TERAPI CAIRAN
Oleh :
M. LEFI PERDANA
NIM. 11101033
Pembimbing :
Alhamdulillah, Segala puji syukur penulis panjatkan atas rahmat dan nikmat
Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul TERAPI
CAIRAN. Referat ini diajukan sebagai persyaratan untuk mengikuti KKS Ilmu
Anestesi di RSUD Tengku Rafian.
Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan, penulis mohon maaf atas segala kesalahan, sehingga kritik dan saran
dari pembaca yang bersifat membangun sangat dibutuhkan untuk kesempurnaan
penulisan referat berikutnya.
Penulis
M. Lefi Perdana
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi cairan tubuh. 6
II.2. Fisiologi cairan tubuh 6
II.2.1. Distribusi cairan tubuh 6
II.2.2. Komponen cairan tubuh 8
II.2.3. Proses pergerakan cairan tubuh 11
II.2.4. Asupan, ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis 12
II.2.5. Perubahan cairan tubuh 13
II.2.6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan 18
II.3. Terapi cairan 20
II.3.1. Jenis-jenis cairan 21
II.3.2. Terapi cairan preoperatif 25
II.3.3. Terapi cairan intraoperatif 25
II.3.4. Terapi cairan postoperatif 26
II.3.5. Prognosis terapi cairan 27
BAB III PENUTUP
III. Kesimpulan 28
DAFTAR PUSTAKA 29
PENDAHULUAN
Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas cairan yang jumlahnya berbeda-
beda tergantung usia dan jenis kelamin serta banyaknya lemak didalam tubuh.
Dengan makan dan minum tubuh mendapatkan air, elektrolit serta nutrien-nutrien
yang lain. Dalam waktu 24 jam jumlah air dan elektrolit yang masuk setara dengan
jumlah yang keluar. Pengeluaran cairan dan elektrolit dari tubuh dapat berupa urin,
tinja, keringat dan uap air pada saat bernapas. Cairan berfungsi sebagai pengangkut
zat makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil
metabolisme sel untuk menunjang berlangsungnya kehidupan.1
Pada bayi prematur jumlah cairannya sebesar 80% dari berat badan, bayi
normal sebesar 70-75% dari berat badan, sebelum pubertas 65-70% dari berat badan,
orang dewasa normal sekitar 50-60% dari berat badan. Kandungan air didalam sel
lemak lebih rendah dari pada kandungan air didalam sel otot, sehingga cairan total
pada orang gemuk lebih rendah dari pada mereka yang tidak gemuk.1
Cairan didalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan intrasel. Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solute
berupa kation dan anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan
cairan dan fungsi sel.2
Gangguan keseimbangan cairan adalah adanya ketidakseimbangan antara air
yang masuk dan keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan intrasel dan
ekstrasel serta ketidakseimbangan antara cairan interstitial dan intravaskular.2,4
Terapi cairan dibutuhkan bila tubuh tidak dapat memasukkan air, elektrolit
serta zat-zat makanan ke dalam tubuh secara oral misalnya pada saat pasien harus
berpuasa lama, karena pembedahan saluran cerna, perdarahan banyak, syok
hipovolemik, anoreksia berat, mual muntah dan lain-lain. Dengan terapi cairan
kebutuhan akan air dan elektrolit akan terpenuhi.3
TINJAUAN PUSTAKA
Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang
dewasa, sekitar dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular
(sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70
kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari berat badannya merupakan
cairan intraselular. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang
menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh.
Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB) menjadi darah.
Jadi volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah darah bila dihitung
berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah:
Neonatus = 90 ml/kg BB
Bayi = 80 ml/kg BB
Anak dan dewasa = 70 ml/kg BB
Elektrolit
Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik.
Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah
kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam
miliekuivalen/mEq).
Natrium
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma:
135-145mEq/liter.12 Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana +
70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-ubah. Ekresi natrium dalam urine
100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl).
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial
maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak mengeluarkan
natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan terbatas maka akan terjadi
keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air dan natrium
dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.
Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel
dan apabila volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah
kegagalan sirkulasi.
Kalium
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler
berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit.
Jumlah kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat
berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah kalium yang
terikat dengan protein didalam sel.
Kadar kalium plasma 3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1-3
mEq/kgBB. Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan konsentrasi
Kalsium
Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90%
dikeluarkan lewat faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini
tergantung pada intake, besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme
kalsium sangat dipengaruhi oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis,
ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%) ditemukan didalam gigi dan +
1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.
Magnesium
Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk
pertumbuhan + 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.
Anion : Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan
bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah
ion fosfat (PO43-).
Karbonat
Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah
satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal.
Sedikit sekali bikarbonat yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat
dikontrol oleh paru-paru dan sangat penting peranannya dalam keseimbangan
asam basa.
K+ 4 4 159
Mg2+ 2 2 40
Ca2+ 5 3 1
HCO3- 25 27 7
Adapted from Campbell I: Physiology of fluid balance.Anaesth Intensive Care Med 7:462-465
2006.
Non elektrolit
Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan.
Zat lainya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.
b. Difusi
Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan
bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan
hidrostatik pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-
pori tersebut. Jadi difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan
hidrostatik.
Dehidrasi
Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari
natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau
hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling
sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar
5-10% dari kasus.
b. Kelebihan volume
Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat
iatrogenic (pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan
kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan intravena glukosayang
menyebabkan kelebihan air) ataupun dapat sekunder akibat insufisiensi renal
(gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal jantung kongestif. Kelebihan cairan
intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap
atau berkurang.
2. Perubahan konsentrasi
a. Hiponatremia
Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah
dapat dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala
disorientasi, gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,
sedangkan jika kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma.
Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi
psikogenik), hipovolemia (disfungsi tubuli ginjal, diare, muntah, third space
losses, diuretika), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi
dengan restriksi cairan (Na+ 125 mg/L) atau NaCl 3% ssebanyak (140-
X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.
Keterangan:
Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)
Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan
Na0 = Na serum yang aktual
TBW = Total Body Water = 0,6 x BB (kg)
b. Hipernatremia
Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika
kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental,
letargi, kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan (diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan
air kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian
cairan dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.
c. Hipokalemia
Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut
kalium dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis
kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik
jantung, perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi
postural, kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi
hipokalemia dapat berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia,
obat-obatan), infuse potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild
hipokalemia ;>2 mEq/L) atau infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan
K = K1 K0 x 0,25 x BB
Keterangan:
K = kalium yang dibutuhkan
K1 = serum kalium yang diinginkan
K0 = serum kalium yang terukur
BB = berat badan (kg)
d. Hiperkalemia
Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal
atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin,
diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf pusat
(parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik, perubahan
EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium klorida 10%
dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10 menit, atau diuretik,
hemodialisis.
3. Perubahan komposisi
a. Asidosis Respiratorik (pH < 3,75 dan PaCO2 > 45 mmHg)
Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk
menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat
dari ventilasi yang tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis,
pneumonia, efusi pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan
penggunaan narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang
adekuat dari defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.
A. Faktor-faktor preoperatif
1. Kondisi yang telah ada
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk
oleh stres akibat operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena
dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal
karena efek diuresis osmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air
dan elektrolit.
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan
elekrolit dari traktus gastrointestinal.
5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada.
6. Restriksi cairan preoperatif
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan
cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien
menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.
7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya
Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.
C. Faktor-faktor postoperatif
1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi
2. Peningkatan katabolisme jaringan
3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif
4. Risiko atau adanya ileus postoperatif
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma
substitute atau plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan
ini cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler.
Oleh karena itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia
berat dan kehilangan protein yang banyak (misalnya luka bakar).
KESIMPULAN
Tubuh mengandung 60% air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh
didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam
metabolisme sel, sehingga amat penting dalam menunjang kehidupan.
Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama
pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien
bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Terapi cairan merupakan tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh
dalam batas-batas fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid
(plasma ekspander) secara intravena. Dalam terapi cairan harus diperhatikan
kebutuhannya sesuai usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis
cairan yang bisa diberikan untuk terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan
koloid.
1. Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi
Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan
Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266
2. Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian
Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran
3. Hasan F. Terapi Cairan. 2008. Di unduh pada tanggal 13 juli 2016 dari:
http://drfhasan.blogspot.com/2008/01/referat-terapi-cairan.html .
4. Latief AS, dkk. 2002. Petunjuk praktis anestesiologi: terapi cairan pada
pembedahan. Ed.Kedua. Bagian anestesiologi dan terapi intensif, FKUI.
5. Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-
Hill Companies, Inc. United State.
6. Ario, I., Dewangga, R., 2011. Kebutuhan Optimal Cairan Ringer Laktat untuk
Resusitasi Terbatas (Permissive Hypotension) pada Syok Perdarahan Berat
yang Menimbulkan Kenaikan Laktat Darah Paling Minimal. Journal of
Emergency Vol.1. No.1. Departmen/SMF Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran
Universitas Airlanga/RSUD Dr. Soetomo Surabaya
7. Mulyono, I., 2009. Jenis-jenis Cairan, dalam Symposium of fluid and
Nutrition Therapy in Traumatic Patients, Bagian Anetesiologi FK UI/RSCM :
Jakarta
8. WHO, 2013. The clinical use of blood in general medicine obstetric
pediatrics surgery & anesthesia trauma and Bums
9. Leksana, E., 2004 Terapi cairan dan elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan
Terapi Intensif FK Undip: Semarang: 1-60