Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai macam bahan tambang
yang terdapat di dalam tanahnya, bahan tambang banyak ditemukan di berbagai
daerah tertentu. Bahan tambang tersebut seperti minyak bumi, gas alam, emas,
batu bara, bijih besi, dan aspal merupakan jenis bahan tambang yang terdapat di
wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.
Emas adalah mineral logam mulia yang merupakan salah satu komoditas
pertambangan yang utama. Pembentukannya berhubungan dengan naiknya larutan
sisa magma ke atas permukaan yang dikenal dengan istilah larutan hidrotermal.
Pergerakan larutan hidrotermal dikontrol oleh zona lemah yang membentuk
rongga sehingga memungkinkan larutan hidrotermal tersebut bermigrasi dan
kemudian terakumulasi membentuk suatu endapan yang terletak di bawah
permukaan (Peter dalam Ulinnamah, 2011).
Poboya adalah salah satu kelurahan di Kecamatan Palu Timur, Kota Palu,
Sulawesi Tengah, Indonesia. Salah satu wilayah di Sulawesi Tengah yang
memiliki potensi mineral emas sangat besar, yaitu terdapat di Kelurahan Poboya
Kecamatan Mantikulore yang dikenal sebagai tambang rakyat dengan luas areal
tambang 49.460 Ha yang meliputi daerah pegunungan antara Kota Palu dan
Parigi, dan saat ini lokasi yang menjadi aktivitas penambangan rakyat dengan luas
sebesar 7.120 Ha (ESDM, 2011).
Dilihat dari kondisi fisik alam, emas juga sebagai mineral yang terbentuk
bersama-sama dengan mineral lain dan sebagai hasil dari proses magmatisme
yang berasal dalam dapur magma, kemudian menerobos ke atas permukaan dalam
lingkungan hidrotermal baik sudah mengalami pelapukan maupun belumm
terlapuk. Sehingga diadakan pengukuran bawah permukaan dengan metode
menggunakan Metode Geolistrik Konfngurasi Wenner yang dilakukan hanya
mencangkupi sekitaran daerah aliran sungai Poboya.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi bawah permukaan.
2. Mahasiswa dapat menentukan penyebaran zona mineralisasi.

1.3 Manfaat Penelitian


1. Bagi Pemerintah
Memberikan informasi tentang kondisi bawah permukaan yang
meliputi kondisi mineralisasi yang bernilai ekonomis. Agar dapat
dimanfaatkan dengan sebaik mungkin.
2. Bagi Masyarakat.
Memberikan informasi kepada masyarakat poboya agar hanya
menambang di daerah mineralisasi, agar tidak merusakan lahan lainnya
yang tidak ada aktifitas mineralisasi.

1.4 Batasan Masalah


Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Pengukuran dilakukan menggunakan geolistrik geolistrik.
2. Metode yang di gunakan yaitu metode geolistrik resistivitas
konfigurasi Wenner.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Kelistrikan Batuan

a. Konduksi secara elektronik.

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak


elektron bebas sehingga arus listrik di alirkan dalam batuan atau mineral oleh
elektron-elektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga di pengaruhi oleh sifat
atau karakteristik masing-masing batuan yang di lewatinya.Salah satu sifat
atau karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang
menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan tersebut
menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas memiliki
pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana resistansi tidak
hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada faktor geometri
atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak bergantung pada
faktor geometri. Jika di tinjau suatu silinder dengan panjang L, luas
penampang A, dan resistansi R, maka dapat di rumuskan:

L

R=

Dimana : R = Resistansi

= Resistivitas

L = Panjang

A = Luas

Di mana secara fisis rumus tersebut dapat di artikan jika panjang


silinder konduktor (L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan
apabila diameter silinder konduktor diturunkan yang berarti luas
penampang (A) berkurang maka resistansi juga meningkat. Di mana
adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam m. Sedangkan menurut hukum
Ohm, resistivitas R dirumuskan :

Sehingga didapatkan nilai resistivitas ()

Namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat


konduktivitas () batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas ()
dengan satuan mhos/m.

1
= = = () () = ()
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m 2 ) dan E adalah medan
listrik (volt/m).

b. Konduksi secara elektrolitik.

Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan


memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Namun pada kenyataannya batuan
biasanya bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida,
terutama air. Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor
elektrolitik, di mana konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik
dalam air. Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada
volume dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas
akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan berkurang. Menurut
rumus Archie:

e = -m S-n w

di mana e adalah resistivitas batuan, adalah porositas, S adalah


fraksi pori-pori yang berisi air, dan w adalah resistivitas air. Sedangkan a,
m, dan n adalah konstanta. m disebut juga faktor sementasi. Untuk nilai n
yang sama, schlumberger menyarankan n = 2.

c. Konduksi secara dielektrik.

Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral bersifat dielektrik


terhadap aliran arus listrik, artinya batuan atau mineral tersebut
mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak sama sekali. Elektron
dalam batuan berpindah dan berkumpul terpisah dalam inti karena adanya
pengaruh medan listrik di luar, sehingga terjadi poliarisasi. Peristiwa ini
tergantung pada konduksi dielektrik batuan yang bersangkutan, contoh :
mika.

2.2 Konfigurasi Geoolistrik

Metode resistivitas pada dasarnya adalah pengukuran harga resistifitas


(tahanan jenis) batuan. Prinsip kerja metode ini adalah dengan menginjeksikan
arus ke bawah permukaan bumi sehingga diperoleh beda potensial, yang
kemudian akan didapat informasi mengenai tahanan jenis batuan. Hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris, salah
satu dari dua buah elektroda yang berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan
arus ke dalam tanah,dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur
tegangan yang ditimbulkan oleh aliran arus tadi, sehingga resistivitas bawah
permukaan dapat diketahui. Resistivitas batuan adalah fungsi dari konfigurasi
elektroda dan parameter-parameter listrik batuan. Arus yang dialirkan didalam
tanah dapat berupa arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC) berfrekuensi
rendah. Untuk menghindari potensial spontan, efek polarisasi dan menghindarkan
pengaruh kapasitansi tanah yaitu kecenderungan tanah untuk menyimpan muatan
maka biasanya digunakan arus bolak balik yang berfrekuensi rendah.

a. Konfigurasi wenner
Jenis konfigurasi Wenner termasuk resistivitas sounding,
konsepnya antara lain.:

a. pengukuran untuk memperoleh informasi mengenai variasi resistivitas


secara 2-D atau 3-D

b. resistivity-mapping dg variasi spasi elektroda cukup banyak (n >>)

c. aspek akuisisi data otomatis + pemodelan data (inversi).

Pengukuran menggunakan konfigurasi elektroda Wenner dilakukan


dengan memindahkan masing-masing elektroda sesuai dengan aturan


= k

konfigurasi yang digunakan. Dari pengukuran dapat diperoleh nilai
resistivitas semua dengan melakukan perhitungan menggunakan
persamaan:

dimana k adalah faktor geometri, untuk konfigurasi Wenner dihitung


dengan persamaan:

k = 2

k sedangkan untuk faktor geometri konfigurasi Schlumberger dihitung


dengan persamaan:

[ 2 2 ]
k= 2

Pada konfigurasi elektroda Wenner, kedua elektroda arus diletakkan di


luar elektroda potensial. Jarak antar elektroda mempunyai jarak yang
sama panjang sebesar a. (Gokdi, 2012).
Gambar 2.1 Tabel referensi nilai resistivitas batuan
2.3 Referensi Mineralisasi di Daerah Penelitian
Penelitian sebelumnya menghasilkan Wilayah Poboya dan sekitarnya,
didominasi oleh batuan kuarsa sebagai pembawa mineral emas yang terdapat
dalam urat kuarsa. Batuan kuarsa adalah jenis batuan utama yang membentuk
struktur patahan, serta menjadi faktor penting terbentuknya emas. Lowell dan
Guilbert dalam Pirajno (1992), batuan kuarsa ini selalumenghadirkan mineral-
mineral ubahan seperti biotit, magnetit, kuarsa, karbonat (kalsit, siderite,
rodokrosit), anhidrit, Illitserisit, Klorit, Epidot, kalkopirit, pirit, molibdenit,
dan bornit yang tergolong dalam zona alterasi tipe potasik.
Berdasarkan hasil penelitian tentang studi zona mineralisasi emas
menggunakan metode magnetik di Lokasi Tambang Emas Poboya untuk
mengetahui sebaran mineralisasi emas, disimpulkan bahwa zona mineralisasi
emas yang berada dilokasi penelitian berasosiasi dengan mineral lain seperti
Pirit (FeS2) dengan nilaisuseptibilitas 0,000035 SI 0,005 SI, Kalkopirit
(CuFeS2) dengan nilai suseptibilitas 0,000023 SI 0,0004 SI, Troilite dengan
nilai suseptibilitas 0,00061 SI 0,0017 SI, Pyrrhotites dengan nilai
suseptibilitas 0,00046 SI 1,4 SI, Porpiridengan nilai suseptibilitas 0,00025 SI
0,21 SI, dan Siderite dengan nilai suseptibilitas 0,0013 SI 0,011 SI, yang
berasosiasi dengan batuan beku, iron sulfides dan mineral magnetik.
Penyebaran batuanbatuan pembawa mineral emas ini terdapat pada sisi bagian
timur dan selatan hingga pada bagian utara lokasi penelitian dengan
kedalaman berkisar rata-rata antara 70 meter sampai 320 meter bawah
muka tanah.
BAB III
METODE PENEITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


3.1.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Daerah Poboya, Kecamatan Mantikulure,
Kota Palu, Provinsi Sulawesi Tengah dengan koordinat LS : 0o 51
53,3 dan BT : 119o 56 42,5. Dalam hal ini kami menggunakan
Peta Lembar Palu, yang diterbitkan oleh BAKOSURTANAL tahun
1991.
Gambar 3.1 Peta Lokasi Daerah Penelitian

3.1.2 Waktu Penelitian


Waktu penelitian ini berlangsung selama 1 hari pada hari Minggu,
Tanggal 30 April 2017. Penelitian dilakukan pada pukul 08.00
sampai 17.00 WITA.

3.2 Peralatan yang Digunakan


Adapun alat dan bahan yang kami gunakan adalah ;
a. Resistivity Meter
Resistivity Meter digunakan untuk mengukur nilai Tahanan Jenis

Foto 3.1 Resistivity Meter

b. ACCU
ACCU digunakan Sebagai sumber energi listrik

Foto 3.2 ACCU

c. Elektroda
Elektroda yang digunakan yaitu 2 buah elektroda Potensial dan 2 buah
elektroda Arus. Digunakan untuk menginjeksi arus listrik

Foto 3.3 Elektroda

d. Kabel Listrik
Kabel listrik digunakan untuk menghantarkan listrik

Foto 3.4 Kabel Listrik

e. Patok Besi / Tembaga


Patok besi/tembaga digunakan sebagai penanda jarak dan sebagai
media yang menghantarkan listrik ke dalam tanah
Foto 3.5 Patok

f. Palu-palu
Palu-palu digunakan untuk memasangkan patok di tanah.

Foto 3.6 Palu-palu

g. GPS Garmin
Gps Digunakan untuk mengambil data Kordinat dan data Topografi

Foto 3.7 GPS

h. Rol Meter
Rol meter digunakan untuk mengukur jarak

Foto 3.8 Rol meter


i. Tabel Data
Sebagai tempat untuk menuliskan datadata yang diperoleh selama
pengukuran

j. Kalkulator dan Alat Tulis Menulis


Kalkulator dan alat tulis digunakan sebagai alat hitung dan alat untuk
menulis

Foto 3.9 Kalkulator dan Alat Tulis

k. Software Res2Dinv
Software Res2Dinv digunakan sebagai Software yang di
gunakan untuk mengolah data yang didapatkan di lapangan

Gambar 3.10 Software Res2Dinv

3.3 Prosedur Pengambilan Data


Pada penelitian ini, Tahap pertama yang dilakukan adalah Kajian
Literatur yaitu Jurnal mengenai Bidang Gelincir dan Tanah Longsor.
Tahap kedua adalah pengambilan data. Pengambilan data dibagi menjadi 3
bagian ;
1. Pengamatan Litologi,
2. Pengambilan data Resistivity Batuan
Pengukuran Resistivity batuan dilakukan pada satu lintasan. Lintasan
ini memiliki panjang lintasan 100 meter dengan jumlah patok 24 buah
dengan jarak antar patok 4 meter. Sedangkan tahap pertama yang
dilakukan untuk pengambilan data yaitu mempersiapkan alat yang
akan digunakan dalam percobaan ini. Kemudian pasang meteran pada
daerah yang akan digunakan untuk penelitian, dan memasang patok
pada setiap ujungnya. Setelah itu, pasang elektroda arus (C1C2) dan
elektroda potensial (P1P2) diawali dengan jarak terdekat yang telah
disiapkan pada tabel pengukuran. Kemudian untuk pengukuran yang
kedua dan seterusnya memindahkan elektroda arus dan elektroda
potensial yang dilakukan secara bersama-sama dengan jarak yang sama
pada setiap elektroda. Setelah itu, accu 12 volt ke resistivitimeter dan
sambungkan capit dari resistivitimeter ke setiap elektroda. Kemuadian
setelah semua tersambung selanjutnya mengambil data yaitu catat arus
(I) dan beda potensial (V).
3. Pengambilan data Topografi di setiap patok.
Kemudian tahap akhir yang dilakukan adalah Interpretasi data dari
hasil yang diperoleh di lapangan.

3.4 Teknik Analisis dan Interpretasi Data


3.4.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan berdasarkan data geolistrik resistivitas
konfigurasi wenner hasil pengukuran di Daerah Poboya. Data yang
diperoleh merupakan data kuat arus, data potensial, data topografi,
kemudian datatersebut diolah menggunakan Excel. Setelah dilakukan
perhitungan dengan menggunakan Software Excel, data hasil
perhitungandimasukkan ke dalam notepade dan disimpandalam
format dat. Kemudian dilakukan pemodelan untuk menginversi data
hasil pengukuran dan menggambarkannya dalam bentuk 2D yang
menggambarkan distribusi resistivitas batuan bawah permukaan
lokasi penelitian dengan menggunakan aplikasi Res2Dinv.
3.4.2 Interpretasi Data
Interpretasi data dilakukan setelah melihat model yang didapatkan
setelah tahap pengolahan data. Hasil interpretasi dibuat berdasarkan
hasil resistivitas pada berbagai lapisan daerah penelitian. Jika
terdapat pada area tertentu nilai resistivitas lapisan atas lebih rendah
daripada lapisan bawahnya, area itulah yang disebut bidang gelincir.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Geologi Lokasi


Kondisi Geologi daerah penelitian Desa Enu Kecamatan Sindue
Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah termasuk dalam Geologi
Regional Kota Palu (Rab Sukamto, 1973) dan seperti yang tertuang dalam Peta
Geologi Tinjau Lembar Palu, Sulawesi dengan skala 1 : 250.000.
Geomorfologi regional secara fisiografi daerah Palu terdiri dari pematang
timur dan pematang barat, kedua-duanya berarah Utara-Selatan dan terpisahkan
oleh Lembah Palu (Fossa Sarassina). Pematang Barat di dekat palu hingga lebih
dari 200 meter tingginya, tetapi di Donggala menurun hingga muka air laut.
Pematang Timur dengan tinggi puncak dari 400 meter hingga 1900 meter, dan
menghubungkan pegunungan Sulawesi Tengah dengan Lengan Utara.
Stratigrafi regional, batuan tertua di daerah yang dipetakan adalah
metamorf dan tersingkap hanya pada pematang timur yang merupakan intinya.
Kompleks itu terdiri dari sekis ampibolit, sekis, genes dan pualam. Sekis terdapat
banyak di sisi Barat, sedangkan genes dan pualam terdapat banyak di sisi Timur.
Tubuh-tubuh intrusi tak terpetakan, umumnya selebar kurang dari 50 meter,
menerobos kompleks batuan metamorf, dengan berjangka dari diorit hingga
granodiorit. Umur metamorfisme tak diketahui, tetapi boleh jadi pra-Tersier.
Brouwer (1947) berpendapat, bahwa sekis yang tersingkap di seantero Sulawesi
berumur Palezoikum.
Formasi Tinombo / (Tts), menurut Alburg (1913), bahwa rangkaian ini
tersingkap luas, baik di pematang timur maupun pematang barat. Batuan ini
menindih kompleks metamorf secara tidak selaras. Di dalamnya terkandung
rombakan yang berasal dari batuan metamorf. Endapan ini terutama terdiri dari
serpih, batupasir, konglomerat, batugamping, rijang, radiolaria dan batuan gunung
api yang diendapkan di dalam lingkungan laut.
Molasa Celebes Sarasin/ (Tmc), menurut Sarasin (1910), batuan ini
terdapat pada ketinggian lebih rendah pada sisi-sisi kedua pematang, menidih
secara tidak selaras Formasi Tinombo dan Kompleks Metamorf, mengandung
rombakan yang berasal dari formasi-formasi yang lebih tua, dan terdiri dari
konglomerat, batupasir, batulumpur, batugamping koral dan napal yang semuanya
hanya mengeras lemah. Di dekat kompleks batuan metamorf pada bagian Barat
Pematang Timur endapan itu terutama terdiri dari bongkah-bongkah kasar dan
agaknya diendapkan di dekat sesar. Batuan-batuan itu ke arah laut beralih jadi
batuan klastika berbutir halus. Di dekat Donggala sebelah Utara Enu dan sebelah
Barat Labean batuannya terutama terdiri dari batugamping dan napal dan
mengandung Operculina sp., Cycloclypeus sp., Rotalia sp., Orbulina universa.,
Amphistegina sp., Miliolidae, Globigerina, foraminifera pasiran, ganggang
gampingan, pelesipoda dan gastropoda. Sebuah conto yang di pungut dari
Tenggara Laebago selain fosil-fosil tersebut juga mengandung Miogysina sp., dan
Lepidocyclina sp., yang menunjukkan umur Miosen (pengenalan oleh kadar,
Direktorat Geologi). Foram tambahan yang dikenali oleh Socal meliputi
Planorbulina sp., Solenomeris sp., Textularia sp., Acervulina sp., Siroclypeus sp.,
Reussella sp., Lethoporella, Llithophyllum, dan Amphiroa. Socal mengirakan
bahwa fauna-fauna tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah, dan
pengendapannya di dalam laut dangkal. Pada kedua sisi Teluk Palu, dan
kemungkinan juga di tempai lain, endapan sungai Kuarter juga dimasukkan ke
dalam satuan ini.
Alluvium dan Endapan Pantai (Qal) berupa kerikil, pasir, lumpur dan
batugamping koral terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan laut dangkal
merupakan sedimen di daerah ini. Endapan itu boleh jadi seluruhnya berumur
Holosen. Di daerah dekat Labean dan Tambu terumbu koral membentuk bukit-
bukit rendah.
Batuan intrusi telah diamati beberapa generasi intrusi, dimana yang tertua
ialah intrusi andesit dan basal kecil-kecil di Semenanjung Donggala. Intrusi-
intrusi ini mungkin merupakan saluran-saluran batuan vulkanik di dalam Formasi
Tinombo. Intrusi-intrusi kecil (selebar 50 meter) yang umumnya terdiri dari diorit,
porfiri diorit dan granodiorit menerobos Formasi Tinombo, yakni sebelum
endapan Molasa, dan tersebar luas diseluruh daerah. Semuanya tak terpetakan,
granit dan granodiorit yang telah dipetakan tercirikan oleh fenorkris feldspar
kalium sepanjang hingga 8 cm. Penanggalan Kalium/Argon telah dilakukan oleh
Gulf Oil Company terhadap dua contoh granodiorit di daerah ini. Intrusi yang
tersingkap di antara Palu dan Donggala memberikan penanggalan 31.0 juta tahun
pada analisa kadar K/Ar dari feldspar. Yang lainnya adalah suatu intrusi yang
tidak dipetakan terletak kira-kira 15 Km Timurlaut dari Donggala, tersingkap di
bawah koral Kuarter, memberikan penaggalan 8,6 juta tahun pada analisa K/Ar
dari biotit.

Gambar 4.1 Peta Geologi Lembar Palu

Gambar 4.1 Peta Geologi Lembar Palu

Secara regional struktur geologi orogenesa di Pulau Sulawesi mulai


berlangsung sejak zaman Trias, terutama pada Manggala Banggai Sula yang
merupakan Mandala tertua, sedangkan pada Mandala Geologi Sulawesi Bagian
Timur dimulai pada kapur Akhir atau Awal Tersier. Perlipatan yang kuat
menyebabkan terjadinya sesar anjak yang berlangsung pada Miosen Tengah di
lengan Timur Sulawesi dan bagian Tengah dari Mandala Geologi Sulawesi Barat,
serta waktu yang bersamaan dengan transgresi lokal berlangsung di lengan
Tenggara Sulawesi, dan suatu aktivitas vulkanik terjadi di lengan Uatara dan
Selatan (Sukamto, 1975).
Fasa orogenesa Intra Miosen terlihat menonjol di beberapa tempat,
terutama pada Mandala Sulawesi Barat bagian Tengah, sedangkan orogenesa
sebelum Intra Miosen mungkin terjadi pada Kala Kapur Akhir hingga Miosen
Awal, mengangkat dan melipat endapan Mesozoikum dan sedimen tua lainnya
kemudian terhenti oleh pengaruh gerekan horizontal dan yang menyebabkan sesar
sungkup berarah Utara Selatan atau Utara- Barat Laut, Selatan-Tenggara. Gaya
horisontal terhenti dan disusul terbentuknya sesar bongkah yang menyebabkan
terjadinya terban ataupun sambul.

4.2 Hasil Pengamatan

a. Data Hasil Pengamatan Geolistrik

Tabel 4.1 Data Hasil Pengukuran Geolistrik

I(mA) V(mV)
No C1 P1 P2 C2 n a K R Rho
1 2 3 1 2 3
22 18 20 22 24 2 8 50.24 100 95 100 7.1 14.9 14.9 0.13 6.2843
23 17 19 21 23 2 8 50.24 99 99 96 17.3 17.7 17 0.18 8.8860
24 16 18 20 22 2 8 50.24 98 98 98 17.6 17.6 17.7 0.18 9.0398
25 15 17 19 21 2 8 50.24 95 96 95 16.5 16 16.2 0.17 8.5549
26 14 16 18 20 2 8 50.24 96 95 95 16.5 16 16.2 0.17 8.5549
27 13 15 17 19 2 8 50.24 95 95 11.3 11.5 0.12 6.0288
28 12 14 16 18 2 8 50.24 95 95 12.2 12.3 0.13 6.4783
29 11 13 15 17 2 8 50.24 90 93 90 10.3 11.6 11.8 0.12 6.2018
30 10 12 14 16 2 8 50.24 92 91 90 11.5 11.5 11.6 0.13 6.3674
31 9 11 13 15 2 8 50.24 48 48 48 7 7.1 7.2 0.15 7.4313
32 8 10 12 14 2 8 50.24 35 35 33 4.2 4.3 4.2 0.12 6.1946
33 7 9 11 13 2 8 50.24 64 64 63 15 15.6 16.4 0.25 12.3627
34 6 8 10 12 2 8 50.24 64 63 63 9.6 9.8 9.9 0.15 7.7475
35 5 7 9 11 2 8 50.24 67 66 66 21.1 21.1 21.3 0.32 16.0314
36 4 6 8 10 2 8 50.24 27 28 28 4.3 4.3 4.5 0.16 7.9294
37 3 5 7 9 2 8 50.24 22 22 22 7.4 8.4 8.6 0.37 18.5736
38 2 4 6 8 2 8 50.24 25 29 28 18.5 19.3 24.1 0.75 37.9251
39 1 3 5 7 2 8 50.24 26 26 26 3 3.3 3.8 0.13 6.5054
40 1 4 7 10 3 12 75.36 27 29 29 88.9 99.7 101.6 3.41 257.2879
41 2 5 8 11 3 12 75.36 33 33 33 104.7 103.7 116.5 3.28 247.3178
42 3 6 9 12 3 12 75.36 27 27 27 118.1 117.8 117.1 4.36 328.4207
43 4 7 10 13 3 12 75.36 37 30 30 128.3 127.1 127.2 3.94 297.2447
44 5 8 11 14 3 12 75.36 83 83 344.8 345.1 4.16 313.1980
45 6 9 12 15 3 12 75.36 83 81 81 263.5 266.1 162.8 2.83 212.9766
46 7 10 13 16 3 12 75.36 83 83 83 231.1 235.6 231.1 2.80 211.1896
47 8 11 14 17 3 12 75.36 57 57 57 7.9 8 7.9 0.14 10.4887
48 9 12 15 18 3 12 75.36 60 60 59 139.4 140.3 139.1 2.34 176.3171
49 10 13 16 19 3 12 75.36 101 105 106 252.6 250.7 249.6 2.41 181.8543
50 11 14 17 20 3 12 75.36 106 106 106 252.6 250.7 249.6 2.37 178.4231
51 12 15 18 21 3 12 75.36 108 107 107 319 314.8 319.3 2.96 223.0609
52 13 16 19 22 3 12 75.36 108 107 107 319.1 313.4 315.1 2.94 221.7737
53 14 17 20 23 3 12 75.36 106 106 107 272.1 271.8 271.6 2.56 192.6523
54 15 18 21 24 3 12 75.36 105 109 109 210.8 205.6 205.2 1.92 145.0272
55 12 16 20 24 4 16 100.48 110 106 109 203.6 202.6 200.2 1.87 187.4802
56 11 15 19 23 4 16 100.48 108 107 107 210.8 214.5 214 1.99 199.4934
57 10 14 18 22 4 16 100.48 105 104 104 205.2 203 201.9 1.95 195.8557
58 9 13 17 21 4 16 100.48 52 52 52 87.5 88.4 87.5 1.69 169.6566
59 8 12 16 20 4 16 100.48 47 46 48 61.7 59.5 61.8 1.30 130.4102
60 7 11 15 19 4 16 100.48 83 83 83 109.4 108.3 107.5 1.31 131.2293
61 6 10 14 18 4 16 100.48 91 91 91 132.1 131.3 130.6 1.44 145.0151
62 5 9 13 17 4 16 100.48 89 89 90 160.5 161.5 161.6 1.80 181.3139
63 4 8 12 16 4 16 100.48 30 30 30 72.8 70.8 70 2.37 238.4725
64 3 7 11 15 4 16 100.48 27 26 26 69.6 68.5 68.8 2.62 263.1558
65 2 6 10 14 4 16 100.48 38 38 38 96.3 97 96 2.54 254.9900
66 1 5 9 13 4 16 100.48 29 29 29 68.6 68 68.3 2.36 236.6477
67 1 6 11 16 5 20 125.6 29 30 30 48.9 49.4 48.6 1.65 207.3106
68 2 7 12 17 5 20 125.6 42 42 42 61 60.9 60 1.44 181.3225
69 3 8 13 18 5 20 125.6 26 26 26 32.7 32.5 32.3 1.25 157.0000
70 4 9 14 19 5 20 125.6 30 30 30 31.5 31.1 31 1.04 130.6240
71 5 10 15 20 5 20 125.6 90 90 89 77.3 80.1 79.4 0.88 110.5654
72 6 11 16 21 5 20 125.6 80 81 86 71.8 77 76.6 0.91 114.6164
73 7 12 17 22 5 20 125.6 74 74 74 75.4 75.1 75 1.02 127.5802
74 8 13 18 23 5 20 125.6 66 66 66 72.8 72.5 72.2 1.10 137.9697
75 9 14 19 24 5 20 125.6 48 48 48 55.8 56.3 57.1 1.18 147.5800
76 6 12 18 24 6 24 150.72 88 87 58.1 58 0.66 99.9920
77 5 11 17 23 6 24 150.72 94 94 94 60.6 60.4 60.2 0.64 96.8456
78 4 10 16 22 6 24 150.72 35 35 35 24.9 23.4 23.4 0.68 102.9202
79 3 9 15 21 6 24 150.72 26 26 26 18.2 16.9 16.7 0.66 100.0935
80 2 8 14 20 6 24 150.72 40 40 40 31.1 30.6 32.6 0.79 118.4408
81 1 7 13 19 6 24 150.72 25 30 30 25.9 26.9 25.9 0.93 139.5490
82 1 8 15 22 7 28 175.84 29 29 29 16.5 15.9 16 0.56 97.8236
83 2 9 16 23 7 28 175.84 42 42 42 20.2 19.5 18.9 0.47 81.7796
84 3 10 17 24 7 28 175.84 26 26 26 12.7 10.9 11.1 0.44 78.2263

Tabel 4.2 Data pengukuran topografi

Patok X Y Z
1 00 5153,5
o
119 5641,0
o
400
24 00o5153,2 119o5643,9 405

Anda mungkin juga menyukai