Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini. Shalawat serta salam marilah
senantiasa kita junjungkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya ucapkan terima
kasih kepada para dokter dan staf di RSUD Provinsi Banten, terutama dr.
Andrianto, Sp. B, selaku pembimbing makalah ini, dr. Doddy, Sp. Rad, dr. Susi
Mulyani dan dr. Wahyu Utomo. Saya sadari tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat saya
harapkan. Demikian yang dapat saya sampaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan dapat dijadikan pelajaran bagi yang membacanya.
Penulis
!1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar1
Daftar Isi.2
BAB I Pendahuluan.3
3.4 Etiologi.18
3.6 Penatalaksanaan.26
BAB IV Pembahasan..31
BAB V Kesimpulan34
Daftar Pustaka...35
!2
BAB I
PENDAHULUAN
dengan angka kematian berkisar antara 15 sampai 77%.38 Sekitar 25% kematian
mencakup 15% dari seluruh trauma di dunia.3 Jatuh dari ketinggian dan
kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab paling sering. Setelah mengalami
trauma tumpul toraks, dinding dada seseorang akan rusak dan terjadi perlukaan
pada parenkim paru-paru.11,24,31 Luka yang lebih parah pada organ intratorasik
juga dapat ditemukan, seperti perlukaan vaskular intratorasik, ruptur diafragma,
setelah trauma tumpul pada dada.32 Selain itu, fraktur kosta juga merupakan
komplikasi umum dari trauma tumpul toraks. Jumlah kosta yang patah dapat
menunjukan derajat keparahan dari trauma dan berhubungan dengan tingkat
hematotoraks, 56% untuk kontusio pulmo, dan 69% untuk flail chest.13,14
!3
1.2 Rumusan Masalah
!4
BAB II
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 40 tahun
Pendidikan terakhir : SD
ANAMNESIS
Keluhan utama:
!5
dibawa ke Puskesmas Taktakan dan dikatakan harus segera dibawa ke rumah
sakit. Sebelumnya OS belum pernah mengalami kejadian serupa. OS
mempunyai kebiasaan merokok.
Riwayat penyakit dahulu: Maag (-), DM (-), hipertensi (-), sakit jantung(-),
alergi (-), asma (-)
PEMERIKSAAN FISIK
Primary Survey
Airway : Clear
Disability : Alert, compos mentis, E4V5M6, pupil isokor, refleks cahaya (+)
Exposure :-
Secondary Survey
Toraks :
- Cor
Inspeksi : Iktus kordis terlihat di SIC 2
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC 2
Perkusi : Kardiomegali (-)
Auskultasi : S1, S2 regular, murmur (-), regurgitasi (-)
!6
- Pulmo
Inspeksi : Jejas luka (-), dinding dada lebih tinggi dari abdomen
Palpasi : Taktil fremitus menurun pada hemitoraks dekstra setinggi SIC 5
ke bawah
Perkusi : Redup pada hemitoraks dekstra setinggi SIC 5 ke bawah
Auskultasi : Suara dasar vesikular menurun pada hemitoraks dekstra setinggi
SIC 5 ke bawah, ronkhi (-), wheezing (-)
- Abdomen
Inspeksi : Flat, bekas luka (-), hematom (-)
Auskultasi : Bising usus (+) dalam batas normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (+) suprapubik
- Ekstremitas : WPK < 2 detik, akral hangat, edema (-), clubbing finger (-)
RESUME
Tn. K 40 tahun mengeluhkan sesak nafas dan nyeri dada sebelah kanan
setelah tertimpa pohon di bagian punggung pada kurang lebih 8 jam sebelum
masuk RS. Pingsan (+), muntah (-), amnesia (-). Pasien juga mengeluhkan
pipis berwarna merah.
DIAGNOSIS BANDING
- Hemotoraks
- Hematopneumotoraks
!7
PEMERIKSAAN PENUNJANG
2016) Kesan:
Hemotoraks dekstra
2016) Kesan:
Hemotoraks dekstra
!8
Fraktur kosta 11, 12 dekstra
2016) Kesan:
Hemotoraks dekstra
Kesan:
!9
- USG abdomen (24 November
2016) Kesan:
g/dl Hematokrit 36 %
DIAGNOSIS
!10
PENATALAKSANAAN
- Oksigen 3 lpm
- IVFD NaCl loading 500cc, maintenance 20 tpm
- Pasang WSD
- Pasang kateter 24 fr 3way (spooling dengan NaCl)
- Inj. Ranitidin 2 x 1
- Inj. Ketorolak 2 x 1
- Inj. Metronidazol 3 x 1
- Inj. Cefotaxim 2 x 1
- Fisioterapi dada
!11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Toraks adalah adalah bagian paling superior dari batang tubuh yang
terletak antara leher dan perut. Rongga dada, dikelilingi oleh dinding dada,
berisi jantung, paru-paru, timus, bagian distal dari trakea, dan sebagian besar
mediastinum.8
Dinding Dada
Dinding dada terdiri dari kulit, fasia, saraf, pembuluh, otot, tulang rawan,
dan tulang. Fungsi dari dinding toraks termasuk melindungi organ dada dan
perut; menahan tekanan internal negatif yang dihasilkan oleh elastisitas dari
paru-paru dan gerakan inspirasi; merupakan tempat menempelnya otot-otot
tungkai atas, leher, perut, punggung, otot-otot pernafasan dan mendukung berat
tungkai atas. Kelenjar susu dari payudara terletak di jaringan subkutan dan
Otot utama dinding anterior toraks adalah pektoralis mayor dan minor.
Dinding posterior toraks dibentuk oleh otot latissimus dorsi, trapezius,
rhomboideus, dan gelang bahu. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
!12
Sobotta, Atlas of Human Anatomy, 13th Edition
Kerangka dinding dada mencakup 12 pasang tulang rusuk dan kartilago kosta,
12 vertebra toraks dan diskus intervertebralis, dan sternum. Tulang rusuk
dengan bagian kartilagonya dipisahkan oleh ruang interkostal, yang diisi oleh
Apertura Toraks
Rongga dada berhubungan dengan leher dan ekstremitas atas melalui apertura
toraks superior. Struktur yang melewati aperturea ini adalah trakea, esofagus,
pembuluh darah, dan saraf.
13!
Pada orang dewasa superior ukuran apertura toraks ini sekitar 6,5 cm
anteroposterior dan 11 cm secara melintang. Karena kemiringan dari tulang
(jaringan hematopoietik).29
!14
Terdapat tiga jenis tulang rusuk:
- Floating (free) rusuk (11-12) memiliki kartilago dasar yang belum sempurna
yang tidak berhubungan bahkan secara tidak langsung dengan sternum.
Pleura
!15
3. Difusi: Terjadi pertukaran udara antara oksigen dan karbondioksida melalui
membran semipermeabel pada dinding alveoli
4. Perfusi: Darah arteri pada kapiler-kapiler dan darah venous yang digantikan
isinya dengan muatan oksigen yang sudah cukup digunakan untuk menutrisi
jaringan tubuh.
ii. Otot antara rongga dada dan rongga perut, disebut diafragma, berkontraksi
dan bergerak ke bawah untuk lebih memperluas rongga dada
Ekspirasi:
Dalam proses ini, otot-otot yang melekat di tulang rusuk bagian dalam,
diafragma dan otot-otot perut rileksasi. Hal ini menyebabkan penurunan
volume rongga dada meningkatkan tekanan pada paru-paru. Udara di paru-
paru didorong keluar dan keluar melalui hidung.
!16
Transportasi Gas:
17!
3.4.Etiologi
Trauma pada toraks dapat dibagi 2 yaitu oleh karena trauma tumpul dan
trauma tajam. Penyebab trauma toraks tersering adalah kecelakaan kendaraan
bermotor (63-78%). Dalam trauma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan
(impact) yang berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan
terguling. Oleh karena itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat
yang lengkap karena setiap orang memiliki pola trauma yang berbeda.
Penyebab trauma toraks oleh karena trauma tajam dibedakan menjadi 3
berdasarkan tingkat energinya, yaitu berenergi rendah seperti trauma tusuk,
berenergi sedang seperti pistol, dan berenergi tinggi seperti pada senjata
militer. Penyebab trauma toraks yang lain adalah adanya tekanan yang
berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan pneumotoraks seperti
pada scuba.13,37
1. Fraktur Iga
Iga biasanya patah pada titik pertama trauma atau pada sudut posterior
atau posterolateral yang secara struktural merupakan daerah terlemah. Iga
keempat sampai kesembilan merupakan iga yang paling sering patah. Iga 1
sampai 3 relatif terlindungi, dan iga 9 sampai 12 lebih mobile pada bagian
anteriornya. Pasien dengan patah tulang iga sisi kanan hampir tiga kali lebih
mungkin untuk memiliki trauma pada hati, dan pasien dengan patah tulang iga
sisi kiri hampir empat kali lebih mungkin untuk memiliki trauma pada limpa.39
Diagnosis dapat dibuat secara klinis, dengan adanya rasa nyeri ketika
disentuh, krepitasi, ekimosis, dan spasme pada otot diatas tulang iga
merupakan tanda yang paling sering ditemukan. CT scan secara signifikan
lebih efektif dibandingkan pemeriksaan x-ray dada dalam mendeteksi fraktur
iga.41 Tujuan penanganan pasien dengan patah tulang iga akut adalah
!18
mengatasi nyeri dan mempertahankan fungsi paru. Obat untuk nyeri dalam
bentuk oral biasanya cukup untuk pasien muda dan sehat. Analgesik biasanya
diperlukan dalam 1 atau 2 minggu pertama.
2. Flail Chest
Flail chest ketika tiga atau lebih iga berdekatan retak di dua titik, yang
memungkinkan segmen bergerak bebas dari dinding dada dan bergerak dalam
gerakan paradoksal. Hal ini juga dapat terjadi dengan pemisahan kostokondral
atau fraktur sternum vertikal yang terjadi bersamaan dengan patah tulang iga.
Karena hubungannya dekat dengan kontusio paru, flail chest merupakan salah
satu cedera dinding dada yang paling serius. Gerakan paradoksal dari dinding
dada adalah ciri khas kondisi ini, dengan segmen yang patah ikut bergerak ke
dalam dengan inspirasi dan keluar dengan ekspirasi. Kontusio pulmo yang
menyertai flail chest diduga menjadi penyebab utama insufisiensi pernapasan.
Selain itu, rasa sakit dari cedera menyebabkan atelektasis, hipoksemia, dan
penurunan curah jantung. Oksigen harus diberikan, monitor jantung dan
oksimetri dilakukan jika tersedia, dan pasien diobservasi untuk tanda-tanda
cedera terkait seperti tension pneumotoraks. Pemeriksaan EKG 12-lead dan
enzim jantung harus dilakukan, dengan pertimbangan dilakukannya
pemeriksaan ekokardiogram untuk disritmia, high-grade blok, atau
ketidakstabilan hemodinamik yang tidak dapat dijelaskan oleh penyebab lain
seperti perdarahan.
3. Kontusio Pulmo
paru, seperti yang pertama kali dijelaskan oleh Morgagni di 1761.30 Onsetnya
bisa tidak diketahui dan berbahaya, oleh karena itu harus lebih mencurigai dari
mekanisme cedera dibandingkan rontgen dada awal. Manifestasi klinis meliputi
dispnea, takipnea, sianosis, takikardia, hipotensi, dan memar pada dinding
dada. Tidak ada tanda-tanda khusus untuk kontusio pulmo, tetapi hemoptisis
!19
kadang-kadang dapat ditemukan, dan rales atau menghilangnya suara nafas
mungkin terdengar pada auskultasi. Palpasi dinding dada umumnya dapat
menunjukan adanya patah tulang iga. Temuan radiografi khas mulai muncul
dalam beberapa menit dari waktu awal cedera dan dapat berupa tampilan
bercak, ireguler, infiltrat alveolar sampai konsolidasi. Biasanya, perubahan ini
muncul pada pemeriksaan awal, dan hampir selalu ada dalam waktu 6 jam.
4. Pneumotoraks terbuka
menjadi parah.1
5. Tension pneumotoraks
!20
penurunan atau hilangnya suara nafas dan hipersonor pada sisi yang terlibat
serta emfisema subkutan, tapi pada pneumotoraks ukuran kecil mungkin tidak
terdeteksi pada pemeriksaan fisik. Tanda-tanda kardinal tension pneumotoraks
adalah takikardia, distensi vena jugularis , dan menghilangnya suara nafas
pada sisi ipsilateral. Pada foto dada, tension pneumotoraks akan terlihat kolaps
paru komplit dan pergeseran mediastinum ke sisi yang berlawanan. Idealnya,
diagnosis dan pengobatan harus diselesaikan tanpa pemeriksaan x-ray dada
karena keterlambatan dalam memperoleh radiografi ini dapat mempengaruhi
hasil pasien.
6. Pneumotoraks sederhana
7. Hemotoraks
!21
darah dari rongga pleura merupakan indikasi untuk urgent torakotomi.
Mungkin bahkan lebih prediktif dari kebutuhan untuk torakotomi adalah output
lanjutan minimal 200 mL / jam selama 3 hours.43 Pada pemeriksaan fisik akan
ditemukan taktil fremitus menurun, dan suara nafas berkurang atau tidak ada.
8. Hemotoraks masif
Hemotoraks masif muncul dari akumulasi cepat darah lebih dari 1500 mL
atau sepertiga atau lebih dari volume darah dalam rongga dada pasien. Hal ini
paling sering disebabkan oleh luka tusuk yang mengganggu pembuluh darah
sistemik atau hilus. Hemotoraks masif juga dapat disebabkan trauma tumpul.
Pada pasien dengan hemotoraks masif, vena leher bisa datar sebagai akibat
hipovolemia yang parah, atau mungkin distensi jika ada tension
pneumotoraks. Pasien yang memiliki output awal kurang dari 1500 ml cairan,
tapi masih terus berdarah, mungkin juga memerlukan torakotomi. Keputusan
ini tidak hanya didasarkan pada laju terus kehilangan darah yang terus
Cedera pada trakea atau bronkus utama adalah kondisi yang tidak biasa
dan berpotensi fatal yang sering diabaikan pada penilaian awal. Dalam trauma
tumpul mayoritas cedera seperti terjadi 1 inci (2,54 cm) dari karina.
Kebanyakan pasien dengan cedera ini mati di tempat kejadian. Mereka yang
sampai rumah sakit dalam keadaan hidup memiliki tingkat kematian yang
tinggi dari cedera berhubungan atau keterlambatan diagnosis cedera saluran
napas. Biasanya pasien menunjukan gejala hemoptisis, emfisema subkutan,
atau tension pneumotoraks. Ekspansi inkomplit dari paru-paru setelah
penempatan chest tube menunjukkan adanya cedera trakeobronkial, dan
penempatan lebih dari satu chest tube kadang perlu diperlukan untuk
mengatasi kebocoran udara. Pemeriksaan bronkoskopi dapat menegaskan
diagnosis.1
!22
B. Trauma Jantung dan Aorta
2. Tamponade kordis
distensi vena jugularis , dan menjauhnya suara jantung.4 Becks Triad ini
kadang-kadang sulit ditemukan secara klinis, terutama di tengah-tengah
!23
resusitasi dengan hipovolemia, ketika vena leher mungkin datar.25 FAST
merupakan suatu metode yang cepat dan akurat untuk pencitraan jantung dan
perikardium.
kecelakaan atau dalam beberapa jam setelah masuk rumah sakit.12,36 Pasien
dengan ruptu aorta yang bertahan hidup cenderung memiliki laserasi inkomplit
di dekat ligamentum arteriosum aorta.
1. Emfisema subkutis
2. Asfiksia Traumatik
!24
leher. Vena cava dan vena-vena besar kepala dan leher tidak memiliki katup
sehingga memungkinkan transmisi tekanan kapiler kepala dan leher, yang
menjadi penuh dengan darah. Asfiksia traumatik ditandai dengan warna ungu
tua dari kulit kepala dan leher, perdarahan subkonjungtiva bilateral, petekiae,
dan edema wajah.7 Manifestasi neurologis biasanya akan mereda dalam waktu
3. Trauma Diafragma
seperti pada kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma tusuk.19
Dalam kasus trauma tumpul, tekanan yang meningkat dalam kavum abdomen
akan menyebabkan diafragma robek, perbedaan tekanan 5-10 mmHg akan
mednorong organ di dalam perut melewati diafragma yang robek tadi. Dengan
berjalannya waktu, tekanan negatif dalam toraks yang dihasilkan oleh inspirasi
akan membuat isi perut menuju ke ke toraks. Efek ini akan hilang dengan
penggunaan intubasi dan ventilasi tekanan positif. Karena ada efek plugging
visera pada bagian yang defek, migrasi dari organ perut ke dalam dada
biasanya tertunda, sehingga cedera ini didiagnosis hanya 10% dari kasus di
mungkin menjadi prediktor dari cedera serius terkait dalam trauma dan
tindakan segera.
!25
3.6 Penatalaksanaan
Penilaian dan penanganan awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari
primary survey, resusitasi tanda vital, secondary survey yang detail
1. Primary Survey
- Tension pneumotoraks
- Pneumotoraks terbuka
- Hemotoraks masif
- Tamponade kordis
AIRWAY
BREATHING
!26
1. Tension Pneumotoraks
Langkah awal adalah menutup luka dengan kasa steril yang diplester
hanya pada 3 sisinya saja. Dengan penutupan seperti ini diharapkan akan
terjadi efek flutter Type Valve dimana saat inspirasi kasa penutup akan
menutup luka, mencegah kebocoran udara dari dalam. Saat ekspirasi kasa
penutup terbuka untuk menyingkirkan udara keluar. Setelah itu maka
sesegera mungkin dipasang selang dada yang harus berjauhan dari luka
primer. Menutup seluruh sisi luka akan menyebabkan terkumpulnya udara di
dalam rongga pleura yang akan menyebabkan tension pneumothorax kecuali
jika selang dada sudah terpasang.
!27
CIRCULATION
1. Hemotoraks masif
2. Tamponade kordis
1. Pneumotoraks sederhana
!28
2. Hemotoraks
3. Kontusio paru
4. Trauma trakeobronkial
!29
pendekatan alternatif yang dapat diterima.
7. Trauma diafragma
9. Asfiksia Traumatik
Kondisi ini biasanya jinak dan self-limiting jika benda berat telah
Jika pemeriksaan pasien dan x-ray dada menunjukan hasil yang meragukan,
pemeriksaan CT scan dada harus dilakukan.
!30
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
masuknya selang.21
!31
Hasil cystogram dikatakan tidak tampak ruptur vesika urinaria. Pipis berwarna
bisa juga disebabkan oleh adanya kontusio pada buli. Dilakukan spooling
menggunakan NaCl 0,9%. Ketika dilakukan follow up selama 2 minggu, pipis
pasien pada tanggal 8 Desember 2016 sudah menjadi warna kuning bening.
Ditemukan juga fraktur kosta multipel pada pasien. Beberapa penelitian
menunjukan bahwa pasien dengan fraktur kosta multipel mempunyai penurunan
kualitas hidup 3 tahun setelah trauma awal. Hanya 71% kembali lagi ke rutinitas
November 2016 juga ditemukan emfisema subkutis pada bagian atas klavikula
sebelah kanan. Terdapatnya emfisema subkutis di daerah
32!
supraklavikula dan leher anterior biasanya mengindikasikan sebuah
pneumomediastinum. Pada tanggal 25 November 2016 dilakukan foto toraks
post pemasangan WSD dan ditemukan emfisema subkutis di lokasi tempat
masuk selang WSD yaitu di sela iga 6 linea aksilaris anterior dekstra.
Penemuan klinis ini berhubungan dengan posisi selang yang bergeser, selang
!33
BAB V
KESIMPULAN
Prinsip penanganan awal pasien dengan trauma toraks terdiri dari primary
survey, resusitasi tanda vital, secondary survey yang detail dan terapi definitif.
Tujuan utamanya adalah mencegah dan memperbaiki hipoksia. Kebanyakan
trauma dada yang mengancam jiwa dapat diatasi dengan mengontrol jalan
nafas atau melakukan pemasangan chest tube atau jarum.
!34
Daftar pustaka
2. Balci AE, et al: Blunt thoracic trauma in children: Review of 137 cases. Eur J
Cardiothorac Surg 2004; 26:387.
4. Beck CS: Acute and chronic compression of the heart. Am Heart J 1937;
14:515.
5. Bergeron E, et al: Elderly trauma patients with rib fractures are at greater
risk of death and pneumonia. J Trauma 2003; 54:478.
7. Byard RW, Wick R, Simpson E, Gilbert JD: The pathological features and
circumstances of death of lethal crush/traumatic asphyxia in adultsa 25-year
study. Forensic Sci Int 2006; 159:200.
9. Chen SW, Huang YK, Liao CH, Wang SY. Right massive haemothorax as the
presentation of blunt cardiac rupture: the pitfall of coexisting pericardial
laceration. Interact Cardiovasc Thorac Surg 2014; 18:245246.
!35
10. Cohn SM, Dubose JJ: Pulmonary contusion: An update on recent advances
in clinical management. World J Surg 2011; 34:1959-1970.
11. Couret D, de Bourmont S, Prat N, et al. A pig model for blunt chest
trauma: no pulmonary edema in the early phase. Am J Emerg Med 2013;
31:1220 1225.
12. Conroy C, et al: Motor vehicle-related cardiac and aortic injuries differ from
other thoracic injuries. J Trauma 2007; 62:1462.
14. Diaz-Miron JL, Dillon PA, Saini A, et al. Left main coronary artery dissection
in pediatric sport-related chest trauma. J Emerg Med 2014; 47:150154. 7.
17. Flagel BT, Luchette FA, Reed RL, et al, Half-a-dozen ribs: the breakpoint
for mortality, Surgery 138 (4) (2005) 717725.
18. Friese RS, Coln EC, Gentilello LM: Laparoscopy is sufficient to exclude
occult diaphragm injury after penetrating abdominal trauma. J Trauma 2005;
58:789.
19. Hanna WC, Ferri LE: Acute traumatic diaphragmatic injury. Thoracic Surg
Clin 2009; 19:485-489.
!36
21. Inaba K, et al: Does size matter? A prospective analysis of 28-32 versus
36-40 French chest tube size in trauma. J Trauma Acute Care Surg 2012; 422-
7.
23. Jones PM, Hewer RD, Wolfenden HD, Thomas PS. Subcutaneous
25. Kirkpatrick AW, Ball CG, DAmours SK: Acute resuscitation of the unstable
adult trauma patient: Bedside diagnosis and therapy. Can J Surg 2008; 51:57.
29. Moore KL, Agur AM, Dalley AF. Essential Clinical Anatomy 4th Edition.
!37
33. Pape HC, Remmers D, Rice J, Ebisch M, Krettek C, Tscherne H. Appraisal of
early evaluation of blunt chest trauma: development of a standardized scoring
system for initial clinical decision making. J Trauma. 2000;49(3):496-504.
34. Parmley LF, Mattingly TW, Manion WC, Jahnke EJ Jr: Nonpenetrating
traumatic injury of the aorta. Circulation 1958; 17:1086.
35. Reber PU, et al: Missed diaphragmatic injuries and their long term
sequelae. J Trauma 1998; 44:183.
36. Schulman CI, et al: Incidence and crash mechanisms of aortic injury
during the past decade. J Trauma 2007; 62:664.
37. Sjamsoehidajat R (2003), Trauma Toraks, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah ,
Pusat Penerbitan Buku Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Hal: 403- 518.
39. Shweiki E, Klena J, Wood GC, Indeck M: Assessing the true risk of
abdominal solid organ injury in hospitalized rib fracture patients. J Trauma
2001; 48:684.
40. Stephenson JT, Song K, Avansino JR, et al, Novel titanium constructs for
chest wall reconstruction in children, J. Pediatr. Surg. 46 (2011) 10051010.
41. Traub M, et al: The use of chest computed tomography versus chest x-ray
in patients with major blunt trauma. Injury 2007; 38:43.
!38
43. Working Group, Ad Hoc Subcommittee on Outcomes, American College of
Surgeons Committee on Trauma: Practice management guidelines for
emergency department thoracotomy. J Am Coll Surg 2001; 193:303.
44. Ziegler DW, Agarwal NN. The morbidity and mortality of rib fractures. J
Trauma 1994;37:975979.
!39