Anda di halaman 1dari 4

PENGGUNAAN PERSONAL

AND SOCIAL PERFORMANCE


SCALE
1. PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan mental berat yang ditandai dengan


adanya gangguan dalam berpikir, persepsi, dan tingkah laku yang berlangsung
lebih dari satu bulan. Gejala ini yang dialami penderita dapat berupa pemikiran
penderita seperti dikendalikan oleh kekuatan dari luar, ada yang ingin masuk ke
dalam pikiran/tubuhnya, atau pikirannya bisa dibaca oleh orang lain, kecurigaan,
orang-orang membicarakan dirinya atau orang lain ingin mencederai dirinya.
Gejala-gejala ini diikuti oleh gejala-gejala lainnya seperti halusinasi pendengaran,
tidak mau mengurus diri, kurang bergaul, dan tidak ingin bekerja.

Prevalensi dari gangguan ini berkisar 1%, dengan rasio antara laki-laki dan
perempuan adalah 1 : 1, umur onset pada laki-laki 10 25 tahun dan pada
perempuan 25 35 tahun. Dalam beberapa tahun ke depan skizofrenia
diperkirakan akan menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab disabilitas di
dunia, selain banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh penderita dan negara
untuk menangani gangguan ini.

Skizofrenia sering dikonseptualisasikan dalam konteks gejala psikotik


yang parah dan adanya kegagalan untuk mencapai tingkat fungsi sosial yang
memadai. Sebanyak duaapertiga penderita skizofrenia tidak dapat memenuhi
peran sosial dasar seperti sebagai pasangan, orangtua dan pekerja, bahkan ketika
gejala psikotik dalam keadaan remisi. Kurang dari sepertiga bekerja secara teratur,
dan mayoritas menganggur bahkan ketika mereka sebenarnya bisa bekerja. Hanya
sebagian kecil pasien skizofrenik menikah, dan pernikahan ini sering berakhir
dengan perceraian. Kebanyakan pasien mengalami gangguan yang signifikan
dalam hubungan sosial, dan mereka sering terisolasi secara sosial. Ketika mereka
berinteraksi dengan orang lain, mereka sering kesulitan mempertahankan
percakapan yang tepat, mengekspresikan kebutuhan dan perasaan mereka,
mencapai tujuan sosial, atau mengembangkan hubungan yang erat dengan orang
lain. Kesulitan dalam aktifitas sehari-hari adalah umum diantara individu-individu
dengan skizofrenia dan berkontribusi kepada biaya perawatan yang tinggi.
Singkatnya, ada beberapa ranah disabilitas dalam skizofrenia dan
prevalensi dari disabilitas tersebut cukup tinggi. Dibandingkan dengan prevalensi
dari gejala-gejala positif yang resisten pengobatan, yang diperkirakan sekitar 35%
dari pasien-pasien dengan penyakit tersebut, defisit fungsional tampaknya lebih
umum.

Saat ini, perkembangan terapi pasien skizofrenik adalah mengoptimalkan


fungsi kehidupan pasien skizlah penting dalam mengevaluasi kebutuhan
skizofrenik yang telah remisi baik total maupun parsial. Penting sekali
mengupayakan intervensi yang tepat guna mengoptimalkan kualitas hidup pasien
yang telah remisi. Farmakoterapi dan intervensi lainnya diharapkan memiliki
pengaruh positif dalam arti yang lebih luas. Klinisi mengharapkan perbaikan
dalam integrasi sosial, keterampilan profesional, dan kualitas hubungan
interpersonal setelah intervensi. Ditambah lagi remisi dari gejala-gejala dan
akhirnya pemulihan (recovery) dianjurkan sebagai tujuan pengobatan yang ingin
dicapai. Bersamaan dengan remisi gejala, tujuan pengobatan haruslah
meningkatkan fungsi psikososial dan kualitas kehidupan melalui berbagai
intervensi.

Dalam rangka mengupayakan intervensi yang tepat guna mengoptimalkan


kualitas hidup pasien yang telah remisi, pengukuran fungsi sosial dan personal
perlu dilakukan. Saat ini penilaian skala fungsi yang digunakan secara luas di
Indonesia adalah skala Global Assessment of Functioning (GAF) menurut DSM
IV-TR. Global Assessment of Functioning (GAF) merupakan alat yang dapat
mengukur sekaligus dan akurat fungsi sosial dan personal pasien skizofrenia.
Penggunaan GAF untuk menilai fungsi tampaknya masih ada kekurangan.
Terdapat beberapa instrumen lain yang juga dapat mengukur fungsi, namun
demikian, belum banyak instrumen yang dapat mengukur sekaligus fungsi sosial
dan personal pasien-pasien skizofrenia secara lebih akurat, namun tetap praktis.
Pada tahun 2000, Morosini dan kawan-kawan menciptakan sebuah
instrumen, skala PSP, untuk mengukur fungsi sosial dan personal pasien. Pada
tahun 2008, Purnama dkk memvalidasi skala PSP ke dalam bahasa Indonesia .
Skala PSP menggunakan Social and Occupational Functioning
Assessment Scale (SOFAS) sebagai dasar pengembangannya, terdiri dari 4 ranah,
yaitu:
1. Perawatan diri (self-care) dengan 6 komponennya;
2. Aktivitas sosial yang berguna (socially useful activities) dengan 3
komponennya;
3. Hubungan personal dan sosial (personal and social relationships) dengan 2
komponennya;
4. Perilaku agresif dan mengganggu (disturbing and aggressive behaviours)
dengan 5 komponennya.

Alasan mengembangkan skala PSP diantaranya adalah guna menciptakan


alat ukur yang praktis. Kepraktisan skala PSP tampak dalam beberapa hal:
1. Hanya terdiri dari 4 ranah yang mencakup 16 komponen terukur dibantu 19
butir pertanyaan dalam bentuk wawancara terstruktur
2. Jawaban atas setiap butir pertanyaan digunakan untuk menilai derajat setiap
ranah. Masing-masing ranah diwakili oleh 6 derajat
3. Indeks ini tidak membebani subjek yang diukur, karena hanya perlu
menjawab 19 butir pertanyaan dengan jawaban sederhana
4. Kalkulasi skor totalnya juga sederhana, yaitu dengan mencocokkan derajat
masing-masing ranah dengan tabel skor dalam bentuk interval 10 poin
seperti skoring GAF, dan kemudian menentukan skor akhir diantara 10 poin
interval tersebut.
5. Waktu yang diperlukan untuk seluruh proses ini dalam praktik klinik sehari-
hari adalah 5-10 menit

Anda mungkin juga menyukai