Penanggung Jawab:
Ir. Yun Insiani, M.Sc.
Direktur Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Tim Penyusun:
t "TFQ4FUJBXBO
41U
.4D
Kasie. Pertambangan Energi Minyak dan Gas
t :BTJO)FSNBOTZBI
45
.4J
Kasie. Pengembangan
t .VMJBOJ
41J
.4J
Kasie. Kategorisasi
t "JTZBI4ZBGFJ
45
.,,,
Kasie. Penghapusan
t 4BSEJOP
KaSubbag Tata Usaha
t 'Jm%XJ1SBUJXJ
.4J
Tim Editor:
t %ST1VSXBTUP4BSPQSBZPHJ
.4D
KaSubdit. Penerapan Konvensi B3
t %SB-JFT,VTVNBTUVUJ
.4J
KaSubdit. Pengendalian B3
t *S3JB3PTNBZBOJ%BNPQPMJJ
.4J
KaSubdit. Inventarisasi Penggunaan B3
t &EXBSE/JYPO1BLQBIBO
45
.4D
1I%
KaSubdit. Penanganan B3
B B U K U TA H U N A N 2 015
DAFTAR
ISI
I. PENDAHULUAN
a. Kata Pengantar, 3
“Salam Hangat”
b. Struktur Organisasi, 5
“The ‘A’ Team”
c. Mengenai Direktorat Pengelolaan B3, 7
“Inilah Kami”
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 1
2 B U K U TA H U N A N 2 015
SALAM
)"/("5
Tahun 2015 telah kami lalui dengan bekerja keras untuk mengejar perbaikan
lingkungan hidup melalui pengembangan sistem pengelolaan bahan
berbahaya dan beracun (B3) yang aman. Dengan harapan risiko terjadinya
dampak negatif dari B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan, dan
kelangsungan hidup manusia serta makhluk lain pun dapat diperkecil. Dalam
mewujudkan hal tersebut, berbagai kendala harus kami lalui. Namun, berbagai
terobosan dilakukan oleh keempat sub direktorat kami agar sasaran dan target
kerja Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat tercapai.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pejabat dan staf
Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) atas dukungan
dan kerja samanya dalam pencapaian dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
direktorat ini. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuk dan arahannya
serta meridhoi usaha-usaha yang telah dilaksanakan. Amin.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 3
Kerja sama yang kuat dan
selaras untuk mencapai
hasil yang optimal.
4 B U K U TA H U N A N 2 015
THE
A" TEAM
Ir. Yun Insiani, M.Sc.
Direktur Pengelolaan B3
DIRE K TOR AT
PE NG E LOL A AN BAHAN
BE RBAHAYA DAN
BE R ACU N
SE K SI
SE K SI M AN U FAK TU R SE K SI
SE K SI E VALUA SI
K ATEGORISA SI JA SA KESE HATAN PE M BATA SAN
PE RTANIAN
KE LOM POK SE K SI
SE K SI SE K SI
SE K SI VE RIVIK A SI JABATAN PE RTA M BANGAN
PE NG EM BANGAN PE NG HAPUSAN
FU NGSIONAL MINYAK DAN GA S
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 5
Berkomitmen melindungi
kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
6 B U K U TA H U N A N 2 015
INILAH KAMI
SIAP MENJAWAB
5"/5"/("/(-0#"-
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 7
INILAH KAMI
DEMI PEMBANGUNAN
#&3,&-"/+65"/
Kementerian Negara Lingkungan Hidup dan Kehutanan memiliki visi mewujudkan perbaikan
kualitas fungsi lingkungan hidup dan kehutanan dengan menjadikan Kementerian Negara
Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai institusi yang andal dan proaktif, serta berperan dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, dengan menekankan pada ekonomi hijau. Mengacu
pada tugas pokok dan latar belakang Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),
serta mencermati fenomena yang ada, maka kami memiliki visi dan misi sebagai berikut:
MISI 1. Mendorong penerapan siklus daur hidup (life cycle analysis) dalam pengelolaan B3
2. Melaksanakan administras, pemantauan, dan pengawasan pengelolaan B3 dengan
menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, transparansi, adil, dan
bertanggung jawab
3. Melaksanakan aliansi strategis dengan para pemangku kepentingan (stakeholders)
dalam pengelolaan B3
4. Mendorong penguatan kapasitas serta sistem informasi tata kelola B3 yang efisien
dan efektif
5. Berperan aktif dalam kerjasama dan perjanjian internasional dengan mengutamakan
kepentingan nasional
'6/(4* Visi dan misi tersebut merupakan perwujudan dari fungsi-fungsi Direktorat Pengelolaan Bahan
Berbahaya dan Beracun, yaitu:
1. Penyiapan perumusan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi
penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun,
2. Penyiapan pelaksanaan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi
penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun,
3. Penyiapan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan kebijakan penerapan konvensi, pengendalian,
inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun,
4. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria penerapan konvensi, pengendalian,
inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun,
5. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi pelaksanaan bimbingan teknis penerapan konvensi,
pengendalian, inventarisasi penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya
dan beracun,
6. Supervisi atas pelaksanaan urusan penerapan konvensi, pengendalian, inventarisasi
penggunaan, pemantauan, dan penanganan bahan berbahaya dan beracun,
7. Pelaksanaan adminitrasi direktorat.
8 B U K U TA H U N A N 2 015
INILAH KAMI
SASARAN
453"5&(*4
Dalam upaya pencapaian visi dan pelaksanaan misinya, setiap pelaksanaan program
dan kegiatan Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mengacu
pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 – 2019 dan
Renstra Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3). Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan
dengan berkurangnya risiko akibat paparan B3.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Direktorat Pengelolaan Bahan Berbahaya dan
Beracun memiliki 6 (enam) sasaran strategis sebagai berikut:
1 4
Pengembangan kebijakan dan Pengembangan sistem informasi
peraturan di bidang pengelolaan B3 tata kelola B3
2 5
Peningkatan kapasitas dan
pengawasan pengelolaan B3 bimbingan teknis pengelolaan B3
3 6
Kajian dan pengembangan Implementasi konvensi dan
teknologi pengelolaan B3 kerja sama luar negeri pengelolaan B3
1 2 3 4
TARGET! Terkelolanya bahan berbahaya dan beracun (B3) sebesar
KVUBUPO
dan terus meningkat setiap tahunnya
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 9
2015 DALAM ANGKA
PENGEMBANGAN
KEBIJAKAN
4 %PLVNFO
,FCJKBLBO
t %PLVNFO,BKJBO1FNVUBLIJSBO
Konsep Pengaturan RPP B3
3 Draft
1FEPNBO
t Draft SOP (standard operating
procedure) dan Pedoman Teknis
t Draft revisi Peraturan Pemerintah Pembatasan B3
No. 74 Tahun 2001 tentang t Draft PCBs (polychlorinated
Pengelolaan B3 biphenyls) Official Guidance
t Draft Mekanisme Pengelolaan t Draft Instrumen Ekonomi dan
Merkuri Pada Penambangan Emas Skema Insentif
Skala Kecil (PESK) di Indonesia
t Draft Konsep NIP (National
Implementation Plan) Pengurangan
dan Penghapusan Merkuri
PENCAPAIAN
DAN EVALUASI 5&36,63
REGISTRASI B3
10 B U K U TA H U N A N 2 015
2015 DALAM ANGKA
UNTUK KINERJA
YANG LEBIH BAIK
UPAYA PENGHAPUSAN MERKURI KEGIATAN PENGHAPUSAN PCBS
33 penambang rakyat dari 33 provinsi telah t Feasibility Study Fasilitas Pemusnahan PCBs,
menandatangani Deklarasi “Bebas Merkuri Menuju t -PLBLBSZB,FCJKBLBO1FOBOHBOBO1$#TEJ*OEPOFTJB
Formalisasi Penambangan Emas Skala Kecil (PESK)” t Training of Trainer (TOT) mengenai Analisis dan
Inventori PCB
Kajian dampak merkuri terhadap kesehatan dan t 1FOZVTVOBOdraft Instrumen Ekonomi dan
lingkungan dilakukan di 2 lokasi, yaitu ,BCVQBUFO Skema Insentif, dan pembangunan website
#BOZVNBT dan -FCBL. pcbfreeIndonesia.com
t *NQMFNFOUBTJ,POWFOTJ4UPDLIPMN
KERJA SAMA DAN t *NQMFNFOUBTJ,POWFOTJ3PUUFSEBN
PERAN AKTIF DI t
t
,POWFOTJ.JOBNBUBUFOUBOHNFSLVSJ
Strategic Approach to International Chemicals Management (SAICM)
TINGKAT GLOBAL t ,FSKB TBNB CJMBUFSBM MBJOOZB UFSLBJU EFOHBO QFOHFMPMBBO CBIBO LJNJB TFQFSUJ
kerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup Jepang dan KEMI Swedia
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 11
KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3
FONDASI KUAT
UNTUK
)"4*-015*."-
Di tahun lalu, Direktorat Pengelolaan pengelolaan B3. Tujuannya tentu adalah agar
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) telah kita memiliki landasan kebijakan dan peraturan
melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang tepat, kuat, dan akomodatif terhadap
terkait penyusunan kebijakan dan peraturan kebutuhan pengelolaan B3 yang optimal.
Langkah
awal untuk
Penyusunan Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3
mendukung Penyusunan kajian ini merupakan bagian dari proses revisi PP No. 74 Tahun 2001 tentang
kebutuhan Pengelolaan B3. Melibatkan beberapa pakar, topik-topik utama yang dibahas dalam penyusunan
pengelolaan B3
Kajian Pemutakhiran Konsep Pengaturan RPP B3 adalah sebagai berikut:
dengan tepat
1. Perlu ditetapkan definisi untuk setiap siklus pengelolaan B3 seperti siklus yang tercantum
dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Pasal 58. Undang-undang tersebut mengatakan, “Setiap orang yang memasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan,
menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib
melakukan pengelolaan B3”,
3. Pendefinisian B3 untuk dicantumkan dalam RPP Pengelolaan B3. Definisi B3 adalah bahan
kimia, baik berupa senyawa tunggal, senyawa campuran, preparat, dan/atau senyawa kimia
yang terdapat dalam produk. Karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak langsung, bahan kimia tersebut dapat mencemarkan dan/atau
merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta
kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya.
#BIBO,JNJB t Bahan kimia yang berbahaya secara fisik (eksplosif, mudah menyala, oksidator, swa-panas, swa-
#FSCBIBZB reaktif, piroforik, bertekanan, dan korosif ), belum tentu memiliki bahaya racun jika berada dalam
konsentrasi rendah. Sehingga, definisi bahan kimia berbahaya yang tidak beracun di sini adalah
bahan kimia yang memiliki bahaya fisik, tetapi tidak termasuk dalam bahan kimia yang berpotensi
meracuni kesehatan manusia dan meracuni lingkungan hidup.
12 B U K U TA H U N A N 2 015
KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3
6. Materi muatan (ruang lingkup pengelolaan B3), yaitu bentuk B3 yang akan diatur
dalam PP adalah senyawa tunggal, mixture, preparat, dan chemical in product.
Perlu penjelasan lebih terperinci mengenai definisi dan pengaturan tentang
preparat dan chemical in product.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 13
KEBIJAKAN DAN PERATURAN PENGELOLAAN B3
14 B U K U TA H U N A N 2 015
SISTEM INFORMASI TATA KELOLA B3
IUUQTJCQPQNFOMIL
HPJE
XXXQDCGSFFJOEPOFTJB
DPN
TERBUKA
DAN
5&3*/5&(3"4*
Sigap Dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Portal ini ditujukan sebagai portal informasi
dan edukasi bagi publik (masyarakat Indonesia
menjawab Hidup, ada satu pasal yang mengatur mengenai dan dunia internasional) tentang kegiatan
tantangan Sistem Informasi, yaitu Pasal 62. Disebutkan
dalam Pasal tersebut, “Pemerintah dan
penggunaan dan penanganan bahan beracun
berbahaya (B3) dan POPs di Indonesia.
global dan pemerintah daerah mengembangkan sistem Harapannya, portal ini bisa mendukung
informasi lingkungan hidup untuk mendukung penyediaan data dan informasi B3 dan POPs
meningkatkan pelaksanaan dan pengembangan kebijakan nasional.
efisiensi perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup. Sistem informasi lingkungan hidup
Sementara itu, kami juga membangun situs
XXXQDCGSFFJOEPOFTJBDPN yang ditujukan
dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi sebagai medium penyediaan informasi terkait
dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat”. kebijakan, aktivitas, serta kontribusi berbagai
Hal serupa juga dibahas dalam UU No. 19 pihak untuk mengelola penyimpanan,
Tahun 2009 yang merupakan Pengesahan distribusi, dan pemusnahan PCBs. Dengan
Konvensi Stockholm mengenai bahan begitu, kami memiliki sistem informasi tata
pencemar organik yang persisten, UU No. kelola B3 yang terpadu, sehingga dapat
10 Tahun 2013 yang merupakan Ratifikasi meningkatkan efisiensi dalam hal pengelolaan
Konvensi Rotterdam), dan PP No. 74 Tahun B3. Dengan penyediaan informasi yang dapat
2001. Untuk itu, kami melakukan pengadaan diakses siapa pun, kami ingin mengajak peran
pengembangan dan pembangunan sistem aktif masyarakat dan perusahaan-perusahaan
informasi B3 dan POPs (persistent organic dalam hal tata kelola B3 yang lebih baik.
pollutants) dengan alamat situs IUUQ
TJCQPQNFOMILHPJE
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 15
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
MENINGKATKAN
,0/530-
IMPOR DAN EKSPOR
16 B U K U TA H U N A N 2 015
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
Selama beberapa dekade, penggunaan B3 di agar B3 tidak merusak kesehatan manusia dan
Indonesia semakin meningkat dan tersebar lingkungan. Di dalam pelaksanaannya, verifikasi
luas di semua sektor, dari industri hingga izin pengelolaan B3 mencakup kegiatan
rumah tangga. Apabila pengelolaannya pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
tidak dilakukan dengan baik, maka dapat pengolahan, dan penimbunan, serta notifikasi
menimbulkan pencemaran tanah, udara, air, ekspor B3 dan rekomendasi impor B3.
dan laut yang dapat membahayakan kesehatan Di era modern ini, globalisasi ekonomi
manusia dan makhluk hidup lainnya. merupakan hal yang mutlak terjadi dan tak
Karena itu, kami memulai upaya dapat dihindari. Kondisi ini meningkatkan
pengelolaan B3 dari hal yang paling dasar, yaitu persaingan bisnis yang semakin ketat. Untuk
penetapan dan pelaksanaan sistem registrasi meningkatkan investasi dan mendorong
B3 sebagai alat kontrol terhadap peredaran produksi, Negara pun perlu melakukan
B3 di Indonesia. Dengan begitu, diharapkan perbaikan dan inovasi dalam berbagai sektor
pengawasan dan pencegahan atas terjadinya ekonomi.
dampak negatif B3 terhadap lingkungan hidup Bagi sektor bisnis, perdagangan,
pun dapat lebih optimal dilakukan. manufaktur, maupun pembangunan, impor
atau proses transportasi barang maupun
komoditas dari negara lain merupakan aktivitas
Sistem Terintegrasi Satu ‘Pintu’ yang lazim dan penting. Untuk memperlancar
Menurut PP No. 74 Tahun 2014, setiap pihak proses impor, pemerintah membuat Indonesia
penghasil dan/atau pengimpor B3 wajib National Single Window (INSW), suatu sistem
melakukan bahan registrasi atas B3 yang nasional yang memungkinkan dilakukannya
dihasilkan dan/atau diimpor untuk pertama suatu penyampaian data dan informasi secara
kalinya. Proses registrasi B3 harus melalui tunggal, pemrosesan data secara tunggal dan
beberapa tahapan, mulai dari persiapan, sinkron, serta pembuatan keputusan secara
verifikasi permohonan, pembayaran, validasi tunggal untuk pemberian izin kepabeanan dan
permohonan, hinga akhirnya diterbitkan pengeluaran barang.
surat registrasi B3. Formulir-formulir yang INSW sendiri dikoordinasikan oleh Menko
harus dilengkapi untuk registrasi B3 ini bisa Perekonomian, dengan lead agency Dirjen
didapatkan dan diisi secara online di http:// Bea dan Cukai serta Kementerian Keuangan.
pelayananterpadu.menlh.go.id Registrasi B3 pun sudah termasuk dalam
Setiap lembaga atau institusi yang layanan INSW. Sehingga, industri atau
mengajukan izin pengelolaan B3 harus melalui manufaktur yang ingin mengimpor B3 dari luar
tahap verifikasi administrasi dan persyaratan negeri dapat mendaftarkannya melalui INSW
teknis terlebih dahulu. Tahap verifikasi ini di http://webformga.insw.go.id.
sangatlah krusial agar kami dapat memastikan
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 17
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
FLOWCHART REGISTRASI B3
41%
Terdapat9 jenis B3 yang paling
banyak ditemukan beredar dan
804 Surat keterangan digunakan.
registrasi baru
18 B U K U TA H U N A N 2 015
9
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
Jumlah Importir
1.024.274
928.910
746.101
4.808.646
8.083.643
6.592.654
328.995
240.931
123.658
102
20
30
54
92
93
87
47
61
Heksana Etilena Karbon Etilen Metanol Ksilena Akrilamida Asam Metilen
Dioksida Glikol Fosfat Klorida
JUMLAH RENCANA
IMPOR SETAHUN (TON)
1.024.274
928.910
746.101
4.808.646
8.083.643
6.592.654
328.995
240.931
123.658
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 19
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
JUMLAH
IMPORTIR
102
20
30
54
92
93
87
47
61
Heksana Etilena Karbon Etilen Metanol Ksilena Akrilamida Asam Metilen
Dioksida Glikol Fosfat Klorida
10 Negara Asal
IMPOR B3 (FREKUENSI)
Thailand
Malaysia Taiwan
Korea
Amerika
Serikat
Jepang Singapura
China
Jerman
20 B U K U TA H U N A N 2 015
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
Pada bulan Januari - Desember 2015, KLHK menerima industri dan 4 bahan pestisida). Sementara, ada 18
68 surat notifikasi B3 dari negara Belgia, Prancis, Italia, (delapan belas) surat penolakan impor untuk 7 bahan
Belanda, Irlandia, Jerman, Swedia, Bulgaria, Finlandia, (5 bahan kimia industri dan 2 bahan pestisida). Selain
Denmark, Inggris, Korea, India, Tiongkok, Thailand, itu, juga ada 15 permohonan notifikasi untuk 5 bahan
Malaysia dan Singapura. KLHK sudah menerbitkan 53 kimia industri dan 4 bahan pestisida yang masih dalam
surat notifikasi (explisit consent), yang berisi 35 surat proses.
persetujuan impor untuk 18 bahan (14 bahan kimia
68
NEGARA PENDAFTAR
surat notifikasi B3, yaitu:
Belgia, Prancis, Italia, Belanda, Irlandia, Jerman, Swedia, Bulgaria, Finlandia, Denmark,
Inggris, Korea, India, Tiongkok, Thailand, Malaysia, dan Singapura
18
ada
5 5
bahan kimia industri
jenis B3 yang akan diimpor. bahan kimia industri
dan
14
merupakan bahan kimia
industri
dan
2 2
bahan pestisida.
bahan pestisida.
dan
4
bahan pestisida.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 21
REGISTRASI DAN NOTIFIKASI B3
JENIS B3 (BAHAN
KIMIA INDUSTRI DAN BAHAN KIMIA
PESTISIDA) YANG INDUSTRI
DINOTIFIKASI PADA 2015 t/POZMQIFOPM&UIPYZMBUFT
t1PUBTTJVN$IMPSBUF
t&UIZMFOF0YJEF
t%JEFDZMEJNFUIZMBNNPOJVN
$IMPSJEF
t'FSCBN
PESTISIDA t%JOJUSPQIFOPM
FUIZMCFO[FOF
t$ZGMVUISJO
t$IMPSBUF
t.FUIZM#SPNJEF
t/POZMQIFOPMT
t1SPQBSHJUF
t.FSDVSZ **
BDFUBUF
t1FSNFUISJO
t4PEJVN$IMPSBUF
t1BSBRVBU%JDIMPSJEF
t.FSDVSZ **
OJUSBUF
t%JEFDZMEJNFUIZMBNNPOJVN NPOPIZESBUF
$IMPSJEF
t
%JDIMPSPFUIBOF
t;JOFC
t#FO[FOF
t.BMBUIJPO
t$IMPSPGPSN
t.FSDVSZEJDIMPSJEF
t.FSDVSZTVMQIBUF
t/FTTMFST3FBHFOU
A (dipotassium
UFUSBJPEPNFSDVSBUF
t%/#1 %JOPTFC
t#FO[FOF
22 B U K U TA H U N A N 2 015
REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3
.&/("/(,65
DENGAN TEPAT
DAN #&35"/((6/(
+"8"#
Penting, demi Perkembangan industri yang sangat pesat Kehutanan, sistem pengangkutan B3 diatur
menghindari
membutuhkan kelancaran pasokan bahan- oleh Keputusan Menteri Negara Lingkungan
bahan baku yang dibutuhkan. Namun, tak Hidup No. 91 Tahun 2003 tentang rekomendasi
pencemaran sedikit dari bahan-bahan baku tersebut pengangkutan limbah B3.
merupakan bahan berbahaya dan beracun. Keputusan tersebut diperkuat oleh
dan perusakan Demikian juga dengan limbah bahan-bahan Keputusan Presiden RI No. 21 Tahun 2003
lingkungan sisa kegiatan industri. Pengangkutan B3 perlu
dilaksanakan dengan tertib dan terkontrol
tentang pengesahan Protocol 9 Dangerous
Goods yang diterbitkan pada 11 April 2003.
hidup agar tidak membahayakan manusia maupun Protocol 9 Dangerous Goods merupakan
lingkungan. hasil kesepakatan 9 negara dan merupakan
acuan umum bagi negara-negara ASEAN
%JBUVSPMFI)VLVN dalam penerapan regulasi dan pelaksanaan
Begitu krusialnya sistem pengangkutan B3 yang pengangkutan B3, yang salah satunya melalui
terkontrol, pemerintah pun mengeluarkan jalan raya. Maka, pengangkutan B3 harus
sejumlah undang-undang dan peraturan dilakukan oleh orang atau badan yang memiliki
pemerintah untuk mengatur hal tersebut. Pada izin dan telah mendapat rekomendasi dari
lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan pihak-pihak berwenang terkait.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 23
REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3
62%
64
surat permohonan
Rekomendasi Pengangkutan
B3 diterima Kementerian
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Surat
Permohonan
Sebanyak Rekomendasi
Pengangkutan
53 B3
surat rekomendasi 38%
diterbitkan, namun
27 Perusahaan
4
ditunda
Baru Terdaftar
3
ditolak, dan
27 Perusahaan Jasa
Transportasi
42%
4
harus melengkapi 64
persyaratan administrasi
dan teknis Surat
Permohonan 27%
+BOVBSJo%FTFNCFS Rekomendasi 17
Pengangkutan Perdagangan
Bahan
B3 Kimia
31%
20 Industri
Kimia
24 B U K U TA H U N A N 2 015
REKOMENDASI PENGANGKUTAN B3
609 211
Single Substance
Jenis
Bahan Kimia
65% 38%
398 Chemical in 79 Tidak termasuk
Product dalam lampiran
41% 40%
398 343
Permohonan
10%
35 unit
Chemical in Unit Kendaraan Perpanjangan
Product Angkut Rekomendasi
59% 50%
237 Tidak termasuk 170 unit
dalam lampiran Permohonan Baru
106%
permohonan rekomendasi pengangkutan B3 pada tahun 2015
berhasil dicapai dari target awal yang ditetapkan sebanyak 60
permohonan.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 25
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
26 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
MENGUNGKAP
'",5" DARI
LAPANGAN
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 27
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Inventarisasi
Crocidolite
Crocidolite adalah sejenis asbes biru dari tanpa melalui sistem notifikasi dan registrasi
kelompok amphibole berbentuk seperti jarum B3 di KLHK. Sebagai tindak lanjut dilakukan
yang terbentuk dari pengelompokan Kristal. inventarisasi data impor dan ekspor bahan dan
Serat crocidolite dapat melengkung atau produk B3 tersebut yang diperoleh dari Ditjen
lurus. Serat yang cukup fleksibel dan rapuh Bea dan Cukai.
dapat menekuk di atas 90 derajat sebelum Data dari Direktorat Informasi Pelayanan
dihancurkan dan mudah menimbulkan Bea dan Cukai menunjukkan, pada tahun 2014
paparan. tidak terjadi impor B3 crocidolite ke Indonesia.
Crocidolite digunakan untuk membuat Namun, data tersebut juga menunjukkan
sejumlah produk komersial industri. Crocidolite bahwa sepanjang Januari hingga Oktober
memiliki kelemahan kurang tahan terhadap 2014 terjadi impor bahan yang mengandung
panas, sehingga kurang bermanfaat bagi crocidolite yang terbatas penggunaannya.
industri manufaktur. Dalam lampiran Peraturan Sebagai tindak lanjut, perlu dilakukan
Pemerintah No. 74 Tahun 2001 tentang kunjungan lapangan ke perusahaan yang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, melakukan impor dan ekspor bahan maupun
Crocidolite tergolong sebagai B3 yang tebatas produk yang diduga mengandung crocidolite
penggunaannya. dengan mengacu pada data dan informasi
Berdasarkan hasil pertemuan koordinasi yang diperoleh dari Direktorat Informasi Bea
dengan Kementerian Perindustrian, dan Cukai tersebut. Berikut adalah datanya:
diperkirakan terdapat impor crocidolite dan
ekspor produk mengandung crocidolite
*NQPSCrocidolite*OEVTUSJ#FSCBIBO#BLV"TCFT
%BUB*NQPS
49,7% penurunan impor produk yang mengandung crocidolite dengan
kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite fibre oleh industri berbahan
baku asbes pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2013.
2010 74.452 kg
2011 26.245 kg
*OEJB menjadi negara yang paling banyak mengimpor produk yang
mengandung crocidolite dengan kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite
fibres sepanjang kurun waktu 2010 – 2014. Jumlah yang diimpor adalah 45.773
2012 19.922 kg kg (2010), 17.501 kg (2011), 35.000 kg (2013), dan 17.500 kg (2014). Hanya pada
2012 tidak ada impor dari India.
2013 36.217 kg
5JPOHLPL menjadi pengimpor produk yang mengandung crocidolite
2014 18.219 kg dengan kategori paper, millboard & felt of oth crocidolite fibres pada tahun 2012,
dengan jumlah impor 9.253 kg.
28 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
2011 1.310.543 kg
LH produk yang mengandung crocidolite dengan
kategori compressed asbestos fibre jointing of oth crocidolite fibres in sheets
2012 550.245 kg or roll diimpor oleh Tiongkok sepanjang periode 2010 – 2014, terbanyak
dibandingkan negara lainnya.
2013 807.883 kg
2014 917.900 kg
Fabric Asbes Fibres, Oth Crocidolite, Mix with A Basis Asbes & Mg Carbonate
%BUB*NQPSo
19% kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan
kategori fabric asbes fibres, oth crocidolite, mix with a basis asbes & Mg carbonate
oleh industri berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan
2010 68.501 kg tahun 2013.
2013 93.692 kg
2014 111.588 kg
%BUB*NQPSo
6,6% penurunan impor bahan baku yang mengandung crocidolite dengan
kategori floor/wall tiles of fabricated asbestos (oth crocidolite) oleh industri
berbahan baku asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.
2010 1.183.245 kg
2013 3.035.481 kg
2014 2.829.217 kg
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 29
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
%BUB*NQPSo
3.134% kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite
dengan kategori clothing of other crocidolite fibres oleh industri berbahan baku
asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.
2010 10.130
2013 698
2014 22.579
%BUB*NQPSo
46,7% kenaikan impor bahan baku yang mengandung crocidolite
dengan kategori other articles of crocidolite fibres oleh industri berbahan baku
asbes pada tahun 2014, dibandingkan dengan tahun 2013.
2010 971.009
2013 772.880
2014 411.979
30 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Sebagai langkah awal atau baseline terhadap Tujuan kegiatan ini antara lain adalah:
target inventarisasi penggunaan B3 sektor 1. Inventarisasi terkait kebijakan, program,
Pertambangan Energi, Minyak, dan Gas (PEM) dan kegiatan pengelolaan B3 di tingkat
sesuai tugas dan fungsi yang tercantum provinsi,
dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 2. Inventarisasi data jumlah, jenis, dan
dan Kehutanan No. 18 Tahun 2015, Direktorat penggunaan B3 di sektor PEM di daerah,
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun 3. Inventarisasi data hasil penelitian terkait
melakukan inventarisasi penggunaan B3 B3 yang dilarang, dibatasi, maupun yang
sektor PEM ke beberapa lokasi: Jawa Barat, digunakan,
Jawa Timur, Sumatera Selatan, Kalimantan 4. Koordinasi untuk masukan terhadap
Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, dan rencana penyusunan Panduan Operasional
Sulawesi Selatan. Baku (POB) inventarisasi penggunaan B3.
Diperolehnya data dan informasi profil t 1SPmM QBOBT CVNJ
UFSNBTVL EBUB MPLBTJ
Jawa Barat Statistik Energi dan Sumber Daya Mineral panas bumi yang ada dan Peta WKP panas
Provinsi Jawa Barat tahun 2014 yang berisi bumi,
antara lain: t 1SPmM FOFSHJ CBSV UFSCBSVLBO
UFSNBTVL
t 1SPmM LFUFOBHBMJTUSJLBO
UFSNBTVL EBGUBS memuat data rekapitulasi pembangunan
pembangkit listrik, jumlah dan sebaran PLMTH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro
pembangkit listrik, serta peta lokasi gardu Hidro) dan PLTS (Pembangkit Listrik
listrik, Tenaga Surya) di Jawa Barat,
t 1SPmM NJOFSBM
UFSNBTVL EBUB J[JO VTBIB t 4BSBO UFSIBEBQ LPOTFQ SFODBOB
pertambangan dan peta pengusahaan penyusunan Panduan Operasional Baku
pertambangan di Jawa Barat, (POB) inventarisasi penggunaan B3 sektor
t 1SPmM NJOZBL EBO HBT
UFSNBTVL EBUB PEM.
lokasi SPBU/SPBE dan peta infrastruktur
minyak dan gas bumi,
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 31
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Diperoleh beberapa data dan informasi, antara migas, peta potensi gas metana, peta
Palembang, lain: ketenagalistrikan, dan peta wilayah panas,
t 1PUFOTJ TVNCFS EBZB QFSUBNCBOHBO t %BUBlifting minyak bumi dan gas,
Sumatera dan energi, termasuk daftar kabupaten t %BUB MJTUSJL EBO QFNBOGBBUBO FOFSHJ
penghasil minyak bumi, kabupaten dimana didalamnya terdapat data jumlah
Selatan penghasil batu bara, kabupaten penghasil unit dan kapasitas terpasang pembangkit
gas bumi, dan wilayah potensi panas bumi, listrik tahun 2014.
t 1FUB TVNCFS EBZB QFSUBNCBOHBO EBO
energi, termasuk peta sebaran batu
bara, peta wilayah IUP, peta wilayah kerja
Diperoleh beberapa data dan informasi, antara Amdal saat ini dalam transisi di provinsi,
Surabaya, lain: yang selama ini berada di kabupaten/kota,
t ;POB MPLBTJ QFSUBNCBOHBO EJ XJMBZBI sehingga proses izin oleh PT BSI juga masih
Jawa Timur Jawa Timur ada di Lamongan, Banyuwangi dalam proses penyesuaian,
(tambang emas), dan Lumajang (tambang t %J EBFSBI 1BDJUBO UFSEBQBU UBNCBOH
pasir besi). Sementara, sisi selatan dari batuan dan logam (tembaga) skala kecil.
wilayah Jawa Timur banyak mengandung Saat ini tambang tersebut harus berhenti
alumunium, beroperasi karena belum memiliki unit
t 1PUFOTJ UBNCBOH ZBOH BEB EJ +BXB 5JNVS pengolahan sendiri sesuai dengan
adalah mayoritas tambang galian C, ketentuan yang berlaku,
t %J #BOZVXBOHJ UFSEBQBU QFSUBNCBOHBO t 5FSLBJU EFOHBO QFOBNCBOHBO UBOQB
emas skala besar milik PT Bumi Suksesindo ijin (PETI), masyarakat melakukan
Indonesia (BSI), yang saat ini masih dalam penambangan pasir besi di wilayah yang
tahap konstruksi. Proses pengurusan sudah dimiliki oleh PT IMMS,
32 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Berikut ini adalah data inventarisasi perusahaan perkembangan mereka pada tahun 2015 dan
Banjarbaru, yang bergerak di sektor Pertambangan, Energi, apa yang akan direncanakan pada tahun 2016
dan Migas (PEM): Tambang Batubara (34 nanti.
Kalimantan perusahaan), Industri Semen (2 perusahaan), Berdasarkan laporan dari PT PELSART
PT PLN ( 9 perusahaan), dan Pertamina (Migas) Tambang Kencana pada tahun 2014, terdapat
Selatan (6 perusahaan). sebanyak 809 tenda PETI di wilayah KK PTK yang
Kegiatan Pertambangan Emas Skala diperkirakan melibatkan sekitar 5.000 – 6.000
Kecil (PESK) sering berpindah-pindah lokasi, orang pekerja tambang. Berdasarkan hasil
sehingga sulit untuk didata. Namun, diketahui pemantauan yang dilakukan oleh PT Pelsart
bahwa PESK paling banyak beraktivitas di Tambang Kencana pada bulan Oktober 2015,
Kabupaten Banjar dan Kabupaten Tanah Laut. di beberapa wilayah konsesi KK PTK ditemukan
Terdapat salah satu perusahaan tambang di 5 (lima) lokasi baru aktivitas PETI di Kabupaten
Provinsi Kalimantan Selatan, yaitu PT Pelsart Kotabaru daerah Timburu Menteu, yaitu di
Tambang Kencana. Perusahaan tersebut baru Badak-1, Badak-2, Sungai Landi, Warung, dan
menyelesaikan tahap eksplorasi dan belum SKN.
melakukann eksplorasi produksi, namun telah Dampak dari kehadiran PETI di Kabupaten
dijarah oleh masyarakat. Kotabaru adalah banyak beredarnya senjata
Sejak Oktober 2012 belum ada Izin Usaha api ilegal, minuman keras, narkoba, dan praktik
Pertambangan (IUP) yang diterbitkan, namun prostitusi. Tak hanya itu, kehadiran mereka
ada 910 yang memiliki IUP. Dari jumlah IUP juga menimbulkan berlakunya hukum rimba
tersebut 400 IUP yang beroperasi produksi di area beroperasinya PETI yang mengganggu
harus melakukan presentasi kembali. stabilitas keamanan di wilayah tersebut.
Hal tersebut ditujukan untuk melihat
Pada tahun 2015, data dan informasi lokasi PETI pada periode 2015 semester 1 sebanyak
Samarinda, di wilayah Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai 97.794.654,81 m3. Sistem Monitoring Lifting
Barat, dan Kabupaten Bulungan menunjukkan, Minyak dan Gas Bumi (SMLM) ini adalah
Kalimantan sebanyak 31 perusahaan pertambangan di sistem yang dibangun oleh Direktorat
Kalimantan Timur memiliki Perjanjian Kontrak Jenderal Minyak dan Gas Bumi untuk
Timur Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Sementara mengimplementasikan tugas pembinaan dan
itu, 959 perusahaan mempunyai Izin Usaha pengawasan atas produksi dan lifting minyak
Pertambangan. dan gas bumi. SMLM ini digunakan sebagai
Jumlah produksi batubara pada periode dasar perhitungan alokasi volume lifting yang
2012 adalah 157.505.476.41 m3. Pada tahun menentukan dana bagi hasil sektor migas
2014, jumlah produksinya melonjak cukup dalam rangka perimbangan pusat dan daerah.
tajam menjadi 252.776.664,00 m3. Sementara,
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 33
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Data dan informasi yang diperoleh adalah Dirjen Migas, serta informasi keterlibatan
Makassar, sebagai berikut: ESDM dengan BLHD provinsi dalam
1. Daftar pemegang Izin Usaha Pertambangan pembinaan dan pengawasan PROPER
Sulawesi (IUP) operasi produksi mineral bukan logam sektor industri PEM,
dan batuan, batubara kabupaten/kota di 4. Usulan perlu diadakannya sosialisasi
Selatan Sulawesi Selatan pada tahun 2009 – 2015, regulasi, kebijakan, dan kemitraan baik
2. Data daftar SPBU di seluruh Sulawesi secara langsung maupun elektronik, terkait
Selatan, pengelolaan B3 secara umum maupun
3. Informasi terkait kegiatan pembinaan inventarisasi penggunaan dan peredaran
konservasi dan lingkungan minyak dan B3 secara khusus yang melibatkan peran
gas bumi di Kabupaten Maros, spesifikasi daerah dan perguruan tinggi setempat
BBM bensin RON 91 (Pertamax), RON 95 (PSL).
(Pertamax Plus), bensin RON 88 (premium),
solar 48, dan solar 51 sesuai Keputusan
Sejauh ini data penggunaan dan peredaran B3 belum tersedia baik, karena
KENDALA belum pernah dilakukannya kegiatan inventarisasi B3 di daerah (provinsi maupun
kabupaten/kota) setempat. Hal ini disebabkan karena belum adanya kebijakan
maupun regulasi yang mengatur tentang kegiatan inventarisasi B3 di level daerah
dan masih kurangnya sosialisasi.
34 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Paraquat Dichloride
Paraquat dichloride (1,1 – dimetil, 4,4- Selain itu, karena paraquat realtif stabil
bipiridilium diklorida) merupakan bahan terhadap suhu dengan tekanan dan pH
aktif herbisida jenis gramoxone yang banyak normal, paraquat pun lebih stabil di dalam
digunakan di lahan pertanian. Diklasifikasikan tanah. Bersifat mudah larut dalam air dan
sebagai herbisida golongan piridin non mudah tercuci oleh air hujan atau air irigasi,
selektif, paraquat banyak digunakan untuk pencemaran paraquat berpotensi mencemari
mengendalikan gulma dan rumput di area sistem perairan.
pertanian atau perkebunan. Namun, paraquat
juga banyak digunakan di area non pertanian/ Karena itu, dilakukan pemantauan terhadap
perkebunan, seperti bandara, rel kereta api, paraquat dichloride yang bertujuan untuk
dan juga di sekitar bangunan komersial. mendapatkan data dan informasi mengenai
Merupakan senyawa fotokramik yang realisasi impor, produksi, serta peredaran zat
bereaksi cepat dan membunuh jaringan kimia ini di Indonesia. Paraquat dichloride
tanaman hijau saat terjadi kontak langsung, sendiri beredar dalam dua bentuk, yaitu bahan
pancemaran paraquat dapat mengganggu aktif atau formulasi (produk) atau teknis
mikroorganisme tanah. Tak hanya itu, paraquat (42%)yang mengandung paraquat diklorida
juga bisa berdampak buruk bagi kesehatan pada atau di atas 276 g / L, sesuai dengan ion
manusia. Karena dapat membentuk ikatan paraquat pada atau di atas 200 g / L sesuai
dan merusak jaringan epitel dari kulit, saluran Lampiran III konvensi Rotterdam. Kegiatan
pernapasan, hati, jantung, ginjal, dan saluran pemantauan ini memperhatikan tata cara
pencernaan, zat kimia ini berbahaya terhadap penyimpanan, pengangkutan, penerapan K3,
kesehatan mata, kulit, sistem pernapasan, hati, dan house keeping.
jantung, ginjal, dan saluran pencernaan.
10 PERUSAHA AN
MENJADI SUBYEK
1 QFSVTBIBBOIBOZB
INVENTARISASI DAN
PEMANTAUAN B3. NFOHJNQPSCBIBO
9
,&1&364")" "/*56 BLUJGZBOHEJHVOBLBO
MEL AKUK AN REGISTR ASI TFCBHBJCBIBOCBLV
B3 DI KLHK DAN PEMEGANG
PENDAFTAR AN PESTISIDA DI produkQBSBRVBU
,&.&/5&3*"/1&35"/*"/
QFSVTBIBBO EJDIMPSJEFVOUVL
4&35".&.1&30-&)*;*/ mengimpor diproduksi menjadi
PRODUK SI DARI KEMENTERIAN #QBSBRVBUEJDIMPSJEF IFSCJTJEBSBDVOHVNB
PERINDUSTRIAN.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 35
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
Bahan Aktif
Jawa Paraquat
Dichloride YANG
NTB
29% 5%
Sulawesi
DIIMPOR (KG)
9%
368.000
3.179.000
393.240
DICHLORIDE
1.979.701
33%
Sumatera
Pyridine Methyl Sodium Amoniak
Chloride Sianida
36 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
DATA IMPOR
40.207.212,57
38.810.277,05
3.336.230,48
PARAQUAT DICHLORIDE
254.403,57
TAHUN 2012 - 2015
Stok Awal 2012 (kg)
15
produk jadi dengan menggunakan
Produk dengan
paraquat dichloride teknis dan 42% Kandungan
TFUBSBBUBVMFCJIEBSJHSMU
PARAQUAT
DICHLORIDE
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 37
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
9
QFSVTBIBBOJNQPSUJSQSPEVTFOEBOJNQPSUJS
distributor paraquat dichloride technical
TFCBOZBL42% UFMBINFSFBMJTBTJLBOJNQPS
sebesar 40.528.822 TON .
4FEBOHLBO
QFSVTBIBBOMBJOOZBNFOHJNQPSCBIBO
BLUJG QJSJEJO
methyl chloride
TPEJVNTJBOJEB
EBO
BNPOJBL
VOUVLNFNQFSPEVLTJparaquat dichloride
technicalTFCBOZBL 5.094 TON.
PENYIMPANAN PARAQUATE
DICHLORIDE
6NVNOZBparaquate dichlorideUFMBIEJTJNQBOEJ
UFNQBUZBOHUFSMJOEVOHNFTLJQVOQFOZJNQBOBOOZB
NBTJIEJDBNQVSEFOHBOCBIBOMBJO
PENGGUNAAN APD
3BUBSBUBQFSVTBIBBOUFMBINFOZFEJBLBOQFSBMBUBO
BMBUQFMJOEVOHEJSJ "1%
CBHJLBSZBXBO
OBNVO
NBTJIUFSEBQBULBSZBXBOZBOHUJEBLEJTJQMJOEBMBN
menggunakan APD ketika bekerja.
38 B U K U TA H U N A N 2 015
INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN PENGELOLAAN B3
ARMADA
PENGANGKUTAN B3
Dari 4&16-6)
QFSVTBIBBO
JNQPSEBOQSPEVTFO#ZBOHEJQBOUBV
IBOZB
TBUV
QFSVTBIBBOZBOHNFOHHVOBLBOBSNBEB
QFOHBOHLVUBO#ZBOHNFNJMJLJJ[JOQFOHBOHLVUBO
#EBSJJOTUBOTJZBOHCFSXFOBOH
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 39
BIMBINGAN TEKNIS PENGELOLAAN B3
KONSISTEN
.&/*/(,"5,"/
KAPASITAS
40 B U K U TA H U N A N 2 015
BIMBINGAN TEKNIS PENGELOLAAN B3
1
.FOJOHLBULBOXBXBTBO
QFNBIBNBO
EBO
QFOHFUBIVBONFOHFOBJLFCJKBLBOEBOQFSBUVSBO
pengelolaan B3
2
Meningkatkan kemampuan mengidentifikasi
LBSBLUFSJTUJLEBOKFOJT#
TFSUBDBSB
QFOBOHBOBOOZB
3
.FMBUJILFNBNQVBONFMBLVLBOQFNBOUBVBO
EBOQFNCJOBBOUFSIBEBQstakeholders
QFOHHVOB#EJMJOHLVOHBOOZBNBTJOHNBTJOH
4
.FOEBQBULBONBTVLBONFOHFOBJQFSNBTBMBIBO
dan kendala dalam pelaksanaan pengelolaan B3
dari para pemangku kepentingan dan stakeholders
2
PUSAT
D. I . YOGYAK ARTA
2
JA M B I
5
P S L /PLH PE RG U RUAN TINGG I
JAWA TE NGAH 1 2
1
L A M PU NG
IN STAN S I PE M E RI NTAH DAE R AH
DILUAR IN STAN S I PE NG E LOL A
1
LI NG K U NGAN
BALI
1
PAPUA
1
A SOS IA S I PE RTA M BANGAN
R AK YAT PE NGG U NA B3
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 41
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
MENTRANSFORMASI
3&/$"/"
MENJADI ",4*
Partisipasi Sepanjang tahun 2015, ada beberapa program implementasi konvensi B3 dan kerja sama
internasional pengelolaan B3 yang menjadi fokus utama kegiatan Direktorat Pengelolaan Bahan
aktif di level Berbahaya dan Beracun di bagian ini. Program-program tersebut antara lain sebagai berikut:
internasional t *NQMFNFOUBTJLPOWFOTJQFOHFMPMBBO#ZBJUVQFMBLTBOBBO,POWFOTJ4UPDLIPMN
demi -
-
Pertemuan POPRC-11
Penelaahan dan pemutakhiran dokumen NIP (National Implementation Plan)
mewujudkan
dunia yang t *NQMFNFOUBTJLPOWFOTJQFOHFMPMBBO#ZBJUVQFMBLTBOBBO,POWFOTJ3PUUFSEBN
- Penyusunan dokumen Final Regulatory Action (FRA) Konvensi Rotterdam
lebih baik - Penyusunan dokumen Import Response (IR) Konvensi Rotterdam
- Pertemuan CRC-11
t 1FMBLTBOBBO,POWFOTJ.JOBNBUB
- Karakteristik ore di 5 lokasi Penambangan Emas Skala kecil (PESK), yaitu: Kabupaten
Ketapang, Pacitan, Lebak, Banyumas, dan Sumbawa Barat
- Review RAN (Rencana Aksi Nasional) Merkuri dan penyusunan konsep NIP merkuri
- Penyusunan konsep NIP Pengurangan dan Penghapusan Merkuri
- Penyusunan mekanisme pengekolaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK)
di Indonesia
t 1FMBLTBOBBO,FSKB4BNB-VBS/FHFSJ
- ITTP-299 Asia ” Strategies for Chemicals Management”
- Workshop Chemicals Legislation Implementation with KEMI (Swedia)
42 B U K U TA H U N A N 2 015
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
1FMBLTBOBBO,POWFOTJ4UPDLIPMN
B1FSUFNVBO1013$
3) Short-chained chlorinated parrafins 4$$1
Pertemuan POPRC-11 dilaksanakan di Roma, Italia, pada t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBO Draft risk profile
tanggal 19-23 Oktober 2015 secara back to back dengan t ,POEJTJOBTJPOBM
pertemuan CRC-11 pada tanggal 26-28 Oktober 2015. o Jika dilihat dari kriteria rantai pendeknya mungkin
Sebelum pertemuan POPRC-11 dilaksanakan, pada tanggal dapat menyulitkan industri untuk mengidentifikasi.
15 Otober 2015, Direktorat Pengelolaan B3 melakukan Selain itu, rantai SCCP ini memiliki beberapa ikatan
pertemuan persiapan dengan kementerian atau lembaga C-Cl, sehingga dikhawatirkan jika akhirnya masuk ke
terkait mengenai bahan kimia yang akan dibahas dalam Annex A/B akan dimasukkan ke Annex C – Unintentional
pertemuan tersebut. Hasil pertemuan persiapan tersebut Production juga
adalah sebagai berikut: o KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi B3
untuk SCCP
1) Decabromodiphenyl ether (commercial mixture, o Perlu data dari Kemenperind
DEFDB#%&
t 1PTJTJ Diusulkan untuk dikeluarkan dari pembahasan
t 5BIBQBO EBMBN QFSUFNVBO Draft risk management POPRC karena kurangnya data maupun kajian
evaluation pendukung
t ,POEJTJOBTJPOBM
o Kemenperind: Telah dilakukan survei PBDE dalam 4) Pentadecafluorooctanic acid $"4/P
rangka penyusunan 1'0"
perfluorooctanoic acid), its salts and PFOA-related
o Bahan alternatif masih terindikasi mengandung compounds
bahan POPs (masih terdapat senyawa polibromo), t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBO Proposal for listing
sehingga perlu ada kajian lebih lanjut t ,POEJTJOBTJPOBM
o Hasil survei dan kajian bisa dipakai di COP 8. o Perlu dicermati lebih lanjut karena terlalu banyak
t 1PTJTJPerlu informasi yang lebih detail tentang bahan jenis senyawa yang diusulkan, termasuk didalamnya
alternatif pengganti yang ramah lingkungan dan senyawa-senyawa turunan yang akan terdegradasi
terjangkau secara ekonomis menjadi PFOA
o KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi B3
%JDPGPM untuk PFOA
t 5BIBQBOEBMBNQFSUFNVBODraftSJTLQSPmMF t 1PTJTJ
t ,POEJTJ/BTJPOBM o Kemungkinan masih banyak digunakan di industri
o Dicofol memiliki sifat yang mirip dengan DDT dan ada teflon, tekstil, busa, dll.
kemungkinan deteksi monitoring DDT disebabkan o Indonesia mengusulkan agar pembahasannya
oleh pencemaran dicofol. ditunda
o Dicofol termasuk bahan yang dilarang berdasarkan
Permentan No. 39 Tahun 2015
t 1PTJTJ Dicofol dapat dilanjutkan ke Annex F – Risk
Management Evaluation.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 43
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
1FMBLTBOBBO,POWFOTJ3PUUFSEBN
B1FOZVTVOBO%PLVNFOFinal Regulatory dipergunakan, dan B3 yang dilarang dipergunakan. Di
Action '3"
,POWFOTJ3PUUFSEBN dalam peraturan tersebut terdapat 209 jenis B3 yang dapat
dipergunakan (Lampiran I), 10 jenis B3 yang dilarang
Final Regulatory Action (FRA) merupakan informasi yang (Lampiran II, Tabel 1) dan 45 jenis B3 yang terbatas
disampaikan oleh negara Pihak kepada Sekretariat terkait dipergunakan (Lampiran II, Tabel 2). Penyusunan FRA untuk
keputusan negara Pihak melarang maupun membatasi suatu B3 yang tercantum dalam PP No. 74 Tahun 2001 dilakukan
bahan kimia dengan tujuan untuk melindungi kesehatan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai
manusia dan lingkungan hidup. Bahan kimia yang dimaksud Designated National Authorities (DNA) Chemicals and Pesticides.
adalah bahan kimia apapun yang diatur dalam peraturan Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara
nasional tiap negara Pihak. Pendaftaran Pestisida mengatur tentang pembatasan dan
Pada saat ini, di Indonesia terdapat beberapa peraturan pelarangan Pestisida. Di dalam peraturan tersebut terdapat
yang mengatur pembatasan dan pelarangan bahan kimia yang 45 bahan aktif pertisida yang dilarang (Lampiran I), 7 bahan
tersebar di beberapa kementerian dan lembaga. Beberapa aktif pestisida yang dibatasi (Lampiran II), 9 bahan tambahan
peraturan tersebut diantaranya adalah PP No. 74 Tahun 2001 pestisida yang dilarang (Lampiran III), dan 3 bahan tambahan
tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan pestisida yang dibatasi (Lampiran IV). Penyusunan FRA untuk
Permentan No. 24 Tahun 2011 tentang Syarat dan Tata Cara B3 yang tercantum dalam Permentan No. 24 Tahun 2011
Pendaftaran Pestisida. dilakukan oleh Kementerian Pertanian sebagai Designated
PP No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 mengatur National Authorities (DNA) Pesticides.
tentang B3 yang dapat dipergunakan, B3 yang terbatas
209 10 45
jenis B3 jenis B3 jenis B3 yang
yang dapat yang terbatas
dipergunakan dilarang penggunaannya
45 7 9 3
bahan aktif bahan aktif bahan bahan
pestisida pestisida tambahan tambahan
dilarang yang pestisida yang pestisida yang
dibatasi dilarang dibatasi
44 B U K U TA H U N A N 2 015
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
4. Pertemuan CRC-11
Pertemuan CRC-11 dilaksanakan di Roma, Italia, pada Direktorat Pengelolaan B3 melakukan pertemuan persiapan
tanggal 26-28 Oktober 2015 secara back to back dengan dengan kementerian atau lembaga terkait mengenai bahan
pertemuan POPRC-11 pada tanggal 19-23 Oktober 2015. kimia yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Hasil
Sebelum pertemuan, pada tanggal 15 Otober 2015, pertemuan persiapan tersebut adalah sebagai berikut:
5BIBQBOEBMBN
/P /BNB#BIBO,JNJB ,POEJTJ/BTJPOBM 1PTJTJ
1FSUFNVBO
1. Short-chained Draft Decision Guidance KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi Indonesia mendukung
chlorinated parrafins Document (DGD) B3 untuk SCCP. masuk ke dalam Annex
(SCCP) III karena dengan
2. Tributyltin compounds Draft Decision Guidance KLHK: Belum pernah ada permohonan registrasi mekanisme PIC akan
(TBT) Document (DGD) B3 untuk TBT. Dilarang dalam permentan mempermudah
39/2015 untuk semua bidang penggunaan pengawasan peredaran
pestisida. bahan kimia di Indonesia
1FMBLTBOBBO,POWFOTJ.JOBNBUB
untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai
kegiatan PESK dan karakteristik ore atau endapan emasnya.
Sehingga, dapat dilakukan optimalisasi pengolahan emas
dengan metode bebas merkuri.
Kegiatan karakterisasi lokasi PESK ini dilakukan di
Kabupaten Ketapang (Kalimantan Barat), Pacitan (Jawa Timur),
Lebak (Banten), Banyumas (Jawa Tengah), dan Sumbawa
Barat (Nusa Tenggara Barat). Lingkup kegiatan karakterisasi ini
terdiri dari:
1. Observasi kondisi geologi permukaan terutama pada jenis
serta sebaran endapan bijih serta melakukan pengambilan
contoh batu-batuan,
2. Menganalisa hidrologi dan hidrogeologi,
3. Menganalisa contoh batu-batuan dengan metode
mineralogi, XRD, XRF, dan AAS,
4. Melakukan analisa dan rekomendasi lokasi penambangan
berdasarkan area izin Wilayah Pertambangan Rakyat
(WPR) yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah
B,BSBLUFSJTBTJ0SFEJ-PLBTJ1FOBNCBOHBO
terkait dengan memperhatikan daerah kawasan hutan,
&NBT4LBMB,FDJM 1&4,
5. Melakukan pengambilan contoh serta melaksanakan
analisa pada air dan sedimen di daerah sekitar area
Mencari tahu karakter dari lokasi PESK penting dilakukan agar penambangan,
dapat dilakukan evaluasi terhadap kondisi PESK. Karakterisasi 6. Evaluasi metode penambangan,
ini mencakup kondisi dan metode penambangan, karakteristik 7. Melakukan tes matalurgi untuk menemukan metode atau
geologi endapan emas, metode pengolahan dan kondisi awal teknologi pengolahan non merkuri,
atau rona lingkungan. Tujuan dari karakterisasi ini adalah
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 45
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
Evaluasi ini ditujukan untuk menindaklanjuti pertemuan penyusunan NIP Merkuri pada tahun 2013 yang menyepakati
pembuatan Rencana Aksi Nasional (RAN) Merkuri di setiap sektor. Evaluasi dilakukan dalam pertemuan Tim Koordinasi
Penerapan Konvensi Minamata tentang Merkuri untuk mengulas perkembangan dan pelaksanaan rencana aksi yang ada di
setiap kementerian atau lembaga. Hal-hal yang dibahas antara lain:
t *OWFOUBSJTBTJQSPHSBNBUBVLFHJBUBOUFSLBJUQFOHFMPMBBONFSLVSJ
,FNFOUFSJBO
/P 4UBUVT1SPHSBN,FHJBUBO
-FNCBHB
a. ,FNFOUFSJBO - Sudah dibentuk direktorat khusus untuk pemulihan lahan terkontaminasi, baik yang
-JOHLVOHBO)JEVQ terkontaminasi limbah B3 maupun untuk Lahan Akses Terbuka. Tahun 2016, KLHK
EBO,FIVUBOBO akan melakukan inventarisasi lahan terkontaminasi di 33 propinsi. Sebanyak 25%
lahan terkontaminasi akan difasilitasi pemulihaannya, dalam hal ini untuk lahan-lahan
pertambangan rakyat.
- Pada 2016, KLHK akan mengadakan dialog publik NA Ratifikasi Konvensi Rotterdam
dengan mengundang seluruh kementerian dan lembaga terkait
b. ,FNFOUFSJBO&4%. - Pada tahun 2014, Kementerian ESDM sudah menyusun RAN Penghapusan Penggunaan
Merkuri pada Pengolahan Emas
- Selain itu, ESDM juga sedang melakukan inventarisasi hotspot PESK (Pertambangan
Emas Skala Kecil) yang ada di seluruh Indonesia
c. ,FNFOUFSJBO - Sudah disusun pedoman-pedoman yang terkait, salah satunya Pedoman Pengelolaan
1FSJOEVTUSJBO Merkuri dengan BAT/BEP pada industri Lampu dan Pedoman Pengelolaan Merkuri
dengan BAT/BEP pada Industri
- Berencana untuk menyusun pedoman untuk industri non-ferrous metals karena terdapat
potensi lepasan merkuri pada industri ini
- Pada tahun 2016 ingin melaksanakan pilot project Penerapan Teknologi Non-Merkuri
dengan sistem insentif. Kementerian Perindustrian juga sudah memiliki program Green
Industry.
d. ,FNFOUFSJBO - Tengah menyusun pedoman dan RAN terkait dampak merkuri ke kesehatan (intoksikasi
,FTFIBUBO merkuri)
- Berencana menyusun peraturan untuk penghentian izin produksi dan distribusi alat
kesehatan bermerkuri
46 B U K U TA H U N A N 2 015
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
4USBUFHJD"QQSPBDIPO*OUFSOBUJPOBM$IFNJDBMT.BOBHFNFOU 4"*$.
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 47
IMPLEMENTASI KONVENSI DAN KERJA SAMA INTERNASIONAL
PENER APAN
SAICM DI INDONESIA
1FOZVTVOBOLPOTFQQSPHSBN
penerapan SAICM
1FOZVTVOBO3FODBOB"LTJ
/BTJPOBM 3"/
4"*$.
Pengembangan sistem
informasi tata kelola B3
Nasional
Konvensi
,POWFOTJ4UPDLIPMN
Rotterdam
101T
1*$
4USBUFHJD
Sound
"QQSPBDIUP
Management of
International
$IFNJDBMT
$IFNJDBM
Management
4"*$.
Konvensi Konvensi
Basel .JOBNBUB .FSLVSJ
-JNCBI#
48 B U K U TA H U N A N 2 015
PENANGANAN B3
PENINGKATAN
1&/"/("/"/#
Langkah 1. Penetapan Status B3 Baru
strategis dan Menurut PP No. 74 Tahun 2001 yang mengatur dilarang penggunaannya. Pada 2015, Tim
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 49
PENANGANAN B3
50 B U K U TA H U N A N 2 015
PENANGANAN B3
Undang-undang No. 32 Tahun 2009 dan PP Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan B3 dalam membuat kebijakan pengelolaan B3,
serta peraturan lainnya, Direktorat Pengelolaan untuk penerbitan regulasi dan mekanisme
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) melakukan peghapusan peggunaan merkuri di Indonesia
kajian dan analisis atas dampak penggunaan sebagai implementasi dari konvensi Minamata.
merkuri pada lingkungan. Kajian dan analisis dampak merkuri terhadap
Pada tahun 2015, kajian dan analisis lingkungan dilakukan dengan mengambil
tersebut dilakukan di Desa Paningkaban dan contoh uji air permukaan dan sedimen pada
Desa Cihonje (Kecamatan Gumelar, Kabupaten beberapa titik di setiap wilayah. Sementara,
Banyumas, Jawa Tengah) serta Desa Lebak analisis dampak merkuri terhadap kesehatan
Situ (Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten dilakukan dengan mengambil sampel darah
Lebak, Banten). Hasil dari kajian dan analisis dari 3 orang penambang yang dilakukan di
ini akan digunakan sebagai rekomendasi bagi Puskesmas.
Kabupaten Contoh uji air diambil dari beberapa titik di Sungai Tajum, Desa Paningkaban, Kecamatan Gumelar,
Kabupaten Banyumas.
Banyumas B,POTFOUSBTJ.FSLVSJ%BMBN%BSBI
Menurut US Environmental Protection Agency, baku mutu total merkuri dalam darah adalah 20
μg/kg. Kenyataannya, konsentrasi merkuri di dalam darah dari seluruh penambang yang bekerja
dengan merkuri di Kabupaten Banyumas telah melebihi ambang batasnya.
Konsentrasi Merkuri
DALAM DARAH PEKERJA TAMBANG
BANYUMAS
29 3 B1M1 53 76.179
35 6 B2M1 23 32.964
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 51
PENANGANAN B3
gejala seperti sakit kepala, pandangan menjadi kadar yang masih dibawah nilai ambang.
kabur, daya dengar menurun, merasa tebal di Hasil ini menjelaskan, manusia biasanya
bagian kaki dan tangan, mulut terasa tersumbat terpapar metil merkuri melalui makanan yang
oleh logam, gusi membengkak, serta diare. mengandung metil merkuri.
Walaupun hasil pemeriksaan medis ketika itu Perlu diketahui, metil merkuri terbentuk di
tidak mendeteksi adanya gejala keracunan lingkungan perairan oleh beberapa jenis bakteri
ataupun kelainan secara neurologi, risiko ini dari inorganik merkuri. Kemudian, metil merkuri
tetap perlu diwaspadai. ini akan terakumulasi pada tubuh ikan atau
mamalia yang dikonsumsi masyarakat yang
E,BEBS.FUJM.FSLVSJ tinggal di lingkungan yang tercemar merkuri.
Kadar metil merkuri dalam darah pada pekerja Hasil observasi di lapangan menunjukkan, para
pembakar amalgam di kedua kabupaten pekerja tak banyak mengonsumsi makanan
tersebut masih di bawah nilai batas aman (di yang berasal dari jalur pencemaran merkuri,
Jepang 40 ng/g). Kadar metil merkuri pada sehingga kadar metil merkurinya relatif masih
sampel pembanding juga memperlihatkan di bawah nilai ambang batas.
Konsentrasi Merkuri
DALAM DARAH PEKERJA TAMBANG
KABUPATEN LEBAK
32 1 L1M1 30 37.185
33 5 L3M1 83 101.907
37 10 L2M1 98 110.55
52 B U K U TA H U N A N 2 015
PENANGANAN B3
,PNJUNFO
1FOHVNQVMBOEBUB
(inventory)
"OBMJTJTEBUB
1FNJMJIBOTUSBUFHJ
3BTJPOBMJTBTJ
1FNJMJIBO
UFLOPMPHJ
*NQMFNFOUBTJ
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 53
PENANGANAN B3
Data UNEP (United Nations Environment usaha ekonomi kerakyatan yang dapat berkontribusi
Programme) menyebutkan, sekitar 1.000 ton merkuri terhadap pembangunan ekonomi Indonesia.
dari kegiatan PESK mengontaminasi lingkungan. Hal Dilaksanakan pada 26 – 27 November 2015 di
ini harus menjadi perhatian bersama karena PESK Jakarta, “Deklarasi Bebas Merkuri Menuju Formalisasi
di Indonesia hingga saat ini masih menggunakan PESK di Indonesia” dihadiri oleh 100 penambang
merkuri. Bahkan, puncak penggunaannya justru rakyat yang mewakili 33 provinsi di Indonesia.
pada tahun 2013 dan 2014, yaitu masing-masing Dalam acara tersebut, tidak hanya dilakukan
mencapai 360 ton untuk produksi emas 150 ton penandatanganan deklarasi, namun peserta juga
pada masing-masing tahun. mendapatkan workshop mengenai bahaya merkuri
Upaya penghapusan penggunaan merkuri bagi lingkungan dan kesehatan manusia, konsep
bertujuan untuk mengurangi tingkat pencemaran formalisasi dan pola kemitraan BUMN/IUP dengan
merkuri terhadap lingkungan dan dampaknya bagi tambang rakyat, potensi dan dampak tambang
kesehatan masyarakat. Untuk itu, perlu dibangun di Indonesia, teknologi pengolahan emas tanpa
kesadaran pada pelaku PESK agar tidak lagi merkuri, hingga penyusunan implementasi Rencana
menggunakan merkuri sebagai bahan pendukung Aksi Nasional (RAN) atau Rencana Aksi Daerah (RAD)
untuk proses pengolahan emas. Program pemerintah menuju formalisasi PESK di masing-masing wilayah.
untuk penghapusan merkuri pada kegiatan PESK ini Dengan begitu, peserta pun mendapat
pun harus dibarengi dengan aksi memperkenalkan pemahaman yang menyeluruh mengenai dampak
teknologi bebas merkuri tepat guna dengan harga buruk merkuri bagi lingkungan dan kesehatan
terjangkau. manusia serta apa visi pemerintah dalam hal upaya
Karena itu, perlu ada koordinasi antara seluruh formalisasi PESK. Tersusunnya RAD untuk formalisasi
pemangku kebijakan dan peran aktif dari pelaku PESK dan program pengurangan merkuri di provinsi
PESK di Indonesia agar PESK yang bebas merkuri pun menuntut peran aktif dan komitmen mereka
dapat terealisasi. Dengan begitu, formalisasi PESK dalam hal ini. Dengan pemahaman yang meningkat,
juga dapat diwujudkan. “Deklarasi Bebas Merkuri persepsi yang sejalan, dan peran aktif yang terukur,
Menuju Formalisasi PESK di Indonesia” ini merupakan diharapkan formalisasi tambang rakyat dan PESK
langkah strategis yang diharapkan dapat mendorong bebas merkuri pun dapat segera diwujudkan.
pemerintah untuk mulai menata PESK sebagai sektor
54 B U K U TA H U N A N 2 015
PENANGANAN B3
1. Nanggroe Aceh 9. Bangka Belitung 18. Nusa Tenggara Timur 27. Sulawesi Selatan
Darusallam 10. Lampung 19. Kalimantan Barat 28. Sulawesi Utara
2. Sumatera Utara 11. DKI Jakarta 20. Kalimantan Timur 29. Sulawesi Tenggara
3. Riau 12. Banten 21. Kalimantan Tengah 30. Maluku
4. Kepulauan Riau 13. Jawa Barat 22. Kalimantan Utara 31. Maluku Utara
5. Sumatera Barat 14. Jawa Tengah 23. Kalimantan Selatan 32. Papua Barat
6. Jambi 15. D.I. Yogyakarta 24. Sulawesi Barat 33. Papua
7. Bengkulu 16. Jawa Timur 25. Sulawesi Tengah
8. Sumatera Selatan 17. Nusa Tenggara Barat 26. Gorontalo
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 55
ANALISIS CAPAIAN KINERJA
SASARAN
VS
PENCAPAIAN
Mengukur Sesuai dengan Penetapan Kinerja tahun 2015 dan implementasi Rencana Strategis 2015 – 2019,
maka untuk tahun 2015 terdapat 1 program utama dengan 5 indikator utama. Berikut ini adalah
pencapaian pencapaian berbagai program dan kegiatan yang mendukung pencapaian sasaran I dan sasaran II.
untuk menilai
efektivitas SASARAN I
.FOJOHLBUOZBKVNMBI#ZBOHUFSEBUBEBMBNTJTUFNJOGPSNBTJOBTJPOBM
kinerja dan NFOHFOBJ#TFCFTBS
perbaikan di
masa depan *OEJLBUPS,JOFSKB
1. Persentase jumlah dan jenis B3 yang beredar dan digunakan melalui registrasi, notifikasi,
rekomendasi dan perizinan sebesar 100% (S1.P11.K2.1.IKK.a),
2. Persentase kapasitas layanan registrasi, notifikasi, rekomendasi, dan perizinan sebesar 100%
(S1.P11.K2.1.IKK.b).
*OEJLBUPS,JOFSKB
,FHJBUBO ,FHJBUBO $BQBJBO)BTJM,FHJBUBO5BIVO
*,,
56 B U K U TA H U N A N 2 015
ANALISIS CAPAIAN KINERJA
SASARAN II :
.FOJOHLBUOZBKVNMBIEBOKFOJT#ZBOHUFSLFMPMBTFTVBJEFOHBOQFSBUVSBO
NFOKBEJ
*OEJLBUPS,JOFSKB
1. Persentase jumlah dan jenis B3 yang dipantau peredaran dan/atau pemanfaatannya meningkat
setiap tahun (S1.P11.K2.2.IKK.a)
2. Jumlah jenis B3 yang dibatasi peredaran dan penggunaannya sebanyak 2 jenis (S1.P11.
K2.2.IKK.b)
3. Jumlah jenis B3 yang dihapuskan sebanyak 2 jenis (S1.P11.K2.2.IKK.c).
*OEJLBUPS,JOFSKB
,FHJBUBO ,FHJBUBO $BQBJBO)BTJM,FHJBUBO5BIVO
*,,
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 57
ANALISIS CAPAIAN KINERJA
58 B U K U TA H U N A N 2 015
ANALISIS CAPAIAN KINERJA
D I R E K TO R AT PE N G E LO L A A N B3 59
RENCANA KE DEPAN
RENCANA
Pentingnya Tahun 2015 telah menjadi tahun yang penuh
pencapaian dan juga pembelajaran. Untuk
dan terarah.
6) Melaksanakan koordinasi dengan instansi
evaluasi terus mencapai perbaikan di sektor Pengelolaan terkait lain, seperti asosiasi, pemerintah
untuk Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), kita perlu
meneruskan pencapaian-pencapaian positif
daerah, dan unsur masyarakat dalam
kegiatan pengawasan penataan perizinan,
mewujudkan yang telah dicapai tahun ini dan menyelaraskan kegiatan penanganan pencemaran B3.
langkah dengan kementerian, institusi, dan Dengan begitu, kita pun dapat mencapai
langkah pihak-pihak terkait. Sehingga, kita pun bisa hasil yang efektif, berkesinambungan, dan
lanjutan yang memperoleh hasil yang optimal.
Sebagai rencana tindak lanjut kegiatan
tepat sasaran,
7) Penyebaran kuesioner pra dan paska
selaras dan pengelolaan B3 pada tahun 2015, berikut ini bimbingan teknis untuk meningkatkan
efektif program 2016 yang akan dilaksanakan:
1) Peningkatan koordinasi dan kerja sama lintas
efektifitas bimbingan teknis yang bertujuan
meningkatkan kapasitas instansi di daerah
instansi (kementerian atau lembaga), seperti yang bertanggung jawab terhadap
Kementerian Perindustrian, Kementerian pengelolaan lingkungan,
Keuangan, Kementerian Kesehatan, 8) Pengembangan infrastruktur, prosedur, dan
Kementerian ESDM, SKK Migas, BUMN, mekanisme implementasi Sistem Informasi
Pemerintah Daerah, dan berbagai asosiasi Tata Kelola B3 Nasional yang lebih terpadu,
industri, web based, GIS, dan mencakup antara lain:
2) Melanjutkan harmonisasi peraturan dan a. Sistem pelaporan realisasi impor-
perundang-undangan yang berlaku sesuai ekspor, peredaran dan penggunaan B3,
dengan dinamika pengelolaan B3 di tingkat serta registrasi dan notifikasi B3 secara
nasional maupun global, online,
3) Pengembangan pedoman teknis mengenai b. Data registrasi dan notifikasi B3 online
pengelolaan B3 sebagai petunjuk teknis yang terintegrasi dengan aplikasi INSW
pelaksanaan dari peraturan yang telah ada, c. Sistem tracking peredaran B3
4) Penyempurnaan dan penyederhaanan teregistrasi prioritas,
tahapan proses penerbitan izin/ d. Data sebaran peredaran dan
rekomendasi/registrasi dalam pengelolaan penggunaan B3 Terbatas.
B3 untuk mewujudkan pelayanan yang 9) Tindak lanjut konvensi dan kerja sama
efektif, efisien, dan tepat waktu, internasional dalam rangka pengelolaan B3
5) Melanjutkan kegiatan peningkatan dan pengembangan kebijakan, peraturan,
kapasitas sumber daya manusia (SDM) dan pedoman sebagai standar operasional
melalui sosialisasi dan training mengenai teknis pengelolaan B3 di tingkat pemerintah
pengelolaan B3 yang lebih intensif, fokus pusat, provinsi, serta kabupaten/kota.
60 B U K U TA H U N A N 2 015