Chapter II Pasien Safety PDF
Chapter II Pasien Safety PDF
TINJAUAN PUSTAKA
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada 5 (lima) isu penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah
sakit yaitu : keselamatan pasien (patient safety), keselamatan pekerja atau petugas
keselamatan bisnis rumah sakit yang terkait kelangsungan hidup rumah sakit.
Namun harus diakui kegiatan institusi rumah sakit dapat berjalan apabila ada
dilaksanakan dan hal tersebut terkait dengan isu mutu dan citra perumahsakitan
from accidental injury. Keselamatan dinyatakan sebagai ranah pertama dari mutu
dan definisi dari keselamatan ini merupakan pernyataan dari perspektif pasien
(Kohn, dkk, 2000 dalam Sutanto, 2014). Pengertian lain menurut Hughes (2008)
bebas dari bahaya yang terjadi dengan tidak sengaja atau dapat dicegah sebagai
bahwa keselamatan (safety) adalah bebas dari bahaya atau risiko (hazard).
Keselamatan pasien (patient safety) adalah pasien bebas dari harm/ cedera yang
tidak seharusnya terjadi atau bebas dari harm yang potensial akan terjadi
(penyakit, cedera fisik/ sosial/ psikologis, cacat, kematian dan lain-lain), terkait
2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
tahun yang lalu yaitu Primum, non nocere (First, do no harm). Namun diakui
dengan hati-hati karena di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes
dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi
dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus.
Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik
kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak
disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. Kejadian
disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul
cedera. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang
Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera
Menurut Permenkes Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011 bahwa rumah
sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan
Pasien Rumah Sakit. Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai
pelaksana kegiatan keselamatan pasien. TKPRS yang dimaksud bertanggung
jawab kepada kepala rumah sakit. Keanggotaan TKPRS terdiri dari manajemen
rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. TKPRS
melaksanakan tugas:
4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk
2011):
a. hak pasien;
pasien.
semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Solutions dari World Health Organization (WHO) dalam Sutanto (2014) Patient
Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus
berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem
yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada
Standar SKP I
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk
melakukan dua kali pengecekan yaitu: pertama, untuk identifikasi pasien sebagai
individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain
tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Nomor
kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/
atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas berbeda di lokasi yang
berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau
ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu
pemeriksaan klinis.
prosedur.
Standar SKP II
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami
Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah
diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi
kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
komputer) perintah yang lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah;
kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil
pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca
back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat
1. Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA). Obat-obatan yang
konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang
lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium
sulfat =50% atau lebih pekat). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak
mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat
keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau
elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.
area tersebut, sehingga membatasi akses, untuk mencegah pemberian yang tidak
sengaja/kurang hati-hati.
elektrolit konsentrat.
diberi label yang jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat
(restricted).
Standar SKP IV
mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah
akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota
marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu,
asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat,
budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah,
yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratif mengembangkan
yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang
digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di
The Joint Commissions Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/orang
yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi
operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel struktur
(jari tangan, jari kaki, lesi) atau multipel level (tulang belakang).
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan
dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi.
1. Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk
penandaan.
memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat, dan
fungsional.
pembedahan.
seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
operasi.
Standar SKP V
tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang
dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi
pada aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pusat dari eliminasi infeksi ini maupun
infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand
hygiene bisa dibaca kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan
internasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratif untuk mengembangkan
kebijakan dan/ atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand
hygiene yang diterima secara umum dan untuk implementasi petunjuk itu di
rumah sakit.
terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (al.dari WHO
Patient Safety).
pelayanan kesehatan.
Standar SKP VI
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera bagi pasien rawat
disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh
dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh.
Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol,
gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh
1. Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko
sakit.
Rumah sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang
mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas
pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat dan faktor-
faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien (Permenkes 1691/ Menkes/ Per/
VIII/ 2011).
Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan Pasien, rumah sakit
sistem pelaporan insiden dilakukan di internal rumah sakit dan kepada Komite
Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC
dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonim (tanpa identitas), tidak
mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden ditujukan untuk
waktu paling lambat 2x24 jam sesuai format laporan yang ada. TKPRS
melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang
Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian
melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas
rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-
paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan rawat darurat.
penunjang.
medis.
Tahun 2014, Klasifikasi rumah sakit berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan,
1. pelayanan;
3. peralatan; dan
A. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit
meliputi:
1) Pelayanan medik;
kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan
kedokteran forensik.
Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut meliputi pelayanan bedah mulut,
2) Pelayanan kefarmasian;
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
a. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b. jumlah tempat tidur perawatan Kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah
1) Tenaga medis;
dasar;
penunjang;
e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;
subspesialis; dan
g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
2) Tenaga kefarmasian;
b. 5 (lima) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
e. 1 (satu) apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2 (dua)
melakukan pelayanan farmasi klinik di rawat inap atau rawat jalan dan
5) Tenaga nonkesehatan.
C. Peralatan
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas A harus memenuhi standar sesuai dengan
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat
A. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas B paling sedikit
meliputi:
1) Pelayanan medik;
telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan
Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, paling sedikit berjumlah 3 (tiga)
dan orthodonti.
2) Pelayanan kefarmasian;
asuhan kebidanan.
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
c. jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% (lima persen) dari
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah
1) Tenaga medis;
c. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;
penunjang;
e. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis lain;
subspesialis; dan
g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
2) Tenaga kefarmasian;
b. 4 (empat) apoteker yang bertugas di rawat jalan yang dibantu oleh paling
e. 1 (satu) orang apoteker di ruang ICU yang dibantu oleh paling sedikit 2
atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang
Sakit; dan
3) Tenaga keperawatan;
C. Peralatan
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas B harus memenuhi standar sesuai dengan
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat
A. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit
meliputi:
1) Pelayanan medik;
Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah 1 (satu)
pelayanan.
2) Pelayanan kefarmasian;
asuhan kebidanan.
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah
1) Tenaga medis
c. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar;
penunjang; dan
e. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis
gigi mulut.
2) Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:
b. 2 (dua) apoteker yang bertugas di rawat inap yang dibantu oleh paling
c. 4 (empat) orang apoteker di rawat inap yang dibantu oleh paling sedikit 8
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
Rumah Sakit.
3) Tenaga keperawatan
(dua) perawat untuk 3 (tiga) tempat tidur. Kualifikasi dan kompetensi tenaga
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas C harus memenuhi standar sesuai dengan
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat
A. Pelayanan
Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit
meliputi:
1) Pelayanan medik;
laboratorium.
2) Pelayanan kefarmasian;
asuhan kebidanan.
Pelayanan penunjang klinik meliputi pelayanan darah, perawatan high care unit
untuk semua golongan umur dan jenis penyakit, gizi, sterilisasi instrumen dan
rekam medik.
a. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah;
b. jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 20% (dua puluh
persen) dari seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik swasta;
seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah
1) Tenaga medis
c. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis dasar.
2) Tenaga kefarmasian
b. 1 (satu) apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang dibantu
rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian
Rumah Sakit.
3) Tenaga keperawatan
rumah sakit.
C. Peralatan
Peralatan Rumah Sakit Umum kelas D harus memenuhi standar sesuai dengan
peralatan medis untuk instalasi gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, rawat
Akreditasi Rumah Sakit, akreditasi adalah pengakuan terhadap rumah sakit yang
menteri, setelah dinilai bahwa rumah sakit itu memenuhi Standar Pelayanan
Rumah Sakit yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
secara berkesinambungan. Standar Pelayanan Rumah Sakit adalah semua standar
pelayanan yang berlaku di rumah sakit antara lain standar prosedur operasional,
selanjutnya disebut instrumen adalah alat ukur yang dipakai oleh lembaga
sudah mendapatkan status akreditasi nasional. Bagi rumah sakit yang telah
mendapatkan status akreditasi yang baru sebelum masa berlaku status akreditasi
sebelumnya berakhir. Setiap rumah sakit baru yang telah memeroleh izin
operasional dan beroperasi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun wajib mengajukan
permohonan akreditasi.
Input Output
pasien.
b. TKPRS adalah Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang dibentuk oleh
yang mendukung.
d. Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Pasal 43 ayat (1) mewajibkan
tujuan yang ditetapkan, yaitu menggali informasi terkait sejauh mana kesiapan
keselamatan pasien.
3. Keluaran (output) hasil yang hendak dicapai, yaitu sejauh mana kesiapan
keselamatan pasien.