Anda di halaman 1dari 16

CLINICAL SCIENCE SESSION

Karsinoma Kolorektal

PRESEPTOR :

DR. Reno Rudiman, dr., M.Sc., Sp. B-KBD

Disusun oleh :
Radita Haura Fathinputri 130112160655
Nekhar Begum Azam 130112163527

DEPARTEMEN BEDAH DIGESTIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PAJAJARAN

BANDUNG

2017
Karsinoma Kolorektal

A. Anatomi dan Histologi

Usus besar terdiri dari caecum, appendix, kolon ascendens, kolon transversum,
kolon descendens, kolon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa usus besar terdiri
dari epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet, pada
lapisan submukosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah dalam sirkuler dan
sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat membentuk taenia koli.
Lapisan serosa membentuk tonjolan tonjolan kecil yang sering terisi lemak yang disebut
appendices epiploicae. Didalam mukosa dan submukosa banyak terdapat kelenjar limfa,
terdapat lipatan-lipatan yaitu plica semilunaris dimana kecuali lapisan mukosa dan lapisan
submukosa ikut pula lapisan otot sirkuler. Diantara dua plica semilunares terdapat saku
yang disebut haustra coli, yang mungkin disebabkan oleh adanya taenia coli atau
kontraksi otot sirkuler. Letak haustra in vivo dapat berpindah pindah atau menghilang.

Vaskularisasi kolon dipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior


dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang
memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri
adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan
arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan
cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica
superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica
media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan
mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan arteri
colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti pembuluh
darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri mesenterica inferior
yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir menuju ke nn. ileocolica, nn.
colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn. mesenterica inferior. Kemudian
mengikuti pembuluh darah menuju truncus intestinalis.

Colon transversum panjangnya sekitar 38 cm, berjalan dari flexura coli dextra
sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan mempunyai hubungan dengan duodenum dan
pankreas di sebelah dorsal, sedangkan bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra
letaknya lebih tinggi daripada yang kanan yaitu pada polus cranialis ren sinistra, juga
lebih tajam sudutnya dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubunganya dengan
facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventralnya.
Arterialisasi didapat dari cabang cabang arteri colica media. Arterialisasi colon
transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari arteri mesenterica superior
pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon transversum mendapat arterialisasi
dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri mesenterica inferior .

Gambar 1. Arteri Mesenterica Superior


Mesokolon transversum adalah duplikatur peritoneum yang memfiksasi colon
transversum sehingga letak alat ini intraperitoneal. Pangkal mesokolon transversa disebut
radix mesokolon transversa, yang berjalan dari flexura coli sinistra sampai flexura coli
dextra. Lapisan cranial mesokolon transversa ini melekat pada omentum majus dan disebut
ligamentum gastro (meso) colica, sedangkan lapisan caudal melekat pada pankreas dan
duodenum, didalamnya berisi pembuluh darah, limfa dan syaraf. Karena panjang dari
mesokolon transversum inilah yang menyebabkan letak dari colon transversum sangat
bervariasi, dan kadangkala mencapai pelvis.

Gambar 2. Arteri Mesenterica Inferior


Colon descendens panjangnya sekitar 25 cm, dimulai dari flexura coli sinistra
sampai fossa iliaca sinistra dimana dimulai colon sigmoideum. Terletak retroperitoneal
karena hanya dinding ventral saja yang diliputi peritoneum, terletak pada muskulus quadratus
lumborum dan erat hubungannya dengan ren sinistra. Arterialisasi didapat dari cabang-cabang
arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan cabang dari arteri
mesenterica inferior.
Colon sigmoideum mempunyai mesosigmoideum sehingga letaknya intraperi
toneal, dan terletak didalam fossa iliaca sinistra. Radix mesosigmoid mempunyai perlekatan
yang variabel pada fossa iliaca sinistra. Colon sigmoid membentuk lipatan-lipatan yang
tergantung isinya didalam lumen, bila terisi penuh dapat memanjang dan masuk ke dalam
cavum pelvis melalui aditus pelvis, bila kosong lebih pendek dan lipatannya ke arah ventral
dan ke kanan dan akhirnya ke dorsal lagi. Colon sigmoid melanjutkan diri kedalam rectum
pada dinding mediodorsal pada aditus pelvis di sebelah depan os sacrum. Arterialisasi didapat
dari cabang- cabang arteri sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior cabang arteri
mesenterica inferior. Aliran vena yang terpenting adalah adanya anastomosis antara vena
haemorrhoidalis superior dengan vena haemorrhoidalis medius dan inferior, dari ketiga vena
ini yang bermuara kedalam vena porta melalui vena mesenterica inferior hanya vena
haemorrhoidalis superior, sedangkan yang lain menuju vena iliaca interna. Jadi terdapat
hubungan antara vena parietal (vena iliaca interna) dan vena visceral (vena porta) yang
penting bila terjadi pembendungan pada aliran vena porta misalnya pada penyakit hepar
sehingga mengganggu aliran darah portal. Mesosigmoideum mempunyai radix yang
berbentuk huruf V dan ujungnya letaknya terbalik pada ureter kiri dan percabangan arteri
iliaca communis sinistra menjadi cabang-cabangnya, dan diantara kaki-kaki huruf V ini
terdapat reccessus intersigmoideus.

Gambar 3. anatomi kolon dan rektum


B. Karsinoma Kolorektal

1. Definisi Karsinoma Kolorektal

Karsinoma kolon/usus besar adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan
usus besar atau rektum.1

2. Epidemiologi Karsinoma Kolorektal

Secara epidemiologis, angka kejadian kanker kolorektal mencapai urutan ke-4 di dunia
dengan jumlah pasien laki-laki sedikit lebih banyak daripada perempuan dengan
perbandingan 19.4 dan 15.3 per 100.000 penduduk. Angka insiden tertinggi terdapat pada
Eropa, Amerika, Australia dan Selandia baru, sedangkan angka insiden terendah terdapat
pada India, Amerika Selatan dan Arab Israel. Di Eropa, penyakit ini menempati urutan kedua
sebagai kanker yang paling sering terjadi pada pria dan wanita pada tingkat insidensi dan
mortalitas.
Perkiraan insiden kanker di Indonesia adalah 100 per 100.000 penduduk. Dewasa ini
kanker kolorektal telah menjadi salah satu dari kanker yang banyak terjadi di Indonesia, data
yang dikumpulkan dari 13 pusat kanker menunjukkan bahwa kanker kolorektal merupakan
salah satu dari lima kanker yang paling sering terdapat pada pria maupun wanita. Distribusi
kanker kolorektal menurut lokasinya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

6.8%

8.7% 11.7%

Sekum Sigmoid
1.9% 9.7%

51.5%

Gambar 4. Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi


3. Faktor Resiko Karsinoma Kolorektal

Menurut WHO, faktor resiko kanker kolorektal :


1. Berusia > 50 tahun
2. Sindroma adenomatous poliposis (familial, hamartomatous poliposis dan Peutz jagers
sindrom)
3. Riwayat kanker kolorektal pada keluarga
4. Inflamatory bowel disease
5. Riwayat menderita kanker kolorektal
6. Riwayat menderita polip kolrektal.

4. Patofisiologi Kanker Kolorektal

Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah melewati rentang masa
yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan berbagai perubahan
genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua jenis kanker kolorektal (herediter dan
sporadik) tidak muncul secara mendadak melainkan melalui proses yang diidentifikasikan
pada mukosa kolon (seperti pada displasia adenoma).
Faktor lingkungan yang berperan pada karsinogenesis kanker kololrektal dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
Faktor Lingkungan Yang Berperan Pada Karsinogenesis Kanker Kololrektal
1. Probably related
a. Konsumsi diet lemak tinggi
b. Konsumsi diet lemak rendah
2. Possibly related
a. Karsinogen dan mutagen
b. Heterocyclic amines
c. Hasil metabolisme bakteri
d. Bir dan konsumsi alkohol
e. Diet rendah selenium
3. Probably protektif
a. Konsumsi serat tinggi
b. Diet kalsium
c. Aspirin dan OAINS
d. Aktivitas fisik (BMI rendah)
4. Possibly protekstif
a. Sayuran hijau dan kuning
b. Makanan dengan karoten tinggi
c. Vitamin C dan E
d. Selenium
e. Asam folat
5. Cyclooxygenase-2 (COX-2) inhibitor
6. Hormone Replacement Theraphy (estrogen)

Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang mengontrol
pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan adenomatosa dan
akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang mempercepat pertumbuhan
sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung pada kanker
kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas
mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui
mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang kepada sel
anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh
hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair (MMR) dan merupakan
terbentuknya kanker pada sindrom Lynch. 1,5,6
Gambar di bawah ini menunjukkan mutasi genetik yang terjadi pada perubahan dari
adenoma kolon menjadi karsinoma kolon.

Gambar 5. mutasi genetik karsinoma kolorektal


5. Klasifikasi Karsinoma Kolorektal

Klasifikasi kanker kolorektal menurut Dukes-turnbull dapat dilihat pada gambar di


bawah ini:

Staging tumor menurut TNM.

a. Stadium 0 : stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal masih
ditemukan pada garis batas dalam dari kolon (muskularis mukosa)
b. Stadium 1 : stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam dari
kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar kolon.
c. Stadium 2 : stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari kolon
hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang mengelilingi kolon dan
rektum. Namun belum mengenai kelenjar limfe.
d. Stadium 3 : stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi belum
menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
e. Stadium 4 : stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari tubuh seperti
hati dan paru-paru

6. Manifestasi Klinis Karsinoma Kolorektal

Tanda dan gejala karsinoma kolon bervariasi tergantung dari lokasi kanker di dalam
usus besar. Ukuran dan ekstenbilitas usus ukuran kanan kira-kira enam kali lebih besar
daripada daerah sigmoid dan mengandung aliran fekal yang cair. Tumor yang terletak di usus
bagian kanan walaupun besar cenderung menggantung (fungating) dan lunak, yang tidak
tumbuh mengelilingi usus. Sebagai salah satu akibatnya gejala dari tumor yang timbul di
kolon kanan tidak disebabkan oleh obstruksi walaupun pasien dapat mengalami rasa yang
tidak enak atau kolik di abdomen yang samar-samar. Lebih sering, penyakit disertai dengan
kehilangan darah kronis yang dideteksi dengan tes darah samar. Sebaliknya tumor di daerah
kiri cenderung keras dan tumbuh mengelilingi usus, dan fungsi normal dalam daerah ini
adalah sebagai penyimpan massa feses yang keras. Gejala obstruksi akut atau kronis adalah
gambaran klinis yang penting. Di samping itu pasien dapat mengalami perubahan dalam pola
defekasi (bowel habits), memerlukan laksatif, atau penurunan kaliber feses. Perdarahan
adalah lebih jelas, dengan darah gelap atau darah merah yang melapisi permukaan feses
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan suplai
darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian kanan
(caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri
mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum,
kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker
kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal
berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal
ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar sebelum
terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah makroskopis sering tidak
tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar. Pasien dapat mengeluh
ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan dan sering salah diagnosa dengan
penyakit gastrointestinal dan kandung empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan
berkemih.
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses
ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen yang
menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan frekuensi BAB.
Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat diliputi atau tercampur
dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus bersamaan dengan gumpalan
darah atau feses.
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan
seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada pasien
dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada hemoroid, kanker
tetap harus dipikirkan.

7. Diagnosis Karsinoma Kolorektal

Diagnosa karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,pemeriksaan fisik


pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik paling pentng untuk kanker kolon
adalah pengujian darah samar, enema barium, proktosigmoidoskopi,dan kolonoskopi.
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Sebanyak
60% kasus dari kanker kolorektal dapat diidentifikasi dengan sigmoideskopi dengan biopsi
atau apusan sitologi.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi metastase
dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam pengobatan. Area
supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya kelenjar yang mengalami
metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas
operasi, penonjolan massa, kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm
steifung). Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau
nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau
melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada abdomen
ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi redup. Pada
auskultasi didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa
yang rata, keras, oval atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus
ditentukan ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat
didapatkan darah pada sarung tangan.
Digital Rectal Examination
Rectal toucher untuk menilai :
Tonus sfingter ani : kuat atau lemah.
Ampula rektum : kolaps, kembung atau terisi feses
Mukosa : kasar,berbenjol benjol, kaku
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari,
mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan sekitarnya,
jarak dari garis anorektal sampai tumor.1

Pemeriksaan Penunjang:
1. Biopsi
2. Carcinoembrionik Antigen (CEA) Screening
3. Tes Occult Blood
4. Barium Enema
5. Endoskopi
6. Flexible Sigmoidoskopi
7. Kolonoskopi
8. Imaging Techniques (CT Scan, MRI, Ultrasound Endoscopy)

Kesimpulan untuk mendiagnosis karsinoma kolorektal

Right colon 1. Anemia and weekness


2. Occult blood in feces
3. Dyspepsia
4. Right abdominal mass
5. Typical abdominal x-rays
6. Colonoscopy findings
Left colon 9. Changes in bowel habit
10. Blood in stool
11. Symptoms and sign of obstruction
12. Photo of typical rontgen
13. The discovery of a colocnoscopy
Rectum 1. Rectal bleeding
2. Blood in stool
3. Changes in bowel habits
4. A feeling of fullness or feeling of
dissatisfaction after defecation
5. The discovery of tumor rectosigmoidoscopy

8. Diagnosis Banding Karsinoma Kolorektal

Diagnosis banding dari karsinoma kolorektal terdapat pada tabel dibawah ini

9. Tatalaksana Karsinoma Kolorektal

Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan drainase
regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan walaupun telah terjadi
metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah metastase. Tujuan terapi karsinoma
kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari
pembuluh darah yang mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong
seperti omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak dapat
diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan diawali dengan irigasi
usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin yang diharapkan sel tumor dalam
lumen dapat tercuci atau dihancurkan.
Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang kuat terhadap
CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap karsinoma ( field defect) dan harus
dilkukan subtotal atau total kolektomi. Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker
secara bersamaan. Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi
sebelumnya) juga diterapi serupa.
Reseksi kolorektal
Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk neoplasma ( jinak dan ganas),
inflamatori bowel disease dan kasus lain.
Reseksi
Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi aliran darah pada bagian
kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi. Reseksi kuratif dari karsinoma
kolorektal dicapai dengan ligasi pembuluh darah mesenterika proksimal dan
pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada reseksi proses
benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum dapat tetap dipertahankan.
Emergensi reseksi
Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan hemoragi. Pada keadaan
ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan
atau proksimal tranversal, anastomsosi oleocolonic dapat dilakukan.
Reseksi laparoskopik
Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi nyeri post operasi
dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar secara laparoskopik
membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi secara terbuka.
Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan stadium kanker
pasien, seperti bagan bawah ini: 5

Penentuan stadium

A B C

Tumor metastasis
Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikal Pembedahan radikal Pembedahan


paliatif

Observasi Observasi

Percobaan klinis
dengan terapi ajuvan Kemoterapi

Anastomosis
Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang digunakan dapat berupa
handsewn atau stapled.
Jenis anastomosis :
1. End to end
Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama. Teknik ini terutama
dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat digunakan dalam kolostomi atau anastomosis
usus kecil.
2. End to side
Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya. Teknik ini dilakukan
pada obstruksi kronik.
3. Side to end
Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian distalnya.
4. Side to side
Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh darah atau segmens
usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

Kolostomi
Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi dibanding dengan loop
kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon. Defek pada dinding abdomen dibuat dan
akhir dari kolon dimobilisasi melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui
dinding abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmanns pouch.
Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi dari dinding abdomen dan
odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan anastomosis end to end.
Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi dikarenakan
terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi kolostomi lebih sedikit beresiko.

Sistemik kemoterapi
Regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5- Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun
metastase. Dahulu, dinyatakan pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan
peningkatan efikasi dan angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat
capecitabine dan tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan
oxalipatin dan irinotecan.

Agen biologis
Bevacizumab (Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama yang
diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi monoklonal untuk
vascular endothelial growth factor (VEGF) dan meningkatkan survival bila ditambahkan pada
kemoterapi. Agen biologis lain yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor
receptor ( EGFR). Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal yang refrakter
dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi monoklonal human dan
diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal. Lini pertama untuk kanker metastasis
ialah bevacizumab dan kemoterapi ( oxiliplatin dan irinotecan).

Terapi radiasi
Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker rektum, tetapi
terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek ajuvan maupun metastatik,
hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang atau otak.

10. Komplikasi

Komplikasi primer dihubungkan dengan karsinoma kolorektal, antara lain :

a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi

b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal

c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan

11. Prognosis

Stadium dan faktor prognostis kanker kolorektal dapat dilihat pada tabel dan gambar di
bawah ini:
Stadium Deskripsi histopatologi Bertahan 5 tahun
Dukes TNM Derajat (%)
A T1N0M0 I Kanker terbatas pada >90
mukosa/submukosa
B1 T2N0M0 II Kanker mencapai muskularis 85
B2 T3N0M0 III Kanker cenderung masuk/melewati 70-80
mukosa
C TxN1M0 IV Tumor melibatkan KGB regional 35-65
D TxN2M1 V Metastasis 5
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, Murdani. 2006. Tumor Kolorektal dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi IV jilid I. FKUI : Jakarta hal: 373-378
2. Jones & Schofield. 1996. Neoplasia Kolorektal dalam Petunjuk Penting Penyakit
Kolorektal. EGC : Jakarta hal :58-65
3. Roediger, WEW. 1994. Cancer of the Colon, rectum and Anus in Manual of Clinical
Oncology Sixth edition. UICC : Germany p:336-347
4. Sabiston, David C. 1994. Buku Ajar Bedah Bagian 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Hal: 14-18, 36-42.
5. Sjamsuhidajat. R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit Buku
Kedokteran. EGC. Jakarta. Hal: 658-667
6. Schwartz. 2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
7. Doherty GM. 2006. Current Surgical Diagnosis and Treatment. USA : McGraw Hill.
Hal: 658-668.
8. Utama HSY. 2012. Carcinoma Colorectal (CANCER) / Keganasan (KANKER) Kolon
dan Rektum (definition, sign, symptom, etiology, diagnosis and management). Available
online at : http://www.dokterbedahherryyudha.com/2012/04/carsinoma-colorectal-
defition-sign.html (diakses tanggal 30 Juni 2013)
9. Zieve, D. 2009. Colon Cancer. Available online at:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/colorectalcancer.html (diakses 30 Juni 2013)
10. Mohammad, Wehbi. 2011. Familial Adenomatous Polyposis. Available online at:
www.emedicine.medscape.com (diakses 30 Juni 2013)
11. Fingerote, Robert J. 2011. Colon Cancer. Available online at :
http://www.emedicinehealth.com/colon_cancer/article_em.htm (diakses 30 Juni 2013)

Anda mungkin juga menyukai