Allah telah memberikan batasan tentang pembicaraan agar arahan pembicaran kita
bermanfaat dan berdampak terhadap sesama, sebagaimana firman-Nya:
???? ?????? ??? ??????? ???? ???????????? ?????? ???? ?????? ?????????? ???? ??????
??? ???? ????????? ?????? ???????? ? ????? ???????? ??????? ?????????? ????????? ??
????? ???????? ????????? ??????? ???????? ?????
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi shodaqoh atau berbuat maruf atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar. (Annisa: 114)
Hasan Al Bashri semasa mudanya pernah merayu seorang wanita cantik di tempat sepi,
perempuan itu menegur, Apakah engkau tidak malu? Hasan Al Bashri menoleh ke kanan
dan ke kiri, lalu mengawasi pula sekelilingnya, setelah ia yakin di tempat itu
hanya ada mereka berdua, dan tidak terlihat siapapun, Hasan Al Bashri bertanya,
Malu kepada siapa? Di sini tidak ada orang lain yang menyaksikan perbuatan kita.
Wanita itu menjawab, Malu kepada Dzat yang mengetahui khianatnya mata dan apa
yang disembunyikan di dalam hati
Lemas sekujur tubuh Hasan Al Bashri. Ia menggigil ketakutan hanya karena jawaban
sederhana itu, sehingga ia bertobat tidak ingin mengulangi perbuatan jeleknya lagi.
Karena itulah Rasulullah saw. mengingatkan, Barang siapa yang beriman kepada Allah
dan hari kiamat, ucapkanlah yang bermanfaat, atau lebih baik diam saja.
Tidak dinafikan debat merupakan salah satu uslub (cara) yang sangat efektif dan
berkesan dalam menyebarkan Islam, dakwah dan kebenaran, tetapi ia adalah langkah
ketiga dan terakhir, yaitu setelah terjadi kebuntuan dimana pendekatan dengan
hikmah dan nasihat/pengajaran yang baik tidak berhasil. Itupun dilangsungkan dengan
akhlak dan adab yang tinggi.
Allah berfirman:
????? ?????? ??????? ??????? ????????????? ??????????????? ??????????? ? ??????????
?? ????????? ???? ???????? ? ????? ??????? ???? ???????? ????? ????? ??? ?????????
? ?????? ???????? ???????????????? ?????
Serulah ke jalan Tuhanmu wahai Muhammad dengan hikmat kebijaksanaan dan nasihat
pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang lebih baik
(Al-Nahl: 125).
Ayat di atas meletakkan debat pada tempat terakhir, yaitu selepas pendekatan hikmah
dan nasihat yang baik. Debat menjadi langkah terakhir, bukan karena kurang berkesan
atau tidak ada faedahnya, tetapi karena kesukaran mematuhi aturan, akhlak, adab-
adabnya.
Debat selalu dirusak oleh tidak adanya ikhlas antara dua kubu yang terkait.
Pendebat selalu menginginkan kemenangan sekalipun ia tidak mempunyai hujjah.
Pendebat tidak bersedia mengalah, sekalipun ternyata ia berada pada pihak yang
salah. Pendebat akan memilih untuk berkata ya apabila lawan berkata tidak dan
berkata tidak apabila lawan berkata ya.
Debat selalu dikuasai oleh pihak yang handal bercakap, sekalipun tidak berisi.
Keadaannya bagaikan dua pasukan pemain sepak bola yang masing-masing mempunyai
suporter yang tidak pernah mengaku kalah sekalipun tidak pernah bermain. Kalaupun
ada yang mengaku, tetapi hanya dalam gelanggang, di luar belum tentu. Begitulah
debat yang tidak berakhlak dan biasa kita saksikan.
Etika debat yang perlu dipatuhi untuk menghasilkan natijah yang baik bahkan
sekaligus debat disifatkan sebagai terbaik ialah:
Hindari penggunaan bahasa yang rendah, tindakan yang kasar dan tidak menghormati
pemikiran lawan. Jika perlu, adakan penengah untuk menengahi perjalanan debat.
Penengah perlu diberi hak memberi kartu kuning atau merah, bahkan menskor
pendebat yang melanggar disiplin debat dan aturan.
Hendaklah lebih banyak mencari titik persamaan antara kedua belah pihak. Kurangi
usaha mencari titik perbedaan. Lebih banyak persamaan yang ditemui, lebih banyak
hasil yang diperoleh. Arahkan sepenuhnya kepada titik-titik persamaan.
Debat Alquran yang berlangsung antara Nabi Muhammad s.a.w. dengan Yahudi dan
Nashara bahkan dengan kaum musyrikin menjadi contoh untuk dipelajari, disiplin,
akhlak dan etikanya. Dikemukakan di sini debat antara Nabi dengan musyrikin dalam
ayat 24-26 surah Saba yang bermaksud; Allah berfirman:
???? ??? ??????????? ????? ????????????? ??????????? ? ???? ??????? ? ???????? ????
?????????? ???????? ????? ???? ??? ??????? ???????? ???? ??? ???? ??????????? ?????
? ??????????? ????? ???????? ?????? ??????????? ???? ???? ???????? ????????? ??????
?? ????? ???????? ????????? ?????????? ?????? ??????????? ?????????? ????
Bertanyalah wahai Muhammad, siapa yang memberi rezeki kepada kamu dari langit dan
bumi? Terangkanlah jawabnya ialah Allah. Sesungguhnya tiap-tiap satu golongan, sama
ada kami atau kamu tetap di atas hidayat atau tenggelam dalam kesesatan.
Katakanlah: Tuhan akan menghimpunkan kita semua pada hari kiamat, kemudian akan
menyelesaikan krisis di antara kita dengan penyelesaian yang benar.
Debat nabi-nabi jelas beretika dan halus budi bahasanya. Setiap patah kata dalam
ungkapannya dapat menjadi contoh bagi para dai yang mencintai kebenaran. Tetapi
sayang, sebagian pendebat sekarang banyak menyimpang jauh dari panduan nabi-nabi,
mereka berdebat seolah-olah berperang. Segala isu yang muncul dalam dakwah, besar
kemungkinan ada persamaannya dalam politik.
e)Al-Khushumah istifa-ulhaq (Banyak omong yang berlebih-lebihan ingin mendapatkan
haknya).
Mulutmu harimaumu. Pepatah ini mengingatkan kita agar lebih hati-hati dalam berucap
dan mengeluarkan pernyataan. Bahwa sumber dari segala bencana di dunia ini bukan
pada bencana alam, letusan gunung berapi, banjir, ataupun gempa bumi, melainkan
bersumber pada mulut kita sendiri.
Rasulullah saw bersabda: Orang yang amat dibenci di sisi Allah adalah orang yang
banyak omong. (al hadits)
Menurut ilmu kedokteran, dalam tubuh manusia terdapat banyak lubang, tetapi di
antara lubang-lubang itu, hanya lubang mulut yang paling banyak mengandung virus.
Ada lubang telinga, lubang hidung, bahkan lubang saluran pembuangan kotoran, tetapi
semua itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan lubang mulut. Mulut manusia
memang berbisa.
Secara lahiriyah mulut manusia itu mengandung banyak virus, terlebih secara
batiniah. Itulah sebabnya, ketika Rasulullah didatangi seseorang yang hendak
menanyakan tentang Islam dengan satu pertanyaan yang tidak perlu dan disusul dengan
pertanyaan lainnya, maka Rasulullah memberi jawaban singkat:
???? ??????? ??????? ????? ?????????
Katakanlah aku beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah. Sahabat tersebut
bertanya, dengan cara apa kami memeliharanya? Rasulullah memberi isyarat kepada
lisannya.
f)Al Mizaah (Bercanda dan senda gurau)
Rasullullah acapkali bercanda. Rasullullah saw. Bersabda:
?????? ??????? ?????????? ????? ???????? ?????? ??????
Sesungguhnya saya (Nabi Muhammad saw) suka bersendagurau dan saya tidak akan
mengatakan kecuali yang benar-benar.
Seperti kisah Rasullullah bersama seorang nenek yang menanyakan apakah si dia
(nenek) akan masuk surga. Dan dijawab Rasul saw, bahwa hanya orang muda saja
penghuni syurga. Si nenek pun terkejut, dan akhirnya Rasullullah menerangkan bahwa
biarpun orang tua akan menjadi muda kembali bila masuk surga.
Rasullullah saw. Bersabda: Sesungguhnya engkau (hai ibu tua) tidak lagi berupa
seorang tua-bangka pada waktu itu (yakni setelah masuk syurga). Karena Allah Taala
berfirman: Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan
langsung . Maksudnya: tanpa melalui kelahiran dan langsung menjadi gadis. Dan
Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan
Pada hadits tersebut dan hadits-hadits yang lain, banyak menceritakan bagaimana
Rasullullah saw. bercanda, dan sesungguhnya bercanda yang benar saja yang
diperbolehkan. Beberapa dai banyak yang menggunakan banyolan-banyolan dalam
penyampaian dakwahnya, terkadang sudah keterlaluan. Padahal Islam adalah agama yang
serius, bukan dijadikan bahan tertawaan. Masyarakat yang mendengar dai-dai ini
berbanyol, hanya mendapatkan ketawanya saja, sedangkan ilmunya hilang terbawa gelak
tawanya. Dan sesungguhnya Allah sangat murka pada sesuatu yang berlebihan, termasuk
tertawa. Padahal dalam suatu hadits yang menyebutkan bahwa sesungguhnya bercanda
itu menyempitkan hati. Di hadist tsb, menerangkan bahwa Rasullulllah tak pernah
terlihat palate (langit-langit tenggorokan)-nya bila beliau sedang ketawa, hanya
senyuman-lah yang selalu menghiasi pribadi beliau saw.
g) Bidzaatul lisan wal qoulul faahisy was-sab (Ungkapan yang menyakitkan
/nyelekit)
Secara sadar atau tidak banyak kita jumpai perkataan yang menjurus kepada mencaci,
menghina, merendahkan, mengejek dan mempermainkan nama Allah, sifat-sifat-Nya,
rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, ayat-ayat-Nya dan hukum-hukum-Nya serta hukum-
hukum yang diterangkan oleh rasul-Nya. Dan juga perkataan yang menolak, menafikan
dan mengingkari segala perkara dari alim ulama dimana semua orang tahu bahwa
perkara itu dari agama.
Mislanya seperti katanya mengenai mana-mana hukum Islam:
Hukum apa ini?
Hukum ini sudah usang.
Zaman sekarang tidak pantas diharamkan riba karena menghalangi kemajuan.
Dalam zaman yang serba maju ini kaum wanita tak perlu dibungkus-bungkus.
Berzina jikalau suka sama suka apalah haramnya?
Minum arak kalau dengan tujuan hendak menyehatkan badan untuk beribadat apalah
salahnya?
Berjudi kalau masing-masing sudah rela menerima untung ruginya apa salahnya?
Kalau diberlakukan hukum-hukum Islam sampai kiamat kita tak maju-maju.
Ini perbuatan tidak beradab diceritakan bahwa Nabi Muhammad saw. setelah makan:
menjilat sisa makanan di jarinya.
Untuk itu Imam Al Bashri mengemukakan bahwa lidah orang berakal itu terletak di
belakang akalnya. Jika ia hendak berkata, dipikirkannya lebih dahulu. Kalau
perkataan itu kira-kira bakal bermanfaat baginya, ia akan mengucapkannya,. Kalau
dirasakannya akan membahayakan dirinya, ia memilih diam. Sedangkan hati orang dungu
terletak di belakang lidahnya. Jika ia mau berkata, langsung saja diucapkannya.
Apalagi mengatakan yang tidak pernah dikerjakan, dan membungkus keburukan hati dan
keculasan perangai dengan ucapan indah yang berbunga-bunga. Barangkali manusia
dapat dikelabui, tetapi apakah Allah swt. dapat ditipu?
h)Al Lanu (Melaknat, walaupun binatang atau benda, apatah lagi manusia)
Akhir-akhir ini kebiasaan melaknat (mengutuk) banyak merebak di tengah-tengah
masyarakat, baik yang tua maupun yang muda, laki-laki maupun wanita, dewasa maupun
anak-anak, sehingga didapati seseorang melaknat anaknya, saudaranya, tetangganya,
bahkan melaknat kedua orang tuanya dengan mengatakan, Terlaknatlah kedua orang
tuaku atau terlaknatlah ibuku, aku akan melakukan ini dan ini (seperti terkutuk
bapakku jika aku tidak melakukan ini dan ini). Biasanya dipakai untuk mengancam
atau menantang.
Tidak diragukan lagi ucapan seperti itu adalah ucapan keji dan mungkar yang tidak
mendatangkan ridha Allah , seperti dalam firman-Nya:
????? ??????? ???????????????? ????
Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (al-Fajr: 14)
Dan firman Allah:
????? ??????????? ????????? ??????? ???? ???????? ? ????? ???????????? ??????? ????
?????? ?
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
lebih baik, sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. (Al-
Isra: 53)
Dan beberapa hadits Nabi yang melarang hal tersebut di antaranya: Hadits Abu Dawud
Tsabit bin ad-Dhahak berbunyi: Melaknat seorang mukmin adalah seperti
membunuhnya. (Mutafaqun alaihi)
Hadits dari Abu Hurairah berbunyi: Tidak pantas bagi seorang shiddiq (orang yang
mengikuti kebenaran) menjadi tukang laknat. (HR Muslim)
Dan Hadits dari Abu Darda berbunyi: Tukang-tukang laknat tidak akan menjadi
pemberi syafaat dan pemberi kesaksian pada hari kiamat. (HR Muslim)
Hadits Abdullah bin Masud berbunyi: Seorang mukmin bukanlah tukang cela dan
tukang laknat dan bukanlah orang yang suka berkata keji lagi kotor. (HR
Tirmidzi) ; Hadits ini dicantumkan oleh Syaikh al-Albani di dalam kitab beliau
Shahih Jami Tirmidzi no 610 dan Silsilah Hadits Shahih no 320
Di dalam Silsilah Hadits Shahih tercantum sebuah hadits yang berbunyi: Apabila
sebuah laknat terucap dari mulut seseorang, maka ia (laknat itu) akan mencari
sasarannya. Jika ia tidak menemukan jalan menuju sasarannya, maka ia akan kembali
kepada orang yang mengucapkannya.
Hakikat laknat adalah menjauhkan sesuatu dari rahmat Allah. Seseorang yang melaknat
berarti telah menyatakan bahwa sesuatu telah dijauhkan dari rahmat Allah, padahal
itu termasuk perkara gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah Maka
perbuatan seperti ini termasuk berdusta dan mengada-ada atas nama Allah Dalam
sebuah hadits dari Abu Hurairah ia berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda,
Dahulu kala ada dua orang Bani Israil yang bersaudara. Salah seorang di antara
keduanya sering berbuat dosa, sedangkan yang lain tekun beribadah. Yang tekun
beribadah selalu mendapati saudaranya berbuat dosa, ia berkata, Tahanlah dirimu
dari perbuatan dosa! Pada suatu hari, ia melihat hal serupa, ia berkata, Tahanlah
dirimu. Saudaranya berkata, Biarkan aku bersama Rabbku! Apakah engkau diutus
sebagai pengawasku? Maka ia pun berkata kepada saudaranya tersebut, Demi Allah,
Allah tidak akan mengampunimu atau demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke
dalam surga. Kemudian ruh keduanya dicabut, lalu bertemu kembali di hadapan Allah
Rabbul Alamin. Allah berkata kepada yang tekun beribadah, Apakah engkau
mengetahui tentang Aku? Atau apakah engkau berkuasa atas apa yang ada ditangan-Ku?
Kemudian Allah berkata kepada saudaranya, Masuklah ke dalam surga dengan rahmat-
Ku. Dan Allah berkata kepadanya, Seret ia ke neraka!'
Abu Hurairah berkata, Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, orang tersebut
telah mengatakan sebuah kalimat yang menghancurkan dunia dan akhiratnya. (HR Abu
Dawud dengan sanad hasan) Cobalah perhatikan kalimat yang diucapkan oleh seorang
ahli ibadah tadi ternyata lebih besar daripada dosa yang dilakukan saudaranya,
karena ia berani bersumpah atas nama Allah. Hanya Allah sajalah yang dimintai
pertolongan-Nya. Merupakan musibah besar jika seseorang berani melaknat ibunya.
Para sahabat sempat menganggap mustahil perbuatan seperti itu, lalu Rasulullah
menjelaskan maksudnya kepada mereka, yaitu dengan mencela ayah ibu orang lain
hingga orang tersebut mencaci ayah ibunya.(Muttafaqun alaihi)
i)Al Ghina wasy-syir (Bernyanyi dan bersyair)
Allah berfirman:
?????? ???????? ??? ????????? ?????? ?????????? ????????? ??? ??????? ??????? ?????
??? ?????? ?????????????? ??????? ?
Dan di antara manusia (ada) yang mempergunakan lahwul hadits untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan
olok-olokan. (Luqman: 6)
Mengenai ayat ini Ibnu Abbas ra berkata bahwa Lahwal hadist dalam ayat ini berarti
Nyanyian. Ibnu Masud r.a menerangkan bahwa Lahwal hadist itu adalah al-Ghina
(nyanyian).
Allah berfirman:
???????? ?????? ?????????? ??????????? ???? ????????????? ????? ????????? ????
Maka apakah kamu merasa heran dengan pemberitaan ini dan kamu mentertawakan dan
tidak menangis sedang kamu bernyanyi-nyanyi. (An-Najm: 59-60)
Kata Ikrimah r.a dari Ibnu Abbas r.a bahwa kata As-Sumud dalam akhir ayat ini
berarti Al-Ghina menurut dialek Himyar. Dia menambahkan bahwa jika mendengar
Alquran dibacakan, mereka bernyanyi-nyanyi, maka turunlah ayat ini.
Dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari sahabat Abi Amir dan Abi
Malik Al Asyari Rasulullah saw bersabda: Akan muncul dari kalangan ummatku
sekelompok orang yang menghalalkan farj (perzinahan), sutera, khamar dan alat-alat
musik. (lihat Fatul Bari, 10/51).
Nyanyian dan musik merupakan dua pintu yang dilalui setan untuk merusak hati dan
jiwa. Kaitannya dengan hal itu, Imam Al-Hafiz Ibnu Qayyim al-Jauziyyah berkata:
Diantara tipu daya setan musuh Allah dan diantara jerat yang dipasangnya untuk
orang yang sedikit ilmu, akal dan agamanya, sehingga orang yang bersangkutan
tersebut terjebak kedalamnya untuk mendengarkan kidung dan nyanyian yang diiringi
musik yang diharamkan. Satu hal yang mengherankan adalah sebagian manusia yang
mengaku memiliki konsentrasi untuk ibadah justru telah menjadikan nyanyian, tarian
dan lagu-lagu lain sebagai wahana untuk beribadah sehingga mereka meninggalkan
Alquran.