Pembimbing :
Disusun Oleh :
Dhanista Hastinata Sukarna Putra, S. Ked
J510 1650 32
FAKULTAS KEDOKTERAN
RSUD KARANGANYAR
2017
2
LAPORAN KASUS
ILMU PENYAKIT DALAM
Diajukan oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta pada hari ,
..
Pembimbing :
Dipresentasikan di hadapan :
DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL........................................................................................ 1
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... 2
DAFTAR ISI .................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 4
BAB II LAPORAN PASIEN. ........................................................................ 5
A. Identitas .. 6
B. Anamnesis................................................................................... 6
C. Pemeriksaan Fisik........................................................................ 11
D. Pemeriksaan Penunjang............................................................... 15
E. Diagnosis Kerja........................................................................ 18
F. Terapi....................................................................................... 18
G. Planning....................................................................................... 18
H. Prognosis..................................................................................... 19
I. Follow up. 19
BAB III PEMBAHASAN................................................................................ 23
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................... 26
A. Kesimpulan ................................................................................. 26
B. Saran........................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ............. .................................... 27
BAB I
3
4
PENDAHULUAN
(Marcellus, 2009). Pada tahap anamnesis sangat penting dalam upaya untuk
menegakan diagnosis. Dalam tahap ini kita perlu menanyakan kepada pasien
mengenai bentuk tinja, frekuensi, waktu, keluhan lain yang menyertai diare,
riwayat konsumsi obat. Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita mencari apakah
terdapat malabsorbsi nutrien dan defisiensi vitamin. Pemeriksaan antrhopometri
diperlukan untuk mengetahui BMI. Selanjutnya pada pemeriksaan penunjang
dapat dilakukan tahap awal dan lanjutan (Simadibrata, 2009).
Patogenesis diare kronik dapat disebabkan satu atau lebih mekanisme, yaitu
diare osmotik yang disebabkan oleh peningkatan osmolaritas isi lumen usus. Pada
diare sekretorik disebabkan peningkatan sekresis cairan di dalam usus. Doiare
sekretorik bisa disebabkan karena adanya neoplasma primer di saluran cerna.
Selanjutnya mekanisme gangguan motilitas pada usus dapat menyebakan isi usus
tidak terabsorbsi dengan baik. Terdapat juga gangguan eksudasi cairan yang
berlebih sehingga dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus. Selanjutnya
mekanisme malabsorbsi asam empedu dan lemak dapat juga menyebabkan diare
yang berlemak. Gangguan permebilitas usus juga dapat menyebabkan elektrolit
terganggu (Simadibrata, 2009).
Diare menetap selama beberapa minggu atau bulan, baik yang menetap atau
intermitten, memerlukan evaluasi. Meskipun pada umumnya sebagian besar kasus
disebabkan oleh Iritable Bowel Syndrome (IBS), diare dapat mewakili manifestasi
dari penyakit serius yang mendasarinya. Pencarian yang seksama terhadap
penyakit ini perlu dilakukan. Pada diare kronik, hal penting sebagai salah satu
etiologi yaitu kanker kolorektal dan adanya pertumbuhan berlebih bakteri usus
halus atau dikenal sebagai SIBO (small intestinal bacterial overgrowth) (Sands,
2006). Secara umum, diare kronik dibagi menjadi watery, malabsorption, dan
inflammatory diarrhea. Anamnesis cermat, pemeriksaan fisis teliti dan bantuan
pemeriksaan penunjang menjadi modal penting seorang klinsi dalam
menatalaksana diare kronik. Secara umum, penatalaksanaan diare kronik dapat
dibagi menjadi dua, yakni pengobatan suportif dan farmakologik baik untuk
etiologi infeksi atau non-infeksi. (Kuhbacher and Folsch, 2007)
6
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
- Nama Pasien : Ny. G
- Umur : 49 tahun
- Jenis kelamin : Perempuan
- Alamat : Karangdowo, Karangmojo, Tasikmadu
- No. RM : 3868xx
- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
- Status perkawinan : Menikah
- Agama : Islam
- Suku : Jawa
- Tanggal masuk RS : 30 Maret 2017
- Tanggal pemeriksaan : 3 April 2017
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Berak cair
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan
berak cair. Berak cair berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah
dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/4 gelas
belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak cair lebih 5 kali perhari
dan bersifat terus menerus. Pasien mengeluhkan berak cair muncul
setelah muncul benjolan diperut bawah sebelah kanan. Berak cair
menurun setelah minum obat yang dibeli di apotik, tetapi keesokan
harinya muncul lagi ketika obat habis.. Keluhan lain yang dirasakan
pasien yaitu nyeri pada perut. Nyeri perut terutama dirasakan pada
daerah benjolan sebelah kanan bawah. Nyeri perut yang dirasakan
seperti terkena benda tajam, nyeri dirasakan hilang timbul. Selain itu
6
7
perut juga terasa mual, tidak muntah, tidak ada rasa panas di ulu hati dan
tidak terasa penuh saat makan. Nafsu makan juga menurun sehingga
pasien merasa lemas.
Selanjutnya keesokan harinya keluarga membawa pasien ke
dokter umum dengan keluhan yang sama. Kemudian dokter memberikan
obat anti diare dan menyarankan untuk tidak meminum obat dari
warung. Dokter umum juga menyarankan kepada pasien, setelah
keluhannya membaik pasien segera memeriksakan dirinya ke dokter
spesialis kandungan untuk keluhan benjolan pada perut kanan
bawahnya.
Tiga hari setelah setelah berobat ke dokter umum kondisi pasien
sedikit membaik. Berak sudah lembek, tetapi untuk keluhan nyeri pada
perut sebelah kanan bawah masih dirasakan. Oleh sebab itu keluarga
pasien membawa pasien ke dokter spesialis kandungan. Dari
pemeriksaan dokter dicurigai terdapat kista di indung telur pasien.
Kemudian dokter spesialis kandungan melakukan pemeriksaan USG.
Selanjutnya dokter menyarankan kepada pasien untuk dilakukan operasi
pengangkatan pada kista di indung telur. Keluarga pasien bersedia dan
dilakukan operasi pengangkatan kista.
Setelah operasi keluhan nyeri pada perut kanan bawah yang
dirasakan pasien sudah hilang. Satu minggu setelah operasi, pasien
kembali mengeluhkan berak cair. Berak cair berwarna kekuningan,
berlendir, terdapat darah segar dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair
banyak kira-kira 1/4 gelas belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak
cair lebih 5 kali perhari dan bersifat terus menerus. Berak cair muncul
setelah obat diare yang biasanya dikonsumsi dari dokter umum telah
habis. Berak cair meningkat jika pasien makan banyak dan menurun jika
pasien tidak makan. Keluhan lain yang dirasakan pasien yaitu nyeri pada
perut saat berak, perut juga terasa mual, tidak muntah, tidak ada rasa
panas di ulu hati dan tidak terasa penuh saat makan. Pasien merasa lemas
8
4. Riwayat Pribadi
Riwayat merokok : tidak ada
Minum-minuman jamu : tidak ada
Riwayat konsumsi obat : ada (obat anti diare)
5. Riwayat Keluarga
Riwayat darah tinggi : tidak ada
Riwayat penyakit gula : tidak ada
Riwayat asma : tidak ada
Riwayat alergi : tidak ada
Riwayat sakit jantung : tidak ada
6. Riwayat Kebiasaan
Sebelum sakit pasien makan sehari 3 kali nasi 1 porsi dengan lauk
tahu tempe kadang telur, sayur bayam, buncis, nangka muda, kangkung
berganti ganti. Nafsu makan cukup baik. Pasien tidak suka makan
makanan pedas dan minum manis. Pasien jarang mengkonsumsi kopi
namun sering konsumsi teh. Pasien termasuk orang yang periang dan suka
berbicara, tidak pemarah, bila tidak sakit semua aktifitas pribadi
dikerjakan sendiri, jarang minta bantuan ke orang lain. Pasien sering
melakukan aktivitas keagamaan maupun sosial. Sejak 2 minggu terakhir
kegiatan pasien hanya di sekitar tempat tidur. Pasien biasa tidur malam
sekitar pukul 21.00, dan bangun pagi sekitar pukul 04.30.
7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan
a. Keadaan Sosial
Kondisi lingkungan tempat tinggal pasien berada di kampung
dengan jarak dari jalan besar sekitar 1 km. Keadaan tempat tinggal/
lingkungan: rumah pribadi, terdiri dari bangunan utama, teras, dengan
kamar mandi di belakang rumah. Kamar mandi berukuran 2 x 3 m,
berlantai plester semen, WC jongkok, berukuran 1.25 x 1.25 m.
Pasien tinggal dengan suami, anak-anak nya sudah mandiri tinggal
di sekitar rumah pasien. Anak-anak pasien sering berkunjung ke rumah.
11
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Serebrospinal Gelisah (-), Lemah (+), Demam (-), pusing
(+)
Sistem Kardiovaskular Akral dingin (-), sianosis (-), anemis (-),
palpitasi (-), nyeri dada (-)
Sistem Respiratorius Batuk (-), sesak nafas (-)
Sistem Genitourinarius Kencing (+) lancar, nyeri (-) darah (-)
Sistem Gastrointestinal Nyeri perut (+), mual (+), muntah (-), nafsu
makan menurun (+), Berak cair (+)
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (+), nyeri pinggang (-), atrofi
otot (-)
Sistem Integumentum Pucat (-), Clubbing finger (-)
Kesan : terdapat masalah pada sistem serebrospinal, gastrointestinal, dan
muskuloskeletal.
D. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 03 April 2017
Keadaan umum : Tampak sakit sedang, compos mentis, gizi kesan kurang
Tanda vital :
Tekanan Darah Baring : 110 /70 mmHg
Tekanan Darah Duduk : 110/ 70 mmHg
Tekanan Darah berdiri : Sulit dievaluasi, pasien tidak mampu berdiri
12
Mulut :
Bibir sianosis (-), bibir kering (-), stomatitis (-), lidah deviasi (-), lidah kotor
(-), tepi lidah hiperemis (-), papil lidah atropi (-), lidah tremor, tampak gigi
karies (+), palatoschisis (-), napas bau aceton (-), gusi berdarah (-), mukosa
bibir basah, gigi (-).
Leher :
Trachea di tengah, JVP R+2 cm H2O, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi cervical (-), leher
kaku (-), distensi vena- vena leher (-)
Dada :
Bentuk normochest, simetris, retraksi (-), spider naevi (-), venectasi (-),
atrofi muskulus pektoralis mayor (-), pembesaran kelenjar limfe
supraklavikuler (-), infraklavikuler (-), pembesaran KGB Axilla (-/-).
Paru :
Depan
Inspeksi :
Statis :Simetris, sela iga melebar (-), retraksi supra sternal (-), retraksi
intercostalis (-)
Dinamis : Pengembangan dada kanan // kiri
Palpasi :
Statis : Simetris
Dinamis : Fremitus raba kanan // kiri
Perkusi : Sonor / Sonor
Auskultasi :
Kanan : Suara dasar bronkovesikuler, Suara tambahan (-)
Kiri : Suara dasar bronkivesikuler, Suara tambahan (-)
Belakang
- Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
- Palpasi :
14
G. DIAGNOSIS KERJA
Kegawatan
18
maldigesti intraluminal
Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
- Susp Ca colon
H. PLANNING
- Pemeriksaan Colon in Loop
- Pemeriksaan kolonoskopi
- Pemeriksaan endoskopi
- Pemeriksaan LED dan CRP
I. TERAPI
- Inf RL 20 tpm
- Inf Clinimix /24 jam
- Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
- Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj Sohobion 1 amp/24 jam
- Lacto B 2x1
- Zinc 1x1
- Diaform 3x1
J. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : ad malam
- Quo ad funtionam : ad malam
- Quo ad sanam : ad malam
19
K. HASIL FOLLOW UP
04 S/
Pasien mengeluhkan mengeluhkan berak cair. Berak cair
April
berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah dan tidak berbau
2017
(05.00 asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/5 gelas belimbing
) untuk sekali berak. Frekuensi berak cair turun tetapi lebih 5 kali
perhari dan bersifat terus menerus. Diikuti dengan perut sebelah
kanan terasa benjolan keras yang semakin membesar membuat
pasien tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut bagian kanan atas
dirasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala
berkurang, mual berkurang, nafsu makan yang turun dan berat
badannya turun. Pasien BAK sehari 4-5 kali, @ - 1 gelas
belimbing.
O/
TD : 100/70, N : 72, S : 36.9, RR : 20
KU/Kes : sedang/ CM
K/L : Normochepal, SI -/-, CP -/- ,PKGB
Tho : SDV+/+, Rh-/-, Wh -/-, BJ I/II reg, bising -
A/
- Kegawatan
Gastroenteritis kronik, dd : Ec Diare sekretorik, dd ec
neoplasma
Ec Eksudasi cairan, dd Penyakit
20
maldigesti intraluminal
Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
P/
Inf RL 20 tpm
Inj Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
Inj Ranitidin 1 amp/12 jam
Inj Sohobion 1 amp/24 jam
Inj Santagesic / 12 jam
Lacto B 2x1
Zinc 1x1
Loperamid 3 x 1
Hasil pemeriksaan collon in loop
Tidak tampak sumbatan pada aliran kontras, tidak ada massa
pada colon.
05 S/
Pasien berak sudah padat. Berak berwarna kekuningan, berlendir,
April
tidak ada darah dan tidak berbau asam. Jumlah berak cair banyak
2017
(05.00 kira-kira 1/4 gelas belimbing untuk sekali berak. Frekuensi berak
WIB) cair turun yaitu 3 kali perhari. Diikuti dengan perut sebelah kanan
terasa benjolan keras membuat pasien merasa tidak nyaman saat
tidur terlentang. Perut bagian kanan atas dirasakan nyeri. Pasien
juga mengeluhkan nyeri kepala berkurang, mual berkurang, nafsu
makan sedikit meningkat dan berat badannya turun. Pasien
mengeluhkan pernah KB spiral dan belum diambil setelah
21
Kegawatan
Gastroenteritis kronik, dd : Ec Diare sekretorik, dd ec
neoplasma
Ec Eksudasi cairan, dd Penyakit
chorn, Kolitis Ulceratif
Ec malabsorpsi as.empedu dd
maldigesti intraluminal
maldigesti intraluminal
Komorbiditas
- Hepatoma
DD : Hepatoceluler carsinoma
Sirosis hepatis ec viral dd non viral
P/
Inf RL 20 tpm
Inf Clinimix /24 jam
22
BAB II
PEMBAHASAN
Pada laporan kasus ini, pasien atas nama Ny G, umur 49 tahun dirawat di
RSUD Karanganyar bangsal Cempaka dengan diagnosa Gastroenteritis Kronis
dan hepatoma dd ca hepatoceluler yang ditegakgan berdasarkan anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang akan dijelaskan pada paragraf
selanjutnya.
Diagnosa gastroenteritis kronik pada pasien ini berdasarkan anamnesis
yang dilakukan terhadap pasien. Keluhan utama dari pasien yaitu berak cair ,
berak cair. Berak cair berwarna kekuningan, berlendir, tidak ada darah dan tidak
berbau asam. Jumlah berak cair banyak kira-kira 1/5 gelas belimbing untuk sekali
berak. Frekuensi berak cair lebih 10 kali perhari dan bersifat terus menerus. Berak
cair sudah dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan perut
semakin membesar membuat pasien tidak nyaman saat tidur terlentang. Perut
23
bagian kanan atas dirasakan nyeri. Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala, nafsu
makan yang turun dan berat badannya turun. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
pada mata sebelah kanan terdapat pterygium, atropi muskulus temporalis, dan dari
pemeriksaan abdomen didapatkan kondisi pada inspeksi tampak distended,
dinding perut lebih tinggi dibandingkan dengan dinding dada, tampak dareah
bekas operasi dan hepatomegali. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan adanya
peningkatan enzime transaminase SGOT 68. Dari pemeriksaan USG abdomen
didapatkan gambaran hepatoma dd hepatoceluler karsinoma dengan hepatomegali.
Diare berdasarkan onset waktunya terbagi menjadi diare Akut dan Kronik.
Diare akut berdurasi 2 minggu atau kurang, sedangkan diare kronis lamanya lebih
dari 2 minggu. Diare Kronik berdasarkan penyebabnya terdiri dari proses
inflamasi, osmotic (malabsorbsi), sekretori dan dismotilitas. Pada pasien ini di
diagnosa dengan diare kronik. Untuk etiologi dari diare kronik pada pasien ini
berdasarkan anamnesis untuk bentuk tinja yang encer seperti air, hal ini
menunjukan bahwa terjadi kelainan di sistem pencernaan. Selanjutnya untuk onset
terjadinya diare yaitu sepanjang waktu dan muncul mendadak, hal ini curiga
terdapat gangguan organik pada saluran cerna. Untuk keluhan yang menyertai
23
diare yaitu nyeri abdomen sebelah kanan atas disertasi bejolan padat. Riwayat
konsumsi obat pada pasien yaitu obat antidiare yang diberikan oleh dokter umum.
Untuk obat obatan yang merangsang terjadinya diare seperti obat antibiotik,
obat anti hipertensi ( beta blocker), anti kejang, penurun kolesterol tidak pernah
dikonsumsi oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik juga di dapatkan penurunan berat
badan yang signifikan pada pasien, sebelemnya pasien memiliki berat badan 49
tetapi sekarang berkurang menjadi 41 dalam waktu lima bulan terakhir. Pada
pemeriksaan fisik abdomen terdapat hepatomegali.
Selanjutnya pada pemeriksaan awal yaitu darah rutin terdapat peningkatan
leukosit, peningkatan ini tidak selalu karena adanya infeksi. Peningkatan leukosit
dapat juga disebabkan oleh kondisi dehidrasi pada pasien sebelum pemeriksaan.
Secara klinis pasien tidak menunjukan kearah infeksi. Pemberian antibiotik
spektrum luas tetap diberikan untuk profilaksis infeksi sekunder. Selanjutnya
karena curiga secara klinis HIV maka dilakukan pemeriksaan serologi tetapi
24
hasilnya non reaktif. Tetapi perlu kita pantau, mungkin pada pasien ini masih
dalam infeksi HIV fase window periode sehingga menunjukan hasil negatif.
Pemeriksaan HbsAg, SGOT dan SGPT juga dilakukan untuk mengetahui etiologi
dari hepatomegali. Didapatkan hasil peningkatan SGOT, peningkatan ini terjadi
karena adanya destruksi pada sel hepatosit sehingga produksi SGOT meningkat.
Pada pasien ini jaga dilakukan pemeriksaan feses rutin untuk mengetahui adanya
infeksi parasit. Hasil pemeriksaan feses yaitu secara makroskopis encer, berwarna
kuning dan secara mikroskopis tidak ada infeksi parasit. Sehingga diagnosis
banding untuk disentri tereksklusi.
Pada pemeriksaan penunjang lajutan dengan pemeriksaan USG abdomen
kesan yaitu malignasi hepar dd ca hepatoceluler. Karsinoma hepatoceluler
merupakan jenis tumor sekunder yang menyerang sel hepatosit. Tumor sekunder
merupakan metastasis dari tumor primer. Kemungkinan terdapat tumor primer
yang di derita oleh pasien. Oleh sebab itu dilakukan pemeriksaan colon in loop,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat tumor primer di
kolon. Ternyata hasil pemeriksaan colon in loop menunjukan hasil bahwa tidak
terdapat masa di lumen colon. Sebaiknya, untuk memastikan kembali dapat
dilakukan pemeriksaan colonoskopi. Pemeriksaan ini memiliki nilai spesifitas
yang lebih tinggi daripada colon in loop. Pada colonoskopi memiliki beberapa
keuntungan daripada colon in loop. Pemeriksaan colonoskopi dapat menegakkan
diagnosis patologi anatomi, sehingga dapat mengetahui kelainan fungsional atau
organik.
Inflammatory bowel disease (IBD) menggambarkan kondisi peradangan
saluran cerna kronik dan idiopatik. Secara umum dibagi atas kolitis ulseratif
(KU), penyakit Crohn (PC) dan IBD type unclassifi ed (IBDU, dulu dikenal
sebagai indeterminate colitis). Etiopatogenesis IBD belum sepenuhnya
dimengerti. Faktor genetik dan lingkungan dalam saluran cerna seperti perubahan
bakteri usus dan peningkatan permeabilitas epitel saluran cerna diduga berperan
dalam gangguan imunitas saluran cerna yang berujung pada kerusakan saluran
cerna
Tabel perbedaan antara Kolitis Ulseratif dengan penyakit Chorn
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka pada pasien ini telah ditegakkan diagnosa Gastroenteretis kronik dan
karsinoma hepatocelluler.Tetapi untuk etiologi diare kronik belum bisa ditemukan
pada kasus ini. Dari perjalanan penyakit dan riwayat perawatan selama
pengamatan, terapi simptomatik yang diberikan pada pasien ini berespon baik.
Tetapi untuk terapi kausatif masih belum maksimal pada kasus ini. Pada pasien ini
diperlukan monitoring dan keseimbangan cairan yang baik agar tidak dehidrasi.
B. Saran
Saran untuk dokter tentang pasien ini diantaranya diperlukan upaya
pengenalan dini serta penatalaksanaan yang tepat dan adekuat untuk penyakit
26
Daftar Pustaka
26
Bernstein CN, Fried M, Krabshuis JH, Cohen H, Eliakim R, Fedail S, et al. World
gastroenterology organization practice guidelines for the diagnosis and
management of IBD in 2010. Infl amm Bowel Dis 2010; 16(1): 112-24.
Kuhbacher T, Folsch UR. Practical guidelines for the treatment of infl ammatory
bowel disease. World J Gastroenterol 2007; 13(8): 1149 55.
Sands BE. New therapies for the treatment of infl ammatory bowel disease. Surg
Clin N Am 2006; 86: 104564.
27