venderung memiliki kulit yang lebih tipis, sehingga

mempengaruhi sintesis dari vitamin D. Terdapat beberapa faktor yang

menjadi penyebab utama defisiensi vitamin D pada orangtua, yaitu

rendahnya konsumsi susu, kurangnya aktivitas luar ruangan, menurunnya

kapasitas kulit untuk menghasilkan vitamin D, dan penggunaan tabir surya

atau pakaian yang mencegah terbentuknya vitamin D. Perbedaan

konsentrasi vitamin D pada populasi muda dan orangtua setelah terpapar

sinar matahari terlihat pada gambar.

5. Obat-obatan

Beberapa obat dapat mempengaruhi kadar vitamin D. Kortiksteroid, anti

konvulsan, dan orlistat dapat mempengaruhi penyerapan kalsium yang

akan mengganggu metabolisme vitamin D sehingga mengurangi kadar

vitamin D dalam darah. Sedangkan diuretik golongan thiazid dapat

meningkatkan kadar vitamin D.

2.1.1.5 Defisiensi Vitamin D

2.1.1.5.1 Penyebab Defisiensi Vitamin D

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab defisiensi vitamin D, diantaranya

adalah:

1) Kurang asupan
18

Populasi yang paling berisiko untuk terjadi defisiensi vitamin D adalah bayi,

anak-anak, dan usia lanjut karena asupan vitamin D yang kurang. Kadar vitamin

D pada air susu ibu rendah dan kebanyakan susu formula bayi tidak mengandung

vitamin D. Sedangkan pada usia lanjut biasanya disebabkan karena kurangnya

asupan makanan yang kaya akan vitamin D, ditambah dengan daya absorpsinya

yang menurun.

2) Kurangnya paparan sinar matahari

Populasi dewasa yang sedikit terpapar sinar matahari meningkatkan risiko

defisiensi vitamin D, terutama apabila warna kulitnya gelap. Bertambahnya usia

pun akan menyebabkan daya sintesis dan penyimpanan vitamin D di kulit menjadi

berkurang.

3) Penyakit atau tindakan bedah yang menurunkan absorpsi lemak

Beberapa penyakit dapat menyebabkan menurunnya kemampuan tubuh dalam

menyerap vitamin D melalui usus, diantaranya adalah celiac disease, penyakit

Crohn, dan kistik fibrosis. Tindakan pembedahan yang mengangkat atau

melakukan bypass pada lambung dan usus juga dapat menyebabkan menurunnya

penyerapan vitamin D.

4) Penyakit hati dan ginjal

Hati dan ginjal memiliki enzim yang berguna untuk merubah vitamin D yang

sudah disintesis di kulit dan diserap di usus menjadi bentuk yang aktif. Populasi
19

dengan penyakit ginjal kronis dan penyakit hati kronis berisiko memiliki kadar

vitamin D aktif yang lebih rendah karena enzimnya berkurang.

2.1.1.5.2 Komplikasi Defisiensi Vitamin D

Reseptor dari vitamin D terdapat di dalam berbagai organ di tubuh kita, sehingga

kekurangan vitamin D akan menyebabkan efek buruk secara biologis, walaupun

saat ini yang terbukti secara nyata adalah terdapat gangguan di tulang. Dimana

apabila terjadi defisiensi vitamin D, maka akan terjadi penurunan efisiensi

penyerapan kalsium di usus. Kadar kalsium yang rendah menyebabkan

peningkatan hormon paratiroid yang akan meningkatkan penyerapan kembali

kalsium di ginjal, juga mobilisasi dari penyimpanan kalsium di tulang yang dapat

menyebabkan osteopenia dan osteoporosis.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar kurang lebih 200 gen

diatur baik secara langsung atau tidak langsung oleh 1.25(OH)D melalui reseptor

vitamin D. Sebagian besar jaringan dan sel di tubuh kita memiliki kemampuan

untuk mengekspresikan enzim 25-hydroxyvitamin D-1-hydroxylase, diantaranya

adalah kulit, kolon, prostat, dan makrofag yang teraktivasi. Zat 1.25(OH)D ini

juga merupakan regulator yang berperan dalam proliferasi, diferensiasi, serta

imunomodulator di tubuh kita, sehingga defisiensi vitamin D dianggap berperan

dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker, terutama kanker kolorektal, prostat,

dan payudara. Penelitian Kanaan dkk menunjukkan paparan sinar matahari lebih

dini dapat menurunkan risiko terkena kanker prostat yang berhubungan dengan

peningkatan kadar vitamin D3.


20

Selain itu defisiensi vitamin D dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah,

meningkatkan risiko resistensi insulin dan menurunkan produksi insulin,

gangguan produksi serotonin yang berperan dalam skizofrenia, serta dalam sistem

imun terutama pada makrofag yang teraktivasi pada infeksi TB serta autoimun.

2.1.2 Vitamin D dan Nutrisi

Matahari merupakan sumber vitamin D terbaik. Sekitar 80% vitamin D

yang berasal dari sinar matahari. Hanya sedikit makanan yang mengandung

vitamin D. Beberapa jenis makanan tertentu seperti ikan dengan kadar lemak yang

tinggi seperti salmon, tuna, makerel, dan minyak hati ikan mengandung kadar

vitamin D yang tinggi. Sebagian kecil vitamin D juga didapatkan dalam hati,

daging, keju, kuning telur, dan jamur. Vitamin D diserap oleh usus dari makanan

dalam bentuk vitamin D2 atau vitamin D3.

Sumber makanan yang mengandung vitamin D antara lain:

1. Suplemen minyak ikan mengandung vitamin D yang tinggi.

2. Ikan yang mengandung kadar lemak tinggi seperti, salmon, tuna

3. Susu sapi mengandung sekitar 100 IU vitamin D.

4. Kebanyakan produk sereal siap makan yang beredar di pasaran sudah

difortifikasi dengan vitamin D.

5. Telur (terutama kuning telur) mengandung vitamin D sebanyak 21

IU

6. Jamur (yang diekspos dengan sinar ultraviolet B selama beberapa

jam).

7. Udang mengandung 129 IU vitamin D.


21

Tabel 2.1 Rekomendasi asupan Vitamin D

Umur Pria Wanita Hamil Menyusui

012 bulan* 400 IU 400 IU


(10 mcg) (10 mcg)

113 tahun 600 IU 600 IU


(15 mcg) (15 mcg)

1418 tahun 600 IU 600 IU 600 IU 600 IU


(15 mcg) (15 mcg) (15 mcg) (15 mcg)

1950 tahun 600 IU 600 IU 600 IU 600 IU


(15 mcg) (15 mcg) (15 mcg) (15 mcg)

5170 tahun 600 IU 600 IU


(15 mcg) (15 mcg)

>70 tahun 800 IU 800 IU


(20 mcg) (20 mcg)

Tabel 2.2 Sumber Makanan dan Kandungan Vitamin D

JENIS MAKANAN IUS PER SAJI*

Cod liver oil (1 sdm) 1,360


Ikan Swordfish (85 gram) 566
Salmon (85 gram) 447
Tuna (85 gram) 154
Susu 115-124
Yogurt 80
Margarine (1 sdm) 60
Ikan sardin 46
22

Daging dan hati (85 gram) 42


Telur 41
Sereal 40
Keju 6

2.1.3 Kuesioner
Kuesioner merupakan serangkaian pertanyaan yang disusun sebagai alat

mengumpulkan data dan informasi mengenai suatu permasalahan. Kuesioner

harus memiliki tujuan yang jelas dan berhubungan dengan tujuan penelitian.

Kuesioner terstruktur merupakan bentuk penelitian kuantitatif yang paling sering

digunakan untuk penelitian kesehatan dan sosial. Kuesioner dapat menjadi teknik

pengumpulan informasi yang memungkinkan peneliti mempelajari sikap-sikap,

keyakinan, perilaku, dan karakteristik populasi tertentu dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya.

2.1.3.1 Proses Pembuatan dan Pengambangan Kuesioner

Proses pembuatan dan pengembangan kuesioner terdiri dari 6 tahap yang

berkesinambungan (Gambar 2.

Gambar 2.4 Peranan vitamin D pada sistem imun bawaan

Dikutip dari: Bikle dkk


23

1) Konseptualisasi dan rancangan penelitian

2) Rancangan kuesioner

3) Uji kuesioner

4) Revisi kuesioner

5) Pemgumpuan data

6) Pemantauan dan evaluasi proses

Kuesioner sebagai instrumen penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas

yang baik sehingga perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap

kuesioner tersebut.

2.1.3.1 Uji Validitas

Uji validitas kuesioner penelitian adalah prosedur untuk menilai kuesioner

yang akan dipakai apakah dapat mengukur variabel penelitian dengan valid atau

tidak. Validitas menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

instrumen atau alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Instrumen yang valid

berarti instrumen tersebut dapat mengukur variabel yang hendak diukur.

Penggunaan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data

diharapkan dapat menghasilkan penelitian yang valid dan reliabel. Instrumen yang

valid dan reliabel merupakan syarat untuk mendapatkan hasil penelitian yang

baik. Beberapa faktor dapat mempengaruhi hasil penelitian walaupun instrumen

yang digunakan valid dan dan reliabel, seperti kondisi subjek yang diteliti dan

kemampuan orang yang menggunakan instrumen.


24

Validitas suatu kuesioner dapat diuji berdasarkan teori dan empiris. Uji validitas

berdasarkan teori menilai kelayakan atau relevansi isi kuesioner terhadap teori.

Terdapat 2 subtipe uji validitas berdasarkan teori, yaitu face validity dan content

validity (validitas isi).

1. Face validity

Face validity merupakan validitas yang diperoleh dari pengujian kelayakan isi

kuesioner melalui penilaian oleh tim ahli. Suatu instrumen dikatakan memiliki

validitas apabila kriteria yang ada dalam instrumen tersebut sesuai dengan

konsep atau teori yang menjadi pertanyaan penelitian. Face

validitymerupakaan bentuk uji validitas yang paling sering digunakan.

Kelemahan dari uji validitas ini adalah sangat sederhana dan tingginya

subjektivitas.

2. Validitas isi

Validitas isi merupakan validitas yang diperoleh dari pengujian kelayakan

atau relevansi isi kuesioner melalui analisis rasional oleh tim yang

berkompeten atau melalui penilaian para ahli. Kuesioner akan dinilai oleh tim

ahli berdasarkan kejelasan bahasa dan isi, serta kelengkapannya. Penilaian

dilakukan dengan menggunakan sistem peringkat atau rating. Tim ahli

kemudian akan menyepakati isi kuesioner yang dapat dimuat ke dalam

kuesioner. Suatu instrumen dikatakan memiliki validitas isi apabila kriteria

yang ada dalam instrumen tersebut secara rasional telah mencerminkan apa

yang diukur. Penilaian dapat berupa pilihan dikotomis seperti sesuai (dengan

skor +1) atau tidak sesuai (dengan skor 0), atau dengan menggunakan skala

atau peringkat seperti skala Likert, item rating, dan scale level rating.
25

Validitas dinilai dengan menggunakan content validity index (CVI) atau

indeks validitas isi. Indeks validitas isi terbagi menjadi 2, item-rated content

validity index (I-CVI) dan scale-rated content validity index (S-CVI).S-CVI

dikalkulasikan dari I-CVI. S-CVI adalah derajat atau skala kesepakatan antara

para ahli yang menilai kelayakan kuesioner. Sangoseni et al mengusulkan

derajat S-CVI signifikan untuk inklusi pertanyaan ke dalam kuesioner adalah

0.78. Validitas kejelasan dan kemudahan bahasa (readability) dapat dinilai

dengan Indeks Fog, Flesch Reading Ease, dan formula Flesch-Kincaid.

Kelemahan uji validitas isi adalah sifatnya yang bersifat subjektif. Formatted: Font color: Auto

Uji validitas empiris terdiri dari 2 subtipe validitas kriteria (criterion-related

validity) dan validitas konstruk (construct validity).

1. Criterion-related validity (Validitas kriteria)

Pada validitas kriteria, isi kuesioner diuji dengan dibandingkan terhadap suatu

kriteria spesifik atau suatu instrumen pengukuran lain. Validitas diperoleh

dengan cara mengorelasikan kuesioner baru dengan tolak ukur eksternal yang

sudah valid. Kelemahan dari uji validitas ini adalah ketersediaan instrumen

atau kriteria yang digunakan sebagai penguji. Terdapat 2 varian dari uji

validitas kriteria:

a. Konkuren

Uji validitas kriteria konkuren menilai kelayakan kuesioner dengan standar

baku emas (gold standard) yang ada dan diukur pada saat yang bersamaan

dengan kuesioner. Validitas konkuren menguji kemampuan kuesioner

untuk memprediksi hasil kuesioner pada saat pengambulan data.


26

b. Prediktif

Validitas prediktif menguji kemampuan kuesioner dalam memprediksi

atau mengukur kejadian atau hasil keluaran yang akan datang. Validitas

prediktif dinilai dengan menggunakan koefisien korelasi.

2. Construct validity (validitas konstruk)

Validitas konstrukadalah validitas yang menunjukkan sejauhmana hasil tes

mampu mengungkapkan ciri atau konsep teoritik yang hendak diukurnya.

Validitas konstruk bertujuan untuk mengetahui apakah suatu pernyataan

merupakan pernyataan yang valid untuk mewakili suatu parameter. Validitas

didasarkan pada nilai keofisien korelasi antara suatu pernyataan dengan nilai

total tanpa mengikutsertakan pernyataan tersebut. Validitas konstruk tidak

memiliki kriteria sebagai pembanding. Validitas konstruk merupakan uji

validitas yang tersulit, tetapi memberikan hasil yang paling bermakna.

Terdapat 4 tipe validitas konstruk, antara lain:

a. Validitas konvergen (Convergent validity)

Pada validitas konvergen, terdapat 2 metode uji, yaitu kuesioner dan

metode uji lainnya yang digunakan untuk mengukur hal yang sama. Hasil

dari kuesioner dan metode uji lain tersebut dibandingkan untuk melihat

hasil yang didapatkan.

b. Validitas diskriminan atau divergen (Discriminant/Divergent validity)

Validitas diskriminan menilai kelayakan kuesioner dengan

membandingkan kuesioner tersebut dengan metode lain yang mengukur

hal atau konsep yang berbeda. Kuesioner dinilai baik jika terdapat sedikit

atau tidak ada hubungan antara hasil kuesioner dengan metode


27

pembanding. Dalam penelitian sosial dan ilmu kesehatan, validitas

konvergen dan validitas diskriminan dinilai secarabersamaan. Apabila

validitas konvergen dan validitas diskriminan baik, maka kusioner

dikatakan memiliki validitas konstruk yang baik.

c. Validitas dari kelompok yang sudah diketahui (Known-group validity)

Validitas kuesioner diuji dengan membandingkan antara kelompok

populasi yang telah diketahui memiliki karakteristik tertentu dengan

kelompok yang belum diketahui karakteristiknya. Uji ini juga dapat

digunakan untuk kelompok dengan karakteristik yang telah diektahui

tetapi derajatnya berbeda. Validitas kuesioner dinilai dari kemampuan

kuesioner dalam membedakan dua kelompok dengan karakteristik yang

berbeda.

d. Validitas faktorial (Factorial validity)

Validitas faktorial merupakan perluasan empiris dari validitas isi (content

validity). Uji validitas ini mengukur kelayakan isi dan kostruksi kuesioner

dengan menggunakan model statistik yang disebut analisa faktor. Uji ini

biasanya digunakan apabila kuesioner memiliki beberapa subbagian yang

mengukur hal yang berbeda. Dalam analisa validitas faktor, suatu

kuesioner dinilai baik apabila hubungan internal isi dalam suatu subbagian

lebih tinggi daripada hubungan antar subbagian yang berbeda.

e. Validitas uji hipotesis (Hypothesis-testing validity)

Kuesioner diuji kelayakannya dengan menggunakan suatu bentuk

hipotesis dari teori yang ada. Kuesioner dinilai baik jika terdapat korelasi

antara hasil kuesioner dengan hipotesis berdasarkan teori.


28

Dalam penelitian sosial dan ilmu kesehatan, peneliti biasanya menggunakan

kombinasi lebih dari satu uji validitas untuk mengukur suatu kuesioner.

Kombinasi beberapa uji validitas akan meningkatkan kelayakan kuesioner

tersebut.

2.1.3.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah konsistensi suatu kuesioner, tes, atau alat ukur dalam

menghasilkan skor atau hasil yangrelatif stabil setelah digunakan berulang.

Reliabilitas ditunjukan oleh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas.

Reliabilitias dapat dipengaruhi oleh perbedaan antar peneliti, instrumen yang

digunakan, atau atribut yang diukur. Terdapat tiga aspek reliabilitas yaitu

ekuivalen, stabilitas, dan konsistensi internal (homogenitas). Reliabilitas kuesiner

umumnya dinilai melalui studi pilot. Pengujian reliabilitas dapat menggunakan

tiga jenis tes reliabilitas, yaitu: test-retest reliability (stabilitas), alternate-form

reliability (ekuivalen), dan internal consistency reliability (konsistensi internal).

1. Test-retest reliability (stabilitas)

Uji reliabilitas test-retest merupakan suatu uji untuk melihat stabilitas

kuesioner. Responden yang sama diberikan kuesioner dua kali pada waktu

yang berbeda dengan kondisi dan kuesioner yang sama. Metode test-retest

merupakan metode uji reliabilitas kuesioner yang paling sering dilakukan. Uji

reliabilitas ini dilakukan berdasarkan 2 asumsi yaitu:

a. Asumsi bahwa karakteristik kuesioner tidak berubah pada periode yang

berbeda (testing effect).


29

b. Asumsi bahwa jarak antar waktu tes tidak kurang atau lebih sehingga

memori responden saat tes kedua tidak dipengaruhi memori tes pertama

(memory effect).

Test-retest reliability diukur dengan menggunakan korelasi antara skor waktu

tes pertama dan tes kedua, dengan koefisien korelasi dikatakan baik jika r

0.70. Suatu kuesioner dikatakan stabil apabila responden memberikan hasil

yang sama atau konsisten pada kedua tes. Kelemahan dari uji reliabilitas ini

adalah jika responden mengenali kuesioner dan memberikan respon sesuai

dengan memori tes sebelumnya.

2. Alternate-form reliability (ekuivalen)

Uji reliabilitas ini menggunakan dua atau lebih kuesioner berbeda yang diuji

pada waktu yang sama. Kuesioner mengukur hal yang sama tetapi

menggunakan bahasa yang berbeda atau urutan yang berbeda. Alternate-form

reliability menilai apakah kuesioner bersifat ekuivalen. Ekuivalensi kusioner

merupakan hal yang penting terutama jika kuesioner mengukur hal yang

bersifat subjektif oleh lebih dari satu responden. Kuesioner Semakin tinggi

korelasi antara kedua kusioner, maka kuesioner tersebut dinilai semakin baik.

3. Internal consistency reliability (homogenitas)

Konsistensi internal menilai kemampuan kuesioner dengan menguji butir

butir pertanyaan kuesioner dalam mengukur hal yang sama. Kelebihan dari uji

konsistensi internal adalah reliabilitas dapat langsung dinilai dengan satu kali

pengukuran tes sehingga uji ini mengurangi resiko kesalahan yang sering

didapatkan pada tes berulang. Konsistensi internal diestimasi dengan


30

menggunakan indeks teknik belah dua dari Spearman Brown, Cronbach

alpha, atau Kuder-Richardson formula 20 (KR-20).

a. Teknik belah dua dari Spearman Brown membagi kuesioner menjadi dua,

kemudian kuesioner tersebut diuji pada kelompok yang sama dan dinilai

korelasi responnya.

b. Cronbach alpha mengukur reliabilitas dengan menggunakan skala,

contohnya 1 = sangat tidak setuju sampai dengan 5 = sangat setuju.

Kalkulasi koefisien Cronbach alphamenggunakan rumus:

= n / (n 1) [1 Sum Var (Yi) / Var(X)]

n = jumlah pertanyaan

Sum Var (Yi) = jumlah variance pertanyaan

Var(X) = composite variance

c. KR-20 mengukur reliabilitas dengan menggunakan dikotomi, contoh ya

atau tidak, benar atau salah. Kalkulasi KR-20 menggunakan rumus

KR-20 = n / (n 1) [1 Sum (piqi) / Var(X)]

n = jumlah pertanyaan

Sum (piqi) = jumlah total probabilitas respon alternatif

Var(X) = composite variance

Semakin tinggi nilai reliabilitas, maka semakin baik kuesioner tersebut.

Berdasarkan konvensi oleh Nunnally dan Bernstein, reliabilitas dinilai baik jika

nilai reliabilitas 0.7. Reliabilitas kuesioner akan meningkat dengan semakin

banyaknya pertanyaan pada kuesioner. Tetapi semakin banyak pertanyaan dalam

suatu kuesioner, partisipasi responden akan semakin menurun dan responden akan

semakin sulit untuk menjawab pertanyaan dengan lengkap.


31

2.2 Kerangka Pemikiran

Vitamin D dalam bentuk yang aktif yaitu 1,25(OH)2D memiliki efek di

makrofag sebagai target utama infeksi MTB dengan meningkatkan respon

antituberkulosis.

Vitamin D diketahui berperan pada aktifasi makrofag untuk eliminasi kuman

M.tb sehingga menjadi penting dalam salah satu upaya pencegahan TB dan

menurunkan prevalensi TB. Sumber vitamin D dipengaruhi oleh paparan sinar

matahari yang mengubah provitamin D menjadi vitamin D, tetapi masyarakat

Indonesia kurang memanfaatkan sinar matahari secara optimal. Oleh karena itu

asupa nutrisi tinggi vitamin D menjadi penting untuk memenuhi kebutuhan

vitamin D.Edukasi mengenai asupan nutrisi tinggi vitamin D dapat digunakan

sebagai salah satu metode prevensi. Jatinangor merupakan salah satu kota di Jawa

Barat yang merupakan provinsi dengan angka TB tertinggi di Indonesia.

Jatinangor merupakan daerah rural urban yang berpengaruh pada status gizi dan

pola asupan nutrisi. Dengan demikian perlu dibuat perangkat kuesioner berbasis

patofisiologi ini diperlukan untuk menilai kecukupan asupan nutrisi vitamin D dan

gambaran faktor-faktor yang mempengaruhinya dan diharapkan dapat menjadi

acuan edukasi dan evaluasi sebagai salah satu upaya pencegahan TB.
32
33

BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

3.1.1 Populasi

Penelitian ini menggunakan data primer dari kusioner yang dikumpulkan dari

masyarakat di Jatinangor yang berobat atau yang mengantar pasien ke Puskesmas

di Jatinangor dan memenuhi kriteria inklusi, ekslusi, serta bersedia mengikuti

penelitian.

3.1.2 Kriteria Inklusi

Semua masyarakat Jatinangor dengan usia 14 tahun.

3.1.3 Kriteria Eksklusi

1. Subjek penelitian tidak kooperatif

2. Tidak bisa berbahasa Indonesia

3. Mepunyai kesulitan untuk pengisian kuesioner misalnya tidak ada

pemdamping yang dapat membantu pengisian kuesioner

3.2 Metode Penelitian

3.2.1 Tipe dan Rancangan Penelitian


34

Tipe dan rancangan penelitian meliputi

1. Observasi berupa data demografis yang terdapat pada kusioner

2. Metode survei dengan pendekatan potong lintang, menggunakan kuesioner

berupa format pertanyaan yang mencakup

a) Pilhan dengan satu jawaban

b) Pilihan dengan lebih dari 1 jawaban

c) Pertanyaan dengan yang memerlukan beberapa opsi penjabaran

d) Pertanyaan dengan jawaban berdasarkan urutan prioritas

3. Realibilitas dan validitas pada pertanyaan tipe (b) sampai (d).

3.2.2 Sampel Penelitian

3.2.2.1 Cara Pemilihan Sampel

Pemilihan Puskesmas di area Jatinagor berdasarkan area rural dan urban yang

dipilih dengan metode stratified random sampling. Subjek penelitian dipilih

berdasarkan urutan kedatangan penderita selama periode penelitian (consecutive

sampling from admission).

Daerah rural (pedesaan) didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai

Kepadatan penduduk rendah, kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan

sumber daya alam dengan pemukiman penduduk terkonsentrasi dalam bentuk

kluster (desa).

Daerah urban (perkotaan) didefinisikan sebagai wilayah yang mempunyai

kegiatan utama bukan pertanian dengan kawasan pemukiman yang secara fisik

ditunjukkan oleh kumpulan rumah-rumah yang mendominasi tata ruangnya dan


35

memiliki berbagai fasilitas untuk mendukung kehidupan warganya secara

mandiri, terdapat pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

3.2.2.2 Ukuran Sampel

Salah satu target dari pilot study adalah untuk mengidentifikasi permasalahan

yqang belum muncul seperti kriteria inklusi atau esklusi yang masih meragukan

atau pertanyaan/pernyataan yang dapat menimbulkan salah interpretasi pada

suatu kuesioner. Dengan memilih derajat kepercayaan, probabilitas yang mungkin

muncul pada kuesioner maka ditentukan rumus:

ln(1 )
=
ln(1 )

= Derajat kepercayaan ditentukan 95%

= Probabilitas ditentukan 5%

Jumlah n = 59 ditambah 10% sehingga menjadi 65 subjek penelitian

3.2.2.3 Cara Pengambilan Sampel

Setelah subjek penelitian pada puskesmas terpilih mendapat penjelasan

mengenai jalannya penelitian dan menandatangani persetujuan maka peneliti

memberikan kuesioner.

3.2.3 Definisi Operasional Variabel


36

1. Validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu instrumen atau alat ukur dalam

melakukan fungsi ukurnya. Suatu pertanyaan dikatakan valid apabila

korelasinya bermakna secara statistik.

2. Reliabilitas adalah kekonsistenan pengukuran yang dianalisis dengan test-retest

dan CronbachAlpha. Reliabilitas test-retest dilakukan dengan uji komparatif

masing-masing pertanyaan pada pengujian pertama dan kedua. Konsistensi

internal dianalisis dengan CronbachAlpha dan dikatakan reliabel jika koefisien

reliabilitas CronbachAlpha 0,7.

3. Rural adalah wilayah pedesaan dimana mempunyai kegiatan utama

pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa,

pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

4. Urban adalah adalah wilayah perkotaan dimana mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

sosial, dan kegiatan ekonomi.

5. Jenis kelamin subjek penelitian dibedakan menjadi laki-laki atau perempuan.

Data yang didapat berupa skala nominal (kategorik).

6. Umur subjek penelitian dihitung dari tanggal lahir hingga ulang tahun terakhir

dan dinyatakan dalam tahun. Data yang didapat berupa skala rasio (numerik).

7. Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang telah

ditempuh oleh subjek penelitian. Tingkat pendidikan dikategorikan menjadi SD,

SLTP, SLTA, Diploma, Sarjana (S1/S2/S3). Data yang diperoleh berupa skala

ordinal (kategorik).
37

8. Agama subjek penelitian dikategorikan menjadi Islam, Kristen, Katolik, Budha,

Hindu dan Khong Hu Cu. Data yang diperoleh berupa skala nominal (kategorik).

9. Pekerjaan subjek penelitian dikategorikan menjadi memiliki pekerjaan dan tidak

memiliki pekerjaan. Data yang diperoleh berupa skala nominal (kategorik).

10. Riwayat penyakit subjek penelitian dikategorikan menjadi ada atau tidak ada.

Apabila ada riwayat penyakit, dikategorikan menjadi diabetes melitus,

hipertensi, kanker, penyakit ginjal, penyakit paru, penyakit hati kronis,

penyakit alergi, penyakit autoimun, dan penyakit kulit generalisata. Data

yang diperoleh berupa skala nominal (kategorik).

11. Kecukupan asupan nutrisi vitamin D dinilai berdasarkan kuseioner frekuen

makanan (Food Frequency Quesstionnaire) pada subjek dikategorikan

menjadi. Data yang diperoleh berupa skala nominal (kategorik).

12. Indeks massa tubuh dihitung berdasarkan berat dan tinggi badan dan

dikategorikan menjadi tidak obesitas (IMT < 25 kg/m2) dan obesitas (IMT

25 kg/m2). Data yang diperoleh berupa skala nominal (kategorik)

Tabel 3.1 Kuesioner Asupan Nutrisi Vitamin D

No Pertanyaan Jawaban Sumber


Data Demografi
Nama Lengkap
Tempat dan Tanggal
Lahir
Usia
Jenis kelamin Laki-laki
Perempuan
Alamat Lengkap

Rural
Urban
Di sekitar tempat Pabrik
tinggal Jalan raya
Jalan tol
38

Hutan
Tingkat Pendidikan SD
SMP
SMA
S1
S2
S3
Agama

Pekerjaan Tidak bekerja


Bekerja
Apabila bekerja, pilih salah satu
pekerjaan:
Petani
Peternak
Nelayan
PNS
Pegawai swasta
Wiraswasta
Lain-lain, yaitu:
Riwayat Penyakit Penyakit paru: Asma; TBC
Diabetes melitus
Hipertensi
Kanker
Penyakit ginjal kronis
Penyakit hati kronis
Penyakit alergi
Penyakit autoimun
Penyakit kulit generalisata

Asupan Nutrisi

Apakah anda mengkonsumsi ikan Tidak pernah


seperti salmon, tuna, makerel, Jarang (tidak tentu)
sardin, atau ikan todak 1x/bulan
(swordfish)? 2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi susu Tidak pernah
dan/atau produk dari susu? Jarang (tidak tentu)
1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
39

Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari

Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)


produk minyak ikan kod (cod liver 1x/bulan
oil)? 2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi jus Jarang (tidak tentu)
jeruk dalam kemasan? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)
yogurt? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)
margarin atau menggunakan 1x/bulan
margarin dalam masakan sehari- 2-3x/bulan
hari? 1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)
daging sapi dan/atau hati sapi? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
40

Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)


telur? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)
sereal? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi keju Jarang (tidak tentu)
dan/atau makanan dengan 1x/bulan
tambahan keju? 2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi Jarang (tidak tentu)
jamur-jamuran? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi obat- Jarang (tidak tentu)
obatan suplemen nutrisi? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari
Apakah anda mengkonsumsi obat- Jarang (tidak tentu)
obatan suplemen nutrisi? 1x/bulan
2-3x/bulan
1-2x/minggu
41

3-4x/minggu
5-6x/minggu
Setiap hari
2-3x/hari
> 4x/hari

Pemeriksaan fisik
a. Tinggi badan : Kg
b. Berat badan : cm
c. BMI : kg/m2 Wakayo46
Obesitas ( 27 kg/m2)
Tidak obesitas (< 27
kg/m2)

3.2.4 Alur Penelitian

Populasi di Jatinangor

Kriteria inklusi dan eksklusi

Subjek penelitian

Tes I
Wawancara kuesioner

Tes II (7 hari kemudian)


Wawancara kuesioner ulang

Analisis data

3.2.5 Rancangan Analisis

Untuk karateristik dasar akan digunakan parameter frekuensi dan atau pemusatan

dan penyebaran yang akan di sajikan dalam bentuk tabel atau gambar. Jika data
42

berdistribusi normal menggunakan rata- rata dan simpangan baku, jika data tidak

berdistribusi normal maka menggunakan median interquartil range.

Penelitian uji validitas harus memenuhi validitas konstruk dan validitas isi.

Validitas isi berarti instrumen harus mempunyai karakteristik sesuai dengan

kondisi dan lingkungan responden. Validitas konstruk dianalisis dengan uji

korelasi. Data yang ada dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan uji korelasi

Pearsons.

Uji reliabilitas dilakukan dengan test-retest dan konsistensi internal dari

seluruh skala dalam kuesioner. Test-retest dilakukan dengan wawancara kuesioner

sebanyak dua kali dalam jarak waktu 7 sampai 10 hari. Uji komparatif

menggunakan uji t-test berpasangan.

Tabel 3.2 Jadwal kegiatan penelitian

Kegiatan Tahun 2016 2017


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2

Penelusuran pustaka
Penulisan pustaka

Penyajian pustaka

Penulisan UP

Penyajian UP

Pengumpulan data

Analisis dan
penulisan
Penyajian hasil
43

3.2.6 Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan data akan dilakukan di salah satu Puskesmas di Jatinangor sampai

batas jumlah minimal sampel yang sudah ditentukan.

3.2.7 Aspek Etik Penelitian

Masalah etik yang mungkin terjadi dari penelitian ini :

1. Penelitian ini membutuhkan persetujuan keikutsertaaan dari pasien,

sehingga akan dilakukan informed consent dan persetujuan keikutsertaan

penelitiaan dan kesediaan untuk pengambilan darah sesuai dengan

prosedur penelitian yang ditandatangani oleh pasien.

2. Penelitian bersifat rahasia, sehingga nama pasien akan menggunakan

inisial untuk terjaminnya kerahasiaan dan hanya akan dibuka untuk

kepentingan ilmu pengetahuan dan pasien dengan izin dari komite etik

RSUP Dr. Hasan Sadikin.

3.2.8 Tabel Model

Tabel 3.3 Karakterisik Dasar Subjek penelitian

Rural Urban
Karakteristik N= N=

Jenis Kelamin
Usia
Median (rerata)
IMT
- Tidak obesitas
- Obesitas
Pendidikan
Agama
Pekerjaan
- Tidak bekerja
44

- Bekerja

Riwayat penyakit
Asupan Nutrisi Vitamin D
- Tipe I
- Tipe II
- Tipe III
- Tipe IV
- Tipe V
- Tipe VI
Paparan Sinar Matahari
- Hari kerja (Senin-Jumat)
o < 30 menit
o 30 menit-2 jam
o > 2 jam
- Hari libur (Sabtu-Minggu)
o < 30 menit
o 30 menit-2 jam
o > 2 jam

Proteksi sinar matahari


- Topi
o Setiap hari
o 5-6 kali per minggu
o 3-4 kali per minggu
o 1-2 kali per minggu
o Tidak pernah
- dst. sampai tabir surya
Persentase tubuh terpapar sinar matahari
Rata-rata

3.4 Penelitian Biaya Penelitian

3.5 Struktur Organisasi Penelitian

Penelitian ini merupakan tugas akhir Program Pendidikan Spesialis I Bagian

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr.

Hasan Sadikin Bandung, dengan bimbingan :

1. Dr. Emmy H. Pranggono, dr., SpPD-KP, KIC

2. Nanny N M Soetedjo, dr., SpPD-KEMD, MKes, DCN

serta dibawah pengawasan Ketua Program Studi Program Pendidikan Dokter


Spesialis I Departemen/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung.

Anda mungkin juga menyukai