Anda di halaman 1dari 33

REFERAT

ANTIOKSIDAN PADA MATA

Oleh:
Devita Luthfia Fitrianasari 122011101081

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

LAB/ KSM ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2017
REFERAT

ANTIOKSIDAN PADA MATA

Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik Madya


KSM Ilmu Kesehatan Mata RSD dr. Soebandi Jember

Oleh:
Devita Luthfia Fitrianasari 122011101081

Pembimbing:
dr. Bagas Kumoro, Sp. M

LAB/ KSM ILMU KESEHATAN MATA RSD dr. SOEBANDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. v
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2
2.1 Radikal bebas............................................................................................... 2
2.1.1 Definisi ................................................................................................... 2
2.1.2 Mekanisme Kerja .................................................................................... 2
2.1.3 Manfaat ................................................................................................... 3
2.2 Stres Oksidatif ............................................................................................. 4
2.2.1 Definisi ................................................................................................... 4
2.2.2 Peroksidasi lipid ..................................................................................... 5
2.2.3 Oksidasi protein ...................................................................................... 5
2.3 Antioksidan .................................................................................................. 6
2.3.1 Definisi ................................................................................................... 6
2.3.2 Mekanisme kerja ..................................................................................... 6
2.3.3 Jenis antioksidan ..................................................................................... 7
2.3.4 Stres Oksidatif dan Pengaruhnya pada Mata ........................................ 10
2.3.5 Gambaran Fisiologi Okuler saat Antioksidan Bekerja ......................... 22
BAB 3. PENUTUP .............................................................................................. 24
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur molekul asam askorbat .......................................................... 13


Gambar 2.2 Reversible two-electron oxidation/ reduction of ascorbic acid to
dehidroasorbic acid and back via reduced gluthathione (GSH) ............................ 14
Gambar 2.3 Mekanisme akumulasi antioksidan asam askorbat dan gluthation
pada segmen anterior .................................................................................................... 15
Gambar 2.4 Struktur molekul glutation .................................................................... 19
Gambar 2.5 Retinopathy of prematurity ................................................................... 20
Gambar 2.6 Struktur molekul lutein dan zeaxanthin .............................................. 21
Gambar 2.7 Trabecular meshwork pada kondisi normal ....................................... 23

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.2 Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) .....4

v
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mata merupakan organ yang menangkap rangsang cahaya dari lingkungan
dan mengubah cahaya menjadi impuls melalui nervus optikus untuk diproses
menjadi gambar di otak. Saat ini, terdapat peningkatan insidensi penyakit mata
baik pada manusia maupun binatang. Penyebab utama peningkatan ini disebabkan
karena xenobiotic yang berasal dari polusi lingkungan, meningkatnya intensitas
radiasi ultraviolet, dan makanan yang mengandung banyak lemak dan karbohidrat,
disertai dengan aktivitas yang kurang dan meningkatnya penyakit- penyakit
degeneratif seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular. Faktor-faktor tersebut
dapat menghasilkan zat-zat kimia yang berbahaya bagi jaringan mata yang disebut
sebagai radikal bebas.3
Radikal bebas (oksidan) telah dikaitkan dengan berbagai penyakit mata
dan sistemik seperti halnya proses penuaan. Untuk melindungi dari agen eksternal,
mata memiliki beberapa mekanisme pertahanan yang tidak spesifik yaitu melalui
kelopak mata, air mata, kornea, dan lensa. Ketika zat yang berbahaya dapat
melewati barier-barier ini, terjadi mekanisme pertahanan spesifik dari molekul
yang disebut dengan antioksidan. Oksidan dapat ditangkal oleh antioksidan yang
merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh sehingga dapat mengurangi atau
mencegah proses kerusakan pada tubuh. Adanya ketidakseimbangan antara
oksidan dan antioksidan dimana jumlah oksidan lebih tinggi akan menyebabkan
terjadinya stress oksidatif. Stres oksidatif akan menstimulasi produksi Reactive
Oxygen Species (ROS) yang bersifat tidak stabil dan mengakibatkan terjadinya
kematian sel serta kerusakan jaringan.11
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radikal bebas


2.1.1 Definisi
Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron tidak
berpasangan yang mengelilingi orbit atom luar. Radikal bebas dikelompokkan
berdasarkan kelompok fungsional molekulnya, paling sering adalah radikal bebas
oksigen dimana oksigen adalah pusat fungsi. Spesies ini disebut reactive oxygen
species (ROS) dan sering terlibat dalam poses kerusakan pada mata. ROS adalah nama
umum yang meliputi radikal bebas dan spesies kimia yang berfungsi layaknya oksidan
akan tetapi bukan radikal bebas. Kelompok pertama ROS adalah anion superoksida
(O2-), radikal hidroksil (OH-), radikal peroksil (LOO) dan alkoksil (LO).9

2.1.2 Mekanisme Kerja


Mekanisme terbentuknya radikal bebas dapat dimulai oleh banyak hal, baik
yang bersifat endogen maupun eksogen. Reaksi selanjutnya adalah peroksidasi lipid
membran dan sitosol yang mengakibatkan terjadinya serangkaian reduksi asam lemak
sehingga terjadi kerusakan membran dan organel sel. Peroksidasi (otooksidasi) lipid
bertanggung jawab tidak hanya pada kerusakan makanan, tapi juga menyebabkan
kerusakan jaringan in vivo karena dapat menyebabkan kanker, penyakit inflamasi,
aterosklerosis, dan penuaan. Efek merusak tersebut akibat produksi radikal bebas
(ROO, RO, OH) pada proses pembentukan peroksida dari asam lemak. Peroksidasi
lipid merupakan reaksi berantai yang memberikan pasokan radikal bebas secara terus-
menerus yang menginisiasi peroksidasi lebih lanjut. Proses secara keseluruhan dapat
digambarkan sebagai berikut :
a. Inisiasi
ROOH + logam(n) ROO + Logam(n-1) + H+
X + RH R + XH
3

b. Propagasi
R + O2 ROO
ROO + RH -> ROOH + R
c. Terminasi
ROO + ROO ROOR + O2
ROO + R ROOR
R + R RR
Dalam kimia organik, peroksida adalah suatu gugus fungsional dari sebuah
molekul organik yang mengandung ikatan tunggal oksigen-oksigen (R-O-O-R'). Jika
salah satu dari R atau R' merupakan atom hidrogen, maka senyawa itu disebut
hidroperoksida (R-O-O-H). Karena prekursor molekuler dari proses inisiasi adalah
produk hidroksiperoksida (ROOH), peroksidasi lipid merupakan reaksi berantai yang
sangat berpotensi memiliki efek menghancurkan. Untuk mengontrol dan mengurangi
peroksidasi lipid, digunakan senyawa yang bersifat antioksidan.9

2.1.3 Manfaat
Radikal bebas memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Membentuk ATP yang berasal dari ADP mitokondria melalui fosforilasi
oksidatif
b. Detoksifikasi xenobiotik oleh sitokrom P450 (enzim oksidasi)
c. Apoptosis sel
d. Membunuh mikroorganisme dan sel kanker oleh makrofag dan limfosit
sitotoksik
e. Oksigenase (contoh: cyclo-oxygenase (COX), lipoxgenase (LOX)) bagi
terbentuknya prostaglandin dan leukotrien yang memiliki fungsi regulasi
ROS termasuk superoksida, hidroksiperoksil, hidroksil, alkilperoksil, alkoksil,
karbonat dan radikal karbondioksida sedangkan hidrogen peroksidan dan ozon
merupakan spesies non-radikal. Berbagai studi telah membuktikan peran ROS dalam
berbagai penyakit degeneratif seperti aterosklerosis, kanker, stroke, trauma asma,
kerusakan retina dan lain sebagainya. Reactive Oxygen Species (ROS) dapat dibagi
menjadi radikal dan non-radikal. Hal ini dijelaskan pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2.
4

Tabel 2.1 Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS)
(Sumber: Salman, 2013)
Reactive Oxygen Species (ROS)
Radikal Non-radikal
Superoksida: O2- Hidrogen peroksida
Hidroksil Asam hipoklorus
Peroksil Asam hipobromus
Alkoksil Ozon
Hidroperoksil Singlet oksigen

Reactive Nitrogen Species (RNS)


Radikal Non-radikal
Nitrit oksida: NO- Nitrogen dioksida: NO2
Asam nitrat: HNO2 Kation nitrosil: NO
Anion nitrosil: NO-NODinitrogen
tetroksida: N2O4
Dinitrogen trioksida: N2O3
Peroksinitrit: ONOO-
Asam peroksinitrat: ONOOH
Alkiperoksinitrit: ROONO

2.2 Stres Oksidatif


2.2.1 Definisi
Stres oksidatif merupakan gangguan keseimbangan antara radikal bebas ROS
dan mekanisme pertahanan endogen. Adanya gangguan keseimbangan antara oksidan
dan antioksidan ini menyebabkan oksidan diproduksi dalam jumlah berlebih. Tubuh
manusia membutuhkan oksidan dan antioksidan bagi metabolisme normal, transduksi
sinyal dan pengaturan fungsi sel. Setiap sel mempertahankan kondisi homeostasis
antara oksidan dan antioksidan. Stres oksidatif dapat menyebabkan cedera pada
komponen penting sel yaitu protein, DNA dan membran lipid sehingga dapat
menyebabkan kematian sel. Selain itu stress oksidatif juga berperan dalam berbagai
5

proses fisiologis dan patologis termasuk kerusakan DNA, proliferasi dan adhesi sel.
ROS merupakan spesies kimia reaktif yang mengandung oksigen. 1-3% yang
dihirup masuk ke dalam paru-paru manusia akan diubah menjadi ROS. Pada kondisi
normal, ROS dan RNS diproduksi dalam jumlah yang seimbang untuk
mempertahankan homeostasis sel dan sinyak molekul. Sebagian besar sel
memproduksi superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2) dan nitrit oksida ketika
dibutuhkan.14

2.2.2 Peroksidasi lipid


Aksi ROS pada lipid disebut dengan lipoperoksidasi atau peroksidasi lipid.
Lipid peroksidasi bersifat merusak karena dapat mengadakan reaksi rantai. Proses ini
dimulai ketika ROS memindahkan atom hidrogen dari kelompok metilen
polyunsaturated fatty acid (PUFA) dan membentuk radikal bebas lipid. Secara cepat,
ROS akan menambahkan molekul oksigen dan menjadi radikal bebas asam lemak
peroksil dan teroksidasi menjadi PUFA lainnya dan mengakibatkan reaksi baru.
Mekanisme ini difasilitasi oleh adanya logam transisi (Cu dan Fe) dan ikatan ganda
yang terdapat pada rantai PUFA. Produk akhir peroksidasi lipid dipecah dan
mementuk senyawa sitotoksik baru seperti 4- hidroksinonenal (4-HNE) dan
malondialdehyde (MDA). Akibat kerusakan oksidatif pada PUFA lebih jelas ketika
berada pada membran selular atau subselular, karena dapat merubah kohesi, fluiditas,
permeabilitas dan fungsi metaboliknya.3

2.2.3 Oksidasi protein


Protein, peptida dan asam amino juga menjadi target dari ROS, akan tetapi
perubahan yang ditimbulkan kurang berbahaya dibandingkan dengan lipid karena
proses reaksi yang lambat. Jaringan mata memiliki protein dengan persentase yang
tinggi sehingga perubahan apapun yang terjadi pada protein menjadi sangat penting.
Telah diteliti bahwa adanya asam amino sulfur dan aromatik dalam jumlah yang tinggi
pada struktur protein membuat protein tersebut rentan terhadap radikal bebas. Kondisi
ini terdapat pada lensa, dimana komposisi proteinnya mengandung asam amino
triptofan, tirosin, fenilalanin, histidin, metionin, dan sistein dalam kadar yang tinggi
6

sehingga dapat diubah oleh ROS, menghasilkan agregasi dan merubah fungsi enzim.
Ikatan peptide juga mudah untuk diserang oleh ROS. Ikatan ini dapat dimodifikasi
dengan oksidasi residu prolin. Produk akhir dapat memperparah kerusakan awal.3

2.3 Antioksidan
2.3.1 Definisi
Antioksidan adalah molekul yang dapat menangkap radikal bebas dan
mencegah kerusakan jaringan sehingga dapat mempertahankan homeostasis fisiologis.
Mekanisme pertahanan antioksidan terdapat pada tubuh untuk melawan efek dari
oksidan. Termasuk di dalamnya senyawa non-enzimatik, dan memiliki berat molekul
rendah seperti ferritin, askorbat, dan alfa tokoferol. Selain itu, terdapat pula senyawa
enzimatik seperti katalase, glukosa 6 fosfat, glutation peroksidase dan superoksida
dismutase (SOD). Antioksidan memiliki fungsi terapeutik yang signifikan untuk
berbagai proses degeneratif. Tanaman memiliki banyak beberapa antioksidan seperti
askorbat dan alfa tokoferol yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk melindungi
tubuh dari kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas.21

2.3.2 Mekanisme kerja


Tubuh manusia memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas
radikal bebas yang secara kontinu dibentuk sendiri oleh tubuh. Bila jumlah senyawa
oksigen reaktif melebih jumlah antioksidan di dalam tubuh, maka kelebihan
antioksidan dapat menyerang komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga
mengakibatkan stress oksidatif. Reaktivitas radikal bebas dapat dihambat melalui 3
cara berikut:12
a. Mencegah atau menghambat pembentukan radikal bebas baru
b. Menginaktivasi atau menangkap radikal dan memotong propagasi
(pemutusan rantai)
c. Memperbaiki (repair) kerusakan oleh radikal
7

2.3.3 Jenis antioksidan


a. Antioksidan enzimatik
Antioksidan enzimatik mengkatalisis transfer elektron yang berasal dari
substrat menuju ROS. Substrat atau agen pereduksi yang digunakan pada reaksi ini
dihasilkan untuk nantinya dipergunakan kembali dengan menggunakan NADPH yang
diproduksi pada jalur metabolik yang berbeda. Antioksidan enzimatik utama yang
melindungi mata dari ROS adalah superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), dan
glutation peroksidase (GPx).4
1) Superoksida dismutase (SOD)
Mengkatalisis dismutase O2 menjadi H2O2 dan O2. Enzim ini
merupakan metaloprotein dan memiliki tiga isoform yang memiliki letak sel
yang berbeda dan mengunakan kofaktor yang berbeda. Isoformnya, Cu-SOD
dan Zn-SOD terletak pada sitosol dan cairan ekstraseluler sedangkan isoform
Mn-SOD terletak pada matriks mitrokondria. Semua isoform telah
teridentifikasi pada kornea (epitel dan endotel), epitel lensa, aqueous humor,
iris, badan siliar dan retina (lapisan segmen dalam fotoreseptor dan pigmen
epitel retina).3
2) Glutation Peroksidase (GPx)
Selenoprotein ini dapat mengurangi H2O2 dan hidrogen peroksida
organik menjadi air dan alkohol menggunakan glutation tereduksi (GSH)
sebagai donor elektron. 4 isoform GPx ditemukan pada 4 lokasi yang berbeda
yaitu GPx seluler, GPX ekstraseluler/plasmatik, GPx hidroperoksida fosfolipid
dan GPx gastrointestinal. Semua GPx memilliki peran penting sebagai
pertahanan terhadap kerusakan yang disebabkan oleh ROS pada membran lipid
dan molekul lainnya yang rentan terhadap oksidasi. GPx ditemukan pada
kornea (epitel dan endotel), eoitel lensa, aqueous humor, badan siliar, koroid,
dan retina (lapisan segmen dalam dari fotoreseptor dan epitel pigmen retina).3
3) Katalase
Hemoprotein ini mengandung 4 kelompok heme. Enzim ini terdapat
pada peroksisom, mitokondria dan sitoplasma serta mengkatalisis perubahan
H2O2 menjadi H2O dan O2. Fungsi ini menyerupai GPx, tetapi katalase
8

memiliki afinitas yang lebih tinggi ketika H2O2 terdapat pada konsentrasi yang
tinggi. Katalase terdapat pada kornea (epitel dan endotel), epitel lensa, aqueous
humor, badan siliar, iris, dan retina.3
b. Antioksidan noenzimatik
Antioksidan ini merupakan kelompok heterogen, bekerja dengan cara
mendonasikan elektron bagi radikal bebas dengan tujuan untuk menstabilkan dan
membentuk spesies kimia yang tidak berbahaya bagi integritas sel. Antioksidan
nonenzimatik utama yang terdapat di bumi adalah asam askorbat, vitamin E, vitamin
A, dan GSH.3
1) Vitamin C (Asam Askorbat)
Merupakan antioksidan yang larut dalam pH fisiologis pada sebagian
besar jaringan sebagai anion askorbat. Perannya sebagai antioksidan adalah
untuk mereduksi O2, OH dan lipid hidroperoksida menjadi bentuk yang lebih
stabil. Fungsi lain dari askorbat adalah berhubungan dengan daur ulang alfa
tokoferil radikal menjadi alfa tokoferol. Namun, proses ini merubah anion
askorbat menjadi radikal anion dehidroaskorbat yang dapat direduksi oleh
dehidroaskorbat reduktase dan GSD kembali menjadi bentuk aslinya. Selain
itu, askorbat dapat berperan sebagai pro-oksidan dengan adanya konsentrasi
Fe3+ dan Cu2+ yang tinggi. Askorbat terdeteksi pada kornea, aqueous humor,
lensa, vitreous humor dan retina.3
Vitamin C dibutuhkan bagi sintesis kolagen dan melindungi molekul
penting di dalam tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat, DNA dan RNA dari
kerusakan oleh radikal bebas yang dihasilkan melalui proses metabolisme
normal serta paparan racun dan polutan seperti asap rokok. Konsentrasi vitamin
C dalam plasma berkaitan dengan kadarnya pada jaringan mata. Recommended
Dietary Allowance (RDA) untuk vitamin C adalah 75 mg/hari bagi perempuan
dan 90 mg/hari bagi pria.15
2) Vitamin E
Vitamin E merupakan nama generik bagi famili dari 8 senyawa, 4
tokoferol dan 4 tokotrienol, dimana alfa tokoferol adalah antioksidan yang
paling aktif dan merupakan antioksidan larut lemak yang berfungsi sebagai
9

pertahanan primer pada membrane. Alfa tokoferol merubah O2, OH dan LOO
menjadi molekul yang kurang reaktif. Hidroksil fenol pada cincin chroman
memiliki fungsi sebagai antioksidan. Alfa tokoferol juga dapat menghentikan
reaksi rantai ROS saat menyerang membran sel. Untuk menstabilkan ROS, alfa
tokoferol diubah menjadi radikal alfa tokoferil yang berbentuk stabil dan tidak
beraksi dengan biomolekul. Radikal alfa tokoferil dapat diregenrasi menjadi
bentuk aslinya melalui reaksi yang dimediasi oleh vitamin C, GSH, dan asam
lipoat. Kemampuan alfa tokoferol sebagai antioksidan bergantung kepada
konsentrasi senyawa, yang mempertahankan alfa tokoferol tetap pada bentuk
tereduksi. Pembentukan ROS yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan
yang signifikan konsentrasi vitamin E pada jaringan. Alfa tokoferol terdeteksi
pada lensa, aqueous humor, dan retina. Recommended Dietary Allowance
(RDA) untuk vitamin E adalah 15 mg/hari alfa-tokoferol bagi pria dan
wanita.15
3) Vitamin A
Prekursor utama vitamin A adalah beta karoten, yang merupakan
senyawa penertralisir O2 yang paling efesien. Aktivitas antioksidan vitamin A
didapat dari struktur kimianya yang tersusun atas rantai panjang ikatan rangkap
yang terkonjugasi sehingga dapat merubah O2 dan LOO menjadi zat yang
kurang reaktif. Karotenoid merupakan antioksidan yang efektif akan tetapi
memiliki konsentrasi yang berbeda pada jaringan mata. Karotenoid yang lain,
kecuali lutein/zeaxanthin hanya dapat ditemukan dalam jumlah sedikit pada
jaringan mata kecuali badan siliar, dimana aqueous humor diproduksi.
Sebaliknya, lutein dan zeaxanthin ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di
beberapa jaringan mata seperti makula, retina, dan lensa.15
4) Glutation (GSH)
Merupakan bentuk tereduksi tripeptida (gamma glutamil-sisteinil-glisin)
dengan kelompok sulfhidril (-SH) pada sisi aktifnya. GSH dapat memindahkan
elektron menjadi spesies yang teroksidasi seperti radikal hidroksil dan karbonil
menjadi produk teroksidasi (GSSG). Selama reaksi berlangsung, GSH
mendonaskan sepasang H sehingga 2 molekul GSH teroksidasi untuk
10

memproduksi GSSG. GSG juga berperan sebagai kosubstrat GPx dalam


pemindahan H2O2 dan peroksida organic, juga mereduksi radikal bebas
tokoferil dan dehidroaskorbat menjadi bentuk aslinya. GSH penting untuk
mempertahakan protein lensa sehingga terus berada pada kondisi yang stabil.
Antioksidan ini ditemukan pada kornea, lensa dan retina. Bersama dengan
vitamin C, GSH memiliki mekanisme pertahanan utama terhadap fotooksidasi.3

2.3.4 Stres Oksidatif dan Pengaruhnya pada Mata


Mata dipengaruhi oleh stres oksidatif dikarenakan karakterisik fisik dan
metaboliknya. Mata merupakan organ yang metabolismenya aktif dan memerlukan
ATP dalam jumlah besar. Selain itu, sifat kornea, aqueous humor, lensa, vitreous
humor dan retina yang mudah ditembus cahaya memungkinkan terbentuknya ROS
fotokimia secara konstan. Semua jaringan dan cairan mata rentan mengalami
kerusakan yang diakibatkan oleh stres oksidatif.3
a. Antioksidan pada Segmen Anterior
Segmen anterior pada mata terdiri dari palpebra, konjungtiva, kornea, bilik
mata depan, iris, pupil dan lensa. Pada segmen anterior terdapat dua antioksidan yaitu
asam askorbat (vitamin C) dan glutathione (GSH). Konsentrasi asam askorbat yang
tinggi terdapat pada epithelium kornea, sedangkan konsentrasi glutathione (GSH) lebih
tinggi pada lensa. Kedua antioksidan ini sangat penting untuk melindungi jaringan
segmen anterior dari stress oksidatif.23
1) Kornea
Pembentukan ROS yang utama terjadi pada kornea karena paparan
tinggi terhadap radiasi ultraviolet. Kornea merupakan barier utama yang dapat
menghentikan radiasi ultraviolet (UVA-UVB). Kornea dapat menyerap 92%
UV- B dan 60% UV-A dimana derajat penyerapan tertinggi terletak pada
lapisan permukaan. Radiasi UV menyebabkan perubahan pada kornea seperti
menghambat proliferasi sel epitel dan mengurangi ketebalan epitel, mengurangi
Na+/K+ ATPase pada epitel kornea dan endotel sehingga menyebabkan
peningkatan yang signifikan dari hidrasi kornea, perubahan transparansi dan
dikeluarkannya sitokin proinflamasi. Radiasi UV juga menyebabkan perubahan
11

pada sifat fisiologis glikosaminoglikans pada stroma menjadi lebih rentan


untuk mengalami degradasi oleh enzim jaringan yang distimulasi oleh sel
fagositik.
Pertahanan antioksidan primer adalah asam askorbat (konsentrasi tinggi
pada bagian tengah kornea, sejajar dengan pupil) dan aktivitas SOD. Katalase
dan enzim GPx memiliki peran sekunder. Namun, ketika terjadi stres oksidatif,
aktivitas enzimatik mulai berkurang, paling awal adalah aktivitas katalase,
GPx, dan SOD sehingga meningkatkan jumlah H2O2 dan semakin merusak
kornea.
2) Aqueous humor
Pembentukan ROS pada aqueous humor terutama disebabkan karena
radiasi UV dan proses inflamasi yang terjadi pada struktur yang terletak di
dekatnya. Aqueous humor mengandung asam askorbat, protein, dan beberapa
asam amino (tirosin, fenilalanin, sistein, dan triptofan), terlibat dalam
penyerapan UV-B dengan meneruskan fraksi kecil radiasi untuk mencapai
segmen posterior bola mata. Penyerapan radiasi UV pada aqueous humor
menyebabkan peningkatan konsentrasi H2O2 yang menurunkan metabolisme
GSH. Asam askorbat memiliki peran penting sebagai penyaring UV pada
mamalia. Konsentrasi asam askorbat pada aqueous humor lebih tinggi daripada
plasma darah. Sumber lain pembentukan ROS diobservasi setelah operasi,
parasentesis atau uveitis dikarenakan adanya peningkatan jumlah protein dan
sel di aqueous humor. Terdapat bukti bahwa setelah operasi lentikuler,
kapasitas antioksidan total aqueous humor menurun hingga 40% terutama
karena adanya penurunan konsentrasi asam askorbat. Fakta ini pun juga
diobservasi pada pasien dengan uveitis anterior akut idiopatik. Peningkatan
konsentrasi H2O2 pada aqueous humor dapat menyababkan kerusakan endotel
kornea, lensa dan badan silier terutama trabecular meshwork.
12

3) Lensa
Lensa merupakan bagian dari mata yang paling terpengaruh oleh
adanya kerusakan oksidatif karena merupakan struktur yang avaskular dan
memproduksi protein lensa secara konstan. Lensa sering terpapar oleh radiasi
UV dan menunjukkan adanya penurunan kadar antioksidan pada nukleus lensa.
Perubahan pada komposisi aqueous humor dapat mempengaruhi terjadinya
inflamasi pada struktur yang dekat dan penyakit metabolik seperti diabetes
mellitus. Metabolisme lensa berkaitan dengan produksi energi untuk sintesis
protein dan mempertahankan keseimbangan osmotik. Jalur pentosa fosfat,
melalui aktivitas glukosa 6 fosfat dehidrogenase memberikan penurunan pada
NADPH dalam memelihara lensa pada kondisi normal. Mekanisme untuk
menjelaskan opasitas lensa adalah adanya oksidasi kristalina (alfa, beta, dan
gamma kristalina), protein lensa untama. Fotooksidasi kelompok thiol pada
lensa kristalina memproduksi aduk disulfide dan molekul yang menyebabkan
terjadinya agregasi protein hingga mulai terjadi kekeruhan pada lensa (katarak).
Selain protein agregasi, terdapat perubahan Na+/K+ ATPase. Adanya
peningkatan kadar sistin (kelompok disulfida) dan penurunan koonsentrasi
sistein (kelompok sulfhidril) selama pembentukan katarak telah dibuktikan.
Peningkatan disulfida-sulfhidril rasio dari protein yang larut dan tidak larut dari
lensa katarak lebih besar ketika opasifikasi lensa meningkat. Asam askorbat
dan GSH merupakan mekanisme pertahanan utama melawan fotooksidasi pada
lensa dan aqueous humor. Konsentrasi GSH pada epitel lensa setara dengan
hepar dan konsentrasinya menurun oleh paparan radiasi sinar UV dan kasus
katarak.
13

4) Peran Asam Askorbat sebagai Antioksidan pada Segmen Anterior

Gambar 2.1 Struktur molekul asam askorbat (Augustin, Albert J. 2005)

Beberapa mamalia mampu untuk mensintesis asam askorbat secara de


novo, namun tidak dapat dilakukanpada manusia dan beberapa primata lainnya,
seperti Wistar rats. Hal ini terjadi karena pada manusia enzim L-gulonolactone
oxidase yang diperlukan untuk sintesis asam askorbat sedikit, akibatnya tubuh
hanya bergantung dari makanan untuk memenuhi kebutuhan asam askorbat.
Konsentrasi asam askorbat tinggi dalam humor aquous yang memiliki
kemampuan untuk mengabsorpsi sinar UV secara fisiologis. Selain itu, humor
aquous juga mencegah penetrasi dari sinar UV dan melindungi jaringan dari
photo-induced oxidative yang bersifat merusak.23
Asam askorbat sebagai penangkal (scavenge) radikal bebas. Asam
askorbat teroksidasi oleh reactive oxygen species (ROS) melalui dua proses
yaitu detoksifikasi atau stabilisasi ion hidroksi dan superoksida. Asam askorbat
berperan penting dalam proses metabolisme melalui reaksi oksidasi dan
reduksi. Asam askorbat memiliki isomer optik yaitu asam L-askorbat dan asam
D- askorbat. Asam askorbat bertindak sebagai pendonor elektron sehingga
dapat dioksidasi menjadi dehidroaskorbat (DHA). Namun, asam askorbat ini
yang diubah menjadi dehidroaskorbat (DHA) dapat kembali menjadi asam
askorbat dengan pengurangan produksi gluthatione.5,23
14

Gambar 2.2 Reversible two-electron oxidation/ reduction of ascorbic acid to dehidroasorbic


acid and back via reduced gluthathione (GSH) (Harris, J Robbin. 1996)

Asam askorbat sangat mudah teroksidasi secara reversibel menjadi


asam L-dehidroaskorbat yang secara kimia sangat labil dan dapat mengalami
perubahanlebih lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak memiliki
keaktifan sebagai asam askorbat lagi. Selain itu, asam askorbat juga penting
untuk sintesis kolagen dan memiliki sifat anti-inflamasi yang dapat mencegah
kerusakan jaringan yang luas pada mata.23
Kornea merupakan jaringan yang avaskular, bersifat transparan,
berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, serta memiliki indeks
refraksi 1,37. Kornea memberikan kontribusi 74 % atau setara dengan 43,25
dioptri (D) dari total 58,60 kekuatan dioptri pada mata manusia. Dalam
nutrisinya, kornea bergantung pada difusi glukosa dari aqueus humor dan
oksigen yang berdifusi melalui lapisan air mata. Sebagai tambahan, kornea
perifer disuplai oksigen dari sirkulasi limbus. Kornea adalah salah satu organ
tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya
adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva.1
Fungsi kornea sebagai pelindung mata dan sebagai jendela bagi sinar
yang masuk ke dalam mata, sampai ke retina. Kornea merupakan batas depan
dari bola mata. Epitelium merupakan bagian paling luar dari kornea dan
merupakan jalur masuknya mekanisme stress, mikrobiologis, radiasi sinar
UV.23
15

Kornea memiliki sifat tembus cahaya yang disebabkan oleh strukturnya


yang uniform, avaskuler dan deturgesensi.Deturgesensi atau keadaan dehidrasi
relatif yang terjadi pada jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa
bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan
kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parahdaripada kerusakan
pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan
hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitelhanya
menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-
sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata perikorneal
menghasilkan hipertonisitas ringan pada lapisan air mata tersebut. Hal ini
mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea
superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.23,24

Gambar 2.3 Mekanisme akumulasi antioksidan asam askorbat dan gluthation


pada segmen anterior (Umapathy, Ankita et al., 2013)
16

Kornea selalu terpapar secara terus menerus dengan polutan, sinar UV


dalam jumlah yang besar. Untuk menangkal reactive oxygen species (ROS) dan
melindungi dirinya dari kerusakan akibat sinar UV, pada epitel kornea terdapat
asam askorbat dengan konsentrasi tinggi yang jauh melebihi konsentrasi yang
ditemukan pada jaringan okular lainnya. Epitel kornea merupakan tempat asam
askorbat yang berasal dari cairan air mata (tears fluids) dan tempat
berkumpulnya sodium dependent vitamin C transporter 2 (SVCT2). Hal ini
sudah dibuktikan pada penelitian yang dilakukan pada sel epitel kornea kelinci.
Pada tingkat yang jauh lebih berat, asam askorbat pada epitel kornea
terakumulasi melalui difusi pasif yang terjadi pada endotelium dan stroma.
Selain itu endothelium kornea dapat memperoleh dihidroaskorbat (DHA) dari
humor aquous melalui transporterglucose terfasilitasi (GLUT 1), kemudian
dehidroaskorbat (DHA) diubah menjadi asam askorbat. Hal tersebut telah
dilaporkan bahwa dapat merangsang transportasi klorida secara aktif untuk
melintasi endotelium sehingga mempercepat penyembuhan luka secara
signifikan. Asam askorbat telah terbukti protektif terhadap sel endotel karena
penambahan asam askorbat ke larutan irigasi selama fakoemulsifikasi secara
signifikan mengurangi jumlah sel endotel yang hilang.23
Pada lensa, asam askorbat memiliki peranan untuk mencegah terjadinya
peroksidasi lipid pada membran dan untuk melindungi pompa kation pada
lensa. Akumulasi asam askorbat pada lensa (~1mM) terjadi dengan
mengangkut asam askorbat dan dehidroaskorbat (DHA). Meskipun jumlah
dehidroaskorbat (DHA) dalam humor aquous hanya sekitar 10% dari total
asam askorbat, namun dehidroaskorbat (DHA) tetap dibawa ke dalam lensa.
Akumulasi ini dimediasi oleh transporter glukosa yangterfasilitasi
(GLUT1/GLUT 3) diikuti dengan konversi cepat ke asam askorbat.
Dehidroaskorbat (DHA) dikenal toxic pada lensa dan sering dikaitkan dengan
pembentukan katarak senile dan katarak diabetes. Pada pasien diabetes dan
model hewan coba yang dibuat diabetes menyebabkan pembentukan katarak,
dimana tingkat asam askorbat di lensa menurun sedangkan dehidroaskorbat
(DHA) meningkat. Lensa juga mampu menangkap asam askorbat secara
17

langsung, namun hal ini hanya terjadi pada epitel lensa. Pada sel epitel lensa
manusia, pengambilan asam askorbat dimediasi oleh sodium dependent vitamin
C transporter 2 (SVCT2), yang juga diregulasi dalam menanggapi stres
oksidatif.23
Aqueous humor diekskresikan oleh trabecular meshwork. Trabecular
meshwork merupakan jaringan berbentuk anyaman yang tersusun atas jaringan
kolagen dan elastik. Pada trabecular meshwork, kadar asam askorbat secara
fisiologis mempengaruhi pertumbuhan sel, produksi glikosaminoglikan,
menstimulasi produksi fibronektin, laminin, dan kolagen tipe I yang penting
pada basal lamina.23
5) Peran Gluthatione sebagai antioksidan pada segmen anterior
Gluthatione dapat diperoleh dari makanan, namun lebih banyak
diperoleh dari sintesis asam amino sistein, glutamate, dan glisin melalui reaksi
y-glutamyl synthetase dan GSH synthetase. GSH memiliki fungsi antioksidan
yang sangat besar pada mata. Dimana GSH melindungi protein thiol dari
ancaman reactive oxygen species (ROS) dengan cara menetralisir reactive
oxygen species (ROS). Selain itu, gluthatione berperan dalam detoksifikasi obat
dan berperan dalam mengembalikan fungsi dari asam askorbat sehingga
meningkatkan kerja dari antioksidan pada mata.23
Glutation (L-y-glutamil-L-sistein lisin) dijumpai dalam konsentrasi yang
besar di lensa, terutama di lapisan epitelial. Lensa dapat mengalami kerusakan
akibat radikal bebas seperti spesies oksigen reaktif. Mekanisme kerusakan yang
diakibatkan oleh spesies oksigen reaktif adalah peroksidasi lipid membran
membentuk malondialdehida, yang akan membentuk ikatan silang antara
protein dan lipid membran sehingga sel menjadi rusak. Polimerisasi dan ikatan
silang protein tersebut menyebabkan aggregasi kristalin dan inaktivasi enzim-
enzim yang berperan dalam mekanisme antioksidan seperti katalase dan
glutation reduktase. Lensa memiliki beberapa enzim yang berfungsi untuk
melindungi dari radikal bebas seperti glutation peroksidase, katalase dan
superoksida dismutase. Mekanisme antioksidan pada lensa adalah dengan cara
dismutasi radikal bebas superoksida menjadi hidrogen peroksida dengan
18

bantuan enzim superoksida dismutase. Lalu hidrogen peroksida tersebut akan


diubah menjadi molekul air dan oksigen melalui bantuan enzim katalase. Selain
itu, glutation tereduksi dapat mendonorkan gugus hidrogennya pada hidrogen
peroksida sehingga berubah menjadi molekul air dengan bantuan enzim
glutation peroksidase. Glutaion tereduksi yang telah memberikan gugus
hidrogennya akan membentuk glutation teroksidasi yang tidak aktif, tetapi
NADPH yang berasal dari jalur pentosa akan mengubahnya kembali menjadi
glutation tereduksi dengan bantuan enzim glutation reduktase.8,10
Konsentrasi gluthation (GSH) secara keseluruhan pada kornea lebih
rendah dibandingkan dengan konsentrasi asam askorbat, namun gluthation
(GSH) memainkan peran utama dalam pertahanan kornea, yaitu menjaga fungsi
barrier endotel kornea, mengontrol kadar hidrasi, melindungi integritas
membran sel, dan menekan agen xenobiotik.23
Pada lensa, konsentrasi gluthation (GSH) tinggi yaitu 6-10mM. Gluthation
(GSH) hanya disintesis pada lapisan epitel dan kortikal. Lensa terdiri atas air
sebanyak 66%, protein sebanyak 33% (kandungan protein tertinggi di antara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral dibandingkan jaringan tubuh
lainnya. Aspek yang paling penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang
mengontrol keseimbangan air dan elektrolit, yang berperan sangat penting untuk
menjaga transparansi lensa. Karena transparansi lensa sangat bergantung pada
komponen struktural dan makromolekul lensa, gangguan dari hidrasi seluler
dengan mudah akan menyebabkan kekeruhan pada lensa. Kandungan kalium lebih
tinggi pada bagian depan lensa dan lebih rendah di bagian belakang lensa.. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Lensa
tidak memiliki serabut saraf, pembuluh darah, dan jaringan ikat
namunmenghasilkan gradien GSH dengan konsentrasi tertinggi hadir di epitel dan
serat kortikal dan terendah di inti lensa.22,23
19

Gambar 2.4 Struktur molekul glutation (Dawn B, Marks et al., 2000)

b. Antioksidan pada Segmen Posterior


Yang dapat dinilai pada segmen posterior saat pemeriksaan pada mata adalah
fundus, retina, papil nervus optikus dan makula. Retina merupakan jaringan
neurosensorial pada mata yang mengandung banyak polyunsaturated lipid. Ciri ini
membuat retina sensitif terhadap ROS. Terbentuknya ROS pada retina dikarenakan
adanya sel yang menggunakan oksigen dalam jumlah yang tinggi, paparan radiasi UV,
dan penyakit yang secara langsung mempengaruhi irigasi pembuluh darah contohnya
glaukoma. Pada retina, cahaya difokuskan langsung pada kelompol sel yang berada di
tempat yang memiliki banyak oksigen. Adanya berbagai macam pigmen (melanin,
lipofusin dan lutein) memungkinan kondisi yang optimal bagi reaksi fotosensitisasi
dan menghasilkan ROS. Segmen luar membran fotoreseptor memiliki banyak lemak
tak jenuh dan merupakan tempat yang paling sering terjadi kerusakan. Jalur akhir
kelompok-kelompok penyakit berkaitan dengan menurunannya sensitivitas dan fungsi
sel ganglion retina, kematian sel, pembesaran papil nervus optikus, menurunnya lapang
pandang, dan kebutaan adalah glaukoma. Stres oksidatif dapat menjadi penyebab dan
berkembangnya glaukoma, iskemia, dan proses reperfusi pada retina yang
meningkatkan produksi nitrit oksida dan radikal bebas lainnya pada aqueous dan
vitreous humor. Terpicunya peroksidasi lipid merupakan penyebab terjadinya cedera
pada sel dan kematian sel ganglion retina dan selanjutnya menyebabkan kerusakan
pada saraf. Perlindungan antioksidan yang terdapat pada retina paling utama
dikarenakan oleh adanya vitamin C dan E, karotenoid, GPx, SOD, enzim katalase, dan
senyawa GSH.3
20

Pada segmen posterior sering terjadi penyakit seperti age macula degeneration
ataupun penyakit lainnya. Pada bayi dengan BBLR, akan dirawat di dalam di inkubator
yang diberi Oksigen. Namun, pemajanan oksigen yang berlebihan bersifat sebagai
radikal bebas pada bayi sehingga menimbulkan efek yang merugikan pada mata seperti
akan terbentuk massa putih di balik lensa yang disebut fibroplasia retrorental
(Retinopathy of prematurity). Pada segmen posterior antioksidan yang berperan dalam
melawan radikal bebas adalah antioksidan lutein dan zeaxanthin.19,26

Gambar 2.5 Retinopathy of prematurity (Shah, Parag K et al., 2016)

Karotenoid dapat dibagi menjadi dua kelas utama: karotin dan xanthophylls.
Karotin adalah molekul non-polar, yang terdiri dari atom karbon dan hidrogen,
sementara xanthophylls merupakan karotenoid polar, yang terdiri satu atom oksigen.
Selain itu, xanthophylls memiliki sub divisi yaitu hydroxycarotenoids yang terdiri dari
satu atau dua hidroksil dan ketokarotenoid yang terdiri dari kelompok-kelompok keton.
Lebih dari 600 jenis karotenoid ditemukan di alam dan 30-50 jenis merupakan diet
pada manusia. Namun, hanya 10-15 terdeteksi dalam serum manusia, termasuk lutein
(L), zeaxanthin (Z) dan metabolitnya.26
Untuk memenuhi kebutuhan dapat melalui asupan makanan karena tubuh tidak
dapat mensintesis lutein dan zeaxanthin. Lutein (L) dan zeaxanthin (Z) dapat diperoleh
dari sayuran berdaun hijau gelap, jeruk, buah-buahan kuning. Lutein (L) dan
zeaxanthin (Z) dalam tubuh terakumulasi di makula retina dan bertanggung jawab
21

untuk melindungi mata dari sinar biru.26


Dua jaringan mata yang memegang peranan penting dalam penglihatan adalah
makula dan lensa. Dari seluruh karotenoid yang ada dalam tubuh manusia, hanya
lutein dan zeaxantin yang ada dalam dua jaringan ini. Lutein (L) dan zeaxanthin
(Z)berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mencegah perkembangan penyakit
katarak dan penyakit-penyakit degeneratif yang berkaitan dengan pertambahan usia.
Tubuh yang terpapar radikal bebas menyebabkan terbentuknya peroksidasi lipid,
produk akhir dari reaksi ini berupa malondialdehid (MDA), tingginya kadar MDA
dalam plasma menunjukkan kadar radikal bebas dalam tubuh yang tinggi.26
Lutein (L) dan zeaxanthin (Z) secara terutama terdapat pada fovea yang
merupakan pusat dari bintik kuning pada makula lutea. Zeaxanthin (Z) lebih dominan
pada sentral retina, sedangkan lutein (L) dominant di daerah periperal dari retina.
Sebagai antioksidan, lutein (L) dan zeaxantin (Z) membantu untuk melawan radikal
bebas yang dapat membahayakan mata serta melindungi makula mata dari reaksi
fotokimia yang merugikan. Manfaat kesehatan lain dari zeaxantin adalah membantu
menyaring sinar biru berenergi tinggi. Sinar biru dapat menjadi fototoksik bagi sel
retina di makula. Diyakini bahwa zeaxantin memblok cahaya biru, sehingga
mengurangi risiko kerusakan yang disebabkan cahaya oksidatif yang dapat
menyebabkan AMD.26

Gambar 2.6 Struktur molekul lutein dan zeaxanthin (Roberts, Joan E and Dennison,
Jessica. 2015)
22

2.3.5 Gambaran Fisiologi Okuler saat Antioksidan Bekerja


Jaringan okuler merupakan jalur masuknya berbagai jenis polutan, iritan, dan
bahkan benda kimiawi yang menyebabkan terjadinya reactive oxidatif stress (ROS)
pada mata. Pada segmen anterior mata, yang bertanggung jawab menangkal stress
oksidatif dan radikal bebas adalah kornea, lensa, dan trabecular meshwork. Oleh
karena itu, jaringan ini bersifat avaskuler. Jaringan ini menggunakan sistem pertahanan
antioksidan yang sama dalam mengatur produksi ROS dan menjaga kesehatan okular.
humor aqueous merupakan sumber utama antioksidan untuk jaringan di bagian depan
mata.23
Humor aqueous merupakan cairan jernih yang mengisi bilik mata depan dan
belakang. Komposisi aqueous humour serupa dengan plasma, namun humor
aqueousmemiliki konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi, sedangkan
protein, urea dan glukosa lebih rendah. Endothelium kornea dan epitel pada lensa
mengandung jalur transportasi untuk mengumpulkan antioksidan darihumor
aqueous.Dua struktur utama yang berhubungan dengan dinamika humor queous adalah
trabecular meshwork dan badan siliar. Trabecular meshwork merupakan jaringan ikat
seperti spons yang melingkar dilapisi dengan trabekulosit. Sel ini bersifat fagositik,
berfungsi kontraksi yang akan mempengaruhi resistensi outflow. Pembentukan humor
aqueous merupakan proses biologis yang berhubungan dengan ritme sirkadian yaitu
lebih tinggi pada pagi hari dibandingkan malam hari. Humor aqueous diproduksi oleh
prosesus siliaris yang tersusun oleh epitelium outer pigmented dan inner nonpigmented
yang merupakan tempat utama produksi humor aqueous.1
Sel trabecular meshwork secara konstan terpapar oleh stres mekanik dan
oksidatif yang merupakan produk metabolisme sel normal. Mekanisme pertahanan
trabecular meshwork yaitu antioksidan dan sistem proteolitik berguna untuk
melindungi sel dari stres. Perubahan spesifik pada ekspresi gen terjadi sebagai respons
terhadap stres tertentu, sehingga sel trabecular meshworkdapat beradaptasi terhadap
lingkungan dan bertahan hidup.6,25
23

Gambar 2.7 Trabecular meshwork pada kondisi normal (Ito YA dan Walter MA, 2013)
24

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Pembentukan ROS yang utama terjadi pada kornea karena paparan tinggi terhadap
radiasi ultraviolet sehingga pertahanan antioksidan primer terletak pada kornea
yaitu asam askorbat (konsentrasi tinggi pada bagian tengah kornea, sejajar dengan
pupil) dan aktivitas SOD (superoksida dismutase).
2. Yang berperan sebagai antioksidan pada segmen anterior mata adalah asam
askorbat dan glutation. Sedangkan pada segmen posterior adalah lutein dan
zeaxanthin.
3. Apabila mata terkena oleh radikal bebas maka dapat meyebabkan suatu kelainan
pada mata, seperti pada bayi prematur (BBLR) yang terkena pajanan oksigen yang
berlebihan saat di inkubator dapat terjadi fibroplasia retrorental (Retinopathy of
prematurity). Sedangkan akibat dari radikal bebas pada dewasa adalah timbulnya
penyakit seperti kekeruhan lensa yang dapat menyebabkan katarak dan dapat pula
terjadi AMD.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology Staff 2014-2015. Section 10:


Glaukoma.
2. Augustin, Albert J. 2005. Textbook of Nutrition and the eye Basic and Clinical
Research.
3. Cabrera, M. A dan Ricardo H. C. 2011. Antioxidants and the Integrity of
Ocular Tissues. Veterinary Medicine International.
4. Grover, A. K. dan S. E. Samson. 2013. Antioxidant and vision health: facts and
fiction. Mol Cell Biochem
5. Harris, J Robbin.1996. Textbook of Subcelluler Biochemistry Volume 25
Ascorbic Acid Biochemistry and Biomedical Cell Biology.
6. Ito YA, Walter MA. 2013. Genomics and anterior segment dysgenesis: a
review. Clin Experiment Ophthalmol.
7. Kagan, D. B., H. Liu, C. M. Hutnik. 2012. Efficacy of various antioxidants in
the protection of the retinal pigment epithelium from oxidative stress. Clinical
Ophthalmology. 6: 1471-1476
8. Lester Packer dan Jurgen Fuchs. 1997. Textbook: Vitamin C in health and
disease.
9. Lu, J., P. H. Lin, Q. Yao dan C. Chen. 2010. Chemical and molecular
mechanisms of antioxidants: experimental approaches and model systems. J.
Cell. Mol. Med. 14(4): 840-860
10. Marks, Dawn B, Allan D. Marks, Colleen M. Smith , 2000. Biokimia
Kedokteran Dasar edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : EGC
11. McCusker, M. M., K. Durani, M. J. Payette dan J. Suchecki. 2016. An eye
nutrition: the role of vitamins, essential fatty acids, and antioxidants in age-
related macular degeneration, dry eye syndrome and cataract. Clinics in
Dermatology. 34: 276-285
26

12. M. S. Brewer. 2011. Natural antioxidants: sources, compounds, mechanism of


action, and potential applications. Comprehensive Reviews in Food Sciences
and Food Safety.
13. Oduntan, O. A. 2011. A review of the role of oxidative stress in the
pathogenesis of eye disease. S Afr Optom. 70(4): 191-199
14. Rahman, T., Ismail H, M. M. T. Islam, H.U. Shekhar. 2012. Oxidative stress
and human health. Advances in Bioscience and Biotechnology.3: 997-1019
15. Rasmussen, H. M. dan Elizabeth J. J. 2013. Nutrients for the aging eye. 8: 741-
748
16. Roberts, Joan E and Dennison, Jessica. 2015. Review Article: The Photobiology
of Lutein and Zeaxanthin in the Eye. Department of Natural Sciences, Fordham
University, New YorkCity ,NY10023, USA
17. Salman, K. A dan S. Ashraf. 2013. Reactive oxygen species: a link between
chronic inflammation and cancer. AsPac J. Mol. Biol. Biotechnol. 21(2): 42-49
18. Scripsema, N. K., D. Hu dan R. B. Rosen. 2015. Lutein, zeaxanthin, and meso-
zeaxanthin in clinical management of eye disease. Journal of Ophthalmology
19. Shah, Parag K, Vishma Prabhu, Smita S Karandikar, Ratnesh Ranjan,
Venkatapathy Narendran, Narendran Kalpana. 2016. Retinopathy of
prematurity: Past, present and future. Pediatric Retina and Ocular Oncology
Department, Aravind Eye Hospital and Postgraduate Institute of
Ophthalmology, Coimbatore641014, Tamilnadu, India
20. Sharma, N. 2014. Free radicals, antioxidant and disease. Biol Med. 6:3
21. Shebis, Y., D. Iluz, Y. Kinel-Tahan, Z. Dubinsky, dan Y. Yehoshua. 2013.
Natural antioxidants: function and sources. Food and Nutrition Sciences. 4:
643-649.
22. Sjamsu Budiono, Trisno T. Saleh, Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
23. Umapathy, Ankita, Paul Donaldson, Julie Lim. 2013. Review Article:
Antioxidant Delivery Pathways in the Anterior Eye. Hindawi Publishing
Corporation Bio Med Research International Volume 2013, ArticleID 207250
24. Vaughan dan Asbury.2015. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC
27

25. Vranka, Janice A, Mary J. Kelley, Ted S. Acott, and Kate E. 2015.
Extracellular matrix in the trabecular meshwork: Intraocular pressure
regulation and dysregulation in glaucoma.
26. Yu-Ping Jia, Lei Sun, He-Shui Yu, Li-Peng Liang , Wei Li , Hui Ding , Xin-Bo
Song, Li-Juan Zhang. 2017. The Pharmacological Effects of Lutein and
Zeaxanthin on Visual Disorders and Cognition Diseases. College of
Pharmaceutical Engineering of Traditional Chinese Medicine, Tianjin
University of Traditional Chinese Medicine, Tianjin 300193, China

Anda mungkin juga menyukai