Anda di halaman 1dari 7

Beranda

About
Hari ini Biasa Saja

Secondkings Weblog
Mengharap Rhido Sang Maha Penyayang

Oktober 25, 2009

Penatalaksanaan Krisis Hipertensi


Posted by secondking under Kedokteran
Leave a Comment

Penatalaksanaan Krisis Hipertensi

Endang Susalit

Naskah ini merupakan makalah Simposium Penataksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu


Penyakit Dalam II di Hotel Sahid 30-31 Maret 2002

Pendahuluan

Pembagian hipertensi berdasarkan tingginya tekanan darah sudah disepakati oleh WHO-ISH
Guidelines Committee untuk mengadopsi batasan dan klasifikasi The Joint National Committee
on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VI), seperti terlihat pada
Tabel 1. Sebagian besar pasien hipertensi tergolong pasien hipertensi derajat 1 (ringan) dan
derajat 2 (sedang) dan hanya sebagian kecil yang tergolong derajat 3 (berat).

Sebagian besar pasien hipertensi dengan pengobatan yang efektif selama bertahun-tahun
umumnya asimtomatik. Pada sebagian kecil pasien hipertensi dapat terjadi krisis hipertensi. Pada
pasien krisis hipertensi terjadi peningkatan tekanan darah yang mencolok tinggi, umumnya
tekanan darah sistolik lebih dari 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 120-130
mmHg, dan peningkatannya terjadi dalam waktu yang relatif pendek. Selain itu, dalam
penatalaksanaan, yang lebih penting daripada tingginya tekanan darah adalah adanya tanda
kerusakan akut organ target.

Dengan pemakaian obat antihipertensi baru yang bekerja jangka panjang dengan efek samping
yang minimal, jumlah pasien krisis hipertensi menjadi lebih sedikit, dengan angka prevalensi
sekitar 1% pada pasien hipertensi. Hal ini berbeda sekali jika dibandingkan dengan era sebelum
dipakai obat antihipertensi baru dengan insidens hipertensi maligna sekitar 7% pada pasien
hipertensi yang tidak diobati.
Sebagian pasien krisis hipertensi datang dalam keadaan gawat sehingga perlu dikenali dan
ditangani secara khusus. Penanganan yang dianjurkan oleh para ahli tidak selalu sama dan
dipengaruhi oleh pengalamannya dengan obat antihipertensi tertentu yang lebih banyak daripada
obat lain. Ketersediaan obat antihipertensi parenteral di suatu negara juga merupakan faktor
penting dalam cara penanggulangan yang dilakukan.

Kegawatan Hipertensi dan Hipertensi Mendesak

Ditinjau dari segi prognosis dan penatalaksanaan krisis hipertensi dapat dibagi menjadi
kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) dan hipertensi mendesak (hypertensive
urgencies).

Kegawatan hipertensi (hypertensive emergencies) adalah hipertensi berat yang disertai disfungsi
akut organ target, seperti iskemia koroner, strok, perdarahan intraserebral, edema paru, atau
gagal ginjal akut, seperti terlihat pada Tabel 2. Kegawatan hipertensi memerlukan penurunan
tekanan darah yang segera, dalam beberapa jam, dengan obat antihipertensi secara intravena.
Hipertensi mendesak (hypertensive urgencies) adalah hipertensi berat yang tidak disertai tanda
disfungsi organ target. Pada hipertensi mendesak penurunan tekanan darah dapat dilakukan
secara lebih perlahan dalam beberapa jam atau hari, dengan obat antihipertensi secara per oral,
atau kadang-kadang parenteral.

Patofisiologi

Penyebab krisis hipertensi masih belum jelas. Diduga peninggian mendadak resistensi vaskuler
sistemik, yang dapat terjadi pada pasien yang tidak patuh minum obat antihipertensi,
meningkatkan kadar zat vasokonstriktor seperti norefinefrin, angiotensin II, dan hormon
antinatriuretik. Sebagai akibat peninggian tekanan darah yang mencolok terjadi nekrosis
fibrinoid arteriol yang akan menyebabkan kerusakan endotel, pengendapan platelet dan fibrin,
serta kehilangan fungsi autoregulasi, yang akhirnya menimbulkan iskemia organ target. Iskemia
akan merangsang pengeluaran zat vasoaktif lebih lanjut sehingga terjadi proses sirkulus visiosa
vasokonstriksi dan proliferasi miointima. Jika tidak dikendalikan akan terjadi ekstravasasi pada
organ target dan atau terjadi infark.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah menurunkan resistensi vaskular sistemik Pada kegawatan hipertensi
tekanan darah arteri rata-rata diturunkan secara cepat, sekitar 25% dibandingkan dengan tekanan
darah sebelumnya, dalam beberapa menit atau jam. Penurunan tekanan darah selanjutnya
dilakukan secara lebih perlahan. Sebaiknya penurunan tekanan darah secara cepat tersebut
dicapai dalan 1- 4 jam, dilanjutkan dengan penurunan tekanan darah dalam 24 jam berikutnya
secara lebih perlahan sehingga tercapai tekanan darah diastolik sekitar 100 mmHg. Seperti sudah
disebutkan di atas, pada kegawatan hipertensi diberikan obat antihipertensi parenteral yang
memerlukan titrasi secara hati-hati sesuai dengan respons klinik. Setelah penurunan tekanan
darah secara cepat tercapai dengan pemberian obat antihipertensi parenteral, dimulai pemberian
obat antihipertensi oral. Jika tekanan darah makin menurun dengan penambahan obat
antihipertensi oral tersebut, dilakukan titrasi penurunan dosis obat antihipertensi parenteral
sampai dihentikan. Pengukuran tekanan darah yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan
menggunakan alat monitor tekanan darah osilometrik otomatik.

Sebaiknya tekanan darah tidak diturunkan sampai normal atau hipotensi, kecuali pada diseksi
aorta, karena akan mengakibatkan terjadinya hipoperfusi organ target. Penurunan tekanan darah
sampai normal dapat dilaksanakan pada saat pasien berobat jalan.

Obat Antihipertensi Parenteral

Obat antihipertensi parenteral yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah secara
cepat pada kegawatan hipertensi dapat dilihat pada tabel 3, seperti yang dilaporkan oleh The
Joint National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC
VI).

Obat pilihan yang banyak digunakan pada kegawatan hipertensi adalah natrium nitroprusid. Obat
ini bekerja sangat kuat dan cepat dalam menurunkan tekanan darah.

Nitrogliserin merupakan obat pilihan untuk menurunkan tekanan darah secara cepat jika disertai
iskemia atau infark miokard karena obat ini mempunyai efek vasodilator koroner. Nitrogliserin
juga melebarkan pembuluh darah otak sehingga dapat menimbulkan sakit kepala yang kadang-
kadang hebat. Respons penurunan tekanan darah pada pemberian nitrogliserin seperti halnya
natrium nitroprusid tidak dapat diramalkan. Pemakaian jangka panjang nitrogliserin dapat
menimbulkan toleransi.

Fenoldopam adalah suatu agonis dopamin-1 yang bekerja di perifer. Stimulasi reseptor dopamin-
1 akan menurunkan tekanan darah yang disebabkan oleh vasodilatasi arterial. Obat ini unik
karena dapat memelihara bahkan meningkatkan aliran darah ginjal meski terjadi penurunan
tekanan darah. Selain itu, obat ini dapat menimbulkan natriuresis langsung lewat tubulus ginjal
sehingga dapat bermanfaat pada hipertensi berat yang disertai insufisiensi ginjal.

Sebagian besar pasien krisis hipertensi mengalami deplesi volume yang disebabkan oleh diuresis
akibat peninggian tekanan darah. Pada keadaan deplesi volume ini peningkatan diuresis akan
makin mempertinggi tekanan darah dan makin memperberat insufisiensi ginjal. Oleh karena itu,
pemberian diuretik dan pembatasan cairan hanya dilakukan pada pasien yang secara klinis
mengalami kelebihan cairan yang jelas.

Ensefalopati Hipertensi

Ensefalopati hipertensi yang tidak jarang dijumpai pada masa sebelum dipakainya obat
antihipertensi baru, disebabkan oleh edema otak akibat kegagalan autoregulasi aliran darah otak.
Keadaan ini biasanya terjadi pada pasien hipertensi kronik yang mengalami peninggian tekanan
darah yang mencolok.

Gejala yang bisa timbul pada pasien ensefalopati hipertensi adalah sakit kepala, mual, muntah,
gangguan penglihatan, pusing, rasa lemah setempat, dan umum. Tanda klinik yang ditemukan
adalah disorientasi, defisit neurologik fokal, kejang fokal dan umum, dan retinopati termasuk
papiledema. Diagnosis ensefalopati hipertensi ditegakkan dengan menyingkirkan strok,
perdarahan subaraknoid, massa di otak, kelainan lain yang menimbulkan kejang, vaskulitis, dan
ensefalitis. Salah satu ciri yang khas pada ensefalopati hipertensi adalah kepulihannya yang
terjadi cepat, 1 sampai 12 jam, jika tekanan darah dikendalikan baik. Pengendalian tekanan darah
yang lambat dapat menyebabkan terjadinya defek sisa.

Tujuan pengobatan adalah menurunkan tekanan darah arteri rata-rata sekitar 25% dalam 1 jam
atau sampai tekanan darah diastolik 100 mmHg. Tekanan darah tidak diturunkan sampai 50%
karena akan menimbulkan hipoperfusi otak, terutama pada pasien usia lanjut. Jika selama
pengobatan terjadi penurunan fungsi neurologik, tekanan darah sebaiknya dibiarkan meningkat.
Selanjutnya penurunan tekanan darah dilakukan secara lebih perlahan.

Komplikasi Neurologik

Penurunan tekanan darah yang cepat pada strok, perdarahan intraserebral, atau perdarahan
subaraknoid masih diperdebatkan. Peninggian tekanan darah dapat sebagai penyebab atau akibat
kelainan neurologik dan kadang-kadang intervensi yang minimal saja dapat menyebabkan
penurunan tekanan darah. Selain itu, autoregulasi aliran darah otak di daerah infark dapat
terganggu dan bisa terjadi perdarahan. Oleh karena itu, tidak dianjurkan penurunan tekanan
darah yang terlalu cepat, kecuali jika terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat mencolok.
Tekanan darah diturunkan sekitar 25% secara bertahap atau sampai tekanan diastolik kurang dari
120 mmHg dalam waktu 24 jam.

Iskemia atau Infark Miokard

Iskemia atau infark miokard merupakan komplikasi yang sering terjadi pada hipertensi berat.
Tekanan darah harus diturunkan sampai rasa nyeri dada berkurang atau sampai tekanan diastolik
mencapai 100 mmHg. Obat pilihan adalah nitrat yang diberikan secara intravena yang dapat
menurunkan resistensi sistemik perifer dan memperbaiki perfusi koroner. Obat lain yang dapat
dipakai adalah labetalol.

Gagal Jantung Kongestif

Peningkatan resistensi vaskular sistemik yang mencolok dapat menimbulkan gagal jantung kiri.
Natrium nitroprusid yang diberikan bersama-sama dengan oksigen, morfin, dan diuretik
merupakan obat pilihan karena dapat menurunkan preload dan afterload. Nitrogliserin yang juga
dapat menurunkan preload dan afterload merupakan obat pilihan yang lain.

Diseksi Aorta Akut

Diseksi aorta harus dipikirkan pada pasien dengan peninggian tekanan darah yang mencolok
yang disertai dengan nyeri di dada, punggung, dan perut. Untuk menghentikan perluasan diseksi
tekanan darah harus segera diturunkan. Tekanan darah diastolik harus segera diturunkan sampai
100 mmHg, atau lebih rendah asal tidak menimbulkan hipoperfusi organ target. Obat pilihan
adalah vasodilator seperti nitroprusid yang diberikan bersama penghambat reseptor b. Labetalol
adalah obat pilihan yang lain.
Insufisiensi Ginjal

Insufisiensi ginjal akut dapat sebagai penyebab atau akibat peninggian tekanan darah yang
mencolok. Pada pasien cangkok ginjal peninggian tekanan darah dapat disebabkan stenosis arteri
pada ginjal cangkok, siklosporin, kortikosteroid, dan sekresi renin yang tinggi oleh ginjal asli.
Penatalaksanaan adalah dengan cara menurunkan resistensi vaskular sistemik tanpa mengganggu
aliran darah ginjal. Antagonis kalsium seperti nikardipin dapat dipakai pada keadaan ini.

Eklampsia

Pada eklampsia dijumpai hipertensi, edema, proteinuria, dan kejang pada kehamilan setelah 20
minggu. Penatalaksanaan definitif adalah dengan melahirkan bayi atau mengeluarkan janin.
Hidralazin digunakan untuk menurunkan tekanan darah karena tidak mengganggu aliran darah
uterus. Labetalol juga dapat dipakai pada keadaan ini.

Krisis Katekolamin

Krisis katekolamin terjadi pada feokromositoma dan kelebihan dosis kokain. Pada intoksikasi
obat tersebut biasanya disertai kejang, strok, dan infark miokard. Fentolamin adalah obat pilihan
klasik pada krisis katekolamin, meski labetalol juga terbukti efektif.

Alternatif Obat Antihipertensi di Indonesia

Hanya sebagian kecil obat antihipertensi pada tabel 3 secara resmi beredar di Indonesia, sehingga
pilihan bagi kita sebenarnya tidak banyak. Di Indonesia klonidin merupakan obat pilihan yang
cukup banyak dipakai. Klonidin diberikan dalam 250 ml larutan infus dekstrosa 5% yang berisi
900 mg. Digunakan tetesan mikro dengan kecepatan sesuai respons tekanan darah dan dosis total
tidak melebihi 900 mg/24 jam. Jika target tekanan darah sudah tercapai diberi klonidin oral dan
tetesan infus klonidin diperlambat sampai berhenti. Obat antihipertensi parenteral lain yang juga
bisa dipakai di sini adalah nitrogliserin.

Hipertensi Mendesak

Hipertensi mendesak dijumpai pada pasien dengan hipertensi berat yang pada anamnesis,
pemeriksaan fisis dan laboratorium tidak menunjukkan tanda adanya disfungsi akut organ target.
Rekomendasi yang umumnya dianjurkan adalah menurunkan tekanan darah secara cepat dengan
obat antihipertensi oral seperti nifedipin yang bekerja jangka pendek atau klonidin, karena
dianggap mempunyai risiko yang tinggi untuk mengalami komplikasi akut. Penelitian
membuktikan bahwa penurunan tekanan darah dengan cara tersebut tidak memperbaiki
prognosis jangka pendek maupun panjang. Sebaliknya, ada yang melaporkan pemberian
nifedipin sublingual menurunkan tekanan darah terlalu cepat sehingga terjadi strok atau infark
miokard. Oleh karena itu, penurunan tekanan darah yang cepat tidak dianjurkan pada hipertensi
mendesak. Jika pasien sebelumnya sudah minum obat antihipertensi tapi tidak patuh, obat
tersebut harus dimulai lagi. Jika pasien sudah patuh minum obat dosis obat harus dinaikkan atau
ditambahkan obat lain. Jika pasien belum pernah minum obat diberi obat antihipertensi jangka
panjang.
Daftar Pustaka

1. World Health Organization-International Society of Hypertension. Guidelines for the


management of hypertension. Guidelines subcommittee. J Hypertens 1999;17:151-83.

2. National Institutes of Health. The sixth report of the joint national committee on prevention,
detection, evaluation, and treatment of high blood pressure. NIH Publication;1997.

3. Calhoun DA. Hypertensive crisis. Dalam: Oparil S, Weber MA, editor. Hypertension: A
companion to brenner and rectors the kidney. St. Louis: WB Saunders Co; 2000. p.715-8.

4. Spitalewitz S, Porush JG. Hypertensive emergencies and urgencies. Dalam: Glassock RJ


editor. Current therapy in nephrology and hypertension, 4th ed. St Louis: Mosby-Year Book Inc;
1998. p.323-7.

5. Kaplan NM. Hypertensive crisis. Dalam: Kaplan NM editor. Clinical hypertension. 6th ed.
Baltimore: Williams & Wilkins; 1994. p.281-97.

6. Sidabutar RP. Kegawatan hipertensi. Makalah Simposium Kedaruratan Ginjal dan Hipertensi;
1995 Juni 17; Jakarta, Indonesia.

7. Susalit E. Efek amlodipin terhadap faktor yang berperan pada penurunan fungsi ginjal yang
disebabkan oleh siklosporin pada resipien transplantasi ginjal [disertasi]. Jakarta: Universitas
Indonesia; 1996.

Suka
Be the first to like this post.

Tinggalkan Balasan

Alamat email anda tidak akan dipublikasikan. Required fields are marked *

Nama *

Email *

Situs web
Komentar

Anda dapat menambahkan HTML serta atribut-atribut berikut: <a href="" title=""> <abbr
title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <pre>
<del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

Komentar tulisan 151 0

1301832505

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

Entri Tersimpan
Tanggal Tulisan :
Oktober 25, 2009 at 4:10 am
Kategori :
Kedokteran
Lakukan Lebih Lanjut :
You can leave a response, or trackback from your own site.

Blog pada WordPress.com. Theme: Connections by www.vanillamist.com.

Anda mungkin juga menyukai