BAB 2 Konjungtivitis Edit
BAB 2 Konjungtivitis Edit
BAB I
PENDAHULUAN
Boleh dikatakan masyarakat sudah sangat mengenal jenis penyakit ini. Penyakit
ini dapat menyerang semua umur. Konjungtivitis yang disebabkan oleh mikro- organisme
(terutama virus dan kuman atau campuran keduanya) ditularkan melalui kontak dan
udara. Dalam waktu 12 sampai 48 jam setelah infeksi mulai, mata menjadi merah dan
nyeri. Jika tidak diobati bisa terbentuk ulkus kornea, abses, perforasi mata bahkan
kebutaan. Untuk mengatasi konjungtivitis bisa diberikan tablet, suntikan maupun tetes
mata yang mengandung antibiotik. (Vaughan, 2010)
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konjungtiva
2.1.1 Anatomi
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis
yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis
melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi
superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks
superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva
bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan
melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).
b. Discharge (sekret).
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah eksudat
(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.
c. Chemosis (edema conjunctiva).
Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau
konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan
trikinosis. Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya
infiltrasi atau eksudasi seluler gross.
badan asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik.
Juga dapat berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal.
Transudasi ringan juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan
menambah aktifitas pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang
tidak normal dan disertai dengan sekresi mukus menandakan
keratokonjungtivitis sika.
e. Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya
infiltrasi sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada
palpebra superior.
f. Hipertrofi folikel.
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari
konjungtiva dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis,
folikel dapat dikenali sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu.
Pada pemeriksaan menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik
pada tepi folikel dan mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus
konjungtivitis viral dan pada semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali
konjungtivitis inklusi neonatal, pada beberapa kasus konjungtivitis parasit,
dan pada beberapa kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi
topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik. Folikel pada forniks
inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang terbatas,
tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior),
harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(mengikuti medikasi topikal).
g. Hipertrofi papiler.
7
i. Phylctenules.
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada
mulanya terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada
pembuluh darah. Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva,
dasar ulkus mempunyai banyak leukosit polimorfonuklear. (Vaughan, 2010)
j. Formasi pannus.
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman
dan epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang
mana menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen,
memfasilitasi terjadinya invasi pembuluh darah.
9
k. Granuloma.
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti
granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya.
Granuloma muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus
preaurikular dan submandibular pada kelainan seperti sindroma
okuloglandular Parinaud. (Vaughan, 2010)
trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat menggesek kornea dan
menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea (Vaughan, 2010).
g. Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal
spektrum luas. Pada setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan
oleh diplokokus gram-negatif harus segera dimulai terapi topical dan
sistemik. Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus
konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk menghilangkan
sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
2.3.2 Konjungtivitis Klamidia Trakoma
a. Definisi
Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik yang disebabkan
oleh Chlamydia trachomatis (PDT dr soetomo)
b. Etiologi
Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba, atau C. 2Infeksi ini menyebar
melalui kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau
melalui alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan
dan lain-lain. Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua
mata.
c. Gejala dan tanda
Awalnya merupakan konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak
yang berprogresi menjadi konjungtival scarring. Pada kasus berat, bulu
mata yang bengkok ke arah dalam timbul pada awal masa dewasa sebagai
hasil dari konungtival scarring. Abrasi yang ditimbulkan oleh bulu mata
tersebut dan defek pada tear film akan mengakibatkan scarring pada kornea,
biasanya setelah umur tiga puluh tahun. (Ilyas, 2008)
Periode inkubasinya rata-rata tujuh hari tetapi bervariasi dari lima sampai
empat belas hari. Pada anak kecil, onsetnya tidak jelan dan penyakit dapat
sembuh dengan komplikasi minimal atau tidak ada komplikasi sama sekali.
Pada dewasa, onsetnya sering subakut atau akut, dan komplikasi dapat
timbul kemudian. Pada onset, trakoma sering mirip dengan konjungtivitis
13
bakterial lainnya, tanda dan gejala biasanya terdiri dari produksi air mata
berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema pada kelopak mata, chemosis
pada konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler, folikel tarsal dan
limbal, keratitis superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan nyeri dari
nodus preaurikular. (Ilyas, 2008)
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin terdapat
keratitis epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau folikel limbal
superior, dan akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal yang patognomonik
dari folikel tersebut, yang dikenal dengan nama Herberts pits dengan
bentuk depresi kecil dari jaringan ikat pada partemuan limbokorneal ditutupi
oleh epitel. Pannus yang terkait adalah membran fibrovaskular naik dari
limbus, dengan lengkung vaskular memanjang ke kornea. Semua tanda dari
trakoma lebih parah pada konjungtiva dan kornea superior dibandingkan
dengan bagian inferior. (Ilyas, 2008)
1. Lima atau lebih folikel pada garis konjungtiva tarsal datar kelopak mata
atas.
2. Konjungtival scarring yang khas pada konjungtiva tarsal atas.
3. Folikel limbal atau sekuelnya(Herberts pits).
4. Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea, paling
sering tampak pada limbus superior.
14
Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini, secara luas distribusi
tanda ini pada keluarga individu dan komunitas tersebut diidentifikasi
dengan trakoma. (Ilyas, 2008)
d. Klasifikasi trakoma
Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah mengembangkan metode
ringkas untuk menggambarkan penyakit Trakoma. Klasifikasi FISTO
tersebut adalah: (Ilyas, 2008)
- TF: Five or more follicles on the upper tarsal conjunctiva(Lima atau
lebih folikel pada konjungtiva tarsal atas dengan ukuran tiap-tiap
diameter folikel >0,5mm atau lebih).
- TI: Diffuse infiltration and papillary hypertrophy of the upper tarsal
conjunctiva obscuring at least 50% of the normal deep vessels(Infiltrasi
dan hipertrofi papiler yang difus pada konjungtiva tarsal atas memenuhi
setidaknya 50% pembuluh darah normal dalam).
- TS: Trachomatous conjunctival scarring(Scarring tarsal konjungtiva
mudah terlihat sebagai garis putih atau lembaran putih).
- TT: Trichiasis or entropion (Trikiasis atau enteropion ditegakkan
apabila setidaknya satu bulu mata menggosok bola mata).
- CO: Corneal opacity (Opasitas kornea ditegakkan apabila terjadi
opasitas yang terlihat pada pupil, biasanya menurunkan tajam
pengelihatan sampai kurang dari 6/18).
15
tes tersebut dan tes baru lainnya termasuk PCR, telah menggantikan
pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi agen klamidia pada
kultur sel.
f. Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering timbul
dan dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi duktula
glandula lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara drastis
komponen akueus pada tear film prekorneal, dan komponen mukus film
mungkin tereduksi oleh karena hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga
dapat menyebabkan distorsi kelopak mata atas dengan deviasi dari bulu mata
ke arah dalam (trikiasis) atau keseluruhan pinggiran kelopak
mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi kornea. Hal ini
sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan jaringan
parut kornea. (Ilyas, 2008)
g. Terapi
Perkembangan klinis yang baik dapat diperoleh dengan memberikan
tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis untuk tiga
sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali sehari selama
tiga minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis terbagi untuk
tiga sampai empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh diberikan pada
anak berumur di bawah tujuh tahun atau pada wanita hamil. Studi terakhir
pada negara berkembang telah menunjukkan azitromisin merupakan terapi
yang efektif untuk trakoma, diberikan oral 1g pada anak-anak. Karena efek
samping yang minimal dan kemudahan pemberian, antibiotik makrolid ini
telah menjadi obat pilihan untuk kampanye terapi masal.
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid, tetrasiklin,
eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama enam
minggu ternyata mempunyai efektivitas yang sama kuat.
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak dapat
diapai untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada tarsal atas
untuk beberapa minggu setelah pemberian terapi tidak seharusnya menjadi
pertanda kegagalan proses terapi. Koreksi pembedahan pada bulu mata yang
17
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri. Pada neonatus, penyakit ini
menimbulkan sekret purulen padat dengan masa inkubasi antara 12 jam
hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan konjungtiva kemotik.
(Vaughan, 2010)
e. Gambaran Klinis
1. Pada bayi dan anak
Gejala subjektif : (-)
Gejala objektif : Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning
kental, sekret dapat bersifat serous tetapi kemudian menjadi kuning
kental dan purulen. Kelopak mata membengkak, sukar dibuka (gambar
1) dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal. Konjungtiva
bulbi merah, kemotik dan tebal. (Vaughan, 2010)
20
Gejala subjektif :
- Rasa nyeri pada mata.
- Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.
- Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-
laki dan biasanya mengenai mata kanan.
- Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi
mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak
begitu kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi
lebih menonjol, tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar
2). Pada orang dewasa infeksi ini dapat berlangsung berminggu-
minggu. (Ilyas, 2008)
Gambar 2.12 Konjungtivitis gonore pada bayi Sumber: Ilyas, Sidarta. Atlas Ilmu
Penyakit Mata. Sagung Seto, Jakarta: 2001.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung
sekret dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman
penyebab dan uji sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan
konjungtiva. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel
epitel dan lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan
21
pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala
infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert,
2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks
(HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral,
iritasi, sekret mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis
herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus
dan coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda
asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan
subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis (Scott, 2010).
e. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya,
karena itu diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan
tipe-tipe menurut penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan
gejala-gejala sistemik maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala,
faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar untuk menetapkan
diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga
untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua
mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007).
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri
berdasarkan gejala klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan
lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan
waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
f. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti
blefarokonjungtivitis. Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya
pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau parut datar, dan
keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
g. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi,
24
a. Demam Faringokonjungtival
1. Tanda dan gejala
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,5-40C, sakit
tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva dan pada
mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi, dan kadang-
kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas adalah
limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). (Ilyas, 2008)
2. Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe
3 dan kadang kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam
sel HeLa dan ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya
penyakit, virus ini dapat juga didiagnosis secara serologic dengan
meningkatnya titer antibody penetral virus. Diagnosis klinis adalah hal
mudah dan jelas lebih praktis. Kerokan konjungtiva terutama
mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang tumbuh pada
biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa
dan sukar menular di kolam renang berchlor.
3. Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri,
umumnya dalam sekitar 10 hari. (Ilyas, 2008)
b. Keratokonjungtivitis Epidemika
1. Tanda dan gejala
Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering
pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada
awalnya pasien merasa ada infeksi dengan nyeri sedang dan berair mata,
kemudian diikuti dalam 5-14 hari oleh fotofobia, keratitis epitel, dan
25
proses sembuh sendiri yang singkat menjadi infeksi yang sangat panjang
dan berat.
d. Konjungtivitis Hemoragika Akut
1. Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami
epidemic besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini.
Pertama kali diketahui di Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini
disebabkan oleh coxackie virus A24. Masa inkubasi virus ini pendek (8-
48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari). (Ilyas, 2008)
2. Tanda dan Gejala
Mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan
air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival.
Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya
difus, namun dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di
konjungtiva bulbi superior dan menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien
mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel konjungtiva, dan keratitis
epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam, malaise, mialgia,
umum pada 25% kasus. (Ilyas, 2008)
3. Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh
fomite seperti sprei, alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air.
Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
4. Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti.
Konjungtivitis Virus Menahun
a. Blefarokonjungtivitis Molluscum Contagiosum
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior,
dan pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang
yang mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi
bulat, berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah
khas molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma
28
2. Pengobatan:
- air mata buatan
- vitamin A topikal
- obliterasi pungta lakrimal.
2.3.7 Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya
bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan
sistem imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat
disebabkan oleh Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan
Coccidioides immitis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
2.3.8 Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis,
Loa loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma
haematobium, Taenia solium dan Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan,
2010).
2.3.9 Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan
yang masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis,
seperti asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa
nyeri, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Selain itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal
jangka panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain
dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi.
Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian substansi penyebab dan
pemakaian tetesan ringan (Vaughan, 2010).
2.3.10 Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis
juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti
penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang
disebabkan oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian
36
BAB III
KESIMPULAN
Secara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtivitis adalah peradangan pada
konjungtiva dan penyakit ini adalah penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena
lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu (Vaughan, 2010). Gejala yang umum timbul pada
konjungtivitis adalah hiperemia, mata berair, eksudasi, pseudoptosis, hipertropi papiler
folikuler, kemosis, pseudomembran, pannus, fliktenula, granuloma. Konjungtivitis dapat
disebabkan oleh berbagai hal ,bakterial misalnya Neisseria gonorrhea, virus misalnya
adenovirus, alergi oleh karena reaksi inflamasi yang diperantarai sistem imun, jamur yang
sering disebabkan oleh candida albicans, parasit, kimia iritatif dan bisa disebabkan juga
oleh penyakit sistemik dan autoimun.
DAFTAR PUSTAKA