Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN PELAYANAN DARAH

DAN TRANSFUSI DARAH

RSUD PROF.DR.H.M.ANWAR MAKKATUTU


BANTAENG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

PENGESAHAN DOKUMEN RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU

NAMA KETERANGAN TANDA TANGAN TANGGAL

dr. Saharuddin, Sp.PD.


Pembuatan Dokumen

dr. Husnul Mutmainnah, M.Kes., Sp.An.


Authorized Person

dr.H. Sultan, M.Kes


Direktur

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................1
BAB I DEFINISI.......................................................................................................................4
BAB II RUANG LINGKUP.....................................................................................................5
A. RUANG LINGKUP PELAYANAN TRANSFUSI DARAH..........................................3
B. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH..............................................4
C. REAKSI TRANSFUSI....................................................................................................4
1. Reaksi Akut..................................................................................................................5
2. Reaksi Lambat..............................................................................................................6
3. Penularan Infeksi..........................................................................................................8
BAB III TATA LAKSANA.......................................................................................................9
A. TATA LAKSANA PERMINTAAN DARAH..................................................................9
B. TATA LAKSANA PENYIMPANAN DARAH DAN KOMPONEN
DARAH.................................................................................................................................10
C. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI...............................................................................11
D. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT.........................................11
E. TATA LAKSANA PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DAN PRODUK
DARAH.................................................................................................................................13
F. TATA LAKSANA PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI.......................................13
G. TATA LAKSANA PENCATATAN DAN PELAPORAN..............................................13
1. Laporan Rutin.............................................................................................................13
2. Laporan Berkala.........................................................................................................14
BAB IV DOKUMENTASI......................................................................................................15
A. FORMULIR PERMINTAAN DARAH.........................................................................15
B. FORMULIR PENCATATAN PEMBERIAN DARAH.................................................15
C. FORMULIR PELAPORAN..........................................................................................15
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
NOMOR: .......................

TENTANG
PEDOMAN PENANGANAN PENGGUNAAN,
PEMBERIAN DARAH DAN KOMPONEN DARAH

DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan


Rumah Sakit, maka diperlukan standarisasi penggunaan
dan pemberian darah dan komponen darah yang akan
mendapatkan pelayanan kesehatan di lingkungan RSUD
PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana butir a,
perlu ditetapkan Panduan Penggunaan, pemberian darah
dan komponen darah yang berlaku dalam lingkungan
RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU dengan
Keputusan Direktur
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

2
1438/ Menkes/ Per/ IX/ 2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 129/ MENKES/ SK/ II/ 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
8. Keputusan Direktur ........................ tentang HOSPITAL
BY LAW

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT EFARINA ETAHAM
TENTANG PANDUAN PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN
DARAH DAN KOMPONEN DARAH DI LINGKUNGAN RSUD
PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
KEDUA : Panduan Penggunaan dan pemberian darah dan komponen darah di
lingkungan RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
sebagaimana terlampir dalam Keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di


kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Bantaeng
Pada tanggal : 01 ,,,,,,, 2017
RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU
Direktur,

dr H. Sultan, M.Kes

Lampiran
Keputusan Direktur RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU

3
Nomor : ...................................
Tanggal : .......................................

BAB I DEFINISI

1. Transfusi Darah adalah tindakan medis memberikan darah kepada pasien,


yang darahnya telah tersedia dalam botol atau kantong plastik;
2. Pelayanan Darah adalah segala tindakan yang dilakkan dengan tujuan untuk
memungkinkan penggunaan darah bagi keperluan pengobatan dan pemulihan
kesehatan yang mencakup masalah-masalah pengadaaan, pengolahan, dan
penyampaian darah kepada pasien;
3. Darah adalah darah manusia atau bagian-bagiannya yang diambil dan diolah
secara khusus untuk tujuan pengobatan dan pemulihan kesehatan.
4. Produk Darah adalah
a. PRC
b. Trombosit konsentrat
c. Trombosit Apheresis
d. Washed erythrocyte
e. Fresh Frozen Plasma
f. Cryopresipitate

4
BAB II RUANG LINGKUP

A. RUANG LINGKUP PELAYANAN TRANSFUSI DARAH


Keputusan pemberian transfusi darah diambil oleh dokter penanggung jawab
pasien (DPJP) berdasarkan indikasi yang sesuai dengan kondisi sakit pasien,
setelah memberikan informasi dan edukasi yang cukup serta melibatkan
pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan. Pemberian transfusi darah
dilaksanakan setelah pasien dan/atau keluarga memberikan persetujuan
(informed consent).
Unit kerja yang terkait dengan pelayanan transfusi darah meliputi:
1. Unit Pelayanan Intensif
2. Unit Kamar Operasi
3. Unit Kamar Bersalin
4. Unit Rawat Inap
5. Instalasi Gawat Darurat

B. REKOMENDASI PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH


1. Sel darah merah
a. Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar
Hemoglobin (Hb) <7 g/dl, khusus untuk kasus obstetri transfusi
dilakukan Hemoglobin (Hb) < 8 g/dl, bila terutama pada anemia akut.
Transfusi dapat ditunda jika pasien asimptomatik dan/atau penyakitnya
memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar Hb yang lebih rendah
dapat diterima. (Rekomendasi A)
b. Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl
apabila ditemukan hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara
klinis dan laboratorium. (Rekomendasi C)
c. Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb 10 g/dl, kecuali bila ada
indikasi tertentu, misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas
transport oksigen lebih tinggi (contoh: penyakit paru obstruktif kronik
berat dan penyakit jantung iskemik berat) (Rekomendasi A)
d. Transfusi pada neonatus dengan gejala hipoksia dilakukan pada kadar
Hb 11 g/dL; bila tidak ada gejala batas ini dapat diturunkan mencapai
7 g/dL (seperti pada anemia bayi prematur). Jika terdapat penyakit
jantung atau paru atau yang sedang membutuhkan suplementasi

5
oksigen batas untuk dilakukan transfusi adalah Hb 13 g/dL.
(Rekomendasi C)
2. Trombosit
a. Trombosit diberikan untuk mengatasi perdarahan pada pasien dengan
trombositopenia bila hitung trombosit <50.000/uL, bila terdapat
perdarahan mikrovaskular difus batasnya menjadi <100.000/uL. Pada
kasus DHF dan DIC supaya merujuk pada penatalaksanaan masing-
masing. (Rekomendasi C)
b. Profilaksis dilakukan bila hitung trombosit <50.000/uL pada pasien
yang akan menjalani operasi, prosedur invasif lainnya atau sesudah
transfusi masif. (Rekomendasi C)
c. Pasien dengan kelainan fungsi trombosit yang mengalami perdarahan.
(Rekomendasi C)
3. Plasma beku segar
a. Mengganti defisiensi faktor IX (hemofilia B) dan faktor inhibitor
koagulasi baik yang didapat atau bawaan bila tidak tersedia konsentrat
faktor spesifik atau kombinasi. (Rekomendasi C)
b. Neutralisasi hemostasis setelah terapi warfarin bila terdapat perdarahan
yang mengancam nyawa. (Rekomendasi C)
c. Adanya perdarahan dengan parameter koagulasi yang abnormal setelah
transfusi masif atau operasi pintasan jantung atau pada pasien dengan
penyakit hati. (Rekomendasi C)
4. Kriopresipitat
a. Profilaksis pada pasien dengan defisiensi fibrinogen yang akan
menjalani prosedur invasif dan terapi pada pasien yang mengalami
perdarahan. (Rekomendasi C)
b. Pasien dengan hemofilia A dan penyakit von Willebrand yang
mengalami perdarahan atau yang tidak responsif terhadap pemberian
desmopresin asetat atau akan menjalani operasi. (Rekomendasi C)

C. REAKSI TRANSFUSI
Risiko transfusi darah sebagai akibat langsung transfusi merupakan bagian
situasi klinis yang kompleks. Jika suatu operasi dinyatakan potensial
menyelamatkan nyawa hanya bila didukung dengan transfusi darah, maka
keuntungan dilakukannya transfusi jauh lebih tinggi daripada risikonya.
Sebaliknya, transfusi yang dilakukan pasca bedah pada pasien yang stabil

6
hanya memberikan sedikit keuntungan klinis atau sama sekali tidak
menguntungkan. Dalam hal ini, risiko akibat transfusi yang didapat mungkin
tidak sesuai dengan keuntungannya. Risiko transfusi darah ini dapat
dibedakan atas reaksi cepat, reaksi lambat, penularan penyakit infeksi dan
risiko transfusi masif.
1. Reaksi Akut
Reaksi akut adalah reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam
setelah transfusi. Reaksi akut dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu
ringan, sedang-berat dan reaksi yang membahayakan nyawa. Reaksi
ringan ditandai dengan timbulnya pruritus, urtikaria dan rash. Reaksi
ringan ini disebabkan oleh hipersensitivitas ringan. Reaksi sedang-berat
ditandai dengan adanya gejala gelisah, lemah, pruritus, palpitasi, dispnea
ringan dan nyeri kepala. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan adanya
warna kemerahan di kulit, urtikaria, demam, takikardia, kaku otot. Reaksi
sedang-berat biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas sedang-berat,
demam akibat reaksi transfusi non-hemolitik (antibodi terhadap leukosit,
protein, trombosit), kontaminasi pirogen dan/atau bakteri.
Pada reaksi yang membahayakan nyawa ditemukan gejala gelisah, nyeri
dada, nyeri di sekitar tempat masuknya infus, napas pendek, nyeri
punggung, nyeri kepala, dan dispnea. Terdapat pula tanda-tanda kaku otot,
demam, lemah, hipotensi (turun 20% tekanan darah sistolik), takikardia
(naik 20%), hemoglobinuria dan perdarahan yang tidak jelas. Reaksi ini
disebabkan oleh hemolisis intravaskular akut, kontaminasi bakteri, syok
septik, kelebihan cairan, anafilaksis dan gagal paru akut akibat transfusi.
a. Hemolisis intravaskular akut
Reaksi hemolisis intravaskular akut adalah reaksi yang disebabkan
inkompatibilitas sel darah merah. Antibodi dalam plasma pasien akan
melisiskan sel darah merah yang inkompatibel. Meskipun volume
darah inkompatibel hanya sedikit (10-50 ml) namun sudah dapat
menyebabkan reaksi berat. Semakin banyak volume darah yang
inkompatibel maka akan semakin meningkatkan risiko.
Penyebab terbanyak adalah inkompatibilitas ABO. Hal ini biasanya
terjadi akibat kesalahan dalam permintaan darah, pengambilan contoh
darah dari pasien ke tabung yang belum diberikan label, kesalahan

7
pemberian label pada tabung dan ketidaktelitian memeriksa identitas
pasien sebelum transfusi. Selain itu penyebab lainnya adalah adanya
antibodi dalam plasma pasien melawan antigen golongan darah lain
(selain golongan darah ABO) dari darah yang ditransfusikan, seperti
sistem Idd, Kell atau Duffy.
Jika pasien sadar, gejala dan tanda biasanya timbul dalam beberapa
menit awal transfusi, kadang-kadang timbul jika telah diberikan
kurang dari 10 ml. Jika pasien tidak sadar atau dalam anestesia,
hipotensi atau perdarahan yang tidak terkontrol mungkin merupakan
satu-satunya tanda inkompatibilitas transfusi. Pengawasan pasien
dilakukan sejak awal transfusi dari setiap unit darah.
b. Kelebihan cairan
Kelebihan cairan menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Hal ini
dapat terjadi bila terlalu banyak cairan yang ditransfusikan, transfusi
terlalu cepat, atau penurunan fungsi ginjal. Kelebihan cairan terutama
terjadi pada pasien dengan anemia kronik dan memiliki penyakit dasar
kardiovaskular.
c. Reaksi anafilaksis
Risiko meningkat sesuai dengan kecepatan transfusi. Sitokin dalam
plasma merupakan salah satu penyebab bronkokonstriksi dan
vasokonstriksi pada resipien tertentu. Selain itu, defisiensi IgA dapat
menyebabkan reaksi anafilaksis sangat berat. Hal itu dapat disebabkan
produk darah yang banyak mengandung IgA. Reaksi ini terjadi dalam
beberapa menit awal transfusi dan ditandai dengan syok (kolaps
kardiovaskular), distress pernapasan dan tanpa demam. Anafilaksis
dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan
agresif.1,8,16,17
d. Cedera paru akut akibat transfusi (Transfusion-associated acute lung
injury = TRALI)
Cedera paru akut disebabkan oleh plasma donor yang mengandung
antibodi yang melawan leukosit pasien. Kegagalan fungsi paru
biasanya timbul dalam 1-4 jam sejak awal transfusi, dengan gambaran
foto toraks kesuraman yang difus. Tidak ada terapi spesifik, namun
diperlukan bantuan pernapasan di ruang rawat intensif.

8
2. Reaksi Lambat
a. Reaksi hemolitik lambat
Reaksi hemolitik lambat timbul 5-10 hari setelah transfusi dengan
gejala dan tanda demam, anemia, ikterik dan hemoglobinuria. Reaksi
hemolitik lambat yang berat dan mengancam nyawa disertai syok,
gagal ginjal dan DIC jarang terjadi. Pencegahan dilakukan dengan
pemeriksaan laboratorium antibodi sel darah merah dalam plasma
pasien dan pemilihan sel darah kompatibel dengan antibodi tersebut.
b. Purpura pasca transfusi
Purpura pasca transfusi merupakan komplikasi yang jarang tetapi
potensial membahayakan pada transfusi sel darah merah atau
trombosit. Hal ini disebabkan adanya antibodi langsung yang melawan
antigen spesifik trombosit pada resipien. Lebih banyak terjadi pada
wanita. Gejala dan tanda yang timbul adalah perdarahan dan adanya
trombositopenia berat akut 5-10 hari setelah transfusi yang biasanya
terjadi bila hitung trombosit <100.000/uL. Penatalaksanaan penting
terutama bila hitung trombosit 50.000/uL dan perdarahan yang tidak
terlihat dengan hitung trombosit 20.000/uL. Pencegahan dilakukan
dengan memberikan trombosit yang kompatibel dengan antibodi
pasien.
c. Penyakit graft-versus-host
Komplikasi ini jarang terjadi namun potensial membahayakan.
Biasanya terjadi pada pasien imunodefisiensi, terutama pasien dengan
transplantasi sumsum tulang; dan pasien imunokompeten yang diberi
transfusi dari individu yang memiliki tipe jaringan kompatibel (HLA:
human leucocyte antigen), biasanya yang memiliki hubungan darah.
Gejala dan tanda, seperti demam, rash kulit dan deskuamasi, diare,
hepatitis, pansitopenia, biasanya timbul 10-12 hari setelah transfusi.
Tidak ada terapi spesifik, terapi hanya bersifat suportif.
d. Kelebihan besi
Pasien yang bergantung pada transfusi berulang dalam jangka waktu
panjang akan mengalami akumulasi besi dalam tubuhnya
(hemosiderosis). Biasanya ditandai dengan gagal organ (jantung dan
hati). Tidak ada mekanisme fisiologis untuk menghilangkan kelebihan
besi. Obat pengikat besi seperti desferioksamin, diberikan untuk

9
meminimalkan akumulasi besi dan mempertahankan kadar serum
feritin <2.000 mg/l.
e. Supresi imun
Transfusi darah dapat mengubah sistem imun resipien dalam beberapa
cara, dan hal ini menjadi perhatian karena adanya pendapat yang
menyatakan bahwa angka rekurensi tumor dapat meningkat. Selain itu
juga terdapat pendapat yang menyatakan bahwa transfusi darah
meningkatkan risiko infeksi pasca bedah karena menurunnya respons
imun: sampai saat ini, penelitian klinis gagal membuktikan hal ini.
Busch dkk18 (1993) melakukan randomized trial terhadap 475 pasien
kanker kolorektal. Penelitian membandingkan prognosis antara pasien
kanker kolorektal yang dilakukan transfusi autolog dengan transfusi
allogenik. Didapatkan hasil bahwa risiko rekurensi meningkat secara
bermakna pada pasien yang dilakukan transfusi darah, baik allogenik
maupun autolog, bila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan
transfusi; risiko relatif rekurensi adalah 2,1 dan 1,8; angka tersebut
tidak berbeda bermakna satu dengan yang lain.
3. Penularan Infeksi
Risiko penularan penyakit infeksi melalui transfusi darah bergantung pada
berbagai hal, antara lain prevalensi penyakit di masyarakat, keefektifan
skrining yang digunakan, status imun resipien dan jumlah donor tiap unit
darah. Saat ini dipergunakan model matematis untuk menghitung risiko
transfusi darah, antara lain untuk penularan HIV, virus hepatitis C,
hepatitis B dan virus human T-cell lymphotropic (HTLV). Model ini
berdasarkan fakta bahwa penularan penyakit terutama timbul pada saat
window period (periode segera setelah infeksi dimana darah donor sudah
infeksius tetapi hasil skrining masih negatif).

10
BAB III TATA LAKSANA

A. TATA LAKSANA PERMINTAAN DARAH


Setiap pasien yang di Rawat Inap, baik di ruangan, ICU atau Kamar Operasi
bila membutuhkan darah maupun komponen darah, mendapatkan Surat
Permintaan Darah yang ditandatangani oleh dokter yang merawat (DPJP).
Surat Permintaan Darah tersebut beserta sampel darah yang diambilkan oleh
perawat ruangan dibawa oleh keluarga pasien ke UTD PMI untuk meminta
darah serta dilakukan uji saring dan uji cocok serasi. Setelah mendapatkan
darah yang diminta, maka keluarga pasien kembali ke Rumah Sakit.
Setibanya di Rumah Sakit, keluarga pasien diharuskan menyerahkan darah
tersebut ke perawat ruangan atau unit peminta untuk dilakukan pencatatan,
pemeriksaan, dan/atau penyimpanan darah serta administrasi transaksi
keuangan sesuai dengan jumlah darah yang diserahkan dan biaya tindakan
yang dilakukan.

Pasien membutuhkan
transfusi darah

Dokter mengisi Formulir


Permintaan Darah.
Perawat RI / OK / ICU
melakukan sampling.

Keluarga pasien

PMI :
Golongan Darah
Cross Match
Uji Serologi

11
Keluarga pasien

Ke UPD untuk Proses Selanjutnya

Keluarga pasien

Darah diserahkan ke Perawat RI / OK.


Darah ditransfusikan sesuai kebutuhan dan
dicatat reaksi yang timbul dilaporkan ke
UPD.

Pasien keluar RS ditagih.


UPD tiap bulan merekap laporan dan transaksi.
UPD mengecek tagihan dari PMI.

Keuangan membayar PMI

B. TATA LAKSANA PENYIMPANAN DARAH DAN


KOMPONEN DARAH
Darah yang belum diberikan haruslah disimpan dalam lemari es penyimpan
darah sampai darah tersebut dibutuhkan/diambil kembali oleh keluarga
pasien. Bila masih ada sisa darah, maka sisa darah tersebut bisa diberikan
kepada pasien lain yang membutuhkan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Apabila ada darah yang rusak atau mendekati kadaluarsa, maka darah
tersebut haruslah dikembalikan ke PMI.
Untuk Fresh Frozen Plasma (FFP), dikarenakan Rumah Sakit Efarina
Etaham masih belum memiliki Lemari Pendingin Khusus (harus disimpan
dalam suhu minus 200 C) maka permintaan dan pengambilan FFP diatur

12
sedemikian rupa sehingga setelah FFP tersebut dicairkan, dalam waktu
kurang dari 4 jam sudah harus ditransfusikan kepada pasien yang
memerlukan.

D. TATA LAKSANA IDENTIFIKASI


1. Setiap kali akan dilakukan pemberian transfuse darah, perawat wajib
melakukan identifikasi atas diri pasien, maupun produk darah yang akan
diberikan
2. Perawat menanyakan identitas pasien dengan menanyakan Bapak/Ibu
namanya siapa? Tanggal lahir? dan mencocokkan dengan dokumen
rekam medis yang berisi identitas pasien
3. Pada saat menerima produk darah dari PMI yang dibawa oleh keluarga
pasien, Perawat mengecek kebenaran kantong darah, meliputi jenis darah,
golongan darah, nomor kantong dan tanggal kadaluarsa serta
mencocokkan dengan formulir pengiriman kantong darah
4. Sebelum memberikan produk darah kepada pasien, perawat mengulang
kembali prosedur identifikasi pasien

E. TATA LAKSANA PEMBERIAN INFORMED CONSENT


1. Sebelum pemberian transfusi darah, DPJP wajib memberikan informasi
dan edukasi kepada pasien dan keluarganya, meliputi:
a. Diagnosis dan prognosis secara rinci dan juga prognosis apabila tidak
diobati
b. Ketidakpastian tentang diagnosis (diagnosis kerja dan diagnosis
banding) termasuk pilihan pemeriksaan lanjutan sebelum dilakukan
pengobatan
c. Pilihan pengobatan atau penatalaksanaan terhadap kondisi
kesehatannya, termasuk pilihan untuk tidak diobati
d. Tujuan dari rencana pemeriksaan atau pengobatan; rincian dari
prosedur atau pengobatan yang dilaksanakan, termasuk tindakan
subsider seperti penanganan nyeri, bagaimana pasien seharusnya
mempersiapkan diri, rincian apa yang akan dialami pasien selama dan
sesudah tindakan, termasuk efek samping yang biasa terjadi dan yang
serius

13
e. Untuk setiap pilihan tindakan, diperlukan keterangan tentang
kelebihan/keuntungan dan tingkat kemungkinan keberhasilannya, dan
diskusi tentang kemungkinan resiko yang serius atau sering terjadi, dan
perubahan gaya hidup sebagai akibat dari tindakan tersebut
f. Nyatakan bila rencana pengobatan tersebut adalah upaya yang masih
eksperimental
g. Bagaimana dan kapan kondisi pasien dan akibat sampingannya akan
dimonitor atau dinilai kembali
h. Nama dokter yang bertanggungjawab secara keseluruhan untuk
pengobatan tersebut, serta bila mungkin nama-nama anggota tim
lainnya
i. Bila melibatkan dokter yang sedang mengikuti pelatihan atau
pendidikan, maka sebaiknya dijelaskan peranannya di dalam rangkaian
tindakan yang akan dilakukan
j. Mengingatkan kembali bahwa pasien dapat mengubah pendapatnya
setiap waktu. Bila hal itu dilakukan maka pasien bertanggungjawab
penuh atas konsekuensi pembatalan tersebut.
k. Mengingatkan bahwa pasien berhak memperoleh pendapat kedua dari
dokter lain
l. Bila memungkinkan, juga diberitahu tentang perincian biaya.
2. Informasi diberikan dalam konteks nilai, budaya dan latar belakang
mereka. Sehingga menghadirkan seorang interpreter mungkin merupakan
suatu sikap yang penting, baik dia seorang profesional ataukah salah
seorang anggota keluarga. Ingat bahwa dibutuhkan persetujuan pasien
terlebih dahulu dalam mengikutsertakan interpreter bila hal yang akan
didiskusikan merupakan hal yang bersifat pribadi.
3. Dapat menggunakan alat bantu, seperti leaflet atau bentuk publikasi lain
apabila hal itu dapat membantu memberikan informasi yang bersifat rinci.
Pastikan bahwa alat bantu tersebut sudah berdasarkan informasi yang
terakhir. Misalnya, sebuah leaflet yang menjelaskan tentang prosedur yang
umum. Leaflet tersebut akan membuat jelas kepada pasien karena dapat ia
bawa pulang dan digunakan untuk berpikir lebih lanjut, tetapi jangan
sampai mengakibatkan tidak ada diskusi.
4. Apabila dapat membantu, tawarkan kepada pasien untuk membawa
keluarga atau teman dalam diskusi atau membuat rekaman dengan tape
recorder

14
5. Memastikan bahwa informasi yang membuat pasien tertekan (distress )
agar diberikan dengan cara yang sensitif dan empati. Rujuk mereka untuk
konseling bila diperlukan
6. Mengikutsertakan salah satu anggota tim pelayanan kesehatan dalam
diskusi, misalnya perawat, baik untuk memberikan dukungan kepada
pasien maupun untuk turut membantu memberikan penjelasan
7. Menjawab semua pertanyaan pasien dengan benar dan jelas.
8. Memberikan cukup waktu bagi pasien untuk memahami informasi yang
diberikan, dan kesempatan bertanya tentang hal-hal yang bersifat
klarifikasi, sebelum kemudian diminta membuat keputusan
9. Pasien memberikan informed consent dengan menandatangani formulir
yang telah tersedia
F. TATA LAKSANA PEMBERIAN TRANSFUSI DARAH DAN
PRODUK DARAH

G. TATA LAKSANA PENANGANAN REAKSI TRANSFUSI

H. TATA LAKSANA PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Laporan Rutin
a. Permintaan rutin dan darurat meliputi golongan darah, jenis darah
(komponen), jumlah (kantong / unit / cc).
b. Stok darah per bulan/minggu.
c. Pengembalian darah yang tidak terpakai meliputi golongan darah, jenis
darah (komponen), jumlah, nomor kantong / unit.
d. Jumlah darah rusak / expired.
e. Jumlah pemakaian darah meliputi golongan darah, jenis darah
(komponen), jumlah kantong / unit / cc.
f. Jumlah pemeriksaan uji golongan darah
g. Kejadian reaksi transfusi darah meliputi jumlah, nomor kantong/unit
darah, tanggal.
h. Response Time (penyerahan) permintaan.
i. Catatan suhu lemari es.

15
j. Pencatatan dan pelaporan administrasi keuangan dimana setiap akhir
bulan dilakukan rekapitulasi transaksi kredit yang sudah dilakukan,
dan di cross check dengan tagihan bulanan dari PMI. Setelah dikoreksi
dan diparaf, tagihan PMI dan rekapitulasi transaksi tersebut kemudian
diserahkan ke Bagian Keuangan untuk proses selanjutnya.
k. Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan tersebut di atas bersifat
intern dan dibukukan dalam arsip tersendiri.
2. Laporan Berkala
Laporan berkala adalah laporan yang dikerjakan secara berkala, tiap 1
bulan sekali dan dilaporkan ke Bagian Rekam Medik Rumah Sakit,
meliputi rekapan laporan rutin selama 1 bulan.

16
BAB IV DOKUMENTASI

A. FORMULIR PERMINTAAN DARAH

B. FORMULIR PENCATATAN PEMBERIAN DARAH

I. FORMULIR PELAPORAN

RSUD PROF. DR. ANWAR MAKKATUTU


Direktur,

dr H. Sultan, M.Kes.

17

Anda mungkin juga menyukai