Anda di halaman 1dari 53

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seseorang disebut lansia apabila usianya 65 tahun ke atas. Terdapat batasan-

batasan umur yang mencakup batasan umur orang yang masuk dalam kategori

lansia, diantaranya adalah 60 tahun (UU No. 13 Tahun 1998) dan 60-74 tahun

(WHO). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan

dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang

berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).

Keberhasilan pembangunan adalah cita-cita suatu bangsa yang terlihat dari

peningkatan taraf hidup dan Umur Harapan Hidup (UHH) / Angka Harapan Hidup

(AHH). Namun peningkatan UHH ini dapat mengakibatkan terjadinya transisi

epidemiologi dalam bidang kesehatan akibat meningkatnya jumlah angka

kesakitan karena penyakit degeneratif. Perubahan struktur demografi ini

diakibatkan oleh peningkatan populasi lanjut usia (lansia) dengan menurunnya

angka kematian serta penurunan jumlah kelahiran.

Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan

berpengaruh pada peningkatan UHH di Indonesia. Berdasarkan laporan

Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-2005 UHH adalah 66,4 tahun

(dengan persentase populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan

meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan UHH menjadi 77,6 tahun

(dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah 28,68%). Begitu pula
2

dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan UHH. Pada tahun

2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase populasi lansia

adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010

(dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi

69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Kementrian

Kesehatan RI, 2013)

Meningkatnya populasi lansia ini membuat pemerintah perlu merumuskan

kebijakan dan program yang ditujukan kepada kelompok penduduk lansia

sehingga dapat berperan dalam pembangunan dan tidak menjadi beban bagi

masyarakat. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia

menetapkan, bahwa batasan umur lansia di Indonesia adalah 60 tahun ke atas.

Berbagai kebijakan dan program yang dijalankan pemerintah di antaranya

tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan

Upaya Peningkatan Kesejahteraan Lanjut Usia, yang antara lain meliputi: 1)

Pelayanan keagamaan dan mental spiritual seperti pembangunan sarana ibadah

dengan pelayanan aksesibilitas bagi lanjut usia; 2) Pelayanan kesehatan melalui

peningkatan upaya penyembuhan (kuratif), diperluas pada bidang pelayanan

geriatrik/gerontologik; 3) Pelayanan untuk prasarana umum, yaitu mendapatkan

kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, keringanan biaya, kemudahan

dalam melakukan perjalanan, penyediaan fasilitas rekreasi dan olahraga khusus;

4) Kemudahan dalam penggunaan fasilitas umum, seperti pelayanan administrasi

pemerintah (Kartu Tanda Penduduk seumur hidup), pelayanan kesehatan pada

sarana kesehatan milik pemerintah, pelayanan dan keringanan biaya untuk


3

pembelian tiket perjalanan, akomodasi, pembayaran pajak, pembelian tiket

rekreasi, penyediaan tempat duduk khusus, penyediaan loket khusus, penyediaan

kartu wisata khusus, mendahulukan para lanjut usia (Kementrian Kesehatan RI,

2013)

Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari

persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7%

dari keseluruhan penduduk. Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan

salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global

dan nasional. Keadaan ini berkaitan dengan adanya perbaikan kualitas kesehatan

dan kondisi sosial masyarakat yang meningkat. Dengan demikian, peningkatan

jumlah penduduk lanjut usia menjadi salah satu indikator keberhasilan

pembangunan sekaligus sebagai tantangan dalam pembangunan.

Sementara menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi

Nasional Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di

masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh

masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor

pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan

menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.

Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu Lanjut Usia juga dapat diberikan

pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta

pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan
4

kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain

itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

Hasil Susenas tahun 2012 memperlihatkan pendidikan penduduk lansia yang

relatif masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk lansia serta ban-

yaknya penduduk lansia di perdesaan mungkin dapat mempengaruhi aksesibilitas

lansia ke fasilitas kesehatan.

Dengan bertambahnya umur, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat

proses degeneratif (penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul

pada usia lanjut. Selain itu masalah degeneratif menurunkan daya tahan tubuh

sehingga ren-tan terkena infeksi penyakit menular. Penyakit tidak menular pada

lansia di antaranya hipertensi, stroke, diabetes mellitus dan radang sendi atau

rematik. Sedangkan penyakit menular yang diderita adalah tuberkulosis, diare,

pneumonia dan hepatitis (Kementrian Kesehatan RI, 2013)

Angka kesakitan penduduk lansia tahun 2012 sebesar 26,93% artinya bahwa

dari setiap 100 orang lansia terdapat 27 orang di antaranya mengalami sakit. Bila

dilihat perkembangannya dari tahun 2005-2012, derajat kesehatan penduduk

lansia mengalami peningkatan yang ditandai dengan menurunnya angka kesakitan

pada lansia

Di dalam Susenas dikumpulkan informasi mengenai jenis keluhan kesehatan

yang umum. Keluhan kesehatan yang paling tinggi adalah jenis keluhan lainnya

(32,99%). Jenis keluhan lainnya di antaranya keluhan yang merupakan efek dari

penyakit kronis seperti asam urat, darah tinggi, rematik, darah rendah dan
5

diabetes. Kemudian jenis keluhan yang juga banyak dialami lansia adalah batuk

(17,81%) dan pilek (11,75%).

Berdasarkan data perkembangan penduduk lansia, provinsi Sumatera Selatan

tahun 2012 didapatkan total populasi penduduk sebesar 8.528.719 jiwa dengan

distribusi 4.380.993 jiwa (50,3%) berjenis kelamin laki-laki dan 4.147.726

(49,7%) berjenis kelamin perempuan. Dari total populasi penduduk golongan

umur 60 tahun ke atas atau yang kategori lansia berjumlah 700.049 jiwa atau 5,8%

(Palembang.tribunnews.com 2013).

Di Kabupaten Pali jumlah golongan lanjut usia sebesar 3.439 jiwa, dengan

distribusi 1.773 jiwa (51,56%) berjenis kelamin laki-laki dan 1.666 jiwa (48,44%)

berjenis kelamin perempuan (Biro Pusat Statistik Kabupaten Pali, 2014).

Data yang diperoleh di Puskesmas Talang Ubi tahun 2014, dari 17 desa yang

ada di wilayah Puskesmas Talang Ubi, desa Talang Ubi Selatan yang paling

banyak lansianya tidak aktif datang ke posyandu lansia. Jumlah lansia di Talang

Ubi Selatan ada 354 orang, dan yang aktif datang ke posyandu lansia ada 50 orang

(14,12%), sedangkan 304 orang tidak aktif (85,88%). Selanjutnya di Desa Beruge

Darat jumlah lansia ada 173 orang, yang aktif ke posyandu lansia ada 40 orang

(23,12%) sedangkan yang tidak aktif ada 133 orang (76,88%). Kemudian di desa

Panta Dewa jumlah lansia ada 326 orang lansia, yang aktif ke posyandu lansia ada

91 orang (27,91%) dan yang tidak aktif ada 235 orang (72,09%).

Dari hasil survey didapatkan bahwa penduduk lansia di Desa Talang Ubi

Selatan rata-rata tidak sekolah, sehingga kemungkinan para lansia diDesa Talang

Ubi Selatan kurang pengetahuannya tentang manfaat posyandu lansia, sehingga


6

mereka sikap mereka mengganggap posyandu lansia tidak penting buat

kelangsungan hidup mereka.

Dari latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai :

Gambaran Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Lansia Terhadap Peran

Serta Dalam Kegiatan Posyandu Lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan

Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali Tahun 2015

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran pendidikan, pengetahuan, dan sikap lansia

terhadap peran serta dalam kegiatan posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi

Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pendidikan, pengetahuan, dan sikap lansia

terhadap peran serta dalam kegiatan posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi

Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015.
7

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran pendidikan terhadap peran serta dalam kegiatan

posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas

Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan terhadap peran serta dalam kegiatan

posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas

Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015.

3. Diketahuinya gambaran sikap terhadap peran serta dalam kegiatan posyandu

lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi

Kabupaten Pali tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Lansia

1. Penelitian ini diharapkan dapat memotivasi lansia agar lebih giat untuk datang

ke posyandu lansia sehingga kesehatan mereka dapat di pantau oleh tenaga

kesehatan.

2. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat dalam

menghayati dan mengatasi kesehatan usia lanjut dengan mengantar lansia atau

mengingatkan lansia untuk datang ke posyandu lansia sesuai jadwalnya.

3. Lansia mengerti dan memahami tentang manfaat posyandu lansia bagi

kesehatan dirinya dan bagi kemandirian dirinya.


8

1.4.2 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

1. Meningkatkan sosialisasi tentang pentingnya posyandu lansia bagi para lansia

di wilayah kerjanya

2. Meningkatkan pelayanan kesehatan dan berbagai kegiatan yang dapat

dilaksanakan di dalam posyandu lansia

3. Menjaring lansia di wilayah kerjanya agar mau datang ke posyandu lansia dan

mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan di posyandu lansia.

4. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia lanjut dan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa

Akbid Pemkab Muara Enim dibidang keilmuan kesehatan reproduksi khususnya

tentang pentingnya posyandu lansia bagi kesehatan lansia dan kelangsungan

hidupnya serta menambah kepustakaan di perpustakaan Akbid Pemkab Muara

Enim.

1.4.4 Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini menjadi pengalaman bagi penulis dalam mendapatkan

pengetahuan, pengalaman, dan menambah wawasan dalam mengaplikasikan mata

kuliah metodologi penelitian dan biostatistik.


9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat banyaknya variabel pada penelitian pada masalah lansia dan

dengan keterbatasan peneliti, maka peneliti hanya meneliti 3 variabel dalam

penelitian ini, yaitu : pendidikan, pengetahuan, dan sikap lansia terhadap kegiatan

posyandu lansia, yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di tempat penelitian.
10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia

2.1.1 Pengertian Lanjut Usia

Berdasarkan pengertian secara umum, seseorang disebut lansia apabila

usianya 65 tahun ke atas. Terdapat batasan-batasan umur yang mencakup batasan

umur orang yang masuk dalam kategori lansia, diantaranya adalah 60 tahun (UU

No. 13 Tahun 1998) dan 60-74 tahun (WHO). Lansia adalah suatu keadaan yang

ditandai oleh gagalnya seorang dalam mempertahankan kesetimbangan terhadap

kesehatan dan kondisi stres fisiologis. Lansia juga berkaitan dengan penurunan

daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

Selain pengertian lansia secara umum diatas, terdapat juga beberapa pengertian

lansia menurut para ahli.

Berikut ini beberapa pengertian lansia menurut para ahli:

1. Pengertian Lansia Menurut Smith (1999): Lansia terbagi menjadi tiga, yaitu:

young old (65-74 tahun); middle old (75-84 tahun); dan old old (lebih dari 85

tahun).

2. Pengertian Lansia Menurut Setyonegoro: Lansia adalah orang yang berusia

lebih dari 65 tahun. Selanjutnya terbagi ke dalam 70-75 tahun (young old); 75-

80 tahun (old); dan lebih dari 80 tahun (very old).

3. Pengertian Lansia Menurut UU No. 13 Tahun 1998: Lansia adalah seseorang

yang mencapai usia 60 tahun ke atas.


11

4. Pengertian Lansia Menurut WHO: Lansia adalah pria dan wanita yang telah

mencapai usia 60-74 tahun.

5. Pengertian Lansia Menurut Sumiati AM: Seseorang dikatakan masuk usia

lansia jika usianya telah mencapai 65 tahun ke atas.

Menua secara normal dari system saraf didefinisikan sebagai perubahan oleh

usia yang terjadi pada individu yang sehat bebas dari penyakit saraf jelas menua

normal ditandai oleh perubahan gradual dan lambat laun dari fungsi-fungsi

tertentu (Tjokronegroho Arjatmo dan Hendra Utama,1995).

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan

lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi

dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides 1994). Proses menua

merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara alamiah dimulai sejak

lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk hidup (Nugroho Wahyudi,

2000).

2.1.2 Proses Menua

Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia.

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari

suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tahap-tahap

kehidupannya yaitu : neonatus, balita, pra sekolah, sekolah, remaja, dewasa dan

lansia. Tahap berbeda ini di mulai baik secara biologis maupun psikologis
12

Memasuki usia tua banyak mengalami kemunduran misalnya kemunduran

fisik yang ditandai dengan kulit menjadi keriput karena berkurangnya bantalan

lemak, rambut memutih pendengaran berkurang, penglihatan memburuk, gigi

mulai ompong, aktifitas menjadi lambat, nafsu makan berkurang dan kondisi

tubuh yang lain juga mengalami kemunduran.

Menurut WHO dan UUD No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut

usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia

permulaan tua. Menua bukanlah suatu penyakit, akan tetapi merupakan proses

yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang menyeluruh, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam

dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian (Padila, 2013).

2.1.3 Batasan- batasan Umur Lansia

1. Menurut WHO dalam Padila 2013, batasan lansia meliputi :

a. Usia Pertengahan (Middle Age), adalah usia antara 45-59 tahun

b. Usia Lanjut (Elderly), adalah usia antara 60-74 tahun

c. Usia Lanjut Tua (Old), adalah usia antara 75-90 tahun

d. Usia Sangat Tua (Very Old), adalah usia 90 tahun keatas

2. Menurut Dra.Jos Masdani (psikolog UI)

Mengatakan lanjut usia merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan

dapat dibagi menjadi 4 bagian:

a. Fase iuventus antara 25dan 40 tahun

b. Verilitia antara 40 dan 50 tahun

c. Fase praesenium antara 55 dan 65 tahun


13

d. Fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

3. Menurut Depkes (2011), (http://fanseni.blogspot.com/2013/03/kesehatan-

lansia-c.html), lansia meliputi :

a. Pra lansia kelompok usia 45 59 tahun

b. Lansia antara 60 69 tahun

c. Lansia beresiko kelompok usia > 70 tahun

Di Indonesia batasan usia lanjut adalah 60 tahun ke atas, terdapat dalam UU

No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Menurut UU tersebut di atas

lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria

maupun wanita.

2.1.4 Tipe-tipe Lansia

Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri

daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho W ( 2000) adalah:

1. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.

2. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan, mempunyai

kegiatan.

3. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses penuaan

yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani, kehilangan

kekuasaan, jabatan, teman.

4. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.

5. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,

minder, pasif, dan kaget.


14

2.1.5 Teori-teori Proses Penuaan

1. Teori Biologi

a. Teori genetic dan mutasi (Somatik Mutatie Theory)

Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-

spesies tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang

terprogramoleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan

mengalami mutasi.

b. Teori radikal bebas

Tidak setabilnya radikal bebas mengakibatkan oksidasi-oksidasi bahan

organik yang menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.

c. Teori autoimun

Penurunan sistem limfosit T dan B mengakibatkan gangguan pada

keseimbangan regulasi system imun (Corwin, 2001). Sel normal yang telah

menua dianggap benda asing, sehingga sistem bereaksi untuk membentuk

antibody yang menghancurkan sel tersebut. Selain itu atripu tymus juga turut

sistem imunitas tubuh, akibatnya tubuh tidak mampu melawan organisme

pathogen yang masuk kedalam tubuh. Teori meyakini menua terjadi

berhubungan dengan peningkatan produk autoantibodi.

d. Teori stress

Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan tubuh.

Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kesetabilan lingkungan

internal, dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah dipakai.


15

e. Teori telomer

Dalam pembelahan sel, DNA membelah denga satu arah. Setiap pembelaan

akan menyebabkan panjang ujung telomere berkurang panjangnya saat

memutuskan duplikat kromosom, makin sering sel membelah, makin cepat

telomer itu memendek dan akhirnya tidak mampu membelah lagi.

f. Teori apoptosis

Teori ini disebut juga teori bunuh diri (Comnit Suitalic) sel jika

lingkungannya berubah, secara fisiologis program bunuh diri ini diperlukan

pada perkembangan persarapan dan juga diperlukan untuk merusak sistem

program prolifirasi sel tumor. Pada teori ini lingkumgan yang berubah,

termasuk didalamnya oleh karna stres dan hormon tubuh yang berkurang

konsentrasinya akan memacu apoptosis diberbagai organ tubuh.

2. Teori Kejiwaan Sosial

a. Aktifitas atau kegiatan (Activity theory)

b. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses adalah mereka

yang aktif dan ikut bnyak kegiatan social.

c. Keperibadian lanjut (Continuity theory)

Teori ini menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada seseorang yang

lanjut usia sangat dipengaruhi tipe personality yang dimilikinya.

d. Teori pembebasan (Disengagement theory)

Dengan bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur melepaskan

diri dari kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
16

Keadaan ini mengakibatkan interaksi lanjut usia menurun, baik secara

kualitas maupun kuantitas.

3. Teori Lingkungan

a. Exposure theory: Paparan sinar matahari dapat mengakibatkat percepatan

proses penuaan.

b. Radiasi theory: Radiasi sinar y, sinar xdan ultrafiolet dari alat-alat medis

memudahkan sel mengalami denaturasi protein dan mutasi DNA.

c. Polution theory: Udara, air dan tanah yang tercemar polusi mengandung

subtansi kimia, yang mempengaruhi kondisi epigenetik yang dpat

mempercepat proses penuaan.

d. Stress theory: Stres fisik maupun psikis meningkatkan kadar kortisol

dalam darah. Kondisi stres yang terus menerus dapat mempercepat proses

penuaan.

2.1.6 Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua. Dari ujung

rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin bertambahnya

umur. Menurut Nugroho (2000) perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai

berikut:

1. Perubahan Fisik

a. Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar, berkurangnya cairan

intra seluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah

sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.


17

b. Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara persyarafan menurun, berat

otak menurun 10-20%, mengecilnya syaraf panca indra sehingga

mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan pendengaran,

mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap suhu,

ketahanan tubuh terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

c. Sistem Penglihatan.

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata, lensa lebih suram

(kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, pupil timbul sklerosis, daya

membedakan warna menurun.

d. Sistem Pendengaran.

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama pada bunyi suara atau

nada yang tinggi, suara tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada

usia diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan

otosklerosis.

e. Sistem Cardiovaskuler.

Katup jantung menebal dan menjadi kaku,Kemampuan jantung menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas

pembuluh darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa menyebabkan

tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan tekanan darah meninggi akibat

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer, sistole normal 170

mmHg, diastole normal 95 mmHg.


18

f. Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pada pengaturan suhu hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu

thermostat yaitu menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa

factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain: Temperatur

tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktifitas otot.

g. Sistem Respirasi.

Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas

lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan kedalaman nafas

turun. Kemampuan batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri

menurun menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

h. Sistem Gastrointestinal.

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap menurun, pelebaran

esophagus, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan

menurun, peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi

menurun.

i. Sistem Genitourinaria.

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan kapasitasnya menurun sampai

200 mg, frekuensi BAK meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva,

selaput lendir mongering, elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan

frekuensi seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.


19

j. Sistem Endokrin.

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH, FSH, LH),

penurunan sekresi hormone kelamin misalnya: estrogen, progesterone, dan

testoteron.

k. Sistem Kulit.

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan proses keratinisasi

dan kehilangan jaringan lemak, berkurangnya elastisitas akibat penurunan

cairan dan vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat

berkurang jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

l. System Muskuloskeletal.

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan dan pemendekan

tulang, persendian membesar dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami

sclerosis, atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah

kram dan tremor.

2. Perubahan Mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah:

a. Perubahan fisik.

b. Kesehatan umum.

c. Tingkat pendidikan.

d. Hereditas.

e. Lingkungan.
20

f. Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya

kekakuan sikap.

g. Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.

h. Kenangan lama tidak berubah.

i. Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,

berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor terjadi

perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari factor waktu.

3. Perubahan Psikososial

a. Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang menyebabkan

rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu mengancam sering bingung

panic dan depresif.

b. Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan

sosioekonomi.

c. Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan status,

teman atau relasi

d. Sadar akan datangnya kematian.

e. Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.

f. Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.

g. Penyakit kronis.

h. Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.

i. Gangguan syaraf panca indra.

j. Gizi

k. Kehilangan teman dan keluarga.


21

l. Berkurangnya kekuatan fisik.

Menurut Hernawati Ina MPH (2006) perubahan pada lansia ada 3 yaitu

perubahan biologis, psikologis, sosiologis.

1. Perubahan biologis meliputi :

a. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah

mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit kelihatan

mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-garis yang menetap.

b. Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut sehingga

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C dan asam folat,

sedangkan gangguan pada indera pengecap yang dihubungkan dengan

kekurangan kadar Zn dapat menurunkan nafsu makan, penurunan indera

pendengaran terjadi karena adanya kemunduran fungsi sel syaraf

pendengaran.

c. Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan ganguan

fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya asupan gizi pada usia

lanjut.

d. Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran pencernaan

seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu makan usia lanjut.

Penurunan mobilitas usus dapat juga menyebabkan susah buang air besar

yang dapat menyebabkan wasir .

e. Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia lanjut menjadi

lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap makanan dapat

mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.


22

f. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang menyebabkan

penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan proses informasi,

kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-benda kegagalan melakukan

aktivitas bertujuan apraksia dan ganguan dalam menyusun rencana mengatur

sesuatu mengurutkan daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.

g. Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam jumlah

besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran nutrisi sampai

dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa lelah.

h. Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah kesehatan

yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia lanjut yang

mengalami IU sering kali mengurangi minum yang mengakibatkan

dehidrasi.

2. Kemunduran psikologis

Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk mengadakan

penyesuaianpenyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya antara lain sindroma

lepas jabatan sedih yang berkepanjangan.

3. Kemunduran sosiologi

Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pemahaman

usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang sangat penting bagi

kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan status social usia lanjut akan

membawa akibat bagi yang bersangkutan dan perlu dihadapi dengan persiapan

yang baik dalam menghadapi perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya
23

diketahui oleh usia lanjut sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri

sebaik mungkin.

2.1.7 Perawatan Lansia

Perawatan pada lansia dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan yaitu:

1. Pendekatan Psikis.

Perawat punya peran penting untuk mengadakan edukatif yang berperan

sebagai support system, interpreter dan sebagai sahabat akrab.

2. Pendekatan Sosial.

Perawat mengadakan diskusi dan tukar pikiran, serta bercerita, memberi

kesempatan untuk berkumpul bersama dengan klien lansia, rekreasi, menonton

televise, perawat harus mengadakan kontak sesama mereka, menanamkan rasa

persaudaraan.

3. Pendekatan Spiritual.

Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya dengan

Tuhan dan Agama yang dianut lansia, terutama bila lansia dalam keadaan sakit.

2.1.8 Penyakit yang Sering Terjadi pada Lansia

Nina Kemala Sari dari Divisi Geriatri, Departemen Ilmu Penyakit Dalam RS

Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dalam suatu

pelatihan di kalangan kelompok peduli lansia, menyampaikan beberapa masalah

yang kerap muncul pada usia lanjut , yang disebutnya sebagai a series of Is.

Mulai dari immobility (imobilisasi), instability (instabilitas dan jatuh),

incontinence (inkontinensia), intellectual impairment (gangguan intelektual),


24

infection (infeksi), impairment of vision and hearing (gangguan penglihatan dan

pendengaran), isolation (depresi), Inanition (malnutrisi), insomnia (ganguan

tidur), hingga immune deficiency (menurunnya kekebalan tubuh).

Selain gangguan-gangguan tersebut, Nina juga menyebut tujuh penyakit

kronik degeratif yang kerap dialami para lanjut usia, yaitu:

1. Osteo Artritis (OA)

OA adalah peradangan sendi yang terjadi akibat peristiwa mekanik dan biologik

yang mengakibatkan penipisan rawan sendi, tidak stabilnya sendi, dan

perkapuran. OA merupakan penyebab utama ketidakmandirian pada usia lanjut,

yang dipertinggi risikonya karena trauma, penggunaan sendi berulang dan

obesitas.

2. Osteoporosis

Osteoporosis merupakan salah satu bentuk gangguan tulang dimana masa atau

kepadatan tulang berkurang. Terdapat dua jenis osteoporosis, tipe I merujuk pada

percepatan kehilangan tulang selama dua dekade pertama setelah menopause,

sedangkan tipe II adalah hilangnya masa tulang pada usia lanjut karena

terganggunya produksi vitamin D.

3. Hipertensi

Hipertensi merupakan kondisi dimana tekanan darah sistolik sama atau lebih

tinggi dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90mmHg, yang

terjadi karena menurunnya elastisitas arteri pada proses menua. Bila tidak

ditangani, hipertensi dapat memicu terjadinya stroke, kerusakan pembuluh darah

(arteriosclerosis), serangan/gagal jantung, dan gagal ginjal


25

4. Diabetes Mellitus

Sekitar 50% dari lansia memiliki gangguan intoleransi glukosa dimana gula darah

masih tetap normal meskipun dalam kondisi puasa. Kondisi ini dapat berkembang

menjadi diabetes melitus, dimana kadar gula darah sewaktu diatas atau sama

dengan 200 mg/dl dan kadar glukosa darah saat puasa di atas 126 mg/dl. Obesitas,

pola makan yang buruk, kurang olah raga dan usia lanjut mempertinggi risiko

DM. Sebagai ilustrasi, sekitar 20% dari lansia berusia 75 tahun menderita DM.

Beberapa gejalanya adalah sering haus dan lapar, banyak berkemih, mudah lelah,

berat badan terus berkurang, gatal-gatal, mati rasa, dan luka yang lambat sembuh.

5. Dimensia

Merupakan kumpulan gejala yang berkaitan dengan kehilangan fungsi intelektual

dan daya ingat secara perlahan-lahan, sehingga mempengaruhi aktivitas

kehidupan sehari-hari. Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering

terjadi pada usia lanjut. Adanya riwayat keluarga, usia lanjut, penyakit

vaskular/pembuluh darah (hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi), trauma kepala

merupakan faktor risiko terjadinya demensia. Demensia juga kerap terjadi pada

wanita dan individu dengan pendidikan rendah.

6. Penyakit jantung koroner

Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menuju jantung

terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri dada, sesak napas, pingsan,

hingga kebingungan.
26

7. Kanker

Kanker merupakan sebuah keadaan dimana struktur dan fungsi sebuah sel

mengalami perubahan bahkan sampai merusak sel-sel lainnya yang masih sehat.

Sel yang berubah ini mengalami mutasi karena suatu sebab sehingga ia tidak bisa

lagi menjalankan fungsi normalnya. Biasanya perubahan sel ini mengalami

beberapa tahapan, mulai dari yang ringan sampai berubah sama sekali dari

keadaan awal (kanker). Kanker merupakan penyebab kematian nomor dua setelah

penyakit jantung. Faktor resiko yang paling utama adalah usia. Dua pertiga kasus

kanker terjadi di atas usia 65 tahun. Mulai usia 40 tahun resiko untuk timbul

kanker meningkat (https://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/penyakit-

yang-sering-terjadi-pada-lansia/).

2.1.9 Perawatan pada Lansia

1. Tujuan perawatan pada lansia

a. Menentukan kemampuan klien memelihara diri sendiri

b. Melengkapi dasar-dasar rencana perawatan individu

c. Membantu menghindarkan bentuk dan penandaan klien

d. Memberi waktu kepada klien untuk menjawab

Meliputi: fisik, psikologis, ekonomi, spiritual

2. Perawatan pada lansia

a. Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi

1). Penyebab

a) Penurunan alat penghiduan dan pengecapan

b) Organ pengunyah kurang sempurna


27

c) Rasa penuh pada perut dan susah BAB

d) Melemah otot-otot lambung dan usus

2). Masalah gizi: berlebihan, berkurang, kekurangan/kelebihan vitamin

3). Kebutuhan nutrisi

a) Kalori ? 2100 kal pada laki-laki, 1700 kal pada wanita

b) Karbohidrat, 60% dari jumlah kalori yang dibutuhkan

c) Lemak tidak dianjurkan, 15-20% dari total kalori yang dibutuhkan

d) Protein 20-25% dari total protein yang dibutuhkan

e) Vitamin dan mineral sama dengan usia muda

f) Air 6-8 gelas/h

4). Rencana tindakan

a) Berikan makanan porsi kecil tapi sering

b) Banyak minum dan kurangi makanan yang terlalu asin

c) Berikan makanan yang mengandung serat

d) Batasi pemberian makanan yang tinggi kalori

e) Batasi minum kopi dan teh

b. Peningkatan keamanan dan keselamatan

1) Penyebab

a) Fleksibilitas kaki yang berkurang

b) Fungsi penginderaan dan pendengaran yang menurun

c) Pencahayaan yang berkurang

d) Lantai licin dan tidak rata

e) Tangga tidak ada pengaman


28

f) Kursi/ tempat tidur yang mudah bergerak

2) Tindakan mencegah kecelakaan

a) Klien :

(1) Anjurkan klien menggunakan alat bantu (sesuai indikasi)

(2) Latih untuk pindah dari tempat tidur ke kursi atau sebaliknya

(3) Biasakan gunakan pengaman tempat tidur, jika tidur

(4) Bantu klien bila ke kamar mandi

(5) Usahakan ada yang menemani ketika berpergian

b) Lingkungan :

(1) Tempatkan di tempat khusus yang mudah diobservasi

(2) Letakkan bel di bawah bantal & ajarkan cara menggunakannya

(3) Tempat tidur tidak terlalu tinggi

(4) Letakkan meja dekat tempat tidur, atur peralatan mudah pakai

(5) Lantai bersih, rata, tidak licin dan basah serta pasang pegangan

kamar Mandi

(6) Kunci semua peralatan yang menggunakan roda

(7) Hindarkan lampu redup dan menyilaukan

(8) Gunakan sandal atau sepatu yang beralaskan karet

c. Memelihara kebersihan diri

1) Penyebab

a) Penurunan daya ingat

b) Kurangnya motivasi
29

c) Kelemahan dan ketidak mampuan fisik

2) Rencana tindakan

a) Mengingatkan/membantu melakukan personal hygiene

b) Menganjurkan gunakan sabun lunak mengandung minyak/skin lotion

d. Memelihara keseimbangan istirahat/tidur

1) Penyebab

a) Personal hygiene kurang gatal-gatal

b) Ggn psikologisinsomsia

c) Faktor lingkungan kebisingan, ventilasi dan sirkulasi Kelemahan

dan ketidakmampuan fisik

2) Rencana tindakan

a) Menyediakan tempat/ waktu tidur yang nyaman

b) Mengatur lingkungan yang adekuat

c) Latihan fisik ringan memperlancar sirkulasi dan melenturkan otot

d) Minum hangat sebelum tidur

e. Meningkatkan hubungan interpersonal melalui komunikasi

1) Penyebab

Daya ingat menurun, depresi, lekas marah, mudah tersinggung dan

curiga

2) Rencana tindakan :

a) Berkomunikasi dengan mempertahankan kontak mata

b) Mengingatkan terhadap kegiatan yang akan dilakukan

c) Menyediakan waktu untuk berkomunikasi dengan klien


30

d) Memberi kesempatan untuk mengekspresikan diri

e) Melibatkan klien dalam kegiatan sesuai kemampuan

f) Menghargai pendapat klien

3. Tindakan keperawatan

a. Menumbuhkan dan membina rasa saling percaya

b. Penerangan cukup

c. Meningkatkan ransangan panca indera membaca, rekreasi

d. Mempertahankan dan latih daya orientasi nyatakalender, jam

e. Berikan perawatan sirkulasi

f. Berikan perawatan pernafasan

g. Berikan perawatan pada alat pencernaan

h. Berikan perawatan genitourinaria

i. Berikan perawatan kulit

2.2 Posyandu Lansia

2.2.1 Pengertian Posyandu Lansia

Menurut Notoatmodjo (2007), Posyandu lansia merupakan wahana

pelayanan bagi kaum lansia, yang dilakukam dari, oleh dan untuk kaum usila yang

menitik beratkan pada pelayanan promotif dan preventif, tanpa mengabaikan

upaya kuratif dan rehabilitative. Sementara menurut Pedoman Pengelolaan

Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut, Depkes RI (2003), pelayanan kesehatan di

kelompok usia lanjut meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan mental emosional.

Kartu Menuju Sehat (KMS) usia lanjut sebagai alat pencatat dan pemantau untuk
31

mengetahui lebih awal penyakit yang diderita (deteksi dini) atau ancaman masalah

kesehatan yang dihadapi dan mencatat perkembangannya dalam Buku Pedoman

Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) usia lanjut atau catatan kondisi kesehatan yang

lazim digunakan di Puskesmas.

Sementara menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi

Nasional Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu

(Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di

masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh

masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor

pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan

menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif.

Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu Lanjut Usia juga dapat diberikan

pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olah raga dan seni budaya serta

pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan

kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain

itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

2.2.2 Sasaran Posyandu Lansia

Sasaran dan Jenis Pelayanan Kesehatan Posyandu Lansia

Menurut Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan I

Kebijaksanaan Program (Depkes RI (2000), sasaran pelaksanaan pembinaan

kelompok usia lanjut dibagi menjadi dua antara lain ;

1. Sasaran Langsung, meliputi Pra lansia (usia 45 59 tahun), Lansia (usia 60

69 tahun) dan Lansia risiko tinggi (usia > 70 tahun)


32

2. Sasaran Tidak Langsung, antara lain :

a. Keluarga lansia

b. Masyarakat lingkungan lansia

c. Organisasi sosial yang peduli terhadap pembinaan kesehatan lansia

d. Petugas kesehatan yang melayani kesehatan lansia

e. Petugas lain yang menangani kelompok lansia

f. Masyarakat luas

2.2.3 Tujuan Posyandu Lansia

Menurut Depkes RI (2003), tujuan posyandu lansia :

1. Tujuan umum dibentuknya Posyandu lansia secara garis besar untuk

meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan usia lanjut untuk

mencapai masa tua yang bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga

dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sedangkan

2. Tujuan khusus pembentukan posyandu lansia antara lain :

a. Meningkatkan kesadaran para usia lanjut untuk membina sendiri

kesehatannya;

b. Meningkatkan kemampuan dan peran serta keluarga dan masyarakat

dalam menghayati dan mengatasi kesehatan usia lanjut;

c. Meningkatkan jenis dan jangkauan pelayanan kesehatan usia lanjut;

d. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan usia lanjut.


33

2.2.4 Penyelenggaraan Posyandu Lansia

1. Pelaksanaan kegiatan

Anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan di bawah

bimbingan puskesmas

2. Pengelola

Pengurus yang berasal dari kader PKK, tokoh masyarakat formal maupun non

formal.

2.2.5 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan di Posyandu Lansia

1. Promotif

Upaya peningkatan kesehatan, misalnya penyuluhan perilaku hidup sehat, gizi

usia lanjut dalam upaya meningkatkan kesegaran jasmani

2. Preventif

Upaya pencegahan penyakit, mendeteksi dini adanya penyakit dengan

menggunakan KMS lansia

3. Kuratif

Upaya mengobati penyakit yang sedang diderita lansia

4. Rehabilitatif

Upaya untuk mengembalikan kepercayaan diri pada lansia

2.2.6 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Berbeda dengan posyandu balita yang terdapat system 5 meja, pelayanan

yang diselenggarakan dalam posyandu lansia tergantung pada mekanisme dan

kebijakan pelayanan kesehatan di suatu wilayah kabupaten maupun kota


34

penyelenggara. Ada yang system 5 meja , ada yang 7 meja, ada juga yang 3 meja,

dengan kegiatan sebagai berikut :

1. Meja 1 : Pendaftaran lansia, pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat

badan.

2. Meja 2 : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, Indek Masa Tubuh

(IMT). Pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus

juga dilakukan di meja 2 ini.

3. Meja 3 : Melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa

dilakukan pelayanan pojok gizi.

2.2.7 Kendala Pelaksanaan Posyandu Lansia

Beberapa kendala yang dihadapi lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu

antara lain :

1. Pengetahuan lansia yang rendah tentang manfaat Posyandu Lansia

2. Jarak rumah dengan lokasi posyandu yang jauh atau sulit dijangkau

3. Kurangnya dukungan keluarga untuk mengantar maupun mengigatkan lansia

untuk datang ke posyandu

4. Sikap yang kurang baik terhadap petugas posyandu

5. Sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan posyandu lansia

2.2.8 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia

Sedangkan jenis pelayanan kesehatan pada Posyandu Lansia menurut Depkes RI

(2003), dikelompokkan sebagai berikut:


35

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living) meliputi

kegiatan dasar dalam kehidupan seperti makan atau minum, berjalan, mandi,

berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar atau kecil dan sebagainya;

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit. Pemeriksaan

status mental dilakukan karena proses mental lansia sudah mulai dan sedang

menurun. Misalnya mereka mengeluh sangat pelupa, kesulitan dalam

menerima hal baru, juga merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti

ini membentuk mental mereka seolah tertidur dengan keyakinan bahwa

dirinya sudah terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu sehingga mereka

menarik diri dari semua bentuk kegiatan;

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran

tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh (IMT);

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop

serta perhitungan denyut nadi selama satu menit;

5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli atau Cuprisulfat;

6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit

gula (diabetes mellitus);

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi

awal adanya penyakit ginjal;

8. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bilamana ada keluhan atau ditemukan

kelainan pada pemeriksaan butir a sampai g;


36

9. Penyuluhan bila dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah

kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau kelompok lansia;

10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota kelompok lansia

yang tidak datang, dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat

(Public Health Nursing).

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat yaitu:

1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu

makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lansia serta

menggunakan bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut;

2. Kegiatan olahraga antara lain senam lansia, gerak jalan santai dan lain

sebagainya untuk meningkatkan kebugaran (Depkes RI, 2003).

2.3 Faktor-Faktr yang Menggambarkan Peran Serta Lansia dalam Kegiatan

Posyandu Lansia yang Diteliti

2.3.1 Pendidikan

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan

sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya

melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian (Wikipedia, 2014).

Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran, serta

jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan

menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya (Ki Hajar

Dewantara, 2014)
37

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan terakhir dari seseorang.

Tingkat pendidikan sangatlah menentukan pola pikir manusia tersebut. Untuk itu,

tingkat pendidikan dibagi menjadi 2 menurut Depdikbud (2010) yaitu :

1. Rendah, jika pendidikan responden SLTP

2. Tinggi, jika pendidikan responden > SLTP

Pada penelitian Hesthi Wahono (KTI 2010), di Posyandu Lansia Gantungan

Makam Haji Surakarta, dengan jumlah responden lansia yang tidak aktif pada

kegiatan posyandu ada 54 orang, dimana lansia yang berpendidikan tinggi ada 11

orang (20,37%) dan lansia yang berpendidikan rendah ada 43 orang (79,63%).

(http://eprints.ums.ac.id/9520/1/J210080010.pdf)

2.2.2 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia (apa yang diketahui orang) yang

sekedar menjawab pertanyaan (Notoadmodjo, 2010).

Pengetahuan itu mempunyai sasaran yang tertentu, mempunyai metode atau

pendekatan untuk mengkaji objek tersebut sehingga memperoleh hasil yang dapat

disusun secara sistematis dan diakui secara universal.

Tingkatan pengetahuan, ada 6 yaitu :

1. Tahu (know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari. Termasuk

kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu

yang spesifik dari suatu bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima.
38

2. Memahami (comprehension)

Merupakan suatu kemampuan menjelaskan secara jelas tentang objek yang

diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya.

3. Aplikasi (aplication)

Merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada

situasi atau kondisi yang real (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan sebagai

penggunaan hukum hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam

konteks dan situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen komponen tetapi masih di dalam struktur organisasi

tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Adapun dalam analisis ini

seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)

Merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian

bagian dari dalam bentuk keseluruhan yang lain.

6. Evaluasi (evaluation)

Dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi dan penelitian terhadap suatu

materi atau objek. Penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria kriteria yang telah ada. Pengukuran


39

pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau menanyakan tentang

isi materi yang diukur dari objek penelitian atau responden.

Adapun kategori pengetahuan menurut Notoadmodjo (2010) :

1. Baik : apabila responden dapat menjawab dengan benar 7 dari semua

pertanyaan yang diberikan

2. Kurang : apabila responden dapat menjawab benar < 7 dari semua pertanyaan

yang diberikan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo (2010) yaitu

sebagai berikut.

1. Umur, adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai saat ini dalam

satuan tahun. Umur merupakan periode penyesuaian terhadap pola kehidupan

yang baru dan harapan baru, semakin bertambah umur semakin banyak

seseorang menerima respon suatu objek, sehingga pengetahuan semakin

bertambah.

2. Pendidikan, adalah proses pertumbuhan seluruh kemampuan dan perilaku

manusia melalui pengajaran, sehingga dalam pendidikan perlu

dipertimbangkan umur (proses perkembangan) dan hubungannya dengan

proses belajar. Tingkat pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih menerima ide-ide dan teknologi

yang baru, lewat pendidikan manusia akan dianggap memperoleh pengetahuan

dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun

keberadaan hidupnya dengan lebih baik. Semakin tinggi pendidikan hidup

manusia akan semakin berkualitas kehidupannya.


40

3. Pekerjaan, adalah aktifitas yang dilakukan sehari-hari. Dalam bidang

pekerjaan, pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial dan hubungan

dengan orang lain. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam menentukan

kualitas hidup manusia dan memberikan motivasi untuk memperoleh informasi

yang berguna.

4. Sumber Informasi, informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang memperoleh

banyak sumber informasi, maka seseorang cenderung memperoleh

pengetahuan yang lebih luas

Pada penelitian Nur Anita (KTI 2014) di Posyandu Lansia Sehat Mandiri

Purwogondo Kartasura Sukoharjo, dengan jumlah responden lansia yang tidak

aktif berkunjung ke posyandu lansia sebanyak 51 orang, yang terdiri dari lansia

yang berpengetahuan 14 orang (27,45%) dan lansia yang berpengetahuan kurang

ada 37 orang (72,55%) (http://stikespku.com/digilib/files/disk1/2/stikes%20pku--

nuranita 20-66-1-nuranit-6.pdf ).

2.3.3 Sikap

1. Pengertian Sikap

Sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon

individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.

(Widayatun,T.R, 2009).
41

2. Struktur Sikap

Struktur sikap dibagi menjadi 3 komponen yang saling menunjang yaitu:

a. Komponen kognitif berisi kepercaayaan seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Seperti dalam keyakinan ibu

bahwa dengan adanya pengambilan sikap yang tepat dapat mengatasi

gumoh pada bayi.

b. Kompenen affektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan

perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Ibu merasa bertanggung jawab

terhadap keadaan bayinya.

c. Komponen konatif menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku

yang ada dalam diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang

dihadapinya.

3. Tingkatan Sikap

Menurut Notoadmodjo (2010) tingkatan sikap dibagi menjadi empat bagian :

a. Menerima dapat diartikan bahwa orang atau objek mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan objek.

b. Merespon memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas adalah merupakan indikasi sikap.

c. Menghargai, mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah.
42

d. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengans egala

resiko.

4. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung,

secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden

terhadap suatu objek. Sikap dapat di ukur dengan suatu alat yang dinamakan skala

sikap dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah instrument yang

umumnya digunakan untuk meminta responden agar memberikan respon apakah

dia sangat setuju, setuju, ragu ragu, tidak setuju atau sangat tidak setuju.

Pengukuran skala Likert, metode skala likert dapat dikatakan sebagai yang

pertama yang melakukan pendekatan yang mengukur luas dalamnya pendapat dari

responden bukan hanya dengan jawaban ya atau tidak. Dalam metode ini

sebagian besar pertanyaan dikumpulkan. Namun setiap pertanyaan disusun

sedemikian rupa agar bisa dijawab dalam lima tingkatan pertanyaan atau

pernyataan yang diajukan.

Menurut Azwar (2009), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan

menggunakan Skala Likert, dengan kategori sebagai berikut:

Pernyataan Positif

1. Sangat Setuju : SS

2. Setuju : S

3. Ragu Ragu : R

4. Tidak Setuju : TS

5. Sangat Tidak Setuju : STS


43

Secara sederhana, konsep skala Likert meliputi :

1. Skala Likert adalah skala dengan mengukur sikap dengan menyatakan setuju

atau ketidaksetujuan terhadap suatu subjek, objek atau kejadian tertentu.

2. Urutan untu skala ini umumnya menggunakan lima tingkatan yaitu :

a. Sangat menyetujui

b. Setuju

c. Raguragu (tidak pasti)

d. Tidak menyetujui

e. Sangat tidak setuju

3. Alternatif angka bisa bervariasi dari 3 sampai 9.

Hasil pengukuran sikap dengan menggunakan Skala Likert yaitu dengan

menghitung rerata (median) nilai yang dikumpulkan responden. Untuk 10

pernyataan dengan nilai tertinggi 5 maka nilai maksimal yang didapatkan yaitu 50

point sehingga hasil pengukuran sikap dapat dikategorikan menjadi 2 (Ricca,

2013), yaitu :

a. Mendukung, jika responden mendapatkan nilai mean

b. Tidak mendukung, jika responden mendapatkan nilai < mean

Pada penelitian Sinta Anggraini (2012) di Posyandu Lansia di Poskesdes

Karang Raja Kota Prabumulih, dari 47 landia yang tidak aktif dating ke posyandu

lansia, yang bersikap mendukung terhadap rendahnya minat kunjungan ke

posyandu lansia ada 32 orang responden (68,09%) dan responden yyang tidak

mendukung sebanyak 15 responden (31,91%).


44

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL

DAN PERTANYAAN PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep meruapakan dasar pemikiran pada penelitian yang

dirumuskan dari fakta - fakta observasi (Ari Setiawan, Saryono, 2011). Banyak

faktor yang berpengaruh terhadap kunjungan lansia ke posyandu lansia

diantaranya pendidikan, pengetahuan, sikap, umur, perilaku , jarak posyandu

lansia , dukungan keluarga dan lain-lain. Oleh sebab itu, peneliti hanya akan

meneliti faktor pendidikan, pengetahuan, dan sikap lansia terhadap peran serta

dalam kegiatan posyandu lansia. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada kerangka

konsep berikut :

Pendidikan

Peran Serta Kegiatan


Pengetahuan Posyandu Lansia

Sikap

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian


45

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Pendidikan

1. Pengertian : pendidikan formal yang telah dicapai lansia saat penelitian

2. Cara ukur : wawancara

3. Alat ukur : kuisioner

4. Hasil ukur : Depdikbud 2010

a. Tinggi : jika pendidikan terakhir > SLTP

b. Rendah : jika pendidikan terakhir SLTP

5. Skala ukur : Ordinal

3.2.2 Pengetahuan

1. Pengertian : segala sesuatu yang diketahui lansia terhadap kegiatan

posyandu lansia saat penelitian (Notoadmodjo, 2010)

2. Cara ukur : wawancara

3. Alat Ukur : kuisioner

4. Hasil ukur: menurut Notoadmotjo (2010)

a. Baik, jika responden menjawab dengan benar 7 dari 10 pertanyaan

yang diberikan.

b. Kurang, jika responden menjawab dengan benar < 7 dari 10 pertanyaan

yang diberikan.

5. Skala ukur : ordinal


46

3.2.3 Sikap

1. Pengertian : suatu reaksi atau respon lansia terhadap peran dalam kegiatan

posyandu lansia (Notoadmodjo, 2010)

2. Cara ukur : wawancara

3. Alat ukur : skala likert

4. Hasil ukur : menurut Ricca, 2013

a. Mendukung : bila skor nilai mean

b. Tidak mendukung : bila skor nilai < mean

5. Skala ukur : ordinal

3.3 Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran pendidikan lansia terhadap peran serta dalam kegiatan

posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas

Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015

2. Bagaimana gambaran pengetahuan lansia terhadap peran serta dalam kegiatan

posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas

Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015

3. Bagaimana gambaran sikap lansia terhadap peran serta dalam kegiatan

posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas

Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015


47

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu penelitian Survey Deskriptif yaitu suatu survey

yang dilakukan terhadap sekumpulan objek yang biasanya bertujuan untuk

melihat gambaran fenomena (termasuk kesehatan) yang terjadi didalam suatu

populasi tertentu yang pada umumnya digunakan untuk membuat penilaian

terhadap suatu kondisi dan penyelenggaraan suatu program dimasa sekarang

kemudian hasilnya digunakan untuk menyusun perencanaan perbaikan program

tersebut (Ari Setiawan dan Saryono, 2011).. Pada penelitian ini faktor-faktor

pendidikan, pengetahuan, dan sikap lansia yang dideskripsikan terhadap peran

serta dalam kegiatan posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah

Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti

(Notoadtmojo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah semua usia lanjut

yang tidak berperan serta dalam kegiatan posyandu lansia di Poskesdes Talang

Ubi Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali pada bulan

Januari Desember 2014 sebanyak 304 orang lansia


48

4.2.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti atau yang dianggap mewakili

seluruh populasi. Adapun sampel dalam penelitian ini menggunakan sampel

secara acak sistematis, yaitu membagi jumlah atau anggota populasi dengan

perkiraan jumlah sampel yang diinginkan, hasilnya adalah interval sampel

(Notoatmojo 2010) Adapun jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 304 orang

lansia yang tidak berperan serta dalam kegiatan posyandu lansia.

Rumus : N (Jumlah Populasi) = 150 orang ( No. 1,

2,3,4.304)

n (sampel) = yang diinginkan 50 orang

I (Interval) = 304 : 50 = 6

Maka anggota populasi yang terkena sampel adalah setiap elemen (nama

orang) yang mempunyai nomor kelipatan 6, misalnya no. 1, 7, 13, 19 dan

seterusnya sampai mencapai 50 anggota sampel.

Jadi jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang lansia umur 60 -74

tahun yang tidak berperan serta dalam kegiatan posyandu lansia.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Poskesdes Talang Ubi Selatan Wilayah Kerja

Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali


49

4.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Juni 2015.

4.4 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian

4.4.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh dari objek penelitian secara langsung dari

pengisian kuisioner, skala likert, observasi, wawancara dan kunjungan door to

door atau home visit.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder

dalam penelitian ini diperoleh dari laporan Dinas Kesehatan Pali, Puskesmas

Talang Ubi Poskesdes Talang Ubi Selatan, internet dan penelusuran sumber

buku.

4.4.2 Instrumen pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data dapat dilakukan melalui wawancara secara

langsung dengan menggunakan daftar pertanyaan berupa kuisioner yang dibuat

secara langsung oleh peneliti yang mengacu pada beberapa sumber referensi.

1. Menggunakan kuisioner pengetahuan.

Kuisioner pengetahuan terdiri dari 10 soal dengan bentuk jawaban pilihan

ganda (a,b, dan c). Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan jawaban yang salah
50

diberi nilai 0. Adapun kisi kisi pertanyaan pengetahuan dapat dilihat pada

tabel 4.1 sebagai berikut.

Tabel 4.1
Kisi kisi Kuisioner Pengetahuan

No Pertanyaan No. Item Soal Jumlah Item Soal

1. Pengertian Posyandu Lansia 1 1


2. Pelaksanaan Posyandu lansia 2,5 2
3. Tujuan Posyandu Lansia 3 1
4. Manfaat Posyandu Lansia 4,6 2
5. Kegiatan Posyandu Lansia 7,8 2
6. Menjaga Kesehatan Lansia 9,10 2
Jumlah 10

2. Menggunakan skala likert

Kuisioner pengisian kuisioner skala likert terdiri dari 10 soal yaitu pernyataan

favourable yang positif atau mendukung sebanyak 5 soal dan pada pernyataan

unfavourable yang negatif atau tidak mendukung sebanyak 5 soal. Skala

sikap meliputi SS (Sangat Setuju), S (Setuju), R (Ragu-ragu), TS (Tidak

Setuju), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Skor nilai Favourable yaitu, SS = 5, S = 4, R = 3, TS = 2, dan STS = 1.

Skor nilai Unfavourable yaitu, SS = 1, S = 2, R = 3, TS = 4, STS = 5.

Adapun kisi kisi soal sikap dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini.
51

Tabel 4.2
Kisi Kisi Kuisioner Skala Pengukuran Sikap

Favourable Unfavourable
No Pernyataan No. Item Jumlah No. Item Jumlah
Soal Soal Soal Soal
1 Pengertian Posyandu lansia 1 1 6 1
2 Peran keluarga 7 1 2 1
3 Manfaat Posyandu 3 1 8 1
4 Pola Makan lansia 9 1 4 1
5 Senam lansia 5 1 10 1
Total 5 5

4.5 Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), proses pengolahan data melalui tahap

tahap sebagai berikut :

4.5.1 Editing (Pengolahan Data)

Editing secara umum merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan

isian atau formulir hasil wawancara, angket atau kuisioner. Adapun pengecekan

yang dilakukan diantaranya :

1. Apakah semua pertanyaan sudah terisi ?

2. Apakah jawaban cukup jelas atau terbaca ?

3. Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya ?

4. Apakah jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan lainnya ?

Apabila ada jawaban jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan

perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban jwaban

tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang


52

jawabannya yang tidak lengkap tidak diolah atau dimasukkan dalam

pengolahan data.

4.5.2 Coding (Pengkodean Data)

Coding atau pengkodean ini sangat berguna dalam memasukkan data.

Pengkodean atau coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan. Misalnya Jenis Kelamin : 1 = Laki laki, 2 =

Perempuan. Pekerjaan Ibu : 1 = tidak bekerja, 2 = Bekerja.

4.5.3 Entry (Pemasukan Data)

Yakni jawaban jawaban dari masing masing responden yang dalam

bentuk kode dimasukkan dalam program atau tabel distribusi.

4.5.4 Cleaning (Pembersihan Data)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan kemungkinan

adanya kesalahan pengkodean, ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian

dilakukan pembetulan atau koreksi, dan proses ini disebut Pembersihan data

(Data Cleaning).

4.6 Analisis Data

Analisa data yang digunakan adalah analisa univariat yaitu analisa yang

bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik setiap variabel

penelitian (Notoatmodjo, 2010) yaitu pendidikan, pengetahuan dan sikap lansia

terhadap peran serta dalam kegiatan posyandu lansia di Poskesdes Talang Ubi
53

Selatan Wilayah Kerja Puskesmas Talang Ubi Kabupaten Pali tahun 2015 yang

disajikan dalam bentuk tabulasi dan tekstular.

Anda mungkin juga menyukai