Ojk 1
Ojk 1
"Bisa saja dengan bikin isu goreng saham untuk mendapatkan dana. Isu BUMN ini sangat
sensitif. Isu merger, akuisisi tersebut juga harus ada persetujuan dari Kementerian Keuangan,"
kata Said.
Said pun mengharapkan, OJK harus menegur pemegang saham mayoritas yang melemparkan
isu aksi korporasi. Selain itu, OJK harus memperketat pengawasan terhadap munculnya isu
aksi korporasi perusahaan.
"OJK harus bicara dan menegur pemegang saham mayoritas karena di dalam undang-undang
pasar modal ada kesetaraan informasi," tutur Said.
Said menuturkan, bila memang isu aksi korporasi tersebut memang murni untuk langkah
strategis bisnis, aksi korporasi BUMN tersebut membutuhkan proses panjang. Aksi korporasi
seperti merger dan akuisisi juga membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan dan
pihak lainnya.
Selain itu, ia mengharapkan Kementerian BUMN dapat mendorong perusahaan BUMN untuk
fokus terhadap bisnis usaha intinya. "Jangan melakukan strategi tertentu yang tidak matang.
Arahkan BUMN untuk fokus ke core businessnya," kata Said.
Sebelumnya dikabarkan PT Pertamina (Persero) ingin mengakuisisi PT Perusahaan Gas
Negara Tbk (PGAS). Langkah itu dilakukan untuk mensinergikan bisnis PGN dengan anak
usaha Pertamina.
Selanjutnya, perusahaan plat merah tersebut dikabarkan berencana mengakuisisi PT Tambang
Bukit Asam Tbk (PTBA). Langkah itu dilakukan untuk menjadi Pertamina sebagai perusahaan
energi.
Selain itu, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga dikabarkan berniat untuk mengambialih
PT Bank Tabungan Negara Tbk. Namun manajemen PT Bank Rakyat Indonesia Tbk belum
mengetahui mengenai kabar tersebut.
"Saya malah baru dengar dari media mengenai hal itu," ujar Sekretaris Perusahaan PT Bank
Rakyat Indonesia Tbk, Muhammad Ali, saat dikonfirmasi mengenai kabar BRI ingin memiliki
BTN. (Ahm)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain. OJK mengemban fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan terhadap lembaga jasa keuangan.
Dalam UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan disebutkan bahwa lembaga-
lembaga yang berada di bawah pengawasan OJK adalah perbankan, pasar modal,
perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan atau multifinance, dan lembaga jasa
keuangan lainnya. Lembaga jasa keuangan ini mencakup pegadaian (PT Pegadaian), lembaga
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor, lembaga pembiayaan sekunder perumahan dan
lembaga yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib
(penyelenggaraan program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan).
Secara khusus, UU No 21 Tahun 2011 juga mengatur mengenai pengorganisasian dan tata
laksana kegiatan pengaturan serta pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Diharapkan
dengan dibentuknya OJK, akan tercapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam
menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat menjamin
tercapainya stabilitas sistem keuangan dan memastikan adanya pengaturan juga pengawasan
yang lebih terintegrasi.
Integrasi Otoritas Jasa Keuangan dengan lembaga- lembaga lain merupakan keniscayaan yang
tak terhindarkan. Meski Otoritas Jasa Keuangan bukanlah bagian dari pemerintah, tapi lembaga
ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan
Perwakilan Rakyat. Selain itu, OJK memiliki keterkaitan lain yaitu dengan otoritas bidang fiskal
dan moneter, yakni Banki Indonesia. Bentuk koordinasi yang dibangun oleh Otoritas Jasa
Keuangan dengan instansi terkait bertujuan agar terwujud harmonisasi dari kebijakan yang
diambil dengan mengedepankan kepentingan nasional demi stabilitas sistem keuangan.
Secara konkret, Otoritas Jasa Keuangan selalu berkoordinasi dengan Bank Indonesia,
khususnya dalam membuat peraturan pengawasan perbankan, antara lain :
Sementara itu pelaksana kegiatan operasional Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari :
1. Ketua Dewan Komisioner memimpin Bidang Manajemen Strategis I;
2. Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin Bidang Manajemen Strategis II;
3. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin Bidang Pengawasan Sektor
Perbankan;
4. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin Bidang Pengawasan Sektor
Pasar Modal;
5. Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin Bidang
Pengawasan Sektor IKNB
6. Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko; da
7. Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin
bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen
Salah satu unsur penting dari kewenangan dan tugas OJK adalah perlindungan terhadap
konsumen pengguna jasa keuangan dari kejahatan dan pelanggaran di sektor keuangan.
Berkaitan dengan fungsi perlindungan terhadap konsumen ini, OJK tidak saja menitik beratkan
pada aspek penindakan ketika kejahatan keuangan terjadi, tetapi juga melaksanakan
perlindungan dalam aspek yang lebih bersifat preventif edukatif kepada masyarakat. OJK
berperan memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa
keuangan, layanan, dan produknya. OJK dapat pula meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk
menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. OJK
juga melakukan pelayanan pengaduan konsumen.
Secara historis, cikal bakal Otoritas Jasa Keuangan tercetus setelah diundangkannya UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dinyatakan secara tegas, bahwa tugas pengawasan lembaga
jasa keuangan nantinya akan diserahkan kepada lembaga independen yang dibentuk melalui
Undang-Undang. Alasan inilah yang kemudian menjadi landasan pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan.
Selain terkait penegasan normatif, pendirian Otoritas Jasa Keuangan juga disebabkan semakin
kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan
jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Selain itu, pemerintah merasa bahwa Bank
Indonesia, sebagai bank sentral telah beberapa kali gagal mengawasi sektor perbankan.
Salah satu contoh konkret kegagalan Bank Indonesia tampak pada krisis pertengahan tahun 1997
yang berujung likuidasi (pembubaran) terhadap 16 bank nasional. Pasca krisis yang
menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan di Indonesia ini,
pemerintah melalui UU No.23 Tahun 1999 mengamanatkan pembentukan lembaga pengatur dan
pengawas jasa keuangan yang lebih independen dan profesional.
Tahun 2004, melalui UU No 3 Tahun 2004, pemerintah merevisi UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Dalam UU No 3 Tahun 2004 termuat ketentuan mengenai Otoritas Jasa
Keuangan. Disebutkan pula bahwa pembentukan lembaga dimaksud akan dilaksanakan
selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2010. Namun, hingga batas waktu yang telah
ditetapkan, pembentukan Otoritas Jasa Keuangan belum juga dapat dilaksanakan. Barulah pada
tahun 2011, DPR akhirnya mengesahkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa
keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan;
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu
melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. Diharapkan, ini semua akan mengarah pada
menguatnya pondasi perekonomian Indonesia serta terciptanya iklim investasi yang memberi
peluang bagi bertumbuhnya beragam sektor usaha baru.
Secara konkret, pasar finansial berkembang pesat seiring tersedianya teknologi penunjang yang
meningkatkan keterlibatan masyarakat untuk berinvestasi pada lembaga penyedia jasa keuangan,
baik sektor perbankan atau non-bank. Oleh karenanya, pemerintah perlu mengatur dan menata
kembali struktur organisasi dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan di sektor jasa keuangan (mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya).
Dengan terselenggaranya jasa keuangan yang baik, adil, transparan, dan dapat
dipertanggungjawabkan, maka diyakini akan berdampak terhadap perbaikan kinerja jasa
keuangan di Indonesia. Masyarakat, sebagai konsumen pun diharapkan akan memiliki tingkat
kepercayaan yang kian tinggi terhadap jasa keuangan, sehingga dapat menopang stabilitas sektor
keuangan dan memberi konstribusi kepada perekonomian secara keseluruhan, melalui kelancaran
fungsi intermediasi (penyaluran dana) dari sektor perbankan ke sektor riil.
Otoritas Jasa Keuangan, pada dasarnya, merupakan lembaga pengganti dari Bapepam-LK
(Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) sebagai lembaga pengatur dan
pengawas pasar modal di Indonesia, sekaligus menggantikan Bank Indonesia dalam melakukan
pengaturan terhadap lembaga perbankan, serta melindungi konsumen dalam kaitannya dengan
keberadaan lembaga jasa keuangan, baik bank maupun non bank.
Namun, tidak seluruh tugas Bank Indonesia dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan. Bank
Indonesia, sebagai bank sentral, tetap memiliki kewenangan dan fokus pada bidang pengawasan
makro (macro prudential supervision), misalnya, kebijakan moneter dan kebijakan dalam
menangani krisis. Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan menangani bidang tugas yang lebih
bersifat mikro dan khusus (micro prudential supervision), di antaranya, persoalan teknis yang
berkaitan dengan jasa keuangan.
Lebih lanjut, macro prudential supervision memiliki tujuan melakukan pemantauan dan penilaian
terhadap sistem keuangan secara keseluruhan. Sedangkan micro prudential supervision bertujuan
melaksanakan pemantauan dan penilaian terhadap sistem dari masing-masing lembaga keuangan.
Selain itu, macro prudential supervision dimaksudkan guna menghindari guncangan ekonomi
atau kemerosotan Produk Domestik Bruto, sementara micro prudential supervision berfokus
pada perlindungan konsumen (nasabah/investor).
Dapat dikatakan, bahwa dengan keberadaan Otoritas Jasa Keuangan, maka akan terbentuk
mekanisme koordinasi yang lebih efektif dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
sistem keuangan, sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU
Nomor 21 Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK adalah
lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. OJK didirikan
untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam pengaturan dan pengawasan pasar modal dan
lembaga keuangan, dan menggantikan peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan
pengawasan bank, serta untuk melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor
keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik
segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa krisis yang melanda di tahun 1998 telah membuat sistem
keuangan Indonesia porak-poranda. Sejak itu maka lahirlah kesepakatan untuk membentuk
Otoritas Jasa Keuangan yang menurut undang-undang tersebut harus terbentuk pada tahun
2002. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan dibidani berdasarkan kesepakatan dan diamanatkan
oleh UU, nyatanya sampai dengan 2002 pembentukan Otoritas Jasa Keuangan belum ada,
sampai akhirnya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) tersebut direvisi menjadi
UU No. 24 Tahun 2004 yang menyatakan tugas Bank Indonesia adalah mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah.
Kemudian pada tanggal 27 Oktober Tahun 2011, RUU Otoritas Jasa Keuangan disahkan
oleh DPR, dan selanjutnya pemerintah mensahkan dan mengundangkan UU No. 21 Tahun
2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia pada
tanggal 22 November 2011.
Berikut merupakan ringkasan dari isi UU No. 21 Tahun 2011. Otoritas Jasa Keuangan,
yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. OJK
berkedudukan di ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
RANGKUMAN
Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga
pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal,
reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK
yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.