Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis (TB)

2.1.1 Definisi TB
TB Paru adalah penyakit multisistemik infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.(12) Bakteri ini menginfeksi sekitar sepertiga dari
manusia dan merupakan penyebab infeksi utama kematian di dunia.(13) Penyakit
ini menyebar dari individu yang satu ke individu lainnya melalui droplet yang
terbawa oleh udara dari orang yang telah terinfeksi. TB lebih banyak menyerang
pria, dan lebih sering terdapat pada usia produktif 15-59 tahun. (14)

2.1.2 Klasifikasi TB (15)


1. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA). TB paru dibagi menjadi dua
yaitu:
a. TB Paru BTA (+)
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan
hasil BTA positif.
2. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA
positif dan kelainan foto thoraks menunjukan gambaran TB
aktif.
3. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukan BTA
positif dan biakan positif.
b. TB Paru BTA (-)
1. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan foto thoraks menunjukan TB
aktif.
2. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif dan
biakan Mycobacterium Tuberculosis positif

5
6

2. Tipe Penderita, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.


Ada beberapa tipe penderita yaitu: (15)
1. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat
pengobatan dengan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) atau sudah
pernah mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan.
2. Kasus kambuh (Relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya
pernah mendapatkan pengobatan dan telah dinyatakan sembuh.
3. Kasus pindahan (Transfer In) adalah penderita yang sedang
mendapatkan pengobatan disuatu daerah, kemudian pindah
berobat ke daerah lainnya.
4. Kasus kelalaian berobat adalah penderita sudah berobat paling
kurang 1 bulan dan berhenti mengkonsumsi obat.
5. Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap
positif pada akhir bulan ke-5 pengobatan.
6. Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA masih positif setelah selesai pengobatan.

2.1.3 Patogenesis TB
Infeksi dapat terjadi ketika seseorang menghirup droplet yang
mengandung basil TB yang mencapai alveoli paru-paru. Pada tempat terpaparnya,
basil TB akan membentuk suatu fokus infeksi primer berupa tempat pembiakan
dan tubuh penderita akan memberikan reaksi inflamasi. Basil TB yang berhasil
masuk akan mendapatkan perlawanan dari tubuh.(16)
Dalam perjalanannya terjadi 2 fase yaitu TB primer dan TB post-primer
yaitu:
1. TB Primer
Kuman yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan
paru-paru, dimana akan membentuk suatu serangan pneumonia yang
disebut sebagai serangan primer atau afek primer. Serangan ini dapat
timbul dibagian mana saja dalam paru-paru, berbeda dengan rekativasi.
Dari serangan primer ini akan terlihat peradangan saluran getah bening
menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut akan diikuti oleh
7

pembesaran kelenjar getah bening. Serangan primer bersama dengan


limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.(15) Namun,
terdapat kemungkinan bahwa awal stadium infeksi primer, ada beberapa
basil TB yang menyebar melalui aliran darah ketempat lain diluar lesi
inisial.(1)
2. TB Post-primer
Dari TB primer akan muncul menjadi TB post-primer, biasanya pada
usia 15-40 tahun. TB post-primer mempunyai nama yang bermacam-
macam yaitu TB menahun, TB bentuk dewasa dan Localized TB. Bentuk
inilah yang menjadi masalah pada kesehatan masyarakat, karena dapat
menjadi sumber penularan kepada yang lainnya.
TB post-primer dimulai dengan serangan dini yang umumnya terletak
di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini
ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Nasib sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:
1. Diresopsi kembali dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula-mula meluas, tapi segera terjadi proses
penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan
membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang
tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti skerotik). Nasib kaviti ini sebagai berikut:
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik
baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan
seperti yang disebutkan diatas.
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh
tapi mungkin pula dapat aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi.
8

c. Kaviti bisa menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open


healed cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus
diri, akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti
yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti
bintang (stellate shaped)

Serangan eksudatif Serangan Kaviti non Kaviti


kejutan dini sklerotik sklerotik

diresopsi Saramg Sarang Open healed Lesi


proliferatif enkapsulasi cavity eksudatif

sembuh sikatrik Sarang pengapuran sikatriks

Gambar 2.1 Skema perkembangan sarang Tuberkulosis post-primer dan


perjalanan penyembuhannya

2.1.4 Faktor Resiko TB


Faktor resiko TB paru antara lain:(17)
A. Orang dengan kondisi medis yang melemahkan sistem kekebalan
tubuh seperti:
1. Orang yang terinfeksi HIV lebih mungkin untuk mengembangkan
TB paru dibandingkan dengan mereka yang tidak terinfeksi HIV.
TB paru adalah penyakit yang paling umum di antara orang yang
hidup dengan HIV dikarenakan mempengaruhi sistem kekebalan
tubuh dan menjadi penyebab utama bagi kematian. (17)
2. Malnutrisi juga meningkatkan resiko TB paru dan juga TB paru
dapat menyebabkan seseorang mengalami kekurangan gizi.
Malnutrisi sering terjadi diantara orang dengan penyakit TB paru.
(17)

3. Orang dengan penyakit Diabetes melitus 3 kali lipat resiko terkena


TB paru. Akibatnya, tingkat TB paru lebih tinggi pada orang
9

dengan penyakit sindrom metabolik dan juga diabetes merupakan


komorbiditas umum pada orang dengan TB paru. Kondisi ini
dapat memperburuk perjalanan klinis dari TB paru dan
memperburuk control glikemik pada penderita diabetes. (18)
4. Penggunaan berbahaya dari alkohol dapat meningkatkan resiko 3
kali lipat mengalami TB paru. (19)
5. Merokok dan tembakau dapat meningkatkan resiko TB paru 2-3
kali lipat. Orang yang terdiagnosis mengalami Tuberkulosis harus
berhenti mengkonsumsi rokok. Ini merupakan bagian dari
pendekatan untuk kesehatan paru-paru. (20)

2.1.5 Manifestasi klinis TB


Keluhan yang dirasakan penderita TB paru dapat bermacam-
macam yang ditemukan. Adapun keluhan yang terbanyak adalah:(21)
1. Demam, biasanya menyerupai demam influenza. Tetapi panas
badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sementara akan tetapi dapat timbul kembali. Keadaan ini
sangat berpengaruh oleh sistem kekebalan tubuh manusia.
2. Batuk, gejala ini paling banyak ditemukan. Batuk terjadi karena
adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar sputum.
3. Sesak napas, pada penyakit yang ringan belum dirasakan adanya
keluhan sesak nafas. Keluhan ini akan ditemukan pada penyakit
yang sudah lanjut atau kronis.
4. Nyeri dada, gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah mencapai pleura.
5. Malaise, penyakit ini umumnya bersifat radang yang menahun.
Gejala ini sering ditemukan seperti tidak nafsu makan, berat badan
berkurang, dan keringat malam.

2.1.6 Diagnosis
Gold Standard diagnosis untuk TB paru adalah mendeteksi
Mycobacterium tuberculosis dengan metode molekuler. Namun, meskipun
10

sensitivitasnya yang terbatas, sputum BTA tetap menjadi pemeriksaan andalan


untuk mendiagnosis TB.(22) Diagnosis Tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan
gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan
pemeriksaan penunjang lainnya.(21)

1. Gejala klinis TB paru terbagi 2 golongan yaitu:


a. Gejala respiratorik
1. Batuk > 3 minggu.
2. Batuk berdarah.
3. Sesak nafas dan nyeri dada.
b. Gejala sistemik
1. Demam.
2. Keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.
2. Pemeriksaan fisik
Pada TB Paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan awal perkembangan penyakit
umunya tidak ditemukan kelainan. Kelainan paru umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama apex dan segmen
posterior serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan ini
ditemukan antara lain suara nafas bronkial, suara nafas melemah,
ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum. (21)
3. Pemeriksaan bakteriologi
Pemeriksaan ini untuk menemukan kuman tuberkulosis yang
mempunyai arti penting untuk menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan ini yaitu sputum, cairan pleura, liquor cerebrospinal
dan bilasan bronkus. Cara pengambilan sputum tiga kali setiap pagi
3 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi saat kunjungan, pagi
keesokan harinya dan sewaktu mengantarkan sputum pagi. Hasil
pemeriksaan ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu BTA positif
dan BTA negatif. BTA positif apabila hasil pemeriksaan
didapatkan hasil 3 kali positif atau 2 kali positif. 1 kali negatif,
11

apabila didapatkan 1 kali positif, 2 kali negatif lalu saat dilakukan


pemeriksaan ulang BTA 3 kali didapatkan 1 kali positif, 2 kali
negatif juga disebut BTA positif. Dikatakan BTA negatif apabila 3
kali negatif. (21)
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pada foto thorak dapat memberikan gambaran bermacam-
macam bentuk (multiform). (21)
A. Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
1. Banyangan berawan / nodular di segmen apikal dan
posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
2. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan.

B. Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB infaktif:


1. Fibrotik
2. Klasifikasi
3. Schwarte atau penebalan pleura.
5. Pemeriksaan penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis tuberkulosis adalah
lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman seara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru
dalam mengidentifikasi kuman TB secara lebih cepat.(21)
1. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR ini adalah teknologi canggih yang dapat
mendeteksi DNA, termasuk DNA dari Mycobacterium
tuberculosis. Namun, masalah dalam pelaksanaan ini adalah
kemungkinan terjadinya kontaminasi.
2. Pemeriksaan serologi dengan berbagai metode:
a. Enzym Linked Immunosorbent assay (ELISA) teknik ini
merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi.
12

b. Mycodot merupakan uji mendeteksi antibodi


antimikrobakterial didalam tubuh manusia.
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pembiakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. Sistem ini menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat.
6. Pemeriksaan penunjang lainnya. (21)
1. Analisis cairan pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji rivalta perlu
dilakukan pada penderita efusi pleura untuk membantu
menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisi yang
mendukung diagnosis Tuberkulosis adalah uji rivalta positif
dan kesan cairan eksudat, serta pada analisi cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan diagnosis
Tuberkulosis. Bahan yang diperlukan dapat diperolah melalui
biopsi paru dengan Trans Bronchial lung biopsy (TBLB),
biopsy pleura, biopsi kelenjar getah bening dan organ lain
diluar paru.
3. Uji tuberculin
Apabila hasil uji positif maka menunjukan adanya infeksi
Tuberkulosis. Uji tuberculin sebagai alat bantu diagnosis
kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini mempunyai
makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya.

2.1.7 Pengobatan TB
Pengobatan TB terbagi menjadi dua fase yaitu fase awal dan fase lanjutan.
Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan tambahan. (21)
A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
1. Jenis lini pertama yang digunakan adalah
a. Rifampisin
13

b. INH ( Isoniazid )
c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Jenis obat tambahan lini kedua yang digunakan adalah
a. Kanamisin
b. Kuinolon
c. Derivate rifampisin dan INH.
d. Obat lain masih dalam penelitian: makrolid, amoksilin +
asam klavulanat.
B. Panduan Obat Anti Tuberkulosis.
Pengobatan kasus Tuberkulosis dibagi menjadi:
1. TB Paru ( kasus baru ). BTA positif atau pada foto thoraks
terdapat lesi luas. Panduan obat yang dianjurkan adalah 2
RHZE/4RH. Panduan ini dianjurkan untuk TB paru BTA (+)
kasus baru dan TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologi
lesi luas. Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan
disesuaikan dengan hasil uji resistensi.
2. TB Paru kasus kambuh. Sebelum ada hasil uji resistensi dapat
diberikan 2 RHZES /1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan
hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil dari uji tersebut
maka pemberian obat RHE dilanjutkan selama 5 bulan.
3. Tuberkulosis kasus gagal pengobatan. Sebelum ada hasil uji
resistensi seharusnya dapat diberikan obat lini kedua. Dalam
keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2
RHZES.
4. TB Paru kasus putus berobat. Pasien TB paru dengan kasus
kelalaian berobat akan dimulai kembali sesuai dengan kriteria
berikut:
A. Berobat > 4 bulan
1. BTA saat ini negatif.
14

Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka


pengobatan OAT harus dihentikan. Bila gambaran
radiologi aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk
memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan
juga kemungkinan ada penyakit paru lain. Bila terbukti
TB, maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan
obat yang lebih kuat.
2. BTA saat ini positif.
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama.
B. Berobat < 4 bulan.
1. Bila BTA positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang
lebih kuat dan jangka waktu yang lebih lama dan
membutuhkan biaya mahal.
2. Bila BTA negative
Gambaran foto thoraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya dilakukan
pemeriksaan uji resistensi terhadap OAT.
5. TB Paru kasus kronik
Jika belum ada hasil dari uji resistensi, dapat diberikan RHZES.
Namun jika hasil dari uji resistensi ada dapat disesuaikan
dengan 4 macam obat OAT dan ditambah dengan penggunaan
obat lini kedua seperti kuinolon dan betalaktam. Pengobatan
minimal 18 bulan. Pertimbangkan juga dilakukan pembedahan
untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. Kasus TB
paru kronik wajib dirujuk ke dokter spesialis paru.(21)

2.2 Dukungan Keluarga


2.2.1 Definisi Keluarga
Menurut Bussard and Ball keluarga merupakan lingkungan sosial yang
sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Dimana dikeluarga seseorang
15

dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lainnya, dibentuknya


nilai-nilai, pola pemikiran dan kebiasaannya.(23) Depkes RI menyebutkan keluarga
merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan tinggal disuatu tempat dalam
keadaan saling ketergantungan.(24) Keluarga juga memiliki peranan penting dalam
membantu pengobatan seorang pasien. Dimana dukungan keluarga dapat
membantu seseorang dalam menjalani pengobatan sehingga pasien memiliki
kepercayaan diri untuk mengelola penyakitnya sendiri dan melindungi seseorang
dari efek stress yang dapat memperburuk keadaannya.(25)

2.2.2. Bentuk-bentuk keluarga


Bentuk-bentuk keluarga adalah sebagai berikut: (26)
1. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak.
2. Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah
dengan sanak saudara, nenek, kakek, sepupu, paman dan sebagainya.
3. Keluarga berantai (serial family) adalah keluarga yang terdiri atas
pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali.
4. Keluarga duda atau janda (single family) adalah suatu keluarga yang
terbentuk karena adanya perceraian atau kematian.
5. Keluarga berkomposisi adalah keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
6. Keluarga kabitas adalah dua orang yang menjadi satu tanpa adanya
pernikahan tetapi membentuk satu keluarga.

2.2.3 Fungsi keluarga


Secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut: (27)
1. Fungsi afektif, yaitu fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan
segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan
dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan
individu dan psikososial anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi, yaitu fungsi mengembangkan dan tempat melatih
anggota keluarga untuk kehidupan sosial sebelum meninggalkan
rumah dan berhubungan dengan orang lain.
16

3. Fungsi reproduksi, yaitu fungsi keluarga untuk mempertahankan


generasi dan menjaga kelangsungan hidup keluarga.
4. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan.
5. Fungsi perawatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan
kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.
Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang
kesehatan.

2.2.4 Tugas keluarga dibidang Kesehatan


Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas
di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yaitu:(27)
1. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan
kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa
kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti.
2. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini
merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan sesuai dengan
keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang
mempunyai kemampuan memutuskan untuk tindakan selanjutnya.
3. Merawat keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Sering kali
keluarga telah mengambil keputusan yang benar, tetapi memiliki
keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri.
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan di sekitarnya
bagi keluarga.

2.2.5 Definisi Dukungan Keluarga


Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang
melindungi seseorang dari efek stress yang buruk.(25) Sedangkan menurut
friedman Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang
masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-tahap
siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial internal
seperti dukungan dari suami, istri atau dukungan dari saudara kandung dan juga
17

dapat berupa dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti. Sebagai akibatnya,
anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan untuk meningkatkan kesehatan
dan adpatasi keluarga.(28)

2.2.6 Cara mengukur fungsi keluarga


Untuk mengukur fungsi suatu keluarga dikembangkan instrument
penilaian yaitu Apgar keluarga (Family Apgar). Instrument ini menilai lima fungsi
pokok yaitu:.(29)
1. Adaptasi, tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan
yang diperlukan dari anggota keluarga lainnya.
2. Kemitraan, tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap berkomunikasi
dalam mengambil keputusan atau menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi.
3. Pertumbuhan, tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan
yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan
kedewasaan setiap anggota keluarga.
4. Kasih sayang, tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih
sayang serta interaksi emosional yang berlangsung dalam keluarga.
5. Kebersamaan, tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap
kebersamaan dalam membagi waktu.
Untuk setiap jawaban selalu diberikan nilai 2, jawaban kadang-kadang
diberikan nilai 1, sedangkan jawaban tidak pernah diberikan nilai 0. Apabila hasil
penjumlahan didapatkan nilai 8-10 maka keluarga tersebut dalam keadaan sehat,
bila didapat angka 4-7 maka keluarga tersebut kurang sehat, sedangkan 0-3
keluarga tersebut sama sekali tidak sehat. Sehingga diperlukan banyak perbaikan
untuk lebih meningkatkan lagi hubungan setiap anggota keluarga

2.3 Tingkat Kecemasan


2.3.1 Definisi Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan perasaan yang ditandai dengan perasaan
kekhawatiran mendalam dan berkelanjutan.(30) Kecemasan bukanlah suatu
penyakit namun sebuah gejala. Kecemasan sering kali berkembang dalam jangka
waktu panjang dan sebagian besar bergantung pada seluruh pengalaman hidup
seseorang.(31) Kesimpulan yang dapat diambil dari kecemasan adalah respon
18

terhadap suatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, samar-samar atau


konfliktual.(32)

2.3.2 Tingkat Kecemasan


Kecemasan pada tingkat fisiologi atau kecemasan yang mempengaruhi
atau terwujud pada gejala fisik. Adapun 4 Tingkatan kecemasan adalah sebagai
berikut:(31)
1. Kecemasan ringan, yaitu berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada.
2. Kecemasan sedang, yaitu memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lainnya, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif.
3. Kecemasan berat, yaitu sangat mengurangi persepsi seseorang dan
cenderung memusatkan pada sesuatu yang terperinci.
4. Panik, yaitu berhubungan dengan ketakutan dan teror, karena
mengalami kehilangan kendali atas dirinya.

2.2.3 Faktor Resiko


1. Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi cara berfikir individu
tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena
(33)
adanya pengalaman yang tidak menyenangkan. rasa cemas yang
timbul akibat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini
lebih dekat dengan rasa takut Karena penyebabnya terlihat jelas. (34)
2. Jenis kelamin, dimana perempuan cenderung lebih sering terjadi
daripada laki-laki dimana pada perempuan faktor hormonal
berkontribusi terhadap terjadinya kecemasan. (35)
3. dukungan sosial, dimana kecemasan lebih tinggi di antara orang-orang
yang memiliki dukungan sosial yang buruk. Seperti halnya dapat
terjadi pada penderita penyakit tertentu.(36)
4. Penggunaan zat tertentu seperti rokok dan alkohol dikaitkan dengan
kecemasan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pasien cemas lebih
rentan menggunakan zat tersebut untuk bantuan diri sendiri dari gejala
kecemasan.(37)
19

2.4 Hubungan dukungan keluarga dengan lama pengobatan


Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan. Dukungan keluarga dapat berbagai macam bentuk tergantung
kebutuhan yang diperlukan. Pada kasus-kasus penyakit tertentu dibutuhkan
dukungan dari keluarga, baik keluarga inti maupun keluarga besar. Penyakit TB
paru merupakan penyakit yang menyerang paru-paru dan memerlukan waktu yang
cukup lama dalam menjalani pengobatan. Dimana pasien memerlukan bantuan
berupa dukungan emosional seperti memberikan semangat, mengurangi rasa putus
asa dari pasien dan memberikan rasa aman. (28)
Dukungan instrumental sangat berguna bagi penderita yang mana meliputi
penyediaan dukungan jasmani seperti pelayanan, bantuan finansial atau materi,
termasuk saat merawat seseorang sakit. Dukungan nyata ini paling efektif bila
dihargai oleh individu dan dapat mengurangi rasa kecemasannya. (28)

2.5 Hubungan Tingkat Kecemasan dengan lama pengobatan


Kecemasan adalah gangguan perasaan yang ditandai dengan adanya
perasaan kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan.(30) Ketidakmampuan
penderita TB paru dalam menjalani pengobatan yang memakan waktu lama akan
berdampak timbulnya rasa kecemasan yang berlebih. Salah satu faktor pencetus
yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan adalah ancaman terhadap
keberadaan dirinya di lingkungan masyarakat. Hal ini dapat terjadi pada penderita
TB paru yang tidak sungguh-sungguh dalam menjalani pengobatan yang telah
ditetapkan seperti berhenti mengkonsumsi obat. Apabila penderita larut dalam
rasa khawatir yang berlebihan secara terus-menerus dapat dipastikan proses
pengobatan akan semakin lama dan membutuhkan biaya pengobatan yang tidak
sedikit.(11) Pada penderita TB paru sangat dibutuhkan dukungan sosial, karena
sangat penting dalam menjalani pengobatan. Apabila dukungan sosial yang
diterima oleh penderita buruk tidak sesuai yang diharapkan, dapat dipastikan
proses pengobatan akan terganggu dan penderita akan larut dalam rasa kecemasan
(khawatir), akan tetapi jika dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga baik,
sangat penting bagi mereka dengan kesehatan yang mereka miliki dapat
melakukan pencegahan akan timbulnya rasa kecemasan.(36)
20

2.6 Kerangka Teori

Tuberkulosis (TB) Faktor Resiko


1. Penderita HIV
2. Malnutrisi
3. Penderita DM

Dukungan Keluarga Tingkat kecemasan

Lama pengobatan Faktor resiko


Fungsi keluarga
1. Lingkungan
1. Fungsi afektif
2. Dukungan sosial
2. Fungsi sosialisasi
(buruk)
3. Fungsi ekonomi 1. Fase intensif
3. Jenis kelamin
4. Fungsi perawatan (2 bulan)
4. Penggunaan zat
kesehatan 2. Fase lanjutan
tertentu
(4 bulan)

Berdasarkan
Berdasarkan Kuesioner SAS (Self
Kuesioner Family Tepat waktu 6 Anxiety Scale)
Apgar bulan
Tidak tepat waktu >
6 bulan
Ringan : 20 44
Baik : 8 10 Sedang : 45 59
Kurang baik : 4 7 Berat : 60 74
Buruk : 0 - 3 Panik : 75 - 80

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Anda mungkin juga menyukai