Abstract
Stroke is the clinical term for acute loss of perfusion to vascular territory of the brain, resulting in ischemia and a corresponding loss of neurologic function.
Classified as either hemorrhagic or ischemic, strokes typically manifest with the sudden onset of focal neurologic deficits, such as weakness, sensory deficit, or difficulties
with language. Ischemic strokes have a heterogeneous group of causes, including thrombosis, embolism, and hypoperfusion, whereas hemorrhagic strokes can be either
intraparenchymal or subarachnoid.
Stroke defines an acute vascular event in the brain and is a leading cause of death and disability. Ischemic stroke results from decreased blood flow to a portion of
the brain with consequent cell death. Hemorrhagic stroke, on the other hand, is a result of bleeding into the brain. Ischemic stroke is far more common and is potentially
treatable with thrombolytic therapy. While effective, the wide application of this therapy has been hampered by restrictive selection criteria based on time since onset of
symptoms. Successful treatment requires a system capable of rapidly identifying and evaluating prospective candidates. In this context, use of community education, specific
ED protocols and designated treatment centers may demonstrate some advantages. Evidence is emerging that patient selection by time since stroke onset, imaging
characteristics, and intra-arterial treatment may increase the probability of recanalization of occluded vessels. Normalization of serum glucose, acute blood pressure
management and surgical extraction of intracerebral clot may be of benefit in some circumstances.
Keywords: stroke acute management protocols emergency department primery and secondary therapy.
Pendahuluan
Tujuan dari manajemen stroke akut secara komprehensif adalah; (1) untuk meminimalkan jumlah sel yang mengalami kerusakan melalui perbaikan jaringan
panumbra dan pencegahan terjadinya perdarahan lebih lanjut pada perdarahan intraserebral, (2) untuk mencegah secara dini terjadinya komplikasi neurologik maupun
komplikasi medik, dan (3) untuk mempercepat perbaikan fungsi neurologis secara keseluruhan. Jika secara keseluruhan manajemen stroke dapat berhasil dengan baik,
maka pasien diharapkan akan lebih baik prognosisnya.
Penegakkan diagnosis jenis patologis stroke dengan segera sekarang ini memungkinkan oleh karena di beberapa rumah sakit sudah ada dokter spesialis saraf
maupun tersedianya layanan CT Scan, sehingga manajemennya akan lebih cepat sesuai dengan jenis patologisnya, walaupun demikian asuhan medik dan asuhan
keperawatan secara umum, pencegahan terhadap komplikasi, dan fisioterapi secara lebih dini masih merupakan landasan utama pada manajemen stroke.
Pemeriksaan fisik
Pasien harus segera dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis saraf konsultan stroke, dan suatu keterlambatan dalam pemeriksaan akan menghambat upaya
manajemen dan bisa memperburuk outcome (Bamford et al., 1991; Toni et al., 2000). Pemeriksaan klinik dimulai dengan assessment dan secara simultan melakuan
tindakan untuk perbaikan jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi darah (circulation), dan pengawasan terhadap suhu tubuh.
Standar pemeriksaan neurologi yang sederhana dapat dilihat pada tabel 1. Untuk membuat suatu keputusan pemberian terapi, dapat digunakan beberapa
parameter, misalnya Skala Stroke Gadjah Mada, atau standar internasional lain yang sering digunakan yaitu National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS).
No Umum Khusus
Umum - Tanda vital signs, termasuk irama jantung
- Bising kardial, meningismus
Kognitif - Tingkat kesadaran, behavior
- Orientasi, perhatian, gangguan lapang pandang
- Fungsi bahasa (kelancaran, komprehensi, repetisi)
- Refleks primitif (grasping, kurang inisiasi, perseverasi)
- Gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5 menit)
Nervi kraniales - Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang
- Gerakan okuler, nistagmus
- Paralisis fasial dan sensasi
- Deviasi lidah dan palatum, disartria
Anggota gerak - Kedua lengan dan kaki serta kemampuan untuk mengangkat dan kekuatannya
- Ataksia
- Sensasi
- Refleks (refleks tendo, refleks kutaneus plantar)
No Pemeriksaan Penjelasan
Neuroimaging (minimal salah - CT Scan kepala, termasuk perfusion CT Scan
satu): - MRI kepala, termasuk imaging difusi dan perfusi, FLAIR dan T2
Pemeriksaan imaging pada - CT angiografi atau MR angiografi
servikal dan arteri intrakranial - Doppler dan duplex ultrasonografi
(minimal salah satu): - Angiografi konvensional atau digital (jika akan dilakukan trombolisis
intra-arterial)
Laboratorium - Pemeriksaan darah lengkap, INR, aPTT, PTT, gula darah, Natrium,
Kalium, ureum, kreatinin, CK, CK-MB, CRP
- Tes kehamilan
Lain-lain - EKG
- Pungsi lumbal (jika curiga perdarahan subarakhnoid atau infeksi
meningo-vaskuler)
Diagnosis stroke akut dapat ditegakkan dengan lebih cepat dan akurat dengan menggunakan MRI terkini (resolusinya lebih tinggi, munculnya gambaran abnormal
lebih cepat, dan dapat menilai lesi di batang otak). Sekarang ini diagnosis stroke akut dapat juga menggunakan perfusion-CT Scan, dan berdasarkan penelitian dilaporkan
lebih praktis untuk mendeteksi iskemia otak (Michel & Bogousslavsky, 2005) dan reliabel untuk membedakan iskemia yang reversible atau irreversible (Wintermark et al
2006). Jika secara klinis curiga adanya perdarahan subarakhnoid, tetapi hasil pemeriksaan CT Scan maupun MRI adalah negatif (kurang lebih 10% kasus pada 24 jam
pertama), maka pungsi lumbal sangat membantu untuk menegakkan diagnosis perdarahan subarakhnoid.
IRD
Poliklinik
Langsung
Bangsal Saraf
Pasien stroke yang dirawat di unit stroke bisa langsung dari instalasi rawat darurat, poliklinik rawat jalan, pindahan dari bangsal lain atau bangsal VIP, atau
langsung ke unit stroke (gambar 1), dan selanjutnya jika setelah melewati fase akut dimana beberapa parameter sudah menunjukkan adanya perbaikan maka pasien
sebut bisa langsung pulang, pindah bangsal atau ruang VIP, dan jika pada fase akut didapatkan adanya tanda-tanda gagal nafas (respiratory distress) maka pasien
dirujuk ke ruang intensif (ICU) untuk penanganan pemberian ventilator, dan jika terdapat miokard infark akut atau odem paru akut maka pasien stroke tersebut dirujuk ke
ruang perawatan jantung intensif (ICCU).
Pemberian trombolisis pada pasien stroke iskemik akut harus dilakukan di unit stroke dengan mempertimbangkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
secara ketat, termasuk pemeriksaan dengan neuroimaging yang terkini sehingga dapat dipastikan terjadinya iskemia serebral. Pada pasien dengan perdarahan intraserebral
Steiner et al., 2006).
Manajemen tersebut dilaksanakan secara simultan, komprehensif dan terintegrasi, sehingga diharapkan akan menurunkan angka kecacatan, morbiditas, dan
mortalitas serta meningkatkan kemadirian pasien jika sudah pulang. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perburukan klinik dapat dilihat pada Table 4 dan 5.
Deteksi dini dan tindakan secara cepat terhadap komplikasi neurologik pada stroke iskemik akut maupun stroke perdarahan merupakan salah satu faktor yang
akan meningkatkan survival pasien pada fase akut kejadian serangan stroke. Tindakan tersebut membutuhkan sarana prasarana medis yang lengkap, sumber daya
manusia yang terlatih, serta monitoring kondisi neurologik secara kontinyu yang dilakukan baik di unit stroke, maupun di ruang neurointensif.
Komplikasi neurologik yang paling sering pada stroke iskemik akut maupun stroke perdarahan intraserebral dapat dilihat pada tabel 5.
Anamnesis ulang pada pasien dan konfirmasi dengan perawat yang menjaganya
Periksa tanda vital
Periksa secara teliti permasalahan umum dan neurologis
Periksa ulang neuroimaging dan vascular imaging
Periksa elektrolit, darah rutin, CRP, Rontgen foto toraks, sedimen urin, kultur darah, dan lain-lain.
Periksa analisis gas darah, CT Scan paru untuk melihat adanya emboli pulmonum, EEG, echocardiography, dan
lain-lain.
Beberapa keadaan yang mungkin sebagai penyebab terjadinya perburukan pada stroke akut harus secara cepat dilakukan evaluasi (Tabel 6). Walaupun secara
umum pada pasien didapatkan seakan-akan dalam kondisi normal secara fisiologis, tetapi dokter tidak salah untuk melakukan evaluasi melihat kondisi pasien tersebut
dengan beberapa parameter, yaitu:
penurunan tekanan darah secara cepat pada hipertensi pasien stroke akut bisa merupakan suatu tanda yang membahayakan, dan bukan sesuatu yang baik,
hipotermia mungkin lebih baik daripada normotermia,
pemberian makan lebih dini baik melalui mulut maupun nasogastric tube (NGT) pada pasien stroke akut dengan disfasia akan meningkatkan kejadian aspirasi.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) tahun 2007 sudah membuat pedoman terapi terhadap stroke akut yang dapat diterapkan di Unit
Stroke dan Instalasi Rawat Darurat. Pasien stroke di Unit Stroke, berasal dari Instalasi Rawat Darurat, ICU, ICCU, unit perawatan lainnya di rumah sakit yang sama, atau
rujukan oleh dokter secara individu, atau dari rumah sakit/institusi pelayanan kesehatan lainnya melalui unit rawat jalan, dan rangkaian tindakannya dibagi berdasarkan
beberapa stadium, yaitu:
Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan merupakan tindakan resusitasi serebrokardiopulmoner. Usaha neuroresusitasi lebih
diutamakan agar kerusakan organ otak dibatasi sekecil mungkin disamping penyelamatan jiwa pasien. Sebaiknya pasien dilakukan pemberian oksigen 2 L/menit dan
pemberian cairan kristaloid/koloid, hindari pemberian cairan dekstrosa atau saline dalam air. Pemeriksaan sistim koagulasi dan hemostasis serta pemeriksaan kimia darah
dilakukan sebelum pasien dipindahkan ke Unit Stroke.
Pada stadium hiperakut pasien dilakukan pemeriksaan CT scan otak, elektrokardiografi, foto thoraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit, protrombin time
, APTT, glukosa darah, kimia darah termasuk elektrolit, jika hipoksia dapat dilakukan pemeriksaan analisa gas darah dan pemeriksaan CSF bila curiga kasus
perdarahan sub arahnoid.
Tindakan suportif lain yang harus dilakukan di Instalasi Rawat Darurat adalah stimulasi dini terhadap penderita lebih ditujukan terhadap keadaan kognisi dan
mental penderita serta memberikan penjelasan pada keluarga penderita agar keluarga tenang dalam menghadapi krisis yang menimpa penderita.
Stadium Akut
Asuhan medis yang dilakukan terhadap pasien stroke akut pada stadium ini meliputi; tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta melakukan telaah
sosial untuk membantu pemulihan penderita. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga penderita diperlukan yang menyangkut dampak stroke terhadap penderita dan
keluarga serta tatacara perawatan penderita yang dapat dilakukan keluarga.
Tujuan penatalaksanaan stroke akut (AAN 2002); (1) menetapkan diagnosa stroke secara pasti, (2) meminimalisasi cedera otak iskemik ataupun hemoragik
encegah dan mengobati komplikasi yang terjadi, (4) mencegah stroke berulang, dan (5) memaksimalkan kualitas hidup penderita stroke.
Berikut ini dijelaskan beberapa pedoman penatalaksanaan yang harus dikerjakan pada pasien stroke akut berdasarkan jenis patologisnya.
Pedoman Terapi Stroke Iskemik Akut
Terapi umum:
Posisi kepala 300, dengan kepala dan dada pada satu bidang. Posisi lateral dekubitus kiri bila disertai muntah. Ubah posisi tidur setiap 2 jam, dan mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Bebaskan jalan napas dan bila perlu dapat diberikan oksigen 1-2 liter/menit sampai ada hasil analisa gas darah. Kalau perlu dapat dilakukan tindakan intubasi,
bekerjasama dengan (neuro) intensivist atau ICU.
Atasi hipertermia dengan kompres dan antipiretik, dan cari penyebabnya.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan sebaiknya dengan kateter intermitten.
Pemberian nutrisi: cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500 2000 mililiter dan elektrolit dengan komposisi sesuai kebutuhan pasien. Hindari yang mengandung
glukosa murni atau isotonik salin. Nutrisi peroral hanya boleh diberikan setelah hasil tes fungsi menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau penderita dengan
kesadaran menurun dianjurkan melalui pipa nasogastrik.
Pemberian glukosa: hiperglikemia (>150 mg%) harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan insulin atau intravena secara drip kontinyu selama
2 3 hari pertama. Hipoglikemia (<60 mg% atau <80 mg% dengan gejala) harus diatasi segera dengan memberikan dekstrosa 40% intravena sampai normal dan atasi
penyebabnya.
Pemberian obat-obat simptomatis: jika terjadi nyeri kepala, mual/muntah.
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau ada gagal jantung, gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal 20%, dan obat yang direkomendasikan adalah;
natrium nitropruside, golongan alfa-beta bloker, ACE inhibitor atau antagonis kalsium. Jika terdapat hipotensi (sistolik <90mmHg, diastolik <70 mmHg) berikan NaCl
0,9% 250 mililiter (1 jam) dilanjutkan 500 mililiter (4 jam) dan 500 mililiter (8 jam) atau sampai hipotensi dapat diatasi. Bila tidak menolong (sistolik <90 mmHg) berikan
dopamin 2 20 g/kg/menit sampai sistolik > 110 mmHg.
Jika terdapat kejang berikan diazepam 5-20 mg IV perlahan (3 menit) maksimal 100 mg perhari dan dilanjutkan pemberian antikonvulsan peroral (fenitoin,
karbamazepin) selama > 1 bulan. Bila kejang timbul setelah 2 minggu diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Tekanan intrakranial meningkat: berikan manitol bolus IV 0,25 sampai 1 g/kgBB per 30 menit, bila dicurigai fenomena rebound (keadaan umum memburuk) dilanjutkan
0,25g/kg per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Pantauan osmolalitas <320 mmol. Sebagai alternatif dapat juga diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Terapi khusus:
Mencegah reperfusi: antitrombotik (antiplatelet aspirin dan anti koagulan), rt-PA
Pemberian neuroproteksi: dapat diberikan citicolin, pirasetam, atau nimodipin.
Ya
2.2.4. Restorasi-Rehabilitasi:
Restorasi dan rehabilitasi terhadap pasien stroke perdarahan harus sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif dan terapi
okupasi.
Manajemen hipertermia
Suhu tubuh pada pasien stroke fase akut akan naik pada kurang lebih 50% (Corbett & Thornhill, 2000). Sebagai penyebab utama peningkatan suhu tubuh pada
pasien stroke pada fase akut adalah, kejadian stroke itu sendiri, khususnya pada serangan stroke yang parah (Boysen & Christensen, 2001) dan infeksi sebelumnya (G
., 1995) atau setelah serangan stroke (Grau et al., 1999).
Pada pasien stroke akut harus sering dilakukan pengukuran suhu tubuh, jika terjadi demam maka harus dicari secara teliti kemungkinan infeksi misalnya
pneumonia, infeksi saluran kemih, plebitis, dan lain-lain.
Walaupun terdapat beberapa penelitian yang melaporkan bahwa pemberian dosis tinggi antipiretik kontroversial (Dippel et al., 2001; Koennecke & Leistner, 2001;
Kasner et al., 2002), tetapi jika suhu tubuh dengan segera meningkat lebih dari 37.50 C maka harus diberikan antipiretik (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004). Tindakan
lain selain pemberian preparat antipiretik adalah kompres dingin yang juga dapat menurunkan suhu tubuh pada penderita stroke.
Manajemen infeksi
Infeksi yang paling sering dijumpai pada pasien setelah serangan stroke akut adalah pneumonia, dan sering bersamaan dengan disfagia. Infeksi saluran kemih
juga sering didapatkan pada pasien stroke oleh karena imobilisasi dan menggunakan kateter. Dekubitus, sinusitis oleh karena pemakaian nasogastric tube, endokarditis,
sepsis juga merupakan penyebab perburukan oleh karena infeksi.
Pemeriksaan suhu tubuh, darah lengkap, C-reactive protein (CRP), dan pemeriksaan sedimentasi urin harus dilakukan pada pasien stroke yang didapatkan tanda
dan gejala dini infeksi. Pemeriksaan tersebut harus segera dilaksanakan jika pasien stroke mengalami demam disertai dengan kondisi neurologis yang memburuk,
sebagai penyebabnya.
Pemilihan antibiotik yang akan diberikan harus mempertimbangkan apakah infeksinya tersebut sudah didapatkan di rumah atau di rumah sakit, juga
pertimbangkan kemungkinan resistensi antibiotik, maupun efek samping antibiotik yang akan diberikan. Suatu penelitian acak buta ganda (Randomized Control T
melaporkan bahwa pemberian secara rutin antibiotik selama beberapa hari pertama mondok di rumah sakit sebagai profilaksi, secara bermakna tidak memperlihatkan
adanya keuntungan (Chamorro et al., 2005).
Manajemen Hipertensi
Selama masa stroke akut, kebanyakan pasien mengalami peningkatan tekanan darah (>140/90 mmHg), walaupun mereka tidak mempunyai riwayat hipertensi
sebelumnya (Leonardi-Bee et al., 2002). Walaupun mekanisme peningkatan tekanan darah selama fase akut stroke belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa faktor
diduga berperanan misalnya; aktivasi sistem neuro-endokrin (kortikotropik, simpatis, reninangiotensin), peningkatan cardiac output, kenaikan tekanan darah sekunder oleh
karena adanya peningkatan tekanan intrakranial (Cushing reflex), nyeri, dan retensi urin (Carlberg et al., 1991). Adanya gangguan pada sensitivitas baroreseptor kardial
etelah serangan stroke akut dan hal ini mungkin juga bisa mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Robinson et al., 1997). Adanya oklusi persisten pada arteri-
serebral, juga akan meningkatkan tekanan darah secara persisten pada pasien stroke akut (Mattle et al., 2005).
Autoregulasi aliran darah otak juga mengalami gangguan terutama pada daerah infark yang mengalami perluasan (Eames et al., 2002). Kondisi tersebut dapat
menyebabkan ketergantungan pada mean arterial pressure (MAP) aliran darah pada jaringan yang mengalami iskemia, sehingga untuk mempertahankan aliran darah otak
di daerah ambang batas infark tersebut dibutuhkan tekanan darah yang tinggi. Penurunan takanan darah akan mengakibatkan aliran darah di bawah ambang batas kritis di
rah zone panumbra dan ini menjelaskan antara tekanan darah yang rendah saat masuk rumah sakit dengan progresivitas perburukan stroke dan perburukan outcome
(Ahmed et al., 2000; Leonardi-Bee et al., 2002; Willmot et al., 2004).
Autoregulasi aliran darah yang jelek pada daerah iskemik, pada beberapa pasien stroke akan menyebabkan hipertensi kronik. Sehingga tekanan darah pada
pasien stroke lebih mudah ditoleransi pada tekanan darah yang lebih tinggi. Penurunan tekanan darah akan terjadi secara spontan dan pelan-pelan pada kebanyakan
pasien stroke dengan hipertensi pada jam pertama sampai beberapa hari tanpa pemberian terapi antihipertensi (Broderick et al., 1993), hal tersebut diduga oleh karena
terjadinya rekanalisasi spontan (Mattle et al., 2005).
Hubungan antara tekanan darah selama fase akut dengan prognosis dapat dilihat secara kurva U-shaped (Leonardi-Bee et al., 2002; Bath, 2004; Willmot et al
2004). Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik dapat muncul bersamaan dengan kejadian odem serebri atau pada stroke ulang (Leonardi-Bee et al., 2002)
masih kontroversial apakah perubahan menjadi perdarahan pada stroke infark juga disebabkan oleh hipertensi yang persisten pada pasien tanpa trombolisasi (Leonardi
., 2002). Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral spontan, terbukti bahwa peningkatan tekanan darah akan menyebabkan perluasan perdarahan (Arakawa
., 1998).
Pemberian terapi antihipertensi jika didapatkan tekanan darah yang tinggi (hipertensi emergensi) diberikan dengan pertimbangan bukan hanya terhadap otak saja,
tetapi juga terhadap kerusakan organ lain misalnya jantung dan ginjal. Meskipun demikian jika tekanan darahnya rendah pada pasien yang mempunyai riwayat hipertensi
pada fase akut serangan stroke, hal tersebut mungkin menandakan deteriorasi neurologis dini atau peningkatan volume infark, dan merupakan outcome yang buruk pada
bulan pertama saat serangan, khususnya penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg (Castillo et al., 2004).
Pemberian anti hipertensi untuk menurunkan tekanan darah secara progresif hanya dilakukan untuk pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombol
atau terdapat kondisi medis lain yang menyertainya. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya tentang risiko perdarahan ulang, maka tekanan darah harus diturunkan secara
progresif jika didapatkan adanya perdarahan intraserebral spontan dan juga perdarahan subarakhnoid.
Pada kebanyakan kasus stroke iskemik akut, tekanan darah tidak boleh diturunkan, dan hanya direkomendasikan pemberian anti hipertensi jika didapatkan
tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg atau diastolik lebih dari 120 mmHg (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004). Jika anti hipertensi memang perlu dipertimbangkan
untuk diberikan, maka ditargetkan tekanan darah sistolik kira-kira pada level 180 mmHg dan diastolik kira-kira 105 mmHg (Toni et al., 2004; Adams et al., 2005).
Pada pasien yang akan diberikan terapi trombolisis atau pemberian heparin, maka tekanan darah sistolik tidak boleh labih dari 185 mmHg dan diastolik tidak boleh
lebih dari 105 mmHg, karena tekanan darah yang tinggi akan menimbulkan risiko perdarahan parensimal (Larrue et al., 2001). Berdasarkan penelitian terkini tekanan darah
pada daerah disekitar ambang batas pemberian anti hipertensi juga direkomendasikan, yaitu pada pasien dengan stroke perdarahan intraserebral. Suatu guidelines terkini
merekomandasikan untuk pemberian anti hipertensi jika didapatkan tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg dan diastolik lebih dari 95 mmHg, pada pasien st
perdarahan intraserebral walaupun tidak ada riwayat hipertensi (Steiner et al., 2006).
Preparat anti hipertensi oral misalnya Captopril, Angiotensi II Reseptor Antagonis, maupun Nicardipine dan Nitrogliserin perkutan kadang-kadang dapat juga
diberikan, tetapi absorbsi dan durasinya kurang cepat. Pemberian preparat Calsium antagonis baik sublingual maupun intravena harus dihindari, karena sangat berisiko
terjadi penurunan yang mendadak dari tekanan darah (Wahlgren et al., 1994), dan hal tersebut memungkinkan terjadinya serangan iskemik secara tiba-tiba (Jorgensen
., 1999; Ahmed et al., 2000).
Beberapa kondisi sistemik yang sering menyertai serangan stroke, misalnya infark miokard, insufisiensi kardial, gagal ginjal akut, ensefalopati hipertensi akut, atau
aneurisme arcus aorta membutuhkan tekanan darah yang tetap rendah. Harus diingat bahwa pemberian obat-obat yang dapat mencetuskan tekanan darah menjadi sangat
rendah harus dihindari, dan pemberian obat-obat anti hipertensi untuk stroke maupun kondisi sistemik yang menyertainya harus selektif. Pada perdarahan subarakhnoid,
dipine dapat diberikan secara rutin selama beberapa hari, karena akan menyebabkan penurunan vasospasm yang berhubungan dengan outcome perbaikan dan
menurunkan morbiditas (Mayberg et al., 1994; Oyama & Criddle, 2004).
Manajemen Hipotensi
Terjadinya hipotensi dapat disebabkan oleh karena penurunan volume darah sistemik, perdarahan gastrointestinal, sepsis, perdarahan oleh karena aneurisme
a yang pecah, penurunan cardiac output sekunder oleh karena iskemik jantung, aritmia jantung, dan emboli pulmonum. Tekanan darah rendah dan cardiac output
mempengaruhi aliran darah otak regional di daerah iskemia pada pasien hipertensi kronik. Koreksi terhadap kondisi hipovolemia dengan pemberian NaCl fisiologis dapat
diberikan jika terjadi penurunan volume darah sistemik, sepsis, dan perdarahan ekstrakranial akut.
Terapi harus segera diberikan terhadap penyebab yang mendasari terjadinya penurunan cardiac output, misalnya aritmia jantung, iskemia jantung dan emboli
pulmonum. Diantara beberapa preparat inotropik, maka sebagai pilihan utama adalah dobutamine dengan dosis 550 mg/jam (Toni et al., 2004), karena dapat
meningkatkan cardiac output sesuai dengan kebutuhan tanpa mempengaruhi heart rate. Dopamine mungkin sebagian dapat diberikan untuk pasien hipotensi atau
insufisiensi ginjal.
Tubuh pasien diletakkan berbaring horisontal dengan posisi kepala agak ke bawah (Trendelenburg), dan posisi tersebut dapat meningkatkan aliran darah otak
egional pada kondisi terjadinya kerusakan jaringan vasoaktif (Novak et al., 2003; Diserens et al., 2006) dan bermanfaat selama periode hipotensi.
Manajemen hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan jika kadar glukosa dalam plasma lebih dari 6.7 mmol/l (120 mg/dl). Pasien dengan hiperglikemia pada fase akut stroke dapat dibagi
menjadi 4 kelompok, yaitu; (1) pasien yang mengetahui bahwa dirinya adalah penderita diabetes melitus, (2) pasien yang baru diketahui menderita diabetes melitus pada
saat itu, (3) pasien dengan glukosa puasa terganggu, dan (4) tanpa diketahui penyakit yang mendasarinya, juga disebut sebagai stress hyperglycemia.
Antara 5-28% pasien stroke mempunyai diabetes yang tidak terdiagnosis sebelumnya (Kiers et al., 1992). Hiperglikemia didapatkan pada pasien saat masuk
rumah sakit kira-kira duapertiga pasien yang memang diabetes melitus dan kurang lebih 40% pada pasien non diabetes, dengan keseluruhan insiden hiperglikemia kurang
lebih 50% pada pasien stroke (Capes et al., 2001; Muir et al., 2007). Kondisi tersebut dijumpai pada semua jenis patologis stroke, baik perdarahan maupun stroke lakuner
(Scott et al., 1999).
Terdapat beberapa alasan yang dapat menjelaskan kenapa hiperglikemia menyebabkan outcome yang buruk pada pasien non diabetes, yaitu peningkatan
asidosis sekunder pada jaringan otak oleh karena glikolisis anaerob, peningkatan permeabilitas sawar darah otak (Adams Jr et al., 2003), dan penurunan fibrinolisis.
kemungkinan melalui mekanisme lain misalnya katabolisme protein, stres oksidatif, disfungsi endotelium, dan semuanya dapat menyebabkan berkurangnya jaringan
panumbra yang selamat (Parsons et al., 2002) dan perluasan volume stroke (Toni et al., 1994). Hiperglikemia juga dapat menurunkan efikasi dan meningkatkan kejadian
perdarahan pada terapi trombolisis (Bruno et al., 1999; Kase et al., 2001).
Kadar glikemia fluktuatif selama fase akut stroke dan terdeteksi hiperglikemia meningkat dengan pengukuran secara berkala kadar gula dalam plasma. Setelah
pengukuran gula darah awal saat sebelum masuk rumah sakit, maka direkomendasikan untuk monitoring terhadap glukosa serum dalam kapiler dengan cara pungsi vena
atau fingerstick. Jika gula darah awal adalah normal, maka pengukuran dapat diulang dengan interval 4-6 jam selama 24 jam, kemudian dilanjutkan sekali atau dua kali
dalam sehari. Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan tiap jam,
dan dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian infus tetap jangan diubah. Saat ini di beberapa rumah sakit tersedia banyak
peralatan untuk mengukur secara kontinyu kadar gula secara subkutan dan lebih praktis dan cepat.
Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan pemberian terapi
secara tepat. Pemberian terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia sebelum dirujuk ke rumah sakit tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa kadar gula darahnya.
perglikemia yang ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat diberikan terapi, dan yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara kontinyu. Pemberian
insulin tersebut adalah sesuai dengan guideline terkini, aman serta cepat, dan dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah normal secara persisten.
Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang berbeda yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol. Seperti sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa hiperglikemia harus diberikan terapi jika kadar gula darah 10.0-16.6 mmol/l (180300 mg/dl) (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004).
Terdapat perbedaan dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan beberapa penelitian maupun yang sudah diterima (Trence et al., 2003; Goldberg et al., 2004).
Selama pemberian infus insulin secara kontinyu, maka terjadinya kemungkinan hipokalemia harus diperhatikan dan jika terjadi maka harus dikoreksi. Penambahan glukosa
untuk mencegah hipoglikemia pada infus insulin tidak dibenarkan (Trence et al., 2003; Goldberg et al., 2004).
Manajemen hipoglikemia
Hipoglikemia harus segera diberikan terapi yang tepat yaitu dengan bolus intravena dextrose atau infus glukosa 10-20%. Pemberian glukosa oral atau dextrose
merupakan alternatif untuk membangunkan pasien hipoglikemia, kecuali didapatkan adanya disfagia berat. Pengukuran kadar gula darah dengan fingerstick dianjurkan di
awal kecurigaan hipoglikemia karena lebih cepat dan mudah serta dapat diulang untuk melihat adanya perbaikan.
Simpulan
Keberhasilan manajemen stroke sangat tergantung dari kecepatan, kecermatan dan ketepatan terhadap penanganan awal, diagnosis maupun terapi emergensi di
rumah sakit. Pemeriksaan secara general selama fase akut stroke akan meningkatkan outcome prognosis. Deteksi klinis yang efektif sebelum dirujuk ke rumah sakit atau
sistem triase dan selanjutnya segera dirujuk ke unit stroke, juga akan meningkatkan outcome prognosisnya oleh karena semua tindakan dan penanganan pasien stroke di
unit stroke sesuai dengan standar manajemen stroke terkini. Manajemen pasien stroke pada tingkat pra rumah sakit, instalasi gawat darurat dan pemberian terapi secara
dini mempunyai kontribusi yang besar terhadap keselamatan pasien.
Daftar Pustaka
Adams, H., Adams, R., Del, Z.G., et al., 2005. Guidelines for the early management of patients with ischemic stroke: 2005 guidelines update a scientific statement from the
Stroke Council of the American Heart Association/American Stroke Association. Stroke 36: 916923.
Adams, H.P. Jr., Adams, R.J., Brott, T., et al., 2003. Guidelines for the early management of patients with ischemic stroke: a scientific statement from the Stroke Council of
the American Stroke Association. Stroke 34: 10561083.
Ahmed, N., Nasman, P., Wahlgren, N.G., 2000. Effect of intravenous nimodipine on blood pressure and outcome after acute stroke. Stroke 31: 12501255.
Arakawa, S., Saku, Y., Ibayashi, S., et al., 1998. Blood pressure control and recurrence of hypertensive brain hemorrhage. Stroke 29: 18061809.
Bamford, J., Sandercock, P., Dennis, M., et al., 1991. Classification and natural history of clinically identifiable subtypes of cerebral infarction. Lancet 337: 15211526.
Bassetti, C.L., Milanova, M., Gugger, M., 2006. Sleep-disordered breathing and acute ischemic stroke: diagnosis, risk factors, treatment, evolution, and long-term clinical
outcome. Stroke 37: 967972.
Bath, P., 2004. High blood pressure as risk factor and prognostic predictor in acute ischemic stroke: when and how to treat it? Cerebrovasc Dis 17: 5157.
Bhalla, A., Sankaralingam, S., Dundas, R., et al., 2000. Influence of raised plasma osmolality on clinical outcome after acute stroke. Stroke 31: 20432048.
Boysen, G., and Christensen, H., 2001. Stroke severity determines body temperature in acute stroke. Stroke 32: 413417.
Brainin, M., Olsen, T.S., Chamorro, A., et al., 2004. Organization of stroke care: education, referral, emergency management and imaging, stroke units and rehabilitation.
European Stroke Initiative (EUSI). Cerebrovasc Dis 17: 114.
Broderick, J., Brott, T., Barsan, W., et al., 1993. Blood pressure during the first minutes of focal cerebral ischemia. Ann Emerg Med 22: 14381443.
Bruno, A., Biller, J., Adams, H.P. Jr., et al., 1999. Acute blood glucose level and outcome from ischemic stroke. Trial of ORG 10172 in Acute Stroke Treatment (TOAST)
Investigators. Neurology 52: 280284.
with acute stroke. Neurol Sci 22: 357361.
Capes, S.E., Hunt, D., Malmberg, K., et al., 2001. Stress hyperglycemia and prognosis of stroke in non diabetic and diabetic patients: a systematic overview. Stroke
24262432.
Carlberg, B., Asplund, K., Hagg, E., 1991. Factors influencing admission blood pressure levels in patients with acute stroke. Stroke 22: 527530.
Carnaby, G., Hankey, G.J., Pizzi, J., 2006. Behavioural intervention for dysphagia in acute stroke: a randomised controlled trial. Lancet Neurol 5: 3137.
CAST Collaborative Group, 1997. The Chinese Acute Stroke Trial (CAST): randomised placebo-controlled trial of early aspirin use in 20,000 patients with acute ischaemic
stroke. Collaborative Group. Lancet 349: 16411649.
Castillo, J., Leira, R., Garcia, M.M., et al., 2004. Blood pressure decrease during the acute phase of ischemic stroke is associated with brain injury and poor stroke outco
Stroke 35: 520526.
Chalela, J.A., Ezzeddine, M.A., Davis, L., et al., 2004. Myocardial injury in acute stroke: a troponin I study. Neurocrit Care 1: 343346.
Chamorro, A., Horcajada, J.P., Obach, V., et al., 2005. The Early Systemic Prophylaxis of Infection After Stroke study: a randomized clinical trial. Stroke 36: 14951500.
Corbett, D., and Thornhill, J., 2000. Temperature modulation (hypothermic and hyperthermic conditions) and its influence on histological and behavioral outcomes following
cerebral ischemia. Brain Pathol 10: 145152.
De Georgia, M.A., Krieger, D.W., Abou-Chebl, A., et al., 2004. Cooling for Acute Ischemic Brain Damage (COOL AID): a feasibility trial of endovascular cooling. Neurology
63: 312317.
Dennis, M.S., Lewis, S.C., Warlow, C., 2005. Effect of timing and method of enteral tube feeding for dysphagic stroke patients (FOOD): a multicenter randomised controlled
trial. Lancet 365: 764772.
DePippo, K.L., Holas, M.A., Reding, M.J., 1994. The Burke dysphagia screening test: validation of its use in patients with stroke. Arch Phys Med Rehabil 75: 12841286.
Dippel, D.W., van Breda, E.J., van Gemert, H.M., et al., 2001. Effect of paracetamol (acetaminophen) on body temperature in acute ischemic stroke: a double-
randomized phase II clinical trial. Stroke 32: 16071612.
Diringer, M.N., 1992. Management of sodium abnormalities in patients with CNS disease. Clin Neuropharmacol 15: 427447.
Diserens, K., Michel, P., Bogousslavsky, J., 2006. Early mobilization after stroke: Review of the literature. Cerebrovasc Dis 22: 183190.
Eames, P.J., Blake, M.J., Dawson, S.L., et al., 2002. Dynamic cerebral autoregulation and beat to beat blood pressure control are impaired in acute ischaemic stroke.
Neurol Neurosurg Psychiatry 72: 467472.
Finestone, H.M., Greene-Finestone, L.S., Wilson, E.S., et al., 1995. Malnutrisi in stroke patients on the rehabilitation service and at follow-up: prevalence and predictors.
Arch Phys Med Rehabil 76: 310316.
Fink, J.N., Kumar, S., Horkan, C., et al., 2002. The stroke patient who woke up: clinical and radiological features, including diffusion and perfusion MRI. Stroke 33: 988993.
FOOD Trial Collaboration, 2003. Poor nutritional status on admission predicts poor outcomes after stroke: observational data from the FOOD trial. Stroke 34: 14501456.
Geisler, B.S., Brandhoff, F., Fiehler, J., et al., 2006. Blood oxygen-level-dependent MRI allows metabolic description of tissue at risk in acute stroke patients. Stroke
17781784.
Georgiadis, D., Schwarz, S., Aschoff, A., et al., 2002. Hemicraniectomy and moderate hypothermia in patients with severe ischemic stroke. Stroke 33: 15841588.
Goldberg, P.A., Siegel, M.D., Sherwin, R.S., et al., 2004. Implementation of a safe and effective insulin infusion protocol in a medical intensive care unit. Diabetes Care
461467.
Grau, A.J., Buggle, F., Heindl, S., et al., 1995. Recent infection as a risk factor for cerebrovascular ischemia. Stroke 26: 373379.
Grau, A.J., Buggle, F., Schnitzler, P., et al., 1999. Fever and infection early after ischemic stroke. J Neurol Sci 171: 115120.
Gubitz, G., Sandercock, P., Counsell, C., 2004. Anticoagulants for acute ischaemic stroke. Cochrane Database Syst Rev 3: CD000024.
Gupta, R., Connolly, E.S., Mayer, S., et al., 2004. Hemicraniectomy for massive middle cerebral artery territory infarction: a systematic review. Stroke 35: 539543.
Hachimi-Idrissi, S., and Huyghens, L., 2002. Advanced cardiac life support update: the new ILCOR cardiovascular resuscitation guidelines. International Liaison Committee
on Resuscitation. Eur J Emerg Med 9: 193202.
Hacke, W., Schwab, S., Horn, M., et al., 1996. Malignant middle cerebral artery territory infarction: clinical course and prognostic signs. Arch Neurol 53: 309315.
ndredavik, B., Bakke, F., Slordahl, S.A., et al., 1998. Stroke unit treatment improves long-term quality of life: a randomized controlled trial. Stroke 29: 895899.
Iranzo, A., Santamaria, J., Berenguer, J., et al., 2002. Prevalence and clinical importance of sleep apnea in the first night after cerebral infarction. Neurology 58: 911916.
IST Collaborative Group, 1997. The International Stroke Trial (IST): a randomised trial of aspirin, subcutaneous heparin, both, or neither among 19435 patients with acut
ischemic stroke. Lancet 349: 15691581.
Italian Acute Stroke Study Group, 1988. Haemodilution in acute stroke: results of the Italian haemodilution trial. Lancet 1: 318321.
James, P., Ellis, C.J., Whitlock, R.M., et al., 2000. Relation between troponin T concentration and mortality in patients presenting with an acute stroke: observational study.
BMJ 320: 15021504.
Jensen, J.K., Kristensen, S.R., Bak, S., et al., 2007. Frequency and significance of troponin T elevation in acute ischemic stroke. Am J Cardiol 99: 108112.
Jorgensen, H.S., Kammersgaard, L.P., Houth, J., et al., 2000. Who benefits from treatment and rehabilitation in a stroke unit? A community-based study. Stroke 31: 434
439.
Jorgensen, H.S., Kammersgaard, L.P., Nakayama, H., et al., 1999. Treatment and rehabilitation on a stroke unit improves 5-year survival. A community-based study. Stroke
30: 930933.
Kamran, S.I., Downey, D., Ruff, R.L., 1998. Pneumatic sequential compression reduces the risk of deep vein thrombosis in stroke patients. Neurology 50: 16831688.
Kase, C.S., Furlan, A.J., Wechsler, L.R., et al., 2001. Cerebral hemorrhage after intra-arterial thrombolysis for ischemic stroke: the PROACT II trial. Neurology 57: 1603
1610.
Kasner, S.E., Wein, T., Piriyawat, P., et al., 2002. Acetaminophen for altering body temperature in acute stroke: a randomized clinical trial. Stroke 33: 130134.
Khechinashvili, G., and Asplund, K., 2002. Electrocardiographic changes in patients with acute stroke: a systematic review. Cerebrovasc Dis 14: 6776.
Kiers, L., Davis, S.M., Larkins, R., et al., 1992. Stroke topography and outcome in relation to hyperglycaemia and diabetes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 55: 263270.
Koennecke, H.C., and Leistner, S., 2001. Prophylactic antipyretic treatment with acetaminophen in acute ischemic stroke: a pilot study. Neurology 57: 23012303.
Kondrup, J., Rasmussen, H.H., Hamberg, O., et al., 2003. Nutritional risk screening (NRS 2002): a new method based on an analysis of controlled clinical trials. Clin Nutr
321336.
Krieger, D.W., Demchuk, A.M., Kasner, S.E., et al., 1999. Early clinical and radiological predictors of fatal brain swelling in ischemic stroke. Stroke 30: 287292.
Kwan, J., and Sandercock, P., 2004. In-hospital care pathways for stroke. Cochrane Database Syst Rev 4: CD002924.
Lacut, K., Bressollette, L., Le, G.G., et al., 2005. Prevention of venous thrombosis in patients with acute intracerebral hemorrhage. Neurology 65: 865869.
Larrue, V., von Kummer, R., Muller, A., et al., 2001. Risk factors for severe hemorrhagic transformation in ischemic stroke patients treated with recombinant tissue
plasminogen activator: a secondary analysis of the EuropeanAustralasian Acute Stroke Study (ECASS II). Stroke 32: 438441.
Le, G.G., Righini, M., Roy, P.M., et al., 2006. Prediction of pulmonary embolism in the emergency department: the revised Geneva score. Ann Intern Med 144: 165171.
Lees, K.R., and Walters, M.R., 2005. Acute stroke and diabetes. Cerebrovasc Dis 20: 914.
Leonardi-Bee, J., Bath, P.M., Phillips, S.J., et al., 2002. Blood pressure and clinical outcomes in the International Stroke Trial. Stroke 33: 13151320.
Martino, R., Foley, N., Bhogal, S., et al., 2005. Dysphagia after stroke: incidence, diagnosis, and pulmonary complications. Stroke 36: 27562763.
Mattle, H.P., Kappeler, L., Arnold, M., et al., 2005. Blood pressure and vessel recanalization in the first hours after ischemic stroke. Stroke 36: 264268.
Mayberg, M.R., Batjer, H.H., Dacey, R., et al., 1994. Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage. A statement for healthcare professionals from
a special writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Circulation 90: 25922605.
Mayberg, M.R., Batjer, H.H., Dacey, R., et al., 1994. Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage. A statement for healthcare professionals from
a special writing group of the Stroke Council, American Heart Association. Stroke 25: 23152328.
Mayer, S.A., Brun, N.C., Begtrup, K., et al., The Recombinant Activated Factor, VII Intracerebral Hemorrhage Trial Investigators, 2005. Recombinant Activated Factor VII for
Acute Intracerebral Hemorrhage. N Engl J Med 352: 777785.
Michel, P., and Bogousslavsky, J., 2004. Stroke for the general practitioner. Chapter 1: Introduction to Stroke and its Management. Cerebrovasc Dis 15: 110.
Michel, P., and Bogousslavsky, J., 2005. Penumbra is brain: no excuse not to perfuse. Ann Neurol 58: 661663.
Muir, K.W., and McCormick, M., VISTA-investigators, 2007. Hyperglycemia in acute stroke trials: prevalence, predictors, and prognostic value: an analysis of the virtual
international stroke trials archive (VISTA). Stroke 38: Ref Type: Abstract.
Nakajima, M., Kimura, K., Inatomi, Y., et al., 2006. Intermittent oro-esophageal tube feeding in acute stroke patientsa pilot study. Acta Neurol Scand 113: 3639.
Novak, V., Chowdhary, A., Farrar, B., et al., 2003. Altered cerebral vasoregulation in hypertension and stroke. Neurology 60: 16571663.
Oppenheimer, S., 2006. Cerebrogenic cardiac arrhythmias: cortical lateralization and clinical significance. Clin Auton Res 16: 611.
Oyama, K., and Criddle, L., 2004. Vasospasm After Aneurysmal Subarachnoid Hemorrhage. Critical Care Nurse, 24: 58-67.
Paciaroni, M., Agnelli, G., Micheli, S., et al., 2007. Efficacy and safety of anticoagulant treatment in acute cardioembolic stroke: a meta-analysis of randomized controlled
trials. Stroke 38: 423430.
Parsons, M.W., Barber, P.A., Desmond, P.M., et al., 2002. Acute hyperglycemia adversely affects stroke outcome: a magnetic resonance imaging and spectroscopy study.
Ann Neurol 52: 2028.
PEP study group, 2000. Prevention of pulmonary embolism and deep vein thrombosis with low dose aspirin: Pulmonary Embolism Prevention (PEP) trial. Lancet 355: 1295
1302.
PERDOSSI, 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke.erhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), 2007
Porteous, G.H., Corry, M.D., Smith, W.S., 1999. Emergency medical services dispatcher identification of stroke and transient ischemic attack. Prehosp Emerg Care 3: 211
216.
Robinson, T.G., James, M., Youde, J., et al., 1997. Cardiac baroreceptor sensitivity is impaired after acute stroke. Stroke 28: 16711676.
Ropper, A.H., and Shafran, B., 1984. Brain edema after stroke. Clinical syndrome and intracranial pressure. Arch Neurol 41: 2629.
Scandinavian Stroke Study Group, 1987. Multicenter trial of hemodilution in acute ischemic stroke. I. Results in the total patient population. Stroke 18: 691699.
Schwab, S., Georgiadis, D., Berrouschot, J., et al., 2001. Feasibility and safety of moderate hypothermia after massive hemispheric infarction. Stroke 32: 20332035.
Serena, J., Davalos, A., Segura, T., et al., 2003. Stroke on awakening: looking for a more rational management. Cerebrovasc Dis 16: 128133.
Sharma, J.C., Fletcher, S., Vassallo, M., et al., 2001. What influences outcome of strokepyrexia or dysphagia? Int J Clin Pract 55: 1720.
Smithard, D.G., 2002. Swallowing and stroke. Neurological effects and recovery. Cerebrovasc Dis 14: 18.
Spengos, K., Tsivgoulis, G., Manios, E., et al., 2005. Stroke etiology is associated with symptom onset during sleep. Sleep 28: 233238.
Steiner, T., Mendoza, G., De, G.M., et al., 1997. Prognosis of stroke patients requiring mechanical ventilation in a neurological critical care unit. Stroke 28: 711715.
Steiner, T.,Kaste, M., Forsting, M., et al., 2006. Recommendations for the management of intracranial haemorrhagePart I: spontaneous intracerebral haemorrhage. The
European Stroke Initiative Writing Committee and the Writing Committee for the EUSI Executive Committee. Cerebrovasc Dis 22: 294316.
Stroke Unit Trialists Collaboration, 2000. Organised inpatient (stroke unit) care for stroke. Cochrane Database Syst Rev 2: CD000197.
Sulter, G., Elting, J.W., Stewart, R., et al., 2000. Continuous pulse oximetry in acute hemiparetic stroke. J Neurol Sci 179: 6569.
Toni, D., De, M.M., Fiorelli, M., et al., 1994. Influence of hyperglycaemia on infarct size and clinical outcome of acute ischemic stroke patients with intracranial arterial
occlusion. J Neurol Sci 123: 12, 129133.
Toni, D., Iweins, F., von Kummer, R., et al., 2000. Identification of lacunar infarcts before thrombolysis in the ECASS I study. Neurology 54: 684688.
Trence, D.L., Kelly, J.L., Hirsch, I.B., 2003. The rationale and management of hyperglycemia for in-patients with cardiovascular disease: time for change. J Clin Endocrinol
Metab 88: 24302437.
Tutuarima, J.A., van der Meulen, J.H., de Haan, R.J., et al., 1997. Risk factors for falls of hospitalized stroke patients. Stroke 28: 297301.
Uhl, E., Kreth, F.W., Elias, B., et al., 2004. Outcome and prognostic factors of hemicraniectomy for space occupying cerebral infarction. J Neurol Neurosurg Psychiatry
270274.
Van den Berghe, G., Wilmer, A., Hermans, G., et al., 2006. Intensive insulin therapy in the medical ICU. N Engl J Med 354: 449461.
Vingerhoets, F., Bogousslavsky, J., Regli, F., et al., 1993. Atrial fibrillation after acute stroke. Stroke 24: 2630.
Wahlgren, N.G., De Keyser, J., Indredavik, B., et al., 1994. The Intravenous Nimidopine West European Trial of nimodipine in the treatment of acute ischaemic stroke.
Cerebrovasc Dis 4: 204210.
Wells, P.S., Anderson, D.R., Rodger, M., et al., 2000. Derivation of a simple clinical model to categorize patients probability of pulmonary embolism: increasing the models
utility with the SimpliRED D-dimer. Thromb Haemost 83: 416420.
Willmot, M., Leonardi-Bee, J., Bath, P.M., 2004. High blood pressure in acute stroke and subsequent outcome: a systematic review. Hypertension 43: 1824.
Wintermark, M., Flanders, A.E., Velthuis, B., et al., 2006. Perfusion-CT assessment of infarct core and penumbra: receiver operating characteristic curve analysis in 130
patients suspected of acute hemispheric stroke. Stroke 37: 979985.