Anda di halaman 1dari 27

1

TUGAS PRESENTASI KASUS

SEORANG WANITA 49 TAHUN DENGAN GASTROENTERITIS KRONIS


DAN HEPATOCELLULER CARSINOMA

Pembimbing :

dr. Nur Hidayat, Sp. PD

Disusun Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J510 1650 32

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

RSUD KARANGANYAR

2017
2

LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM

SEORANG WANITA 49 TAHUN DENGAN GASTROENTERITIS KRONIS

Diajukan oleh :

Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked J510165074

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari ,
..

Pembimbing :

dr. Nur Hidayat, Sp. PD (..........................)

Dipresentasikan di hadapan :

dr. Nur Hidayat, Sp. PD (..........................)

Disahkan Ka. Program Profesi :

dr. Dona Dewi Nirlawati (..........................)

DAFTAR ISI
3

HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4
BAB II LAPORAN PASIEN. ........................................................................ 5
A. Identitas .. 6
B. Anamnesis................................................................................... 6
C. Pemeriksaan Fisik........................................................................ 11
D. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 15
E. Diagnosis Kerja........................................................................ 18
F. Terapi....................................................................................... 18
G. Planning....................................................................................... 18
H. Prognosis..................................................................................... 19
I. Follow up. 19
BAB III PEMBAHASAN................................................................................ 23
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 26
A. Kesimpulan ................................................................................. 26
B. Saran........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............. .................................... 27

BAB I
3
4

PENDAHULUAN

Diare merupakan masalah kesehatan yang prevalensinya masih tinggi di


Indonesia. Angka morbiditas diare kronik diantara semua penderita diare yang
dirawat di rumah sakit di Jakarta Utara sekitar 1 % (Simadibrata, 2009). Diare
merupakan buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak yaitu lebih dari 200 gram atau
200 ml/24 jam. Diare kronik diartikan sebagai diare yang berlangsung lebih dari
15 hari. Meskipun secara umum diperkirakan prevalensi diare kronik hanya
berkisar 35% dari populasi namun memberikan tantangan tersendiri dalam hal
penegakan diagnosis dan patogenesisnya yang lebih komplek daripada diare akut.
karena banyaknya diagnosis banding yang perlu dipikirkan sebagai penyebab
diare kronik (Bernstein et al ,2010)
Etiologi dari diare kronik sangat beragam dan tidak selalu hanya disebabkan
oleh kelainan usus. Kelain yang dapat menyebabkan diare kronik antara lain
kelainan endokrin, kelainan hati, kelainan pankreas dan keganasan. Di negara
Indonesia etiologi tersering yang menyebabkan diare kronik yaitu infeksi.
Sedangkan di negara maju, etiologi terbanyak yaitu inflamatorik. Walaupun telah
diusahakan secara maksimal, diperkirakan sekitar 10-15 % penderita diare kronik
tidak dapat diketahui etiologinya. Mungkin disebabkan oleh kelainan mekanisme
neuroendokrin yang belum diketahui (Simadibrata, 2009).
Pendekatan diagnositik pada kasus diare kronik harus berhati-hati dalam
menentukan etiologinya. Karena sering terjadi tumpang tindih etiologi pada kasus
diare kronik. Sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang cermat dan hati-hati. Pada
pemeriksaan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan tahap awal yang
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah dan feses dan tahap
lanjutan yang meliputi pemeriksaan penunjang yang lebih kompleks. Dengan
pemeriksaan tahap awal kita dapat menetapkan masalah dan diagnosis kerja,
sehingga pada pemeriksaan lanjutan akan lebih terarah. Tujuan pemeriksaan awal
yaitu dapat membedakan kelainan organik atau fungsional. Pemeriksaan tahap
awal dan lajutan dapat dilakukan pada saat rawat jalan maupun rawat inap
4
5

(Marcellus, 2009). Pada tahap anamnesis sangat penting dalam upaya untuk
menegakan diagnosis. Dalam tahap ini kita perlu menanyakan kepada pasien
mengenai bentuk tinja, frekuensi, waktu, keluhan lain yang menyertai diare,
riwayat konsumsi obat. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita mencari apakah
terdapat malabsorbsi nutrien dan defisiensi vitamin. Pemeriksaan antrhopometri
diperlukan untuk mengetahui BMI. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan tahap awal dan lanjutan (Simadibrata, 2009).
Patogenesis diare kronik dapat disebabkan satu atau lebih mekanisme, yaitu
diare osmotik yang disebabkan oleh peningkatan osmolaritas isi lumen usus. Pada
diare sekretorik disebabkan peningkatan sekresis cairan di dalam usus. Doiare
sekretorik bisa disebabkan karena adanya neoplasma primer di saluran cerna.
Selanjutnya mekanisme gangguan motilitas pada usus dapat menyebakan isi usus
tidak terabsorbsi dengan baik. Terdapat juga gangguan eksudasi cairan yang
berlebih sehingga dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus. Selanjutnya
mekanisme malabsorbsi asam empedu dan lemak dapat juga menyebabkan diare
yang berlemak. Gangguan permebilitas usus juga dapat menyebabkan elektrolit
terganggu (Simadibrata, 2009).
Diare menetap selama beberapa minggu atau bulan, baik yang menetap atau
intermitten, memerlukan evaluasi. Meskipun pada umumnya sebagian besar kasus
disebabkan oleh Iritable Bowel Syndrome (IBS), diare dapat mewakili manifestasi
dari penyakit serius yang mendasarinya. Pencarian yang seksama terhadap
penyakit ini perlu dilakukan. Pada diare kronik, hal penting sebagai salah satu
etiologi yaitu kanker kolorektal dan adanya pertumbuhan berlebih bakteri usus
halus atau dikenal sebagai SIBO (small intestinal bacterial overgrowth) (Sands,
2006). Secara umum, diare kronik dibagi menjadi watery, malabsorption, dan
inflammatory diarrhea. Anamnesis cermat, pemeriksaan fisis teliti dan bantuan
pemeriksaan penunjang menjadi modal penting seorang klinsi dalam
menatalaksana diare kronik. Secara umum, penatalaksanaan diare kronik dapat
dibagi menjadi dua, yakni pengobatan suportif dan farmakologik baik untuk
etiologi infeksi atau non-infeksi. (Kuhbacher and Folsch, 2007)
6

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
- Nama Pasien : Ny. G
- Umur : 49 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : Karangdowo, Karangmojo, Tasikmadu
- No. RM : 3868xx
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal masuk RS : 30 Maret 2017
- Tanggal pemeriksaan : 3 April 2017

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Berak cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan
berak cair. Berak cair berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah
dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/4 gelas
belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak cair lebih 5 kali perhari
dan bersifat terus menerus. Pasien mengeluhkan berak cair muncul
setelah muncul benjolan diperut bawah sebelah kanan. Berak cair
menurun setelah minum obat yang dibeli di apotik, tetapi keesokan
harinya muncul lagi ketika obat habis.. Keluhan lain yang dirasakan
pasien yaitu nyeri pada perut. Nyeri perut terutama dirasakan pada
daerah benjolan sebelah kanan bawah. Nyeri perut yang dirasakan
seperti terkena benda tajam, nyeri dirasakan hilang timbul. Selain itu

6
7

perut juga terasa mual, tidak muntah, tidak ada rasa panas di ulu hati dan
tidak terasa penuh saat makan. Nafsu makan juga menurun sehingga
pasien merasa lemas.
Selanjutnya keesokan harinya keluarga membawa pasien ke
dokter umum dengan keluhan yang sama. Kemudian dokter memberikan
obat anti diare dan menyarankan untuk tidak meminum obat dari
warung. Dokter umum juga menyarankan kepada pasien, setelah
keluhannya membaik pasien segera memeriksakan dirinya ke dokter
spesialis kandungan untuk keluhan benjolan pada perut kanan
bawahnya.
Tiga hari setelah setelah berobat ke dokter umum kondisi pasien
sedikit membaik. Berak sudah lembek, tetapi untuk keluhan nyeri pada
perut sebelah kanan bawah masih dirasakan. Oleh sebab itu keluarga
pasien membawa pasien ke dokter spesialis kandungan. Dari
pemeriksaan dokter dicurigai terdapat kista di indung telur pasien.
Kemudian dokter spesialis kandungan melakukan pemeriksaan USG.
Selanjutnya dokter menyarankan kepada pasien untuk dilakukan operasi
pengangkatan pada kista di indung telur. Keluarga pasien bersedia dan
dilakukan operasi pengangkatan kista.
Setelah operasi keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang
dirasakan pasien sudah hilang. Satu minggu setelah operasi, pasien
kembali mengeluhkan berak cair. Berak cair berwarna kekuningan,
berlendir, terdapat darah segar dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair
banyak kira-kira 1/4 gelas belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak
cair lebih 5 kali perhari dan bersifat terus menerus. Berak cair muncul
setelah obat diare yang biasanya dikonsumsi dari dokter umum telah
habis. Berak cair meningkat jika pasien makan banyak dan menurun jika
pasien tidak makan. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu nyeri pada
perut saat berak, perut juga terasa mual, tidak muntah, tidak ada rasa
panas di ulu hati dan tidak terasa penuh saat makan. Pasien merasa lemas
8

karena mengurangi porsi makan. Pasien juga merasakan berat badannya


turun.
Tiga bulan yang lalu Pasien kembali dibawa ke dokter umum oleh
keluarganya karena berak bercampur dengan darah segar. Oleh dokter
umum dianjurkan kepada keluarganya agar pasien dibawa ke IGD
RSUD Karanganyar. Selanjutnya pasien dibawa oleh keluarganya ke
RSUD Karanganyar. Oleh dokter IGD pasien di konsultasikan kepada
dokter spesialis bedah. Setelah dirawat oleh dokter spesialis bedah
kondisi pasien membaik dan keluhannya yang dirasakan berkurang. Dua
minggu kemudian pada saat rawat jalan keluhan yang dirasakan muncul
lagi. Pasien masih berak cair dengan berak cair berwarna kekuningan,
berlendir, terdapat darah segar dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair
banyak kira-kira 1/4 gelas belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak
cair lebih 7 kali perhari dan bersifat terus menerus. Berak cair muncul
setelah pasien tidak menkonsumsi obat. Berak cair meningkat jika pasien
makan banyak dan menurun jika pasien tidak makan. Keluhan lain yang
dirasakan pasien yaitu nyeri pada perut bagian tengah sebelah kiri , perut
juga terasa mual, muntah, tidak ada rasa panas di ulu hati dan tidak terasa
penuh saat makan. Selanjutnya pada saat kontrol di poliklinik pasien
dikonsultasikan ke dokter spesialis penyakit dalam. Pada saat dirawat di
bangsal, dilakukan pemeriksaan USG dan didapatkan radang pada usus
besar. Setelah dirawat 5 hari pasien diizinkan dokter untuk pulang karen
kondisinya membaik.
Sejak dua bulan sebelum masuk Rumah Sakit pasien masih berak
cair tetapi sudah tidak bercampur darah. Pasien mengeluhkan nyeri perut
berut terasa penuh, sesak juga terasa kembung. Pasien sudah berhenti
minum obat karena sudah tidak kontrol rutin. Berak cair meningkat jika
pasien makan banyak dan menurun jika pasien tidak makan. Dengan
keterbatasan biaya pasien hanya dibawa oleh keluarganya berobat ke
dokter umum dan keluhan diare berkurang. Pasien juga mengeluhkan
9

perut tambah membesar secara perlahan-lahan. Awal mula kecil makin


lama makin bertambah besar.
3HSMRS pasien dalam keadaan lemas dan kesakitan. Oleh karena
itu pasien dibawa ke IGD RSUD Karanganyar, oleh dokter jaga IGD
pasien dikonsultasikan kepada dokter spesialis penyakit dalam karena
keluhanya tersebut. Pasien mengeluhkan kembali pasien mengeluhkan
berak cair. Berak cair berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah
dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/5 gelas
belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak cair lebih 10 kali perhari
dan bersifat terus menerus. Berak cair muncul kembali setelah obat anti
diare yang biasa dikonsumsi telah habis. Diikuti dengan perut sebelah
kanan terasa benjolan keras yang semakin membesar membuat pasien
tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut bagian kanan atas dirasakan
nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, mual, nafsu makan yang
turun dan berat badannya turun. Pasien tidak mengeluhkan kedua mata
menjadi berwarna kuning. Keluhan juga tida disertai dengan BAK
berwarna kuning kemerahan seperti teh. Pasien BAK sehari 4-5 kali, @
- 1 gelas belimbing. Pasien menyangkal BAK nyeri dan menyangkal
BAK anyang-anyangen

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat keluhan sama : ada
Riwayat maag : tidak ada
Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat penyakit gula : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat sakit jantung : tidak ada
Riwayat mondok : ada ( 3 kali)
Riwayat trauma pada perut : tidak ada
10

4. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : tidak ada
Minum-minuman jamu : tidak ada
Riwayat konsumsi obat : ada (obat anti diare)
5. Riwayat Keluarga
Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat penyakit gula : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat sakit jantung : tidak ada

6. Riwayat Kebiasaan
Sebelum sakit pasien makan sehari 3 kali nasi 1 porsi dengan lauk
tahu tempe kadang telur, sayur bayam, buncis, nangka muda, kangkung
berganti ganti. Nafsu makan cukup baik. Pasien tidak suka makan
makanan pedas dan minum manis. Pasien jarang mengkonsumsi kopi
namun sering konsumsi teh. Pasien termasuk orang yang periang dan suka
berbicara, tidak pemarah, bila tidak sakit semua aktifitas pribadi
dikerjakan sendiri, jarang minta bantuan ke orang lain. Pasien sering
melakukan aktivitas keagamaan maupun sosial. Sejak 2 minggu terakhir
kegiatan pasien hanya di sekitar tempat tidur. Pasien biasa tidur malam
sekitar pukul 21.00, dan bangun pagi sekitar pukul 04.30.
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Keadaan Sosial
Kondisi lingkungan tempat tinggal pasien berada di kampung
dengan jarak dari jalan besar sekitar 1 km. Keadaan tempat tinggal/
lingkungan: rumah pribadi, terdiri dari bangunan utama, teras, dengan
kamar mandi di belakang rumah. Kamar mandi berukuran 2 x 3 m,
berlantai plester semen, WC jongkok, berukuran 1.25 x 1.25 m.
Pasien tinggal dengan suami, anak-anak nya sudah mandiri tinggal
di sekitar rumah pasien. Anak-anak pasien sering berkunjung ke rumah.
11

Kegiatan memasak, mencuci baju, belanja dan bersih-bersih rumah


sering dilakukan oleh anak dan menantu. Sebelum sakit pasien tidak
memerlukan bantuan untuk aktivitas mandi dan berganti pakaian. Sejak
sakit pasien ke kamar mandi dipapah anak. Makan dan minum sendiri,
tapi semenjak sakit diambilkan oleh suami. Hubungan dengan keluarga
baik terkadang ada keluarga yang datang berkunjung ke rumah pasien.
Hubungan dengan tetangga dan teman baik serta tidak ada masalah.
b. Keadaan ekonomi
Pasien seorang ibu rumah tangga.. Pasien mempunyai 3 anak dan
2 cucu. Keuangan pasien dibantu oleh anaknya. Anaknya bekerja di
pabrik. Biaya rawat inap ditanggung oleh anaknya.

Kesimpulan : Sosial ekonomi kurang

C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), pusing
(+)
Sistem Kardiovaskular Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-),
palpitasi (-), nyeri dada (-)
Sistem Respiratorius Batuk (-), sesak nafas (-)
Sistem Genitourinarius Kencing (+) lancar, nyeri (-) darah (-)
Sistem Gastrointestinal Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), nafsu
makan menurun (+), Berak cair (+)
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (+), nyeri pinggang (-), atrofi
otot (-)
Sistem Integumentum Pucat (-), Clubbing finger (-)
Kesan : terdapat masalah pada sistem serebrospinal, gastrointestinal, dan
muskuloskeletal.

D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 03 April 2017
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan kurang
Tanda vital :
Tekanan Darah Baring : 110 /70 mmHg
Tekanan Darah Duduk : 110/ 70 mmHg
Tekanan Darah berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
12

Nadi baring : 80x/ mnt reguler, isi dan tegangan cukup


Nadi duduk : 80x /menit reguler, isi dan tegangan cukup
Nadi berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
Pernafasan baring : 20 x/ menit
Pernafasan duduk : 20 x/menit
Pernafasan berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
Suhu : 36,8 0C aksila
Status Gizi
BB : 41 kg
TB : 152 cm
BMI : 17,8 kg/m2 underweight
Kulit :
Ikterik (-), kulit pucat (-), turgor kulit cukup, hiperpigmentasi (-),
hipopigmentasi (-), petechie (-), bekas granulasi (-), kulit kering (-),
dekubitus (-).
Kepala :
Bentuk mesocephal, rambut beruban (+), rambut mudah rontok (-), luka (-),
benjolan abnormal (-).
Wajah :
Moon face (-), atropi musculus temporalis (+).
Mata :
Ptosis (-), blefaritis (-), oedem palpebra (-), konjungtiva pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subconjungtiva (-), pupil isokor 3mm/3mm,
reflek cahaya (+)/(+), katarak (-), pterygium (+/-)
Telinga :
Tofus (-), sekret (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan tragus (-), gangguan
fungsi pendengaran (-), telinga berdenging (-), alat bantu dengar (-).
Hidung :
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), gangguan fungsi
pembauan (-), septum deviasi (-), polip nasi (-), nyeri tekan sinus frontalis
(-), sinus ethmoidalis (-).
13

Mulut :
Bibir sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), lidah deviasi (-), lidah kotor
(-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), lidah tremor, tampak gigi
karies (+), palatoschisis (-), napas bau aceton (-), gusi berdarah (-), mukosa
bibir basah, gigi (-).
Leher :
Trachea di tengah, JVP R+2 cm H2O, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher
kaku (-), distensi vena- vena leher (-)
Dada :
Bentuk normochest, simetris, retraksi (-), spider naevi (-), venectasi (-),
atrofi muskulus pektoralis mayor (-), pembesaran kelenjar limfe
supraklavikuler (-), infraklavikuler (-), pembesaran KGB Axilla (-/-).
Paru :
Depan
Inspeksi :
Statis :Simetris, sela iga melebar (-), retraksi supra sternal (-), retraksi
intercostalis (-)
Dinamis : Pengembangan dada kanan // kiri
Palpasi :
Statis : Simetris
Dinamis : Fremitus raba kanan // kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Belakang
- Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
- Palpasi :
14

Statis : punggung kanan dan kiri simetris


Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
- Perkusi :
Kanan : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th X
Kiri : sonor, mulai redup pada batas paru bawah V Th XI
Peranjakan diafragma 5 cm kanan sama dengan kiri.
- Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Jantung :
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba di SIC V 1 cm medial LMC sinistra, tak
kuat angkat, tidak melebar, thrill (-)
Perkusi : Batas jantung kanan atas di SIC II Linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah di SIC IV Linea sternalis dextra
Batas jantung kiri atas di SIC II Linea parasternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah di SIC V 1 cm medial LMCS
Pinggang jantung di SIC II-III Linea parasternalis sinistra
Kesimpulan : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni, Intensitas normal, Bising (-),Gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Dinding perut > dinding dada, venectasi (-), bekas operasi
(+)
Auskultasi : Peristaltik usus (+) 35x/menit, metallic sound (-)
Perkusi : Tympani, pekak sisi (+), pekak alih (-), area troube (+)
Papalpasi : Distended, nyeri tekan (-), splenomegali (-)
Hepatomegali (batas kanan kanan = 4cm dari arcus costae dextra
, batas kiri= 3 cm dari sternum, konsistensi kenyal, permukaan
berbenjol-benjol, nyeri tekan (-))
Ekstremitas
Ekstremitas superior inferior
15

oedem -/- -/-


pucat -/- -/-
sianosis -/- -/-
akral dingin -/- -/-
jari tabuh -/- -/-
eritema palmaris +/+ -/-
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
RF (Bisep,Tricep
Patella, Achilles) N/N N/N
RP -/- -/-
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin 30 Maret 2017
Hematologi Rutin Hasil Satuan Rujukan
Hb 11.0 g/dl 12 16
HCT 34.6 37 47
AL 13.5 103/l 5 10
AT 423 103/l 150 300
AE 4.02 106/l 4,00 5,00
Index Eritrosit
MCV 86.1 /um 82,0 92,0
MCH 27.4 Pg 27,0 31,0
MCHC 31.8 g/dl 32,0 37,0
RDW 16.2 % 11,6 14,6
Hitung Jenis
Granulosit 80.3 % 50,0 70,0
Limfosit 7.9 % 25,0 40,0
Monosit 11.8 % 3,0 9,0

Limfosit 1.1 Ribu/ul 1,25 4,0

Monosit 1.6 Ribu/ul 0,30 1,00

Granulosit 10.8 Ribu/ul 2,50 7,00


Kimia Klinik
GDS 248 mg/dL 70 150
Imuno-Serologi
HIV Non reaktif
16

Pemeriksaan Laboratorium GDS tanggal 31 Maret 2017


Kimia Klinik
GDS 139 mg/dL 70 150

Pemeriksaan Laboratorium Feses Rutin 01 April 2017


Makroskopis Hasil Satuan Rujukan
Warna Coklat
Konsistensi Cair
Darah Negatif Negatif
Lendir Negatif Negatif
Mikroskopis
Leukosit 0-1 LPB 0-3
Eritrosit 0-1 LPB
Telur cacing Negatif
Amoeba Negatif
Hitung Jenis
Granulosit 78.0 % 50,0 70,0
Limfosit 10.1 % 25,0 40,0
Monosit 11.9 % 3,0 9,0

Pemeriksaan Laboratorium Darah tanggal 03 April 2017

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


SGOT 68 U/I 0-46
SGPT 29 U/I 0-42

Ureum 21 mg/100ml 10-50


Kreatinin 0,53 mg/dl 0.5-0.9
Serologi
HbSAG Non reaktif Non reaktif

Pemeriksaan USG Abdomen tanggal 01 April 2017


17

Kesan : Tampak gambaran malignasi hepar DD: hepatoma, ca hepatoceluler


dengan ascites di peri hepar
F. RESUME
- Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan berak cair. Berak cair berwarna
kekuningan, berlendir, tidak ada darah dan tidak berbau asam. Diikuti
dengan perut sebelah kanan terasa benjolan keras dan semakin membesar
membuat pasien tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut bagian kanan
atas dirasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nafsu makan
yang turun dan berat badannya turun
- Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang.
Kesadaran Compos Mentis, Gizi underweight, Vital Sign: Tekanan darah
110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, Respirasi rate: 20x/menit; suhu 36,8C.
didapatkan pterygium oculi dextra, atrofi musckulus temporalis, nyeri
tekan (+) regio hipokondriaca dextra, hepatomegali (+)
- Hasil laboratorium menunjukkan adanya leukositosis dan peningkatan
SGOT pada pemeriksaan darah rutin.
- Hasil pemeriksaan USG abdomen yaitu Tampak gambaran malignasi
hepar DD: hepatoma, ca hepatoceluler dengan ascites di peri hepar

G. DIAGNOSIS KERJA
Kegawatan
18

Gastroenteritis kronik, dd : Ec Diare sekretorik, dd ec neoplasma, ec


shigella, ec amoeba
Ec Eksudasi cairan, dd Penyakit chorn, Kolitis
Ulceratif
Ec malabsorpsi as.empedu dd maldigesti
intraluminal

maldigesti intraluminal

Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
- Susp Ca colon
H. PLANNING
- Pemeriksaan Colon in Loop
- Pemeriksaan kolonoskopi
- Pemeriksaan endoskopi
- Pemeriksaan LED dan CRP
I. TERAPI
- Inf RL 20 tpm
- Inf Clinimix /24 jam
- Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj Sohobion 1 amp/24 jam
- Lacto B 2x1
- Zinc 1x1
- Diaform 3x1
J. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad malam
- Quo ad funtionam : ad malam
- Quo ad sanam : ad malam
19

K. HASIL FOLLOW UP
04 S/
Pasien mengeluhkan mengeluhkan berak cair. Berak cair
April
berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah dan tidak berbau
2017
(05.00 asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/5 gelas belimbing
) untuk sekali berak. Frekuensi berak cair turun tetapi lebih 5 kali
perhari dan bersifat terus menerus. Diikuti dengan perut sebelah
kanan terasa benjolan keras yang semakin membesar membuat
pasien tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut bagian kanan atas
dirasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
berkurang, mual berkurang, nafsu makan yang turun dan berat
badannya turun. Pasien BAK sehari 4-5 kali, @ - 1 gelas
belimbing.
O/
TD : 100/70, N : 72, S : 36.9, RR : 20
KU/Kes : sedang/ CM
K/L : Normochepal, SI -/-, CP -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Abd : Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari


dinding dada (+), distended
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani (+)
Palpasi : nyeri tekan regio hipokondriaca
dextra (+), hepatomegali(+),
splenomegali (-).

Ext : akral hangat, udem (-)

A/
- Kegawatan
Gastroenteritis kronik, dd : Ec Diare sekretorik, dd ec
neoplasma
Ec Eksudasi cairan, dd Penyakit
20

chorn, Kolitis Ulceratif


(07.00
Ec malabsorpsi as.empedu dd
)
maldigesti intraluminal

maldigesti intraluminal

Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
P/
Inf RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj Sohobion 1 amp/24 jam
Inj Santagesic / 12 jam
Lacto B 2x1
Zinc 1x1
Loperamid 3 x 1
Hasil pemeriksaan collon in loop
Tidak tampak sumbatan pada aliran kontras, tidak ada massa
pada colon.

05 S/
Pasien berak sudah padat. Berak berwarna kekuningan, berlendir,
April
tidak ada darah dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair banyak
2017
(05.00 kira-kira 1/4 gelas belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak
WIB) cair turun yaitu 3 kali perhari. Diikuti dengan perut sebelah kanan
terasa benjolan keras membuat pasien merasa tidak nyaman saat
tidur terlentang. Perut bagian kanan atas dirasakan nyeri. Pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala berkurang, mual berkurang, nafsu
makan sedikit meningkat dan berat badannya turun. Pasien
mengeluhkan pernah KB spiral dan belum diambil setelah
21

menopouse. Pasien BAK sehari 4-5 kali, @ - 1 gelas


belimbing.
O/
TD : 100/60, N : 84, S : 36.1, RR : 20
KU/Kes : Lemah/ Compos Mentis
K/L : Normochepal, SI -/-, CP -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -

Abd : Inspeksi : dinding perut lebih tinggi dari


dinding dada (+), distended
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani (+)
Palpasi : nyeri tekan regio hipokondriaca
dextra (+), hepatomegali(+),
splenomegali (-).
Ext : akral dingin tidak ada, udem (-)
A/

Kegawatan
Gastroenteritis kronik, dd : Ec Diare sekretorik, dd ec
neoplasma
Ec Eksudasi cairan, dd Penyakit
chorn, Kolitis Ulceratif
Ec malabsorpsi as.empedu dd
maldigesti intraluminal

maldigesti intraluminal

Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
P/
Inf RL 20 tpm
Inf Clinimix /24 jam
22

Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam


Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj Sohobion 1 amp/24 jam
Inj Santagesic / 12 jam
Lacto B 2x1
Zinc 1x1
Diaform 3x1
Loperamid 3x1
Konsul dokter Sp.OG
Rencana foto rotgen pelvic
Hasilnya tampak IUD di dalam cavum uterus

BAB II
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, pasien atas nama Ny G, umur 49 tahun dirawat di
RSUD Karanganyar bangsal Cempaka dengan diagnosa Gastroenteritis Kronis
dan hepatoma dd ca hepatoceluler yang ditegakgan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang akan dijelaskan pada paragraf
selanjutnya.
Diagnosa gastroenteritis kronik pada pasien ini berdasarkan anamnesis
yang dilakukan terhadap pasien. Keluhan utama dari pasien yaitu berak cair ,
berak cair. Berak cair berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah dan tidak
berbau asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/5 gelas belimbing untuk sekali
berak. Frekuensi berak cair lebih 10 kali perhari dan bersifat terus menerus. Berak
cair sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut
semakin membesar membuat pasien tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut
23

bagian kanan atas dirasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nafsu
makan yang turun dan berat badannya turun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
pada mata sebelah kanan terdapat pterygium, atropi muskulus temporalis, dan dari
pemeriksaan abdomen didapatkan kondisi pada inspeksi tampak distended,
dinding perut lebih tinggi dibandingkan dengan dinding dada, tampak dareah
bekas operasi dan hepatomegali. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya
peningkatan enzime transaminase SGOT 68. Dari pemeriksaan USG abdomen
didapatkan gambaran hepatoma dd hepatoceluler karsinoma dengan hepatomegali.
Diare berdasarkan onset waktunya terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.
Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih
dari 2 minggu. Diare Kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari proses
inflamasi, osmotic (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas. Pada pasien ini di
diagnosa dengan diare kronik. Untuk etiologi dari diare kronik pada pasien ini
berdasarkan anamnesis untuk bentuk tinja yang encer seperti air, hal ini
menunjukan bahwa terjadi kelainan di sistem pencernaan. Selanjutnya untuk onset
terjadinya diare yaitu sepanjang waktu dan muncul mendadak, hal ini curiga
terdapat gangguan organik pada saluran cerna. Untuk keluhan yang menyertai
23
diare yaitu nyeri abdomen sebelah kanan atas disertasi bejolan padat. Riwayat
konsumsi obat pada pasien yaitu obat antidiare yang diberikan oleh dokter umum.
Untuk obat obatan yang merangsang terjadinya diare seperti obat antibiotik,
obat anti hipertensi ( beta blocker), anti kejang, penurun kolesterol tidak pernah
dikonsumsi oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik juga di dapatkan penurunan berat
badan yang signifikan pada pasien, sebelemnya pasien memiliki berat badan 49
tetapi sekarang berkurang menjadi 41 dalam waktu lima bulan terakhir. Pada
pemeriksaan fisik abdomen terdapat hepatomegali.
Selanjutnya pada pemeriksaan awal yaitu darah rutin terdapat peningkatan
leukosit, peningkatan ini tidak selalu karena adanya infeksi. Peningkatan leukosit
dapat juga disebabkan oleh kondisi dehidrasi pada pasien sebelum pemeriksaan.
Secara klinis pasien tidak menunjukan kearah infeksi. Pemberian antibiotik
spektrum luas tetap diberikan untuk profilaksis infeksi sekunder. Selanjutnya
karena curiga secara klinis HIV maka dilakukan pemeriksaan serologi tetapi
24

hasilnya non reaktif. Tetapi perlu kita pantau, mungkin pada pasien ini masih
dalam infeksi HIV fase window periode sehingga menunjukan hasil negatif.
Pemeriksaan HbsAg, SGOT dan SGPT juga dilakukan untuk mengetahui etiologi
dari hepatomegali. Didapatkan hasil peningkatan SGOT, peningkatan ini terjadi
karena adanya destruksi pada sel hepatosit sehingga produksi SGOT meningkat.
Pada pasien ini jaga dilakukan pemeriksaan feses rutin untuk mengetahui adanya
infeksi parasit. Hasil pemeriksaan feses yaitu secara makroskopis encer, berwarna
kuning dan secara mikroskopis tidak ada infeksi parasit. Sehingga diagnosis
banding untuk disentri tereksklusi.
Pada pemeriksaan penunjang lajutan dengan pemeriksaan USG abdomen
kesan yaitu malignasi hepar dd ca hepatoceluler. Karsinoma hepatoceluler
merupakan jenis tumor sekunder yang menyerang sel hepatosit. Tumor sekunder
merupakan metastasis dari tumor primer. Kemungkinan terdapat tumor primer
yang di derita oleh pasien. Oleh sebab itu dilakukan pemeriksaan colon in loop,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat tumor primer di
kolon. Ternyata hasil pemeriksaan colon in loop menunjukan hasil bahwa tidak
terdapat masa di lumen colon. Sebaiknya, untuk memastikan kembali dapat
dilakukan pemeriksaan colonoskopi. Pemeriksaan ini memiliki nilai spesifitas
yang lebih tinggi daripada colon in loop. Pada colonoskopi memiliki beberapa
keuntungan daripada colon in loop. Pemeriksaan colonoskopi dapat menegakkan
diagnosis patologi anatomi, sehingga dapat mengetahui kelainan fungsional atau
organik.
Inflammatory bowel disease (IBD) menggambarkan kondisi peradangan
saluran cerna kronik dan idiopatik. Secara umum dibagi atas kolitis ulseratif
(KU), penyakit Crohn (PC) dan IBD type unclassifi ed (IBDU, dulu dikenal
sebagai indeterminate colitis). Etiopatogenesis IBD belum sepenuhnya
dimengerti. Faktor genetik dan lingkungan dalam saluran cerna seperti perubahan
bakteri usus dan peningkatan permeabilitas epitel saluran cerna diduga berperan
dalam gangguan imunitas saluran cerna yang berujung pada kerusakan saluran
cerna
Tabel perbedaan antara Kolitis Ulseratif dengan penyakit Chorn
25

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka pada pasien ini telah ditegakkan diagnosa Gastroenteretis kronik dan
karsinoma hepatocelluler.Tetapi untuk etiologi diare kronik belum bisa ditemukan
pada kasus ini. Dari perjalanan penyakit dan riwayat perawatan selama
pengamatan, terapi simptomatik yang diberikan pada pasien ini berespon baik.
Tetapi untuk terapi kausatif masih belum maksimal pada kasus ini. Pada pasien ini
diperlukan monitoring dan keseimbangan cairan yang baik agar tidak dehidrasi.
B. Saran
Saran untuk dokter tentang pasien ini diantaranya diperlukan upaya
pengenalan dini serta penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk penyakit
26

gastroenteritis kronik mengingat komplikasi yang timbul. Dokter perlu melakukan


penatalaksanaan yang komprehensif dengan monitoring keseimbangan cairan
yang baik.
Saran untuk pasien dan keluarga pasien diantaranya diperlukan asupan
nutrisi yang tepat dan adekuat serta diperlukan perhatian dari keluarga pasien agar
pasien patuh minum obat dan menjaga keseimbangan cairan. Pada pasien juga
perlu dihindarkan dari faktor pencetus seperti stress, kelelahan, kurang istirahat
dan infeksi dimana dapat memperlambat keberhasilan penyembuhan.

Daftar Pustaka

26
Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, Cohen H, Eliakim R, Fedail S, et al. World
gastroenterology organization practice guidelines for the diagnosis and
management of IBD in 2010. Infl amm Bowel Dis 2010; 16(1): 112-24.

Kuhbacher T, Folsch UR. Practical guidelines for the treatment of infl ammatory
bowel disease. World J Gastroenterol 2007; 13(8): 1149 55.

Sands BE. New therapies for the treatment of infl ammatory bowel disease. Surg
Clin N Am 2006; 86: 104564.

Simadibrata, Marcellus. 2009. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima. Jilid I. Hal 534- 547. Internal
Publishing
27

27

Anda mungkin juga menyukai