Anda di halaman 1dari 12

PENYUSUNAN INSTRUMEN VARIABEL LITERASI SAINS

OLEH
FITRI PUJI ASTRIA
I2E 014 007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPA


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MATARAM
2015

VARIABEL LITERASI SAINS

DESKRIPSI TEORI
Pergeseran paradigma pendidikan abad ke-21 yang memberikan penekanan pada
kecakapan hidup (life skills), keterampilan belajar dan berpikir (learning & thinking skills),
literasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (ICT literacy) dan tuntutan abad XXI
berimplikasi pada pergeseran pembelajaran dari pembelajaran yang hanya berfokus pada
penguasaan pengetahuan ke pembelajaran holistik yang berbasis pada keterampilan,
keseimbangan nilai, dan literasi untuk memecahkan masalah kehidupan. Pada konteks
pembelajaran sains/IPA, harus disadari bahwa mata pelajaran sains/IPA tidak dimaksudkan untuk
mengubah setiap siswa menjadi saintis (ilmuwan), karena belum tentu semua siswa memiliki
bekal yang memadai dan memiliki orientasi yang kuat untuk menjadi ilmuwan. Pembelajaran
sains seharusnya lebih diarahkan untuk menumbuhkan literasi sains (science literacy). (Wasis,
2013)

Istilah literasi sains telah digunakan sejak beberapa dekade yang lalu. Istilah literasi
menurut Kintgen biasanya diinterpretasikan sebagai kemampuan membaca dan menulis.
Perpanjangan dari istilah ini sebagai contoh, literasi teknologi, literasi budaya, literasi politik dan
tentu saja literasi sains (Laugksch, 2000). Laugksch lebih lanjut menuturkan bahwa secara umum
terdapat dua karakteristik skema perbedaan definisi dari literasi sains yang bisa diidentifikasi.
Karakter yang pertama berhubungan dengan relativitas dari hakikat konsep literasi sains
sedangkan yang kedua adalah literasi sains yang berhubungan dalam dan dengan masyarakat.
Senada dengan hal tersebut di atas, Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan
bahwa ada dua kelompok utama orang yang memiliki pandangan tentang scientific literacy, yaitu
kelompok science literacy dan kelompok scientific literacy. Kelompok pertama science
literacy memandang bahwa komponen utama literasi sains adalah pemahaman konten sains
yaitu, konsep-konsep dasar sains. Pemahaman kelompok pertama inilah yang banyak dipahami
oleh guru-guru sains saat ini baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kelompok kedua,
scientific literacy, memandang literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen &
Salganik, 2003), yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks
sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada
orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains (Rahayu, 2014).
Literasi sains menurut National Science Education Standards (NSES, 1996) merupakan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep dan proses sains yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan pribadi, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dan budaya, serta
produktivitas ekonomi (Liliasari, 2011). Sedangkan PISA mendefinisikan literasi sains sebagai
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia
(OECD, 2013).
Pengertian yang sedikit berbeda dikembangkan oleh Holbrook dan Rannikmae (2009)
bahwa meningkatkan literasi sains melalui pendidikan sains adalah mengembangkan
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan sains secara kreatif
berlandaskan bukti-bukti yang cukup, khususnya yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan
karir, dalam memecahkan masalah ilmiah yang menantang secara pribadi namun bermakna,
membuat keputusan socio-scientific (sosial-ilmiah) secara bertanggung jawab. Tetapi perlu
diakui juga bahwa untuk meningkatkan literasi diperlukan kemampuan mengembangkan
keterampilan berinteraksi secara kolektif, pengembangan diri dan pendekatan komunikasi yang
sesuai, dan perlunya menunjukkan penalaran yang dapat dimengerti dan persuasif dalam
membuat argumentasi tentang isu-isu sosio-saintifik.
Tingkatan dalam literasi sains dirumuskan oleh Bybee (1997) ke dalam empat tingkatan,
diantaranya nominal, fungsional, konseptual, prosedural dan multidimensional. Pada mulanya
tingakatan literasi sains ini dikembangkan mengacu pada program sekolah sains dan pengajaran,
namun level/tingkatan literasi sains ini juga bisa digunakan dalam menilai pencapaian siswa
dalam pendidikan sains (Soobard dan Rannikmae, 2011). Untuk tujuan penilaian, PISA 2006
mendefinisikan literasi sains bisa digambarkan dan terdiri atas empat aspek yang saling terkait,
diantaranya :
scientific contexts (i.e., life situations involving science and technology); the scientific
competencies (i.e., identifying scientific issues, explaining phenomena scientifically, and
using scientific evidence); the domains of scientific knowledge (i.e., students
understanding of scientific concepts as well as their understanding of the nature of
science); and student attitudes towards science (i.e., interest in science, support for
scientific inquiry, and responsibility toward resources and environments) (Bybee et al,
2009).
Keempat aspek literasi sains dalam PISA 2006 digambarkan dalam bagan berikut ini :
(Bybee, et al 2009)

Tujuan pelaksanaan evaluasi pendidikan oleh OECD melalui PISA adalah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan yang terfokus pada literasi sains, membaca dan matematika (Odja dan Payu,
2014). Sementara itu dalam acuan PISA 2015 terdapat perbedaan dalam kategori scientific
knowledge atau knowledge about science yang dirumuskan secara lebih jelas dan dirangkum
menjadi dua komponen, yaitu pengetahuan prosedural dan pengetahuan secara epistemologi.
Berikut acuan dalam PISA 2015 (OECD, 2013) :

Contexts Personal, local, national and global issues, both current and
historical, which demand some understanding of science and
technology.
Knowledge An understanding of the major facts, concepts and explanatory
theories that form the basis of scientific knowledge. Such
knowledge includes both knowledge of the natural world and
technological artefacts (content knowledge), knowledge of
how such ideas are produced (procedural knowledge) and an
understanding of the underlying rationale for these procedures
and the justification for their use (epistemic knowledge).

Competencies The ability to explain phenomena scientifically, evaluate and


design scientific enquiry, and interpret data and evidence
scientifically.
Attitudes A set of attitudes towards science indicated by an interest in
science and technology; valuing of scientific approaches to
enquiry, where appropriate, and a perception and awareness of
environmental issues.
(OECD, 2013)
Berdasarkan hal di atas, seseorang yang berliterasi sains atau melek sains bersedia
untuk terlibat dalam wacana ilmiah dan teknologi yang membutuhkan kompetensi untuk
(OECD, 2013) :

1.Menjelaskan fenomena ilmiah:


Mengenali, menganjurkan dan mengevaluasi penjelasan berbagai fenomena alam dan teknologi.
2. Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah:
Menjelaskan dan menilai penyelidikan ilmiah dan mengusulkan cara mengatasi pertanyaan
ilmiah.
3. Menafsirkan data dan bukti ilmiah:
Menganalisis dan mengevaluasi data, menyatakan dan memberikan argumen dalam berbagai
representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.

Dengan demikian, kompetensi ilmiah siswa dalam literasi sains yang dapat dilihat dari
aspek pengetahuan maupun sikapnya dapat diukur berdasarkan tiga hal di atas

DEFINISI KONSEPTUAL

Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi


pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia. Kompetensi dalam literasi sains diukur melalui tiga aspek:

1. Menjelaskan fenomena ilmiah : mengenali, menganjurkan dan mengevaluasi berbagai


fenomena alam dan teknologi.

2. Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah : menjelaskan dan menilai penyelidikan


ilmiah dan mengusulkan cara mengatasi pertanyaan ilmiah

3. Menafsirkan data dan bukti ilmiah : menganalisis dan mengevaluasi data, menyatakan dan
memberikan argument dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.

DEFINISI OPERASIONAL

Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi


pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam
melalui aktivitas manusia. Kompetensi dalam literasi sains merupakan skor total yang diukur
menggunakan tes pilihan ganda beralasan melalui tiga aspek berikut :

1. Menjelaskan fenomena ilmiah : mengenali, menganjurkan dan mengevaluasi berbagai


fenomena alam dan teknologi.

2. Mengevaluasi dan merancang penyelidikan ilmiah : menjelaskan dan menilai penyelidikan


ilmiah dan mengusulkan cara mengatasi pertanyaan ilmiah

3. Menafsirkan data dan bukti ilmiah : menganalisis dan mengevaluasi data, menyatakan dan
memberikan argument dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.

KISI-KISI INSTRUMEN

Kompetensi Dasar :
4.3 Menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi serta
kegunaannya
Indikator : Menganalisis dampak pembakaran bahan bakar terhadap lingkungan
Materi Pokok : Minyak bumi

No. Kompetensi Indikator No. butir Jumlah


mengenali, menganjurkan dan
1. Menjelaskan 1, 3 2
mengevaluasi berbagai fenomena
fenomena ilmiah
alam dan teknologi.

menjelaskan dan menilai


2. Mengevaluasi dan 2 1
penyelidikan ilmiah dan
merancang
mengusulkan cara mengatasi
penyelidikan ilmiah
pertanyaan ilmiah
3. Menafsirkan data menganalisis dan mengevaluasi 4 1
dan bukti ilmiah data, menyatakan dan
memberikan argumen dalam
berbagai representasi dan
menarik kesimpulan ilmiah yang
sesuai

Jumlah 4

BUTIR-BUTIR INSTRUMEN

NO. Butir Pertanyaan Jawaban


Kondisi geografis Bandung yang berada di e.gas belerang oksida
1.
daerah cekungan memperparah Pada saat pembakaran minyak bumi,
tingkat polusi. Celakanya hal tersebut belerang yang terdapat di dalamnya
memicu potensi terjadinya hujan asam. juga ikut teroksidasi membentuk
Parahnya hujan asam, bisa dilihat dari oksida belerang. Oksida belerang
rusaknya patung-patung tembaga di meliputi gas belerang dioksidda (SO2)
Bandung. dan gas belerang trioksida (SO3). Gas
Hujan asam merupakan salah satu dampak belerang dioksida (SO2) merupakan
dari pembakaran bahan bakar minyak. gas yang tidak berwarna, berbau
Hal ini disebabkan karena terbentuknya..... sengak dan tajam, berbahaya bagi
a.gas karbon dioksida manusia, dan terdapat 18 % dari total
b.gas karbon monoksida polutan udara. Gas belerang trioksida
c.gas amonia (SO3) merupakan gas yang reaktif. Di
d.gas metana atmosfer, cenderung bereaksi dengan
e.gas belerang oksida uap air membentuk asam sulfat
(H2SO4) yang bersifat korosif. Jika
asam tersebut turun ke bumi bersama
air hujan, terjadi hujan asam.
Gas alam adalah salah satu fraksi minyak
2. d. liquid petroleum gas
bumi. Cara efektif membawa gas alam ke Cara efektif membawa gas alam ke
tempat yang jauh, bahkan diekspor ke tempat yang jauh, bahkan diekspor ke
manca negara sebaiknya dalam bentuk.... mancanegara sebaiknya dalam bentuk
a.polietana cairan atau disebut dengan
b.polietilena elpiji (LPG= Liquified Petroleum Gas)
c.liquified natural gas yakni dengan memampatkan fraksi gas
d.liquified petroleum gas menjadi cairan, sehingga memudahkan
e.liquified propel gas transportasi gas alam tersebut.
Selain itu, jika dalam bentuk gas,
terlalu beresiko sebab gas yang
dikemas dalam tabung bisa
menimbulkan tekanan yang besar dan
apabila sudah berbentuk gas, akan
lebih mudah menguap sebelum di
kemas ke dalam tabung gas, sehingga
gas dikompres sampai berubah wujud
menjadi cair.
Peningkatan CO2 di udara disebabkan oleh e.menyebabkan pemanasan global
3.
banyak hal, diantaranya pembakaran Reaksi pembakaran yang terjadi secara
minyak bumi. Peningkatan gas ini sempurna akan menghasilkan gas
menyebabkan kerugian karena CO2 karbon dioksida (CO2). Adanya karbon
dapat..... dioksida yang berlebihan di atmosfer
a.mengganggu fungsi hemoglobin dapat menimbulkan fenomena yang
b.menimbulkan hujan asam disebut efek rumah kaca (green house
c.mengganggu pernafasan effect). Istilah efek rumah kaca
d.menyebabkan pemanasan global diilhami dari rumah yang terdiri atas
e.memicu pembentukan asbut kaca berwarna hijau untuk
menumbuhkan tumbuh-tumbuhan
dapat dipertahankan agar tetap hidup.
Uap air dan karbon dioksida di
atmosfer berkelakuan sebagai tutup
kaca dan rumah dapat
mempertahankan temperature
permukaan bumi. Karbon dioksida
dapat mengabsorpsi sinar inframerah.
(Di daerah troposfer, H2O lebih
bersifat dominan mengabsorpsi sinar
inframerah dibandingkan CO2.
Namun di daerah atmosfer, CO2 dan
O2 sama-sama merupakan absorben
yang kuat). Bumi dapat memantulkan
energi panas yang diterima dari
matahari. Pantulan panas dari bumi
tersebut dikembalikan oleh gas CO2
ke permukaan bumi. Akibatnya, makin
lama bumi makin panas (pemanasan
global).
Pembakaran bahan bakar yang tidak e.gas karbon monoksida
4.
sempurna akan menghasilkan gas yang Gas karbon monoksida (CO)
dapat meracuni hemoglobin. Gas yang dihasilkan dari pembakaran bahan
dimaksud adalah..... bakar yang tidak sempurna. Salah satu
a.gas karbon dioksida penyebab pembakaran tidak sempurna
b.partikulat timbal adalah kurangnya jumlah oksigen. Hal
c.gas nitrogen oksida ini dapat disebabkan karena udara
d.gas oksida belerang yang tersumbat, dapat juga karena
e.gas karbon monoksida karburator kotor dan setelannya tidak
tepat. Bila masuk ke dalam darah
melalui pernafasan, gas CO bereaksi
dengan hemoglobin dalam darah
membentuk COHb
(karboksihemoglobin). Seperti yang
diketahui, hemoglobin ini seharusnya
bereaksi dengan oksigen menjadi
O2Hb (Oksihemoglobin)

Rubrik penilaian :

No. Skor Rubrik Penilaian


1. 0 Tidak menjawab pertanyaan atau menjawab dengan salah
1 Menjawab benar, tidak disertai alasan
2 Menjawab benar, disertai alasan, tapi tidak terlalu tepat
3 Menjawab dengan benar disertai alasan yang tepat dan
lengkap
2. 0 Tidak menjawab pertanyaan atau menjawab dengan salah
1 Menjawab benar, tidak disertai alasan
2 Menjawab benar, disertai alasan, tapi tidak terlalu tepat
3 Menjawab dengan benar disertai alasan yang tepat dan
lengkap
3. 0 Tidak menjawab pertanyaan atau menjawab dengan salah
1 Menjawab benar, tidak disertai alasan
2 Menjawab benar, disertai alasan, tapi tidak terlalu tepat
3 Menjawab dengan benar disertai alasan yang tepat dan
lengkap
4. 0 Tidak menjawab pertanyaan atau menjawab dengan salah
1 Menjawab benar, tidak disertai alasan
2 Menjawab benar, disertai alasan, tapi tidak terlalu tepat
3 Menjawab dengan benar disertai alasan yang tepat dan
lengkap
REFERENSI

Bybee, R., McCrae, B., Laurie, R. 2009. PISA 2006 : An Assessment of Scientific Literacy.
Journal of Research in Science Teaching. 46(8):865-883.

Holbrook, Jack and Rannikmae, Miia. 2009. The Meaning of Scientific Literacy. International
Journal of Environmental & Science Education. Vol. 4, No. 3, July 2009, 275-288.

Laugksch, Rudiger C.. 2000. Scientific Literacy : A Conceptual Overview. John Willey & Sons,
Inc. CCC 0036-8326/00/010071-24.

Liliasari. 2011. Membangun Masyarakat Melek Sains Berkarakter Bangsa melalui


Pembelajaran. Makalah Seminar Nasional Pendidikan IPA 2011 Unnes. Tersedia di
http://liliasari.staf.upi.edu/files/2011/05/Makalah-Semnas-UNNES-2011.Liliasari.pdf.
Diakses pada 10 November 2015.

Odja, Abdul Haris dan Payu, Citron S.. 2014. Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa
pada Konsep IPA. Prosiding Seminar Nasional Kimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Surabaya. ISBN : 978-602-0951-00-3

OECD. 2013. PISA 2015 Science Framework Draft March 2013. Tersedia di www.oecd.org
(Diakses pada 3 Desember 2014).
Rahayu, Sri. 2014. Menuju Masyarakat Berliterasi Sains: Harapan dan Tantangan Kurikulum
2013. Makalah Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya 2014. Inovasi
Pembelajaran Kimia dan Perkembangan Riset Kimia di Jurusan Kimia FMIPA UM.
(Diakses pada 19 Desember 2015).

Soobard, Regina and Rannikmae, Miaa. 2011. Assessing Students Level of Scientific Literacy
Using Interdisciplinary Scenarios. Science Education International. Vol.22, No.22, June
2011, 133-144.

Wasis. 2013. Merenungkan Kembali Hasil Pembelajaran Sains. Seminar Nasional FMIPA
UNDIKSHA III Tahun 2013.

Anda mungkin juga menyukai