Anda di halaman 1dari 7

2.

DASAR TEORI

2.1. Air Asam Tambang (AAT)


Air asam tambang (AAT) dihasilkan dari sisa batuan, tailing, dinding pit tambang
terbuka dan tambang bawah tanah. Mineral sulfida seperti pirit teroksidasi dan
hadir di air dan udara melalui oksigen yang menghasilkan air asam tambang
melalui proses kimia dan biokimia. Oksidasi mineral sulfida dapat dideskripsikan
dengan persamaan (Morin and Hutt dalam Bussiere, 2009) dengan langkah
pertama terjadinya oksidasi langsung dari pirit (FeS2) oleh oksigen yang
2- 2+ +
menghasilkan sulfat (SO4 ), ferrous iron (Fe ) dan keasaman (H ) :
2+ 2- +
2FeS2 + 7O2 + 2H2O = 2Fe + 4SO4 + 4H (1)
3+
Reaksi selanjutnya ferrous iron teroksidasi menjadi ferric iron (Fe ).
2+ + 3+
2Fe + 1/2O2 + 2H = 2Fe + H2O (2)

Ferrous iron juga dapat teroksidasi menghasilkan iron hidroksida (FeOOH) dan
keasaman.
2+ +
Fe + 1/4O2 + 3/2H2O = FeOOH + 2H (3)
3+
Pada saat pH > 4, Fe akan terendapkan sebagai ferric hidroksida (Fe(OH)3),

lepas ke lingkungan dengan sangat asam.


3+ +
Fe + 3H2O = Fe(OH)3 + 3H (4)

Pada saat pH < 4, Ferric iron akan larut dan mengoksidasi pirit secara langsung
dan melepas asam kesekelilingnya dengan bebas.
3+ 2+ 2- +
FeS2 + 14Fe + 8H2O = 15Fe + 2SO4 + 16H (5)

Secara keseluruhan reaksi oksidasi pirit dapat diperlihatkan sebagai berikut :


FeS2 + 15/4O2 + 7/2H2O = Fe(OH)3 + 2H2SO4 (6)

Oksidasi 1 mol pirit akan menghasilkan 2 mol asam sulfur. Secara umum
pertimbangan literatur (Aubertin dalam Bussiere 2009) bahwa oksidasi oleh
oksigen (persamaan 1) berlangsung pada pH netral (5 < pH > 7), sementara itu
oksidasi tidak langsung (Persamaan 5) lebih dominan pada pH rendah (pH <3).
Persamaan diatas berdasarkan pada persamaan stoikiometri tanpa
mempertimbangkan kondisi kinetik setiap reaksi. Seperti nilai rata-rata oksidasi
sebagai fungsi faktor penambah (Jerz dan Rimstidt dalam Bussiere, 2009), supply
oksigen, temperatur, pH, aktivitas bakteri, luas paparan. Pertimbangan secara
umum rata-rata reaksi dikontrol oleh persamaan 2. Rata-rata reaksi berjalan
lambat pada pH rendah, tetapi meningkat dengan cepat dan menurunkan pH
karena adanya bakteri. Contohnya : Acidithiobaccilus ferrooxidans sebagai
katalisator reaksi oksidasi ferrous iron menjadi ferric iron.
Kualitas kimia dari drainase juga tergantung dari mineral lain yang ada di batuan
sisa. Asam dapat bereaksi dengan penetral oleh karbonat dan mineral silika, yang
dapat dipertimbangkan sebagai penetral utama adalah calcite (CaCO3) dan

dolomite (CaMg(CO3)2) (Dabos, 2005).


2+ 3- 2-
2CaCO3 + H2SO4 = 2Ca + 2HCO + SO4 (7)
2- 2+ 2+ 3- 2-
CaMgCO3 + H2SO4 = Ca + Mg + 2HCO + SO4 (8)

Persamaan diatas memperlihatkan bahwa 2 mol calcite dan 1 mol dolomit


dibutuhkan untuk menetralkan 1 mol asam sulfur. Kapasitas mineral penetral
untuk membatasi pembentukan air asam tambang juga tergantung kepada faktor
yang berbeda beda untuk mempengaruhi proses reaksi seperti : temperatur, pH,
tekanan, permukaan mineral.
Ketika potensi penetral kurang dari potensial pembentukan asam, air asam
tambang akan terjadi dan diperlukan pengukuran yang akurat dan tindakan
mitigasi. Beberapa tahun terakhir, beberapa teknik telah diajukan untuk
membatasi dampak air asam tambang terhadap lingkungan. Salah satu pendekatan
yang dikembangkan untuk mengontrol produksi air asam tambang dari tailing dan
batuan sisa adalah dengan mengeliminasi atau menghilangkan satu atau lebih dari
3 komponen utama reaksi oksidasi yaitu : oksigen, air dan mineral sulfida.
Beberapa metode yang dikembangkan adalah :
a. Ekstraksi sulfida
Kehadiran mineral sulfida adalah esensi utama pembentukan air asam tambang.
Air asam tambang dapat dikontrol dengan melakukan ekstraksi mineral sulfida
sehingga membatasi pembentukan air asam tambang di lingkungan. Recovery atau
penyimpanan mineral sulfida yang diperlukan tergantung kepada jumlah mineral
penetral. Teknik yang berbeda dapat digunakan seperti flotasi dan pemisahan
dengan gravimetri dapat digunakan untuk memisahkan sulfida dari tailing
(Bussiere, 1998). Metode kontrol seperti ini secara umum sangat aplikatif untuk
pertambangan yang sedang beroperasi.
b. Hambatan oksigen / oxygen barriers
Oksigen merupakan salah satu komponen kunci terhadap pembentukan air asam
tambang. Membatasi kemampuan oksigen bereaksi pada batuan sisa adalah salah
satu teknik yang paling sering digunakan untuk mengontrol air asam tambang,
terutama pada daerah lembab. Pendekatan yang berbeda dapat digunakan untuk
menghambat oksigen dengan cara menempatkan pelindung air dan megatur
elevasi air tanah.

2.3. Pengelolaan Air Asam Tambang


Pengolahan air asam tambang dikategorikan atas 2, yaitu pengolahan aktif dan
pengolahan pasif. Pengolahan yang paling umum digunakan adalah dengan
metode mengolah debit air asam tambang dengan pengolahan aktif dimana
pengolahan menggunakan kimia penetral yang ditambahkan terus menerus ke air
asam tambang (Neale & Richards, 2002). Proses penetralan air asam tambang ini
akan mengendapkan logam-logam terlarut dan akan membentuk selimut lumpur
(sludge blanket). Kelemahan dari pengolahan aktif ini memerlukan biaya yang
besar dan memindahkan atau membuang selimut lumpur yang mengandung
logam.
Pemilihan metode pasif dalam pengolahan air asam tambang dibandingkan
dengan pengolahan secara aktif mempunyai kelebihan terutama dari segi
perawatan dan biaya yang lebih rendah. Sistem pengolahan pasif hanya
memerlukan perawatan dan penggantian secara periodik.

2.4. Sumber Sumber Air Asam Tambang


Air asam tambang dapat terjadi pada kegiatan penambangan baik itu tambang
terbuka maupun tambang bawah tanah. Umumnya keadaan ini terjadi karena
unsur sulfur yang terdapat di dalam batuan teroksidasi secara alamiah didukung
juga dengan curah hujan yang tinggi semakin mempercepat perubahan oksida
sulfur menjadi asam. Sumber sumber air asam tambang antara lain berasal dari
kegiatan kegiatan berikut :
1. Air dari tambang terbuka
Lapisan batuan akan terbuka sebagai akibat dari terkupasnya lapisan penutup,
sehingga unsur sulfur yang terdapat dalam batuan sulfida akan mudah teroksidasi
dan bila bereaksi air dan oksigen akan membentuk air asam tambang.
2. Air dari unit pengolahan batuan buangan
Material yang banyak terdapat pada limbah kegiatan penambangan adalah batuan
buangan (waste rock). Jumlah batuan buangan ini akan semakin meningkat
dengan bertambahnya kegiatan penambangan. Sebagai akibatnya, batuan buangan
yang banyak mengandung sulfur akan berhubungan langsung dengan udara
terbuka membentuk senyawa sulfur oksida selanjutnya dengan adanya air akan
membentuk air asam tambang.
3. Air dari lokasi penimbunan batuan
Timbunan batuan yang berasal dari batuan sulfida dapat menghasilkan air asam
tambang karena adanya kontak langsung dengan udara yang selanjutnya terjadi
pelarutan akibat adanya air.
4. Air dari unit pengolahan limbah tailing
Kandungan unsur sulfur di dalam tailing diketahui mempunyai potensi dalam
membentuk air asam tambang, pH dalam tailing pond ini biasanya cukup tinggi
karena adanya penambahan hydrated lime untuk menetralkan air yang bersifat
asam yang dibuang kedalamnya. Air yang masuk ke dalam tailing pond yang
bersifat asam tersebut diperkirakan akan menyebabkan limbah asam bila
merembes keluar dari tailing pond (Gautama, 2005)

2.4. Dampak Dampak Air Asam Tambang


Terbentuknya air asam tambang dilokasi penambangan akan menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan. Adapun dampak negatif dari air asam
tambang tersebut antara lain :
2.4.1. Kualitas Air Permukaan
Terbentuknya air asam tambang hasil oksidasi pirit akan menyebabkan
menurunnya kualitas air permukaan. Parameter kualitas air yang mengalami
perubahan diantaranya adalah pH, padatan terlarut, padatan tersuspensi, COD,
BOD, sulfat, besi, dan Mangan.

2.4.2. Kualitas Air Tanah


Ketersediaan unsur hara merupakan faktor yang penting untuk pertumbuhan
tanaman. Tanah yang asam banyak mengandung logam - logam berat seperti besi,
tembaga, seng yang semuanya ini merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan
tanaman, sedangkan unsur hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman seperti
fosfor, magnesium, kalsium sangat kurang. Akibat kelebihan unsur hara mikronya
dapat menyebabkan keracuanan pada tanaman, ini tandai dengan busuknya akar
tanaman sehingga tanaman menjadi layu.

2.5. Mineral-mineral Pembentuk Air Asam Tambang


Mineralmineral yang terdapat pada batuan penutup di daerah pertambangan
adalah kandungan sulfida alami, paling umum yaitu dalam bentuk pirit. Apabila
mineral-mineral ini terkena oksigen dan air selama penambangan, maka akan
mengalami oksidasi sehingga menghasilkan air asam sulfat. Dibawah ini
menjelaskan reaksi pirit dengan oksigen dan air :
Fe 15/4 + 7/2 O + 2
Air asam tambang terbentuk ketika mineral-mineral sulfida dalam batuan muncul
di permukaan pada kondisi oksidasi. Banyak tipe dari mineral sulfida, sulfida besi
yang sering terdapat pada batubara yang didominasi pirit dan markasit. Beberapa
sulfida-sulfida logam yang dapat menyebabkan air asam tambang:
Tabel 2.1. Jenis-jenis Sulfida
No Rumus Senyawa Nama Senyawa
1 FeS2 Pyrite
2 FeS2 Marcasite
3 FexSx Pyrrhotite
4 Cu2S Chalcosite
5 CuS Covellite
6 Cu FeS2 Chalcopyrite
7 MoS2 Molybdenite
8 NiS Millerite
9 PbS Galena
10 ZnS Sphalerite

Apabila mineral-mineral sulfida muncul di permukaan pada kondisi oksidasi,


maka mineral-mineral sulfida akan teroksidasi, bereaksi dengan air dan oksigen
menjadi kondisi asam tinggi, kaya akan sulfat. Komposisi logam dan konsentrasi-
konsentrasi pada tipe mineral sulfida hadir dalam jumlah yang banyak.
Berdasarkan persamaan kimia dapat diketahui prosesnya sebagai berikut:
Persamaan 1 : FeS2 + 7/2 O2 + H2O Fe+2 + 2 SO4-2 + 2 H+
Persamaan 2 : Fe+2 + 1/4 O2 + H+ Fe+3 + 1/2 H2O
Persamaan 3 : Fe+3 + 3 H2O Fe(OH) + 3H+
Persamaan 4 : FeS2 + 14 Fe+3 +8 H2O 15 Fe+2 + 2 SO4-2 + 16 H+
Persamaan 1, besi sulfida teroksidasi melepaskan besi ferro, sulfat dan asam
Persamaan 2, besi ferro dalam persamaan dua akan teroksidasi menjadi besi ferri
Persamaan 3, besi ferri dapat terhidrolisis dan membentuk ferri hidrosida dan
asam.
Persamaan 4, besi ferri secara langsung bereaksi dengan pirit dan berlaku sebagai
katalis yang menyebabkan besi ferro yang sangat besar, sulfat dan asam.
Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk secara akumulasi dan kompaksi
dari sisa-sisa tumbuhan dalam lingkungan reduksi seperti pada daerah rawa.
Sulfur di dalam batubara dan lapisan pembawa batubara dapat terjadi seperti
sulfur organik, sulfur sulfat dan pirit sulfur. Beberapa sulfur nampak pada seam
batubara setelah peat berubah menjadi batubara, hal ini dibuktikan dengan adanya
pirit pada fracture vertikal permukaan yang disebut cleat. Pada seam pirit banyak
hadir dalam lapisan batubara dan overburden terjadi seperti butiran kristal yang
sangat kecil tercampur dengan organik dari batubara dan juga tersebar disekitar
lapisan-lapisan dari sandstone dan shale. Sumber sulfur yang luas terdapat pada
konkresi, nodule, lensa band dan pengisian pada lapisan-lapisan porous.
Sulfat sulfur biasanya hanya ditemukan dalam jumlah minor dalam fresh coal dan
berasosiasi dengan batuan-batuan. Sulfat sulfur biasanya merupakan hasil dari
pengaruh iklim dan oksidasi dari sulfida sulfur. Sulfat merupakan hasil reaksi dari
oksidasi pirit dan relatif tidak menghasilkan asam. Pirit atau sulfida sulfur adalah
penyebab sulfur yang utama dalam batubara biasanya berasosiasi dengan batuan.
Semua mineral-mineral sulfida itu mungkin hadir, besi sulfida merupakan hal
utama dan penghasil asam yang terutama. Berdasarkan maksimal potensial asam
dari korelasi tertutup antara sample overburden dan pirit sulfur maka kita dapat
mengetahui tipe dari pirit sulfur. Angka dari oksidasi pirit tergantung variabel
angka, yaitu : permukaan reaktif dari pirit sulfat, konsentrasi oksigen, kelarutan
pH, sumber-sumber katalis, pembilasan (flushing) frequencies dan kehadiran dari
bakteri Thiobacillus. Karakteristik dari air asam tambang adalah : pH dan ion
hydrogen rendah, sulfat dan kadar besi tinggi.

Anda mungkin juga menyukai