Disusun Oleh :
14081008
Puji Syukur saya panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat, anugrah dan karuniaNya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat pada waktunya.
Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Audit Sistem Informasi. Makalah ini akan
memberikan informasi penjelasan mengenai GCG(GOOG CORPORATE GOVERNANCE)
beserta dengan tujuan, prinsip-prinsip dan contoh-contonya.
Isi dari makalah ini diharapkan dapat berguna dan dapat memberikan informasi bagi
para pembaca. Namun, Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saya menerima saran dan kritik untuk
penyempurnaan makalah ini.
Dalam kesempatan ini, saya juga tidak lupa menyampaikan terima kasih sebesar-
besanya kepada pihak-pihak yang telah memberi bantuan kepada saya untuk menyelesaikan
malakah ini, khususnya kepada Bpk Emerson P Malau, S.kom,M.Kom selaku dosen mata
kuliah keamanan komputer
Penyusun,
Kata pengantar.................................................................................................................................... II
Daftar Pustaka.................................................................................................................................... IV
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mulai populernya istilah tata kelola perusahaan yang baik atau yang lebih dikenal dengan
istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal
perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada
di Amerika Serikat.
Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan system ekonomi
kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. System ekonomi
kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan
oleh Negara-negara maju penganut system ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis
adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta.
Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa
yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi batas-batas suatu Negara. Para pemilik dan
pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan
mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk
kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya.
Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang
dari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan.
Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah menjelma menjadi monster
raksasa yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kita
hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang
seharusnya menjadi kekuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-
perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis
yang berpengaruh tersebut.
Sistem perbankan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan
sosial yang sangat kompleks.Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan
tidak mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola kerja yang
buruk (bad corporate governance).Contohnya antara lain: bank-bank pemerintah yang telah
dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara- BDN, Bank Bumi
Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah pabrik kertas di Sumatra Utara);
PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT
Lapindo Brantas (Sebuah pabrik eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank
pemerintah pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit direksi bank
tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit diberikan dalam jumlah besar kepada
beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi
kelayakan mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan karena
kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya.
Hal yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan PT Lapindo Brantas dalam
melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja menimbulkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup pada area yang sangat luas,tetapi juga mematikan sumber pencarian sebagaian besar
masyarakat di daerah yang tercemar tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum
dari masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan perusahaan.
Pada intinya,timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan
yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad government
governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktik-praktik korupsi,kolusi,dan nepotisme
(KKN).Hal ini dapat ditunjukan pada beberapa fakta berikut :
a. Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak
adanya alat kendali yang efektif.Sifat para spekulan ini selalu mementing diri sendiri tanpa
peduli kepentingan masyarakat ataupun Negara.
b. Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan.Hal ini dimungkinkan
karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta ternama.Melalui
rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat ini menarik pinjaman dari
bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha yang masih berada dalam kelompok
usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat bersikap independen karena ditempatkan di bank
tersebut oleh para konglomerat tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus
merangkap fungsi sebagai pemegang saham,komisaris,dan direksi di kelompok usaha mereka.
c. Banyak direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah juga
tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur tangan dari oknum
pejabat pemerintahan,Hal ini tidak mengherankan karena para direksi ini sering kali merupakan
kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum pejabat tertentu.Kalaupun mereka bersifat
professional,mereka sering mendapat tekanan oknum pejabat.
d. Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan oknum-oknum
birokrasi yang telah memasuki usia pension. Mereka ditempatkan bukan karena kemampuan
dan pengalaman mereka dalam mengelola perusahaan,tetapi lebih karena sekedar balas jasa
setelah memasuki usia pension.
e. Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan publik,perusahaan
penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya- yang mudah diajak bekerja sama untuk
merekayasa laporan audit,laporan keuangan,dan laporan penilaian harta (asset) perusahaan
untuk berbagai keperluan- seperti: tender,aplikasi kredit bank,penerbitan saham di bursa,dan
sebagainya.
f. Pada saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan likuiditas
Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sector perbankan nasional
dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara
besar-besaran. Namun itikad baik BI ini banyak disalahgunakan oleh pemilik bank dengan
memindahkan dana ini ke rekening pribadinya dan membiarkan bank mereka sendiri tetap
ambruk. mengembalikan dana BLBI tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas
tentang kasus BLBI ini.
Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat dilihat dari latar
belakang praktis dan latar belakang akademis.
Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus
melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929.
Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis ekonomi
politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga saat ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak
diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp.,
Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan
tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG.
Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan dengan
principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya.
Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola sehingga tidak
menimbulkan kerugian pada para pihak. Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas
tersendiri yang terpisah merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para
pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian
permasalahan GCG oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory,
Management Theory dan lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini, yaitu sebagai berikut.
C. TUJUAN
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output) dan
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders)
terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi
demi tercapainya tujuan perusahaan.
Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang
mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata
kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang
terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah
pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,
pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas
dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan
perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi
ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk
mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham,
pemangku kepentingan menuntuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain
pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Dalam bahasa sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan proses
pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi maksimal dari semua pemangku
kepentingan (stackholder), hukum da aturan (rule of law), transparansi, responsivitas, orientasi
consensus, keadilan dan kewajaran, efisiensi dan efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.
Semua pemerintah di Negara-Negara Asia Tenggara dan Asia Timur memulai proses
industrialisasi dari rezim otokrasi, kemudian secara bertahap bergerak kearah yang lebih demokrtis.
Indonesia mengalami transisi dari rezim yang tidak demokratis menuju rezim yang semakin demokratis.
Tingkat demokrasi di Indonesia dinilai sudah bergerak dari A ke C, artinya dunia mengakui adanya
perubahan penting dari rezim yang tidak demokratis menuju sistem yang lebih demokratis. Namun
dilihat dari sisi bahwa tata kelola, harus diakui tata kelola pemerintah Indonesia masih tergolong lemah
dan belum banyak yang berubah.
C. PRINSIP-PRINSIP GCG
1. Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya visi &
strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh anggota dalam proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan supaya semua pihak akan merasa
memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan organisasi atau usahanya.
2. Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu organisasi
atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan relevan melalui sistem
yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi dan penyampaian pendapat.
3. Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan member dan menyediakan
peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi peningkatan kesejahteraan melalui
usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
4. Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan One who engaged in alearned
vocation (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan). Dalam konteks ini
professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi dan juga moral sehingga
pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan akurat.
5. Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau organisasi sehingga
tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif dan efisien, serta untuk meminimalkan
potensi kesalahan atau penyimpangan yang mungkin timbul.
6. Effective & Efficient
Effective berarti do the things right, lebih berorientasi pada hasil,
sedangkan efficient berarti do the right things, lebih berorientasi pada proses. Apapun yang
direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha harus bersifat efektif dan
efisien.
7. Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun kepercayaan
yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan masyarakat atau anggotanya
melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses, lengkap dan up to date.
8. Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability lebih difokuskan dalam meningkatkan
tanggungjawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam menjawab kepentingan publik
atau anggota.
9. Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan hukum harus
ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun dan oleh pihak manapun.
10. Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan usaha harus
dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidak-jujuran pada akhirnya akan selalu terbongkar
dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran
mustahil dapat dibangun trust dan long term partnership.
11. Responsibility & Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus dijalankan
dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu organisasi, badan usaha
dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai tanggungjawab masing -masing dalam
menjalankan tugasnya dan juga harus memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di
dalam suatu tatanan atau komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan
mengingatkan agar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.
Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang dikembangkan
adalah :
perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness),
transparansi,
akuntabilitas, dan
responsibilitas
D. TUJUAN GCG
Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang
berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut:
2. Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat
dipertanggungjawabkan
3. Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para share holders dan stakeholders.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola Perusahaan
yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan bisnis sehari-hari, terlebih
dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti oleh segenap karyawan. Melalui
penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan dari seluruh pelaku bisnis.
Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan kepercayaan terhadap
investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk (2003) mengatakan bahwa paling tidak
ada lima alasan mengapa mengapa penerapan GCG itu bermanfaat, yaitu:
Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukkan bahwa para
investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan-perusahaan di Asia yang
telah menerapkan GCG.
Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya krisis financial
dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola perusahaan.
Internasionalisasi pasar termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal menuntut
perusahaan untuk menerapkan GCG.
Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi dasar bagi
beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis yang kini telah
banyak berubah.
Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Mas Ahmad Daniri
(2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good Corporate Governance
(GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat memberikan manfaat antara lain:
Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang saham akibat
pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap keberadaan
perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh perusahaan.
1. FAKTOR EXTERNAL
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar perusahaan yang
sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya supremasi hukum
yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang diharapkan dapat
pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government menuju Good Government Governance
yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat menjadi standard
pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain, semacam benchmark (acuan).
1. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di masyarakat. Ini
penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif berbagai kalangan
masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG secara sukarela.
2. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi GCG
terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang di lingkungan
publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah kualitas pendidikan dan
perluasan peluang kerja. Bahkan dapat dikatakan bahwa perbaikan lingkungan publik sangat
mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan dalam implementasi GCG.
2. FAKTOR INTERNAL
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG yang berasal
dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:
a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan GCG dalam
mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada penerapan nilai-nilai
GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk menghindari setiap
penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak dan langkah
manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat memahami dan mengikuti setiap derap
langkah perkembangan dan dinamika perusahaan dari waktu ke waktu.
Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang Perseroan
Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang kembali di dalanm Anggaran Dasar Perseroan,
namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan
yang sehat.
Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan empat organ
tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit
4. Sekretaris Perusahaan
Istilah independent sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak dalam
tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi konflik kepentingan.
Indra Surya dan Ican Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua pengertian independent terkait
dengan konsep komisaris dan direktur independent tersebut.
Pertama, komisaris dan direktur independent adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili
pemegang saham independent (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang Perseroan, anggota Direksi, dan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan
keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan perbandingan jumlah suara para pememgang saham.
Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang sat suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham
u\yang dimilikinya. Sebagai konsekunsinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris
dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.
Kedua, komisaris dan direktur inderpenden adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam kepastian
mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan,
pengalmana, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk menjalankan tugas demi kepentingan
perusahaan. Jadi, pengertiannya disini lebih luas dibandingkan pengertian pertama. Komosaris dan
direktur independent dinagkat semata-mata karena pertimbangan profesionalisme demi kepentingan
perusahaan.
Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang biasa dipakai
dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal dengan istilah independent in
fact dan independent in appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil
keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam
diri yang bersangkutan tanpa campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in
appearance dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan secara
fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan aperusahaan dan/atau dengan para pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan dari pihak luar tentang kenetralan yang
bersangkutan. Pada pengetian kedua mengenai komisaris dan direktu independent yang telah
disebutkan, pengertian tersebut sama denganpengetian independent in fact yang semata-mata
didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian ketiga, pertimbangan
profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in appearance juga harus dipenuhi.
2. Komita Audit
Sebagimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, 2006), tugas,
tanggung jawab, dan wewenang komite audit adalah membantu dewan komisaris, antara lain:
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi)
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit ekstenal, serta
kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas)
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang
sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).
Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI Institutemenyebutkan
syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite Audit adalah:
Aturan mengenai Komite Audit ini, antar alin dapat dilihat pada:
1. SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk perusahaan public.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang pencatatan saham dan efek
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-133/M-
BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
3. Sekretaris Perusahaan
Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagi bagian dari
pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan tanggung jawab seorang sekretaris
eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal. Sekretaris eksekutif biasnya direkrut sebagai staf
khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris atau
ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat
eksekutuf yang bersangkutan, antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat,
dokuemntasi surat masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen
perjalanan dan sebagainya.
Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis karena orang
dalam jabatan ini berfungsio sebagai pejabat penghubung atau semacam public relation antar
perusahaan dengan pihak luar perusahaan, khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah
mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan
dokumenperusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS serta meyimpan dan
meyediakan informasi penting lainya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.
Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain pada:
1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan
bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.
G. GCG DALAM BUMN
Pada awalnya, tujuan dibentuknya BUMN adalah merupakan penjabaran dan implementasi
pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Pemerintah melalui BUMN kemudian mencoba untuk menguasai dan mengendalikan kegiatan
yang mempunyai dampak luas bagi kepentingan masyarakat, seperti: kelistrikan, telekomunikasi, tata
guna air, dan pertambangan.
Menurut Tjager dkk. (2003), sampai dengan tahun 2002 masih ada BUMN sebanyak 161
perusahaan yang tersebar di sekitar 37 sektor/bidang usaha. Bidang usaha BUMN ini sangat meyebar
mulai dari komoditas-komoditas yang dianggap vital seperti: air, beras dan kebutuhan pokok lainnya,
listrik, obat, minyak, pupuk, semen, telekomunikasi, jasa kosntruksi, transportasi darat, laut, udara,
kehutanan, pertanian, pertambangan, perdagangan, industri persenjataan strategis hingga pesawat
terbang. Tjager dkk. (2003) selanjutanya bahwa rendahnya kinerj BUMN ini ada kaitannya dengan
belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut.
Sampai dengan saat ini, beberapa BUMN dan BUMD telah bekerja sama dengan BPKP dalam
pelaksanaan GCG, antara lain dalam:
Secara formal, pasar modal dapat didefinisikan sebagai pasar dimana berbagai instrument
keuangan jangka panjang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang maupun modal sendiri, baik
yang terbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Keberadaan pasar modal ditentukan oleh
lembaga-lembaga penunjang pasar modal, antara lain:
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007, dikatakan alas
an pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk diganti dengan Undang-Undang Nomor 40
tahun 2007. pertimbangan tersebut antar alain karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat
berkaitan dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan pelayanan dan
kepastian hokum, kesadaran social dan lingkungan, serta tuntutan pengelolaan usaha yang sesuai
dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik.
Undang-Undang perseroan terbatas Nomor 40 Tahun 2007 tidak mengatur secara eksplisit
tentang GCG. Meskipun begitu, Undang-Undang ini mengatur secara garis besar tentang mekanisme
hubungan, peran, wewenang, tugas dan tanggung jawab, prosedur dan tata cara rapat, serta proses
pengambilan keputusan dan organ minimal yang harus ada dalam perseroan, yaitu Rapat Umum
Pemegang saham (RUPS), direksi, dan Dewan Komisaris.
Wewenang dari ketiga organ ini diatur dalam Bab I Pasal 1 sebagai berikut:
Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ
Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris
dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.
Ayat 5 Direksi adalah Organ Perseoran yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas
pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuanperseroan serta
mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggran dasar.
Ayat 6 Dewan komisaris adalan Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasehat kepada direksi.
Secara spesifik, wewenang, tugas dan tanggung jawab ketiga organ ini dapat diringkas sebagai berikut:
1. RUPS
2. Dewan Komisaris
Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya
pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada Direksi (Pasal 108 dan
Pasal 114).
Bertanggung jawab rentang secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 dan ayat 4).
Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan
oleh kesalahan dan kelalian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberi nasehat
(Pasal 115).
wewenang untuk membrntuk komite yang diperlukan untuk mendukung tugas Dewan
Komiaris.
Dewan Direksi
Menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dianggap tepat dalam batas yang ditetapkan Undang-Undang dan
Anggaran Dasar Perseroan (Pasal 92)
Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 97)
Mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 98)
Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, dan risalah rapat direksi (Pasal
100 ayat 1a)
Wajib membuat laporan tahunan (Pasal 100 ayat 1b)
Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan dan dokumen perseroan
lainnya ditempat kedudukan Perseroan (Pasal 1c dan Pasal 2)
Wajib meminta peesrtujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan Perseroan atau
menjadikan jaminan utang Perseroan (Pasal 102)
Dengan demikian, RUPS merupakan organ tertinggi dan memegang wewenang tertinggi dalam
perseroan yang berbadan hokum PT. Anggora Dean Komisaris dan Dewan Direksi diangakt dan
diberhentikan oleh RUPS. Dewan komisaris bertugas untuk mengawasi tindakan Dewan Direksi serta
memberikan nasehat dan arahan kepada Dewan Direksi dan menjalankan operasi perusahaan.dewan
Direksi bertugas untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan berdasarkan arahan dan garis besar
kebijakan yang telah ditetapkan oleh RUPS, Dewan Komisaris, serta Anggaran Dasar Perseroan yang
berlaku dalam koridor hokum.
Menyadari tata kelola perbankan di Indonesia masih lemah, dalam upaya menata kembali
manajemen dan kegiatan perbankan di Indonesia, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan No
8/4/PBI/2006 pada tanggal 30 januari 2006 tentang implementasi GCG oleh Bank-bank komersial.
Secara garis besar, peraturan ini mengatur tentang :
Tim GCG BPKP mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun
orang awam, yaitu komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan
beretika
Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem
Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan meminta
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian dan pengembangan
sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu pada prinsip Good Corporate
Governance (GCG). Selanjutnya, BPKP telah membentuk Tim Good Corporate Governance dengan
Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-316/K/2000 yang diperbaharui dengan KEP-
06.02.00-268/K/2001.
Peringkat Corruption Perception Index (CPI) atau Indek Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
Diantara Negara-negara ASEAN tahun 2008 :
PENUTUP
Komite Audit yang mengawasi proses pelaporan keuangan dan pengendalian intern, proses
audit internal dan eksternal serta proses manajemen risiko,
Komite Remunerasi yang selalu meninjau kebijakan dan strategi remunerasi Perusahaan
secara keseluruhan, dan
Komite Capital Expenditure, Financing and Management Process (CFMP) yang mengawasi
perencanaan belanja modal dan kebijakan pendanaan, manajemen kapasitas dan supply
chain serta penetapan target operasional.
Peran dan fungsi masing-masing komite perlu untuk terus diperkuat untuk memastikan bahwa
tata kelola perusahaan terbaik diimplementasikan di Perusahaan, dengan standar yang tinggi dalam hal
transparansi dan keterbukaan. Pada saat industri telekomunikasi menuju era digital, Perusahaan harus
menyiapkan seluruh sumber dayanya, khususnya sumber daya manusia dan organisasi. Kompetensi
sumber daya manusia dan organisasi harus diperkuat secara berkelanjutan agar siap menghadapi
tantangan industri. Perusahaan sebagai organisasi juga perlu melanjutkan transformasi untuk mencapai
tingkat kinerja tertinggi.
Komitmen kami akan pelaksanaan GCG dalam setiap aspek bisnis merupakan kepatuhan kami
terhadap undang-undang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 dan beberapa aspek dari Sarbanes-
Oxley Act (SOA), dimana semua anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TELKOM)
diharuskan untuk memenuhi ketentuan GCG mengingat saham TELKOM yang terdaftar di New York
Stock Exchange (NYSE).
Pada saat yang sama, penerapan GCG juga dipandang sebagai elemen penting yang akan
memastikan daya saing Perusahaan untuk terus menjaga posisi sebagai pemimpin pasar dan membantu
dalam menciptakan nilai jangka panjang bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Dalam rangka membangun struktur GCG yang kuat dalam organisasi, kami memiliki lima prinsip yang
menjadi pilar pelaksanaan GCG. Lima prinsip tersebut adalah:
a.Transparansi
Prinsip ini harus dijalankan dalam upaya menghadirkan akses yang adil terhadap semua informasi
tentang kinerja keuangan dan operasional Perusahaan.
b.Akuntabilitas
Manajemen dan staf dari semua tingkatan juga diharuskan untuk mengembangkan akuntabilitas tinggi
dalam setiap tindakan yang diambil dan dalam menjaga hubungan yang bermanfaat dengan para
pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya serta dalam menjaga kepatuhan terhadap
peraturan.
c.Pertanggungjawaban
Prinsip ini membutuhkan komitmen dari seluruh elemen organisasi untuk menunjukkan integritas dan
tanggung jawab mereka dalam proses pengambilan keputusan, dalam mempertahankan kepentingan dan
aset pemegang saham Perusahaan dan manajemen risiko untuk menjamin kelangsungan bisnis.
d.Kemandirian
Kami menggunakan kebebasan sebagai sebuah organisasi dengan integritas yang tinggi dengan
memastikan bahwa semua manajemen bebas dari konflik kepentingan dan / atau pengaruh pihak lain.
e.Kewajaran
Kami menganut prinsip untuk memastikan bahwa seluruh pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya menerima perlakuan yang sama, termasuk peluang yang adil bagi karyawan untuk mendapatkan
promosi karir, pelatihan dan pendidikan, dan akses terhadap informasi.
B. Dugaan Korupsi VLCC
Mantan komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes
Aryawijaya kembali diperiksa penyidik bagian Tindak Pidana Khusus kejaksaan agung sebagai saksi
dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude carrier (VLCC) Pertamina.
Seusai pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan penjualan dua kapal tanker
raksasa Pertamina tahun 2004 itu menjawab, Penjualan tersebut sebenarnya ususlan Direksi Pertamina.
Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. kan kalau tidak dijual perusahaannya bangkrut, kata Roes.
Keputusan menjual VLCC itu melibatkan seluruh direksi dan komisaris Pertamina. Dalam siaran pers
yang dikeluarkan Pusat Penerbangan Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa direksi Pertamina
bersama Komisaris Utama Pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah
melakukan divestasi dua tanker VLCC milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline
dengan harga US$184 juta.
Hal tersebut bertentangan dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 89 Tahun 1991 Pasal 12
ayat 1 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit 7 Juli 2004. Secara terpisah, Jaksa Agung
Henarman Supandji menyatakan bahwa tersangka kasusu dugaan korupsi penjualan VLCC itu ternyata
banyak dari yang semula disebutkan.
C. Kesimpulan
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Konsep ini
menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh
informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan
pengungkapan (disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua
informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate Governance,
yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat komponen tersebut penting
karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang
mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.
Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau penyelenggaraan
pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk bidang politik, ekonomi dan sosial mulai
dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan.
Political governance mengacu pada proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada
proses pembuatan keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan,
penurunan kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa
penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih, efisien, dan
efektif
D. Saran
Untuk mengatasi kejahatan bisnis ekonomi yang terjadi seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi yang telah melahirkan revolusi industry perdagangan, perbankan dan khusunya korporasi,
dalam skala global, sebaiknya semua Negara memperkuat komitmen politiknya untuk lebih
memartabatkan kegiatan ekonomi dan bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat
terwujud. Selain itu perlu juga diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten menjalankan sebuah
misi penting, yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran, penegak hokum, penegak etika dan
peningkatan ras kompetensi secara fair rasional dan berkemanusiaan.
SOAL PERTANYAAN BESERTA JAWABAN
Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang
mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata
kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang
terlibat serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan
adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk
karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat
luas.
8. Keberadaan pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga penunjang pasar modal, Sebutkan
Lembaga-lembaga tersebut :
Jawab :
1. Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan;
2. Bursa Efek;
3. Lembaga Kliring;
4. Investor;
5. Akuntan public;
6. Notaris;
7. Konsultan hukum.
12. Sebutkan Minimal 5 BUMN yang telah bekerja sama dengan BPKP dalam pelaksanaan GCG?
Jawab :
1. BPD DIY
2. BPD Kalbar
3. BPD Kalsel
4. BPD Kaltim
5. BPD Lampung