Anda di halaman 1dari 8

HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT

TINGGI SISWA SMA PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI


MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN
MASALAH

Muhammad Zaini 1, Utari Intan Suwenda2, Aulia Ajizah3


Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Keguruan IPA
Universitas Lambung Mangkurat
Email: Utariintansuwenda15@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penggunaan model pembelajaran
berdasarkan masalah terhadap hasil belajar kognitif siswa, dan mendeskripsikan
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa pada pembelajaran biologi. Metode
penelitian menggunakan rancangan kuasi eksperimen, dan metode analisis
deskriptif untuk mendeskripsikan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Populasi
dalam penelitian terdiri dari 6 kelas X. Sampel penelitian adalah 29 orang siswa
kelas X PMIA 3 sebagai kelas perlakuan dan 29 orang siswa kelas X PMIA 2
sebagai kelas kontrol. Sampel ditetapkan secara purposive sampling. Teknik
analisis data menggunakan teknik analisis kovarian untuk hasil belajar kognitif
dan analisis deskriptif untuk mendeskripsikan keterampilan berpikir tingkat
tinggi. Hasil penelitian menunjukkan 1) Hasil belajar kognitif produk
menunjukkan perbedaan signifikan (F = 12,38; P = 0,0001). 2) Hasil belajar
kognitif proses (F = 13,65; P = 0,0001) juga signifikan. 3) Hasil keterampilan
berpikir tingkat tinggi siswa dalam merumuskan masalah tergolong cukup baik,
merumuskan hipotesis tergolong cukup baik, mengumpulkan data tergolong
cukup baik, menganalisis data tergolong cukup baik, merumuskan kesimpulan
tergolong cukup baik, dan membuat produk/ karya tergolong baik.

Kata kunci: Model Kontruktivistik, Keterampilan Berpikir, Konsep Biologi.

PENDAHULUAN
Menurut Economi-Wide Measures Of Routine and Nonroutine (1969-
1998) pada kondisi saat ini, komitmen untuk meningkatkan cara berpikir tingkat
tinggi (high order thinking) di negara-negara maju itu meningkat, sedangkan
pengetahuan konseptual cenderung dikurangi (Nur, 2012). Hal ini berbeda dengan
di Indonesia yang masih menekankan pada konsep pengetahuan. Kelemahan yang
sering terjadi selama ini salah satunya adalah banyak siswa yang nilai ujiannya
sangat tinggi bahkan sempurna, tetapi ketika dalam kehidupan nyata menghadapi
suatu masalah, mereka tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Banyak orang
yang sangat pandai menjelaskan suatu konsep, ciri-cirinya, proses kejadiannya,
tetapi tidak dapat memberikan solusi ketika sesuatu tersebut mengalami masalah.
Pemilihan model pembelajaran yang tepat pada konsep yang akan
diajarkan oleh guru sangat mempengaruhi hasil belajar dan prestasi siswa
Menurut Klegeris & Hurren (2011), PBM merupakan suatu pembelajaran
berdasarkan masalah dunia nyata (otentik) yang ada di sekitar kita. Masalah-
masalah ini menuntut siswa untuk menyelidiki/mengumpulkan data dan saling

1
berdiskusi agar bisa menemukan solusi dari masalah tersebut. Redhana (2012)
menjelaskan bahwa PBM dapat didukung oleh pertanyaan-pertanyaan Socratik
(pertanyaan kritis yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berpikir
kritis siswa) yang membantu siswa dalam mengembangkan ide-ide dan
keterampilan berpikir kritisnya. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa PBM
dan pertanyaan Socratik lebih baik daripada model pembelajaran langsung dalam
meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Oleh karena itu, dapat melibatkan siswa untuk berperan aktif, dapat
mengembangkan kemampuan berpikir dan konsep diri siswa dalam pembelajaran
sehingga ilmu yang diperoleh akan selalu melekat dalam ingatan siswa hingga
mendapatkan hasil dan pengalaman belajar yang maksimal. Penelitian ini
bertujuan untuk 1) Menentukan pengaruh model pembelajaran berdasarkan
masalah. 2) Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran berdasarkan
masalah terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa.

METODE
Metode penelitian ini dibedakan atas 2 macam, yakni penelitian Quasi
Eksperimen dan deskriptif. Rancangan kuasi eksperimen digunakan untuk upaya
menguji signifikansi penggunaan model dan metode diskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan keterampilan berpikir.
Dalam rancangan penelitian tersebut metode kuasi eksperimen yang
digunakan adalah nonequivalent control group melibatkan kelompok kontrol dan
perlakuan yang diberikan adalah pretes dan postes, namun kedua kelompok tidak
memiliki ekuivalensi sampling pra-eksperimen. Perlakuan normal diberikan
kepada kelompok kontrol sedangkan kelompok perlakuan X (Furchan, A, 2004).
Pada pembelajaran konsep keanekaragaman hayati, pembelajaran klasikal
dilakukan pada 1 kelas kontrol siswa kelas X PMIA 2 dan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dilaksanakan pada 1
kelas perlakuan siswa kelas X PMIA 3. Pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali
pertemuan pada masing-masing kelas.

Desain tersebut digambarkan sebagai berikut:


Kelas A O1 X O2
-----------------------
Kelas B O1 O2

Gambar 2. Model rancangan penelitian the nonequivalent control group


design
Keterangan : O1 : pretes
O2 : postes
X : pembelajaran dengan model PBM pada pertemuan pertama
Pada pembelajaran konsep keanekaragaman hayati pembelajaran klasikal
dilakukan pada satu kelas kontrol siswa masing-masing 1 kelas sedangkan
pembelajaran berdasarkan masalah dilaksanakan pada satu kelas perlakuan siswa
masing-masing 1 kelas. Data hasil belajar berupa kognitif produk dan proses serta
LKS untuk mengetahui keterampilan berpikir tingkat tinggi (Arifin,2012).
Pengambilan sampel ditentukan dengan teknik purposive sampling sampel

2
diambil atas dasar kesediaan guru pengajar dalam memberikan kesempatan
melakukan inovasi pembelajaran. Sampling tersebut, maka sampel penlitian ini
adalah kelas X MIA 3 sebagai kelas perlakuan dan X MIA 2 kelas control.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes evaluasi
hasil belajar. Secara khusus instrument penelitian dibedakan berdasarkan tujuan
rumusan penelitian sebagai berikut: 1) Instrumen untuk mengukur hasil belajar
kognitif produk berupa butir-butir soal essay. 2) Instrumen untuk mengukur hasil
belajar kognitif proses berupa butir-butir soal essay. 3) Instrumen untuk
mendeskripsikan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diperoleh dari lembar
kegiatan siswa (LKS) yang memuat langkah-langkah model pembelajaran
berdasarkan masalah.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
A. Hasil Belajar Kognitif Produk
Hasil belajar kognitif produk untuk kelas kontrol dan kelas perlakuan
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Belajar Kognitif Produk Kelas Kontrol dan Kelas
Perlakuan
Hasil Belajar Kelas kontrol Kelas perlakuan
Kognitif Produk Pretest Posttest Pretest Posttest
Pertemuan 1 37,58 75,68 38,27 74,82
Pertemuan 2 38,27 71,55 46,55 85,17
Rata-rata 38,10 73,62 42,81 80
Ada perbedaan rata-rata hasil belajar pada posttest, namun demikian
perbedaan ini harus diuji dengan analisis kovarian. Seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Ringkasan Analisis Kovarians Hasil Belajar Kognitif Kelas Kontrol


dan Kelas Perlakuan
Sumber dB/dF JK/SS RK/MS F-rasio Pr>F Keterangan
Regresi 2 786,88 393,44 12,38 0,0001
Sangat
Residual 55 1748,03 31,78
Signifikan
Total 57 2534,91
Keterangan: R-square = 0,31; c.v =7,33
Sumbangan efektif sebesar 0,31 artinya hanya sebesar 31% dipengaruhi
oleh dipengaruhi oleh model pembelajaran. Sebagian besar (69%) tidak terlacak
dalam penelitian.

B. Hasil Belajar Kognitif Proses


Tabel 3. Ringkasan Hasil Belajar Kognitif Proses Kelas Kontrol dan Kelas
Perlakuan
Hasil Belajar Kelas kontrol Kelas perlakuan
Kognitif Proses Pretest Postest Pretest Postest
Pertemuan 1 35,17 68,27 32,58 84,13
Pertemuan 2 37,93 77,93 48,27 78,62
Rata-rata 36,55 73,10 41,37 81,37
Ada perbedaan rata-rata hasil belajar pada posttest, namun demikian
perbedaan ini harus diuji dengan analisis kovarian. Seperti pada tabel 4.

3
Tabel 4. Ringkasan Analisis Kovarians Hasil Belajar Kognitif Kelas Kontrol
dan Kelas Perlakuan
Sumber dB/dF JK/SS RK/MS F-rasio Pr>F Keterangan
Regresi 2 1246,53 623,26 13,65 0,0001
Sangat
Residual 55 2512,08 45,67
Signifikan
Total 57 3758,62
Keterangan: R-square = 0,33; c.v =8,74
Sumbangan efektif sebesar 0,33 artinya hanya sebesar 33% dipengaruhi
oleh dipengaruhi oleh model pembelajaran. Sebagian besar (67%) tidak terlacak
dalam penelitian.

C. Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi


Keterampilan berpikir tingkat tinggi diukur dengan menggunakan dua
macam rubrik yang mewakili keenam level taksonomi Bloom, yakni dengan
rubrik kemampuan berpikir kritis dan kemampuan berpikir kreatif.
Tabel 5. Ringkasan Hasil Penilaian Keterampilan Berpikir Tingat Tinggi
Siswa pada Keseluruhan Pembelajaran
Rincian Jumlah skor rata-rata Rata-
Keterampilan rata
Kategori
No Pertemuan 1 Pertemuan 2
Berpikir Tingkat
Tinggi Nilai Kategori Nilai Kategori
Keterampilan Berpikir Kritis
Merumuskan Cukup Cukup Cukup
1. 68,7 71,4 70,05
masalah baik baik baik
Merumuskan Cukup Cukup Cukup
2. 71,4 69,3 70,35
hipotesis baik baik baik
Mengumpulkan Cukup Cukup Cukup
3. 66,2 67,7 66,95
data baik baik baik
Cukup Cukup Cukup
4. Menganalisis data 72,1 72,7 72,4
baik baik baik
Merumuskan Cukup Cukup Cukup
5. 63,4 68,6 66,0
kesimpulan baik baik baik
Keterampilan Berpikir Kreatif
Membuat produk/
6.
karya
82,2 Baik 83,8 Baik 83,0 Baik
Cukup
Rata-rata keseluruhan 71,45
baik
Untuk kategori yang diberikan menggunakan aturan/range berikut:
Kategori baik (76-100%), cukup baik (51-75%), kurang (26-50%) dan buruk (<25%) (Arikunto,
2010)

PEMBAHASAN
Hasil Belajar Kognitif Produk
Hasil belajar kognitif merupakan hasil belajar siswa terhadap soal-soal
yang dibuat berdasarkan indikator pembelajaran. Berdasarkan rumusan masalah
pertama maka dilakukan analisis kovarian untuk menguji signifikansi hasil belajar
pada kelas perlakuan dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis kovarian,
didapatkan nilai F=12,38 dengan nilai c.v.=7,33. Sedangkan nilai r-square=0,31.

4
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas
perlakuan dan kelas kontrol, dikarenakan f hitung lebih rendah dari pada F dalam
tabel. Nilai c.v=7,33 menunjukkan faktor luar yang mempengaruhi selain variabel
bebas rendah yakni hanya senilai 7,33. Nilai r-square=0,31 menunjukkan
pengaruh PBM terhadap hasil belajar kognitif sebesar 31%. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mulyatiningsih, bahwa PBM sebagai variabel independen dan sebagai
perlakuan yang memberikan pengaruh nyata untuk hasil statistik yang signifikan
dan penelitian Cinar & Bayraktar (tanpa tahun) yang menunjukkan bahwa
pembelajaran menggunakan PBM lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan
kognitif dan keterampilan proses sains siswa dibandingkan dengan pembelajaran
tradisional.

Hasil Belajar Kognitif Proses


Hasil belajar kognitif proses merupakan hasil belajar siswa terhadap soal-
soal yang dibuat berdasarkan tujuan-tujuan pembelajaran proses. Hasil belajar
kognitif proses dilakukan untuk melihat sejauh mana siswa memahami proses
pembelajaran yang telah dilaksanakan. Sama halnya dengan kognitif produk, hasil
belajar kognitif proses dinilai berdasarkan nilai pretest dan posttest yang
dilakukan pada dua kelas yang berbeda yaitu kelas perlakuan dan kelas kontrol.
Sebelum dilakukan pembelajaran kedua kelas diberikan soal posttest untuk
melihat pengetahuan awal yang dimiliki siswa terhadap proses pelajaran yang
akan dilakukan. Setelah dilakukan pembelajaran, baik pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada kelas perlakuan
atau pun pembelajaran langsung pada kelas kontrol siswa-siswa diberikan soal
posttest untuk melihat bagaimana model pembelajaran berdasarkan masalah
mempengaruhi hasil belajar mereka.
Pada saat proses pembelajaran, kelas perlakuan maupun kelas kontrol
sama-sama mengerjakan tugas yang diberikan secara berkelompok. Perbedaan
kedua kelas ini terletak pada pembelajaran kontrol masih bersifat pembelajaran
langsung sedangkan di kelas perlakuan bersifat kontekstual berupa masalah yang
diangkat dari kehidupan sekitar. Akibatnya siswa di kelas perlakuan lebih bisa
berpikir analisis melalui model pembelajaran berdasarkan masalah, sehingga
ketika menjawab soal-soal proses (yang memerlukan analisis) siswa kelas
perlakuan tidak mengalami banyak kesulitan.
Pengaruh model pembelajaran berdasarkan masalah terhadap hasil belajar
kognitif proses hanya sebesar 33%. Walaupun demikian model pembelajaran
berdasarkan masalah telah dinyatakan cukup berhasil dalam mempengaruhi hasil
belajar proses siswa. Keberhasilan model pembelajaran berdasarkan masalah
dalam mempengaruhi hasil belajar siswa tidak luput dari peran guru sebagai
fasilitator. Selain itu, siswa leih memahami konsep yang diajarkan lantaran ia
yang menemukan konsep tersebut, melibatkan siswa secara aktif dalam
memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih
tinggi, pengetahuan tertanam berdasarkan schemata yang dimiliki oleh siswa,
sehingga pembelajaran lebih bermakna, siswa dapat merasakan manfaat
pembelajaran, karena masala-masalah yang diselesaikan secara langsung
dikaitkan dengan kehidupan nyata, menjadikan siswa lebih mandiridan dewasa,
pembelajaran berdasarkan masalah diyakini pula dapat menumbuhkembangkan
kemampuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena

5
hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa. Seperti yang dikatakan
oleh Sani (2014) pembelajaran ini menuntut siswa untuk aktif melakukan
penyelidikan dalam menyelesaikan permasalahan dan guru berperan sebagai
fasilitator atau pembimbing.
Hasil belajar kognitif proses yang didapatkan lebih rendah dibandingkan
hasil belajar kognitif produk. Hal ini mengindikasikan bahwa pembelajaran di
sekolah lebih menekankan pada konsep dibandingkan proses sehingga
pengetahuan siswa kurang berkembang. Sehingga ketika model pembelajaran
berdasarkan masalah digunakan di dalam kelas, tidak sedikit siswa kesulitan
dalam menemukan masalah dalam merumuskannya. Trianto (2009) menyatakan
bahwa sebagian siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi


Pembelajaran berdasarkan masalah tidak bisa dipisahkan dari keterampilan
berpikir tingkat tinggi. Dalam sintak-sintak model pembelajaran berdasarkan
masalah siswa dituntut untuk berpikir tingkat tinggi.Seperti yang dikatakan oleh
Sani (2014) pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah
memungkinkan siswa untuk terlibat dalam mempelajari hal-hal salah satunya
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa kelas X MIA 3 yang dinilai
selama proses pembelajaran berdasarkan masalah terbagi menjadi dua yakni
keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif. Rincian
keterampilan berpikir kritis yang dinilai adalah merumuskan masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menganalisis data dan membuat
rumusan kesimpulan. Sementara itu rincian keterampilan berpikir kreatif terdiri
dari membuat karya/produk.
Semua keterampilan tingkat tinggi tergolong cukup baik, kecuali kategori
dalam membuat produk sudah tergolong baik. Namun, secara umum keterampilan
berpikir tingkat tinggi tergolong cukup baik. Hal ini mengakibatkan sumbangan
efektif untuk hasil belajar kognitif proses sebesar 33%.
Pembelajaran dengan menggunakan model berdasarkan masalah terbukti
menghasilkan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang cukup baik bagi siswa.
Dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah siswa dapat
berlatih untuk merumuskan masalah, hipotesis, melakukan penyelidikan hingga
penarikan kesimpulan dan membuat produk/ karya yang semuanya menuntut
siswa untuk belajar berpikir tinggi.
Hasil pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran berdasarkan
memperlihat keterampilan berpikir tingkat tinggi yang tergolong kategori cukup
baik. Penerapan penggunaan model pembelajaran berdasarkan masalah memberi
pengaruh terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Berpikir tinggi
merupakan kombinasi dari keterampilan berpikir kritis dan berpikir kreatif.
Kebiasaan pembelajaran di sekolah yang masih menerapkan pembelajaran
konseptual membuat keterampilan berpikir siswa belum berkembang. Hal ini
dikarenakan belum adanya penggunakan model sebagai sarana untuk melatih
keterampilan berpikir siswa.
Keterampilan berpikir siswa bisa ditumbuhkembangkan melalui proses
pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah dimana

6
model ini memfasilitasi siswa untuk belajar berpikir tingkat tinggi. PBM juga
dapat memberdayakan berbagai keterampilan yang terdapat pada diri siswa. Hal
ini ditunjukkan oleh berbagai penelitian. Hasil penelitian Awang & Ramly (2008)
menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan PBM dalam pembelajaran ternyata
dapat lebih meningkatkan keterampilan berpikir kreatif siswa daripada jika
menggunakan pendekatan konvensional.

Hasil Karya/Produk
Berdasarkan hasil karya (produk) dalam pembelajaran ini, dikatakan
bahwa kinerja siswa tergolong sangat baik karena semua tugas kinerja yang
diamati dapat dipenuhi oleh siswa dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari
pelaksanaan pembelajaran di kelas yang harus tetap sesuai dengan sintak dan
disiplin siswa untuk terus mangikuti proses kegiatan belajar pembelajaran. Tidak
tercapainya nilai sempurna berhubungan dengan kondisi kerja kelompok yang ada
di kelas. Kondisi kerja kelompok memberikan siswa kebebasan dalam
mengerjakan tugas dari guru. Sejumlah kelompok lebih memilih untuk membagi
tugas mereka sehingga semua anggota kelompok kebagian tugas dan dapat efisien
waktu. Pembagian tugas ini belum pasti terbagi secara adil sehingga
mengakibatkan kurang munculnya tugas kinerja siswa secara maksimal.

SIMPULAN
1. Hasil belajar kognitif produk menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan
antara siswa kelas perlakuan dan siswa kelas kontrol (P = 0,0001) dengan
sumbangan efektif sebesar 31%.
2. Hasil uji kognitif proses menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P =
0,0001) pada siswa kelas perlakuan dengan sumbangan efektif sebesar 33%.
3. Hasil keseluruhan pembelajaran menunjukkan bahwa keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa tergolong memuaskan dalam kategori cukup baik, dengan
rata-rata skor keseluruhan didapatkan 71,45%.

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan Metode dan Paradigma Baru. PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktik. PT


Rineka Cipta, Jakarta.

Awang, H. & Ramly I. 2008. Creative Thinking Skill Approach Through


Problem-Based Learning: Pedagogy and Practice in the Engineering
Classroom. International Journal of Human and Social Sciences 3:1.

Cinar, Derya & Bayraktar, Sule. Tanpa tahun. The Effect The Problem Based
Learning Approach On Higher Order Thinking Skills In Elementary
Science Education.

7
Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Belajar,
Jakarta.

Klegeris, A. & Hurren, H. 2011. Problem-Based Learning in A Large Classroom


setting: Methodology, Student Perception and Problem Solving Skills.
Prosiding of EDULEARN11 Conference. 4-6 July 2011. Barcelona, Spain.

Nur, Mohamad. 2012. Focus Penelitian dan Pengembangan PSMS Unesa. Pusat
Sains dan Matematika Sekolah Unesa, kampus UNESA. Surabaya.

Redhana, I. W. 2012. Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan


Socratik untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal
Cakrawala Pendidikan, November 2012, Th. XXXI, No. 3

Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Pembelajarnan Saintifik Untuk Implementasi


Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara

Trianto. 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.


Jakarta: Prestasi Pustakarya.

Anda mungkin juga menyukai