OLEH
FITRI PUJI ASTRIA
I2E 014 007
DESKRIPSI TEORI
Pergeseran paradigma pendidikan abad ke-21 yang memberikan penekanan pada
kecakapan hidup (life skills), keterampilan belajar dan berpikir (learning & thinking skills),
literasi dalam teknologi informasi dan komunikasi (ICT literacy) dan tuntutan abad XXI
berimplikasi pada pergeseran pembelajaran dari pembelajaran yang hanya berfokus pada
penguasaan pengetahuan ke pembelajaran holistik yang berbasis pada keterampilan,
keseimbangan nilai, dan literasi untuk memecahkan masalah kehidupan. Pada konteks
pembelajaran sains/IPA, harus disadari bahwa mata pelajaran sains/IPA tidak dimaksudkan untuk
mengubah setiap siswa menjadi saintis (ilmuwan), karena belum tentu semua siswa memiliki
bekal yang memadai dan memiliki orientasi yang kuat untuk menjadi ilmuwan. Pembelajaran
sains seharusnya lebih diarahkan untuk menumbuhkan literasi sains (science literacy). (Wasis,
2013)
Istilah literasi sains telah digunakan sejak beberapa dekade yang lalu. Istilah literasi
menurut Kintgen biasanya diinterpretasikan sebagai kemampuan membaca dan menulis.
Perpanjangan dari istilah ini sebagai contoh, literasi teknologi, literasi budaya, literasi politik dan
tentu saja literasi sains (Laugksch, 2000). Laugksch lebih lanjut menuturkan bahwa secara umum
terdapat dua karakteristik skema perbedaan definisi dari literasi sains yang bisa diidentifikasi.
Karakter yang pertama berhubungan dengan relativitas dari hakikat konsep literasi sains
sedangkan yang kedua adalah literasi sains yang berhubungan dalam dan dengan masyarakat.
Senada dengan hal tersebut di atas, Holbrook & Rannikmae (2009) menggambarkan
bahwa ada dua kelompok utama orang yang memiliki pandangan tentang scientific literacy, yaitu
kelompok science literacy dan kelompok scientific literacy. Kelompok pertama science
literacy memandang bahwa komponen utama literasi sains adalah pemahaman konten sains
yaitu, konsep-konsep dasar sains. Pemahaman kelompok pertama inilah yang banyak dipahami
oleh guru-guru sains saat ini baik di Indonesia maupun di luar negeri. Kelompok kedua,
scientific literacy, memandang literasi sains searah dengan pengembangan life skills (Rychen &
Salganik, 2003), yaitu pandangan yang mengakui perlunya keterampilan bernalar dalam konteks
sosial dan menekankan bahwa literasi sains diperuntukan bagi semua orang, bukan hanya kepada
orang yang memilih karir dalam bidang sains atau spesialis dalam bidang sains (Rahayu, 2014).
Literasi sains menurut National Science Education Standards (NSES, 1996) merupakan
pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep dan proses sains yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan pribadi, berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dan budaya, serta
produktivitas ekonomi (Liliasari, 2011). Sedangkan PISA mendefinisikan literasi sains sebagai
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta membuat keputusan
berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia
(OECD, 2013).
Pengertian yang sedikit berbeda dikembangkan oleh Holbrook dan Rannikmae (2009)
bahwa meningkatkan literasi sains melalui pendidikan sains adalah mengembangkan
kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan sains secara kreatif
berlandaskan bukti-bukti yang cukup, khususnya yang relevan dengan kehidupan sehari-hari dan
karir, dalam memecahkan masalah ilmiah yang menantang secara pribadi namun bermakna,
membuat keputusan socio-scientific (sosial-ilmiah) secara bertanggung jawab. Tetapi perlu
diakui juga bahwa untuk meningkatkan literasi diperlukan kemampuan mengembangkan
keterampilan berinteraksi secara kolektif, pengembangan diri dan pendekatan komunikasi yang
sesuai, dan perlunya menunjukkan penalaran yang dapat dimengerti dan persuasif dalam
membuat argumentasi tentang isu-isu sosio-saintifik.
Tingkatan dalam literasi sains dirumuskan oleh Bybee (1997) ke dalam empat tingkatan,
diantaranya nominal, fungsional, konseptual, prosedural dan multidimensional. Pada mulanya
tingakatan literasi sains ini dikembangkan mengacu pada program sekolah sains dan pengajaran,
namun level/tingkatan literasi sains ini juga bisa digunakan dalam menilai pencapaian siswa
dalam pendidikan sains (Soobard dan Rannikmae, 2011). Untuk tujuan penilaian, PISA 2006
mendefinisikan literasi sains bisa digambarkan dan terdiri atas empat aspek yang saling terkait,
diantaranya :
scientific contexts (i.e., life situations involving science and technology); the scientific
competencies (i.e., identifying scientific issues, explaining phenomena scientifically, and
using scientific evidence); the domains of scientific knowledge (i.e., students
understanding of scientific concepts as well as their understanding of the nature of
science); and student attitudes towards science (i.e., interest in science, support for
scientific inquiry, and responsibility toward resources and environments) (Bybee et al,
2009).
Keempat aspek literasi sains dalam PISA 2006 digambarkan dalam bagan berikut ini :
(Bybee, et al 2009)
Tujuan pelaksanaan evaluasi pendidikan oleh OECD melalui PISA adalah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan yang terfokus pada literasi sains, membaca dan matematika (Odja dan Payu,
2014). Sementara itu dalam acuan PISA 2015 terdapat perbedaan dalam kategori scientific
knowledge atau knowledge about science yang dirumuskan secara lebih jelas dan dirangkum
menjadi dua komponen, yaitu pengetahuan prosedural dan pengetahuan secara epistemologi.
Berikut acuan dalam PISA 2015 (OECD, 2013) :
Contexts Personal, local, national and global issues, both current and
historical, which demand some understanding of science and
technology.
Knowledge An understanding of the major facts, concepts and explanatory
theories that form the basis of scientific knowledge. Such
knowledge includes both knowledge of the natural world and
technological artefacts (content knowledge), knowledge of
how such ideas are produced (procedural knowledge) and an
understanding of the underlying rationale for these procedures
and the justification for their use (epistemic knowledge).
Dengan demikian, kompetensi ilmiah siswa dalam literasi sains yang dapat dilihat dari
aspek pengetahuan maupun sikapnya dapat diukur berdasarkan tiga hal di atas
DEFINISI KONSEPTUAL
3. Menafsirkan data dan bukti ilmiah : menganalisis dan mengevaluasi data, menyatakan dan
memberikan argument dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.
DEFINISI OPERASIONAL
3. Menafsirkan data dan bukti ilmiah : menganalisis dan mengevaluasi data, menyatakan dan
memberikan argument dalam berbagai representasi dan menarik kesimpulan ilmiah yang sesuai.
KISI-KISI INSTRUMEN
Kompetensi Dasar :
4.3 Menjelaskan proses pembentukan dan teknik pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi serta
kegunaannya
Indikator : Menganalisis dampak pembakaran bahan bakar terhadap lingkungan
Materi Pokok : Minyak bumi
Jumlah 4
BUTIR-BUTIR INSTRUMEN
Rubrik penilaian :
Bybee, R., McCrae, B., Laurie, R. 2009. PISA 2006 : An Assessment of Scientific Literacy.
Journal of Research in Science Teaching. 46(8):865-883.
Holbrook, Jack and Rannikmae, Miia. 2009. The Meaning of Scientific Literacy. International
Journal of Environmental & Science Education. Vol. 4, No. 3, July 2009, 275-288.
Laugksch, Rudiger C.. 2000. Scientific Literacy : A Conceptual Overview. John Willey & Sons,
Inc. CCC 0036-8326/00/010071-24.
Odja, Abdul Haris dan Payu, Citron S.. 2014. Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa
pada Konsep IPA. Prosiding Seminar Nasional Kimia Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Surabaya. ISBN : 978-602-0951-00-3
OECD. 2013. PISA 2015 Science Framework Draft March 2013. Tersedia di www.oecd.org
(Diakses pada 3 Desember 2014).
Rahayu, Sri. 2014. Menuju Masyarakat Berliterasi Sains: Harapan dan Tantangan Kurikulum
2013. Makalah Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya 2014. Inovasi
Pembelajaran Kimia dan Perkembangan Riset Kimia di Jurusan Kimia FMIPA UM.
(Diakses pada 19 Desember 2015).
Soobard, Regina and Rannikmae, Miaa. 2011. Assessing Students Level of Scientific Literacy
Using Interdisciplinary Scenarios. Science Education International. Vol.22, No.22, June
2011, 133-144.
Wasis. 2013. Merenungkan Kembali Hasil Pembelajaran Sains. Seminar Nasional FMIPA
UNDIKSHA III Tahun 2013.