Anda di halaman 1dari 14

Bayi Tampak Kuning Setelah 48 jam Dilahirkan

Veronica Crassnaya Angel Leiwakabessy

C4/102010160

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510

Telephone : (021) 5694-2061 (hunting),

Fax : (021) 563-1731

Email : angel.leiwakabessy@yahoo.com

Pendahuluan

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin daam darah. Pada sebagian besar
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukaan bahwa
angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan.
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi mungkin
bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian. Karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapatkan perhatian terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi.1

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara medis yang merupakan tahap awal dari rangkaian
pemeriksaan pasien, baik secara langsung pada pasien atau secara tidak langsung. Tujuan dari
anamnesis adalah mendapatkan informasi menyeluruh dari pasien yang bersangkutan.
Informasi yang dimaksud adalah data medis organobiologis, psikososial, dan lingkungan

1
pasien, selain itu tujuan yang tidak kalah penting adalah membina hubungan dokter pasien
yang profesional dan optimal.2

Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien, yang disebut autoanamnesis,


atau dilakukan terhadap orang tua, wali, orang yang dekat dengan pasien, atau sumber lain,
disebut sebagai aloanamnesis. Termasuk didalam aloanamnesis adalah semua keterangan
dokter yang merujuk, catatan rekam medik, dan semua keterangan yang diperoleh selain dari
pasiennya sendiri. Yang perlu dilakukan pada anamnesis pada anak adalah sebagai berikut.
Pertama Identitas yang meliputi Nama (serta nama keluarga), umur/ usia, jenis kelamin, nama
orangtua, alamat, umur/ pendidikan/ pekerjaan orang tua serta juga agama dan suku
bangsa.Berikutnya menanyakan riwayat penyakit yang meliputi keluhan utama, keluhan/
gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat dan tidak harus sejalan dengan diagnosis
utama.Selanjutnya riwayat perjalanan penyakit yang terdiri dari cerita kronologis, rinci, jelas
tentang keadaan pasien sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat, pengobatan sebelumnya
dan hasilnya (macam obat dll), tindakan sebelumnya (suntikan, penyinaran), reaksi alergi,
perkembangan penyakit gejala sisa/ cacat, riwayat penyakit pada anggota keluarga,
tetangga dan riwayat penyakit lain yg pernah diderita sebelumnya. Terakhir menanyakan hal-
hal yang perlu ditanyakan tentang keluhan / gejala yang meliputi lama keluhan, keluhan lokal
(lokasi, menetap, pindah-pindah, menyebar), bertambah berat/ berkurang serta upaya yang
dilakukan dan hasilnya.3,4

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu dalam


menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal ini anamnesis
mengenai inkompatibilitas darah, riwayat transfusi tukar atau terapi sinar pada bayi
sebelumnya. Di samping itu faktor resiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan
kompikasi, persalinan dengan tindakan/ komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama
hamil/ persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi intrauterin,
infeksi intranatal, dan lain-lain.1

Pemeriksaan5

Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus dapat dideteksi dari warna kulit yaitu pemucatan kulit dengan
cara menekan kulit dengan jari, ketika bilirubin melebihi 5 mg/dL (85 mikromol/L). Ikterus
dimulai di wajah, kemudian menyebar ke abdomen dan kemudian ke ekstremitas. Ikterus

2
dapat terlewatkan secara klinis dan lebih sulit dideteksi pada bayi preterm dan berkulit hitam/
gelap. Jika terdapat pertanyaan mengenai keparahan ikterus, ukur kadar bilirubin dan plotkan
pada diagram bilirubin, sesuai dengan usia dalam jam.

Secara klinis, carilah :

Pucat
Bukti adanya infeksi
Memar, petekie
Hepatosplenomegali (pada hemolisis)
Penurunan berat badan dehidrasi

Pemeriksaan Penunjang

Pengukuran bilirubin diindikasikan jika:

Ikterus pada usia kurang dari 24 jam


Ikterus tampaknya signifikan pada pemeriksaan klinis

Bilirubin total diplot pada nonogram spesifik-jam untuk menentukan risiko


hiperbilirubinemia signifikan.

Pemeriksaan lebih lanjut, selain bilirubin serum total, yang mungkin dibutuhkan (usia < 3
minggu)

Bilirubin direk
Hitung darah lengkap, hitung retikulosit, dan apusan untuk morfologi darah tepi
Golongan darah dan tes antibodi direk (direct antibody test, DAT atau tes Coombs)
Konsentrasi G6PD (glucose-6-phosphate dehydrogenase)
Albumin serum
Urinalisis untuk mengetahui zat pereduksi (galaktosemia)
Namun demikian, pada sebagian besar bayi penyebabnya tidak teridentifikasi.

Diagnosis

Diagnosis kerjanya adalah Ikterus Neonatorum. Hal ini dapat dipastikan dari
anamnesis dan pemerikasaan fisik yang dilakukan.

3
Differential Diagnosis :

o Ikterus fisiologis
Merupakan penyebab umum hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir. Ikterus fisiologis
merupakan diagnosis eksklusi yang dibuat sesudah penyebab ikterus yang lebih berat
seperti hemolisis, infeksi, dan penyebab metabolik dapat disingkirkan melalui evaluasi
yang teliti. Ikterus fisiologis disebabkan oleh banyak faktor yang merupakan sifat
fisiologis normal bayi baru lahir; peningkatan bilirubin akibat peningkatan massa
eritrosit, pemendekan rentang hidup eritrosit, dan imaturitas ligandin dan glukuronil
transferase hati. Ikterus fisiologis dapat terjadi berlebihan pada bayi keturunan Yunani
dan Asia.
Gambaran klinis ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan meliputi puncak kadar
bilirubin indirek tidak lebih dari 12mg/dL pada usia hari ketiga. Pada bayi prematur
puncaknya lebih tinggi (15mg/dL) dan terjadi lebih lambat (hari kelima).
Puncak kadar bilirubin indirek selama ikterus fisiologis mungkin lebih tinggi pada
bayi ASI (15-17 mg/dL) daripada pada bayi non-ASI (12 mg/dL). Hal ini sebagian akibat
penurunan asupan cairan bayi ASI. Ikterus dikatakan tidak fisiologis atau patologis jika
terjadi pada hari pertama, jika kadar bilirubin meningkat lebih dari 0,5 mg/dL/jam, jika
puncak bilirubin lebih dari 13mg/DL pada bayi cukup bulan, jika fraksi bilirubin direk
lebih dari 1,5mg/dL, atau jika terdapat hepatosplenomegali dan anemia.
o Inkompatibilitas Rh & ABO
Penyakit Rhesus
Keadaan ini merupakan bentuk penyakit hemolitik yang paling berat, dan
berawal di in utero. Saat lahir, bayi mungkin mengalami anemia, hidrops,
ikterus, dan hepatosplenomegali. Biasanya teridentifikasi pada skrining
antenatal. Kini keadaan ini tidak umum ditemukan akibat adanya profilaksis.
Antibodi Duffy dan Kell dan golongan darah lainnya dapat timbul, namun
tidak terlalu berat.
Inkomptabilitas ABO
Golongan darah ibu O
Golongan darah bayi A atau B. IgG antihemolisin maternal melewati
plasenta dan menyebabkan hemolisis pada bayi

4
Pemeriksaan antibodi direk (DAT atau tes Coombs) positif (namun
hasil yan positif merupakan prediktor buruk bahwa bayi akan
mengalami ikterus hanya 10% yang membutuhkan fototerapi)
Kakak kandungnya mungkin juga terkena
Kurang berat dibandingkan penyakit rhesus. Onset setelah kelahiran.
Hemolisis dengan anemia dapat berkembang selama beberapa minggu
pertama kehidupan dan hal ini membutuhkan tindak lanjut untuk
pemantauan anemia.
o Sepsis Neonatorum
Bayi-bayi baru lahir sangatlah rentan terhadap sepsis bakterial (infeksi sistemik dengan
kultur darah ataupun kultur sentral lainnya yang positif)
Sepsis onset-dini: < 72 jam setelah kelahiran
Definisi ini berkisar dari 24 jam sampai 6 hari, namun paling banyak terjadi
dalam 72 jam setelah kelahiran.
Kondisi ini disebabkan oleh pajanan vertikal ke jumlah bakteri yang
tinggi selama kelahiran dan jumlah antibodi pelindung yang sedikit.
Sepsis onset-lambat: > 72 jam setelah kelahiran
Organisme biasanya didapat melalui transmisi nosokomial dari orang-ke-
orang.
o Sefalohematom
Sefalohematom terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala ke
jaringan periosteum. Ini dapat terjadi pada :
Persalinan yang sukar dan lama tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang
kepala bayi
Persalinan dengan tindakan seperti tarikan vakum atau cunam

Akibat perdarahan ini, timbul timbunan darah di daerah subperiost yang dari luar terlihat
sebagai benjolan. Sefalohematom biasanya tampak di daerah tulang parietal, kadang-
kadang ditemukan di tulang frontal. Sefalohematom umumnya tidak memerlukan
pengobatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi sendiri dalam 2-8 minggu
tergantung dari besar kecilnya benjolan.

o Hepatitis Neonatorum
Penyebab hepatitis pada neonatus sering tidak diketahui. Hepatitis A yang ditularkan
melalui plasenta relatif jarang. Walaupun Hepatitis non-A non-B dapat ditularkan ibu

5
yang menderita infeksi kepada janin yang dikandungnya, akan tetapi gejala klinisnya
pada bunyi tidak jelas atau hanya menimbulkan sedikit perubahan kimia hati yang dapat
menghilang sendiri. Pada masa perinatal, bayi mungkin saja mendapat infeksi Hepatitis
B dan menimbulkan kesulitan dalam pengobatannya.
Kemungkinan bayi mendapat infeksi dari ibu sebagai berikut:
Ibu tanpa gejala akan tetapi mengandung HbsAg karena pembawa KbsAg
virus yang kronik
Ibu yang mungkin menderita infeksi virus hepatitis aktif selama hamil
Ibu menderita hepatitis aktif yang kronik

Transmisi melalui plasenta tergantung dari adanya antigen e, HbeAg. Mungkin pula
dibentuk antibodi terhadap HbeAg, dan dengan adanya anti-Hbe dalam serum ibu, maka
resiko bayi mendapat infeksi pun berkurang. Risiko bayi yang dilahirkan ibu penderita
hepatitis akut akan berlainan. Persentase bayi mendapat infeksi dai ibu terjangkit
hepatitis pada trimester I dan II hanya sedikit; jumlahnya meningkat sampai 25-79%
pada trimester III atau beberapa waktu sebelum persalinan. Virus hepatitis B mungkin
dapat melalui plasenta dan menyebabkan bayi lahir dengan antigenemia. Sebagian besar
neonatus yang mendapat virus hepatitis B dari ibu degan hepatitis akut tidak mempunyai
HbsAg dalam darah tali pusatnya, dan diduga antigenemia timbul pada bayi berumur 6-
12 minggu karena transmisinya ternjadi pada waktu lahir atau segera sesudah lahir.
Transmisi cara lain, meskipun mungkin jarang terjadi, adalah melalui saliva, ASI, urine,
dan tinja sebab HbsAg ditemukan pula dalam cairan tubuh tersebut.

o Breast Feeding Jaundice


Pemberian ASI dapat menyebabkan hiperbilirubinemia indirek tanpa adanya hemolisis
selama usia 1-2 minggu pertama. Kadar bilirubin jaran meningkat di atas 20mg/dL.
Penghentian ASI selama 1-2 hari menyebabkan penurunan cepat kadar bilirubin, yang
tidak meningkat secara bermakna sesudah ASI dimulai lagi. ASI dapat mengandung
inhibitor konjugasi bilirubin atau dapat meningkatkan resirkulasi enterohepatik bilirubin
karena glukuronidase ASI.
o Crigler-Najjar Syndrome

Merupakan defisiensi UDP-glukuronil transferase yang berat, jarang dan permanen


yang menyebabkan hiperbilirubinemia indirek berat. Varietas autosomal dominan
berespons terhadap induksi enzim oleh fenobarbital, menghasilkan peningkatan aktivitas

6
enzim dan penurunan kadar bilirubin. Bentuk autosomal resesif tidak berespons terhadap
fenobarbital dan tampak sebagai hiperbilirubinemia indirek persisten yang sering
menyebabkan kern ikterus. Penyakit Gilbert disebabkan oleh mutasi daerah promotor
UDP-glukuronil transferase dan menyebabkan hiperbilirubinemia indirek ringan. Ikterus
yang lebih berat dapat terjadi bila ada faktor ikterogenik lain (hemolisis).

Patofisiologi1

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar
yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/ bayi, meningkatnya bilirubin dari
sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar


bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan
protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau
dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronil transferase)
atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau
sumbatan saluran empedu intra/ ekstrahepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tetapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel
otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan
pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih
dari 20mg/dL. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas, berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan
susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.

7
Etiologi1,5-6

Etiologi ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri atau dapat disebabkan oleh
beberapa faktor. Secara garis besar, etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut:

1. Produksi yang berlebihan, yang melebihi kemampuan bayi mengeluarkannya


Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan dalam proses pengambilan (uptake) dan konjugasi di hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukuronil transferase (Crigler-
Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan
penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan dalam transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepat atau diluar hepar. Kelainan
diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain

Manifestasi Klinik5,6

Penderita ikterus di tahun pertama awalnya hanya akan mengalami adanya hambatan dalam
perkembangan dan adanya gangguan dalam mobilisasi. Kadang juga terjadi malas minum,
kejang, demam dan retardasi mental. Tetapi setelah umur 1 tahun akan terjadi defisit
intelektual dan gangguan pendengaran.

8
Penatalaksanaan5,6

Non-Medikamentosa

a. Nutrisi
Pada bayi cukup bulan sehat, ASI, formula, atau keduanya diberikan pada kehidupan
hari pertama sebagai sumber cairan dan nutrien selama alimentasi enterik; bayi sakit
dan sangat prematur biasanya diberikan alimentasi intravena. Alimentasi enterik pada
bayi sakit sering ditunda sampai penyakit akut sembuh karena risiko perut kembung
atau ileus, yang dapat menyebabkan regurgitasi dan selanjutnya penumonia aspirasi.
Penundaan onset alimentasi intravena dan enterik dapat disebabkan oleh kelainan
cairan dan elektrolit seperti hipernatremia, azotemia, dehidrasi, oliguria, demam,
hipoglikemia dan hiperbilirubinemia.
Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat ASI :
Observasi semua feses bayi, pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran
jika feses keluar dalam waktu 24 jam.
Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering
dengan waktu yang singkat lebih efektif dibandingkan dengan menyusui yang
lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total waktu yang diberikan
sama.
Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa, atau formula pengganti
Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubunan dengan pola
menyusui.
Ketika bilirubin mencapai tingkat 15mg/dL, tingkatkan pemberian minum,
rangsang pengeluaran/ produksi ASI dengan cara memompa, dan
menggunakan protokol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP.
Tidak terdapat bahwa early jaundice berhubungan dengan abnormalitas ASI,
sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya hanya diindikasikan jika
ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20mg/dL atau ibu
memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.
b. Fototerapi
Sinar biru-hijau (panjang gelombang 425-475 nm) mengubah bilirubin tak
terkonjugasi menjadi isomer yang kurang berbahaya. Sinar ini difiltrasi untuk
menghilangkan sinar ultraviolet.

9
Untuk mengoptimalkan efikasi membutuhkan :
Sumber sinar efektif yang maksimal
Radiasi level tinggi (periksa secara teratur)
Koreksi jarak antara sinar dan bayi
Perluasan pajanan kulit

Agar fototeratif intensif, digunakan sinar overhead optimal (dua jika perlu),
dikombinasikan dengan selimut serat optik.

Kerugian :

Menghambat kegiatan parental keengganan menyentuh, menggending,


memberi makan (karena alasan ini, fototerapi intermiten sama efektifnya
dengan fototerapi kontinu)
Mata harus ditutup untuk melindungi dari cahaya terang
Peningkatan kehilangan air melalui evaporasi (kecuali sumber cahaya dingin)
Suhu tubuh tidak stabil
Ruam kulit
Tinja lembek
Sindrom bayi perunggu jika fototerapi diberikan untuk bilirubin terkonjugasi.
c. Transfusi tukar
Darah bayi dikeluarkan (biasanya dua kali volume, yaitu 2 x 80 mL/kg) dan diganti
dengan darah yang ditransfusikan. Saat ini jarang diperlukan, kecuali untuk hemolisis
berat. Transfusi tukar dapat mengeluarkan bilirubin dan antibodi, serta mengoreksi
anemia.
Kompikasinya mencakup trombosis, embolus, kelebihan atau kekurangan cairan,
kelainan metabolik, infeksi, kelainan koagulasi. Kematian mungkin sekitar 1%.

Komplikasi :
1. Hipokalsemia dan hipomagnesia
2. Hipoglikemia
3. Gangguan keseimbangan asam basa
4. Hiperkalemia
5. Gangguan kardiovaskular
Perforasi pembuluh darah

10
Emboli
Infark
Aritmia
Volume overload
arrest
6. Perdarahan
Trombositopenia
Defisiensi faktor pembekuan
7. Infeksi
8. Hemolisis
9. Graft-versus host disease
10. Lain-lain : hipotermia, hipertermia, dan kemungkinan terjadinya enterokolitis
nekrotikans.

___________________________________________________________________________

Pola Kunci
Jika pemeriksaan bilirubin tinggi pada pemeriksaan non-invasif periksa dengan
pengukuran laboratorium.
Periksalah bahwa bayi yang ikterus diberi makan dengan baik dan saat ini tidak
mengalami dehidrasi atau sepsis

Indikasi untuk fototerapi dan transfusi tukar pada bayi dengan usia gestasi 35 minggu.

Usia Fototerapi Transfusi Tukar


dalam
Risiko Tinggi Risiko Menengah Risiko Rendah Risiko Tinggi Risiko Menengah Risiko Rendah
janin
24 jam >8 mg/dL >10 mg/dL >12 mg/dL >15 mg/dL >17 mg/dL >19 mg/dL
(137 mikromol/L) (171 mikromol/L) (205 mikromol/L) (257 mikromol/L) (291 mikromol/L) (325 mikromol/L)
48 jam >11 mg/dL >13 mg/dL >15 mg/dL >17 mg/dL >19 mg/dL >22 mg/dL
(188 mikromol/L) (222 mikromol/L) (257 mikromol/L) (291 mikromol/L) (325 mikromol/L) (376 mikromol/L)
72 jam >13mg/dL >15 mg/dL >18 mg/dL >18 mg/dL >21 mg/dL >24 mg/dL
(222 mikromol/L) (257 mikromol/L) (308 mikromol/L) (308 mikromol/L) (359 mikromol/L) (410 mikromol/L)
96 jam >14 mg/dL >17 mg/dL >20 mg/dL >19 mg/dL >22 mg/dL >25 mg/dL
(239 mikromol/L) (291 mikromol/L) (342 mikromol/L) (325 mikromol/L) (376 mikromol/L) (428 mikromol/L)

Risiko rendah 38 minggu dan sehat


Risiko menengah 38 minggu dengan faktor risiko atau 35-37 minggu dan sehat
Risiko tinggi 35-37 minggu dengan faktor risiko
Faktor risiko penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia, letargi signifikan, instabilitas
suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3.0 g/dL (30g/L) jika diperiksa.

11
d. Karbon monoksida akhir-tidal untuk mendeteksi hemolisis
Ekskresi karbon monoksida oleh paru merupakan produk samping konversi hem
menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Jumlah yang meningkat menunjukkan peningkatan
produksi bilirubin. Jumlah normal memiliki nilai prediktif tinggi dalam
menyingkirkan hemolisis.
e. Inhibitor hem oksigenase
Hem oksigenase mengubah hem menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Inhibitor
(misalnya, mesoporfirin timah) terbukti berhasil pada bayi. Inhibitor yan diberikan
secara sistematis dapat mengurangi hiperbilirubinemia. Kadar bilirubin indirek dan
keperluan fototerapi jadi berkurang.

Medikamentosa

Imunoglobulin intravena digunakan pada bayi dengan Rh yang berat dan


inkomptabilitas ABO untuk menekan isoimun dan menurunkan tindakan transfusi
ganti
Fenobarbital telah memperlihatkan hasil efektif, merangsang aktifitas dan konsentrasi
UDPGT dan ligandin serta dapat meningkatkan jumlah tempat ikatan bilirubin
Pencegahan hiperbilirubinemia dengan menggunakan metalloprotoporphyrin yang
merupakan analog sintesis heme. Zat ini efektif sebagai inhibitor kopetitif dari heme
oksigenase, yang diperlukan untuk katabolisme heme menjadi biliverdin.
Tin-protoporphyrin (Sn-PP) dan tin-mesoporphyrin (Sn-MP) dapat menurunkan kadar
bilirubin serum.

12
Pemberian inhibitor -glukuronidase pada bayi sehat cukup bulan yang mendapat ASI
dapat meningkatkan pengeluaran bilirubin feses dan ikterus menjadi berkurang.

Prognosis1

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar
darah otak. Pada keadaan ini penderita munkin menderita kern ikterus atau ensefalopati
biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus atau baru
tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan
dan hanya memperlihatkan gangguan minum, letargi dan hipotonia. Selanjutnya bayi
mungkin kejang, spastik dan ditemukan opistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan
adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian.
Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita hiperbilirubinemia
dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan motorik, ataupun
perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

Pencegahan1,5-6

a. Pencegahan Primer
Menganjurkan ibu untuk menyusui anaknya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama
Tidak memberikan tambahan cairan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi
yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi
b. Pencegahan Sekunder
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus serta
penyaringan serum untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.
Jika golongan darah ibu tidak diketahui atau Rh negatif, dilakukan
pemeriksaan antibodi direk (tes Coombs), golongan darah dan tipe Rh
darah tali pusat bayi.
Jika golongan darah ibu O, Rh positif, terdapat pilihan untuk dilakukan
tes golongan darah dan tes Coombs pada darah tali pusat bayi, tetapi
hal itu tidak diperlukan jika dilakukan pengawasan, penilaian terhadap
resiko sebelum keluar RS dan tindak lanjut yang memadai.

13
Harus memastikan bahwa bayi secara rutin dimonitor terhadap timbulnya
ikterus dan menetapkan protokol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai
saat memeriksa tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8-12 jam.

Kesimpulan

Ikterus merupakan disklorisasi pada kulit atau organ lain akibat penumpukan
bilirubin.Bila ikterus terlihat pada hari ke 2-3 dengan kadar bilirubin indirek 5-6mg/dL dan
untuk selanjutnya menurun hari ke 5-7 kehidupan maka disebut ikterus fisiologis, sedangkan
ikterus patologis yaitu bila kadar bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar
dari 5mg/dL/24 jam pertama kehidupan yang selanjutnya dapat terjadi kern ikterus bila tidak
didiagnosis dan ditangani secara dini.

Gejala klinik yang dapat ditimbulkan antara lain letargik, nafsu makan yang menurun
dan hilangnya refleks moro merupakan tanda-tanda awal yang lazim ditemukan tanda-tanda
kern ikterus jarang timbul pada hari pertama terjadinya kern ikterus.

Pengobatan yang diberikan pada ikterus bertujuan untuk mencegah agar konsentrasi
bilirubin indirek dalam darah tidak mencapai kadar yang menimbulkan neurotoksitas,
pengobatan yang sering diberikan adalah fototerapidan transfusi tukar. Prognosis ikterus
tergantung diagnosa secara dini dan penatalaksanaan yang cepat dan tepat.

Daftar Pustaka

1. Balai Penerbit FKUI. Ilmu kesehatan anak. Jakarta:FKUI;2000.h.506-27.


2. Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi. Vol. 2 Ed 6. Jakarta : EGC;
2006.h.1365-71.
3. Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009
4. Departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Ed 5.
Jakarta:FKUI; 2009.h. 210-42.5.
5. Lissauer. T, Fanaroff. A.A. At a glance neonatologi. Jakarta: Penerit
Erlangga;2009.h.96-109.
6. Behrman. R.E, Kliegman. R.M. Esensi pediatri nelson. Ed 4. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC;2010.h.244-51.

14

Anda mungkin juga menyukai