Anda di halaman 1dari 15

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. J
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Pensiunan
Bangsa : Indonesia
Status : Menikah

I.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 23 Mei 2017 pukul 11.30
WIB, di poli kulit dan kelamin RSPAD Gatot Soebroto.

I.2.1 Keluhan Utama


Pasien datang dengan keluhan bercak merah kehitaman di telapak kaki kiri dan di sela
ibu jari kaki kanan

I.2.2 Keluhan Tambahan


Bagian kaki yang timbul bercak merah kehitaman terasa gatal, menebal, dan terkelupas.

I.2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSPAD Gatot Subroto pada tanggal 23 Mei
2017 dengan keluhan bercak merah di telapak kaki kiri sejak 1 bulan yang lalu dan pada
sela ibu jari kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya timbul bercak kemerahan yang
gatal di telapak kaki kiri. Gatal dirasakan sepanjang hari terutama saat tidak ada aktifitas dan
tidak bertambah jika berkeringat. Keluhan disertai dengan timbulnya gelembung
gelembung seukuran kepala jarum pentul, yang jika digaruk akan pecah dan mengeluarkan
cairan kekuningan serta bau amis.
Pasien sudah berobat ke dokter spesialis kulit sebanyak 2 kali. Pada kunjungan
pertama, pasien mendapat salep racikan. Pasien merasa keluhan gatal berkurang, bercak

1
merah menjadi kehitaman, tidak timbul gelembung gelembung, dan kulit kaki terasa
menebal serta mulai terkelupas. Pada kunjungan kedua, pasien mendapat salep terbinafine
HCl, tablet cetirizine, dan rivanol. Pasien mengatakan keluhan timbul kembali. Keluhan
serupa juga dirasakan di sela ibu jari kaki kanan. Pasien mempunyai kebiasaan mencuci
dengan detergen dan memakai air bekas cucian untuk mencuci kaki.

I.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


Tidak ada

I.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang memiliki kelainan kulit yang serupa dan kelainan kulit
yang lain.

I.2.6 Riwayat Atopi


Riwayat alergi terhadap makanan tidak ada
Riwayat alergi terhadap obat-obatan tidak ada
Riwayat asma tidak ada

I.3 Pemeriksaan Fisik


I.3.1 Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit ringan.
Kesadaran : Compos Mentis
Gizi :
- BB = 62 Kg
- TB = tidak dilakukan
Tanda Vital : S : afebris HR: 82x/m RR: 20x/m
Mata :
- Konjungtiva tidak anemis kanan dan kiri.
- Sklera tidak ikterik kanan dan kiri.
Tenggorok :
- Faring : Tidak hiperemis.
- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis.
Thoraks :

2
- Jantung : Bunyi jantung I dan II murni regular, tidak ada murmur dan gallop.
- Paru : Suara napas vesikuler, tidak ada ronkhi dan wheezing.

Abdomen :
Perut tampak cembung, supel, tidak teraba adanya pembesaran.
KGB :
Tidak teraba pembesaran KGB.

I.3.2 Status Dermatologikus


Lokasi : plantar pedis sinistra dan interdigitalis digiti I dekstra
Eflouresensi :
Makula eritema plakat, makula hiperpigmentasi plakat, skuama kasar, terdapat
likenifikasi

Gambar 1 Lesi Daerah Plantar Pedis Sinistra

3
Gambar 2 Lesi Daerah Interdigitalis Digiti I Dekstra

I.4 Pemeriksaan Laboraturium


- Tes KOH 10% : hasil negatif

I.5 Resume
Tn. J, laki-laki 65 tahun, datang dengan keluhan bercak merah kehitaman di daerah
telapak kaki kiri dan sela ibu jari kaki kanan. Bagian kaki yang timbul bercak merah
kehitaman terasa gatal, kulit menebal dan terkelupas. Awalnya bercak merah yang gatal
dirasakan pertama kali di telapak kaki kiri, sepanjang hari, terutama saat tidak ada aktifitas,
tidak bertambah jika berkeringat. Kemudian timbul gelembung-gelembung seukuran kepala
jarum pentul, jika digaruk pecah mengeluarkan cairan kekuningan dan bau amis. Setelah itu
bercak merah menjadi kehitaman, kulit terasa menebal dan mulai terkelupas. Keluhan serupa
juga dirasakan di sela ibu jari kaki kanan. Kebiasaan pasien mencuci dengan detergen dan air
cucian digunakan untuk mencuci kaki.
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Status dermatologikus
menunjukan pada regio plantar pedis sinistra dan interdigitalis digiti I dekstra terdapat
makula eritema ukuran plakat, makula hiperpigmentosa plakat, terdapat skuama kasar, serta
terdapat likenifikasi. Pemeriksaan KOH menunjukkan hasil yang negatif.
I.6 Diagnosis Kerja

4
Dermatitis Kontak Alergik

I.7 Diagnosis Banding


Dermatitis Kontak Iritan

I.8 Rencana Pemeriksaan


Uji tempel (patch test)

I.9 Penatalaksanaan
I.9.1 Non-Medikamentosa
1. Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit ini adalah penyakit yang disebabkan
oleh alergi terhadap deterjen.
2. Memberi tahu pasien untuk menghindari kontak dengan deterjen.
3. Menjaga kebersihan tubuh.
I.9.2 Medikamentosa
Sistemik :
1. Cetirizine 10 mg 1x1
Topikal :
1. Kompres dengan Nacl 0,9%

I.10 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB II

5
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Kulit


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada
orang dewasa sekitar 2,7 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit
bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas.
Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan
bokong. Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan
jaringan ikat. Kulit sendiri terbagi menjadi 3 lapisan yaitu epidermis, dermis, hypodermis
(subkutis). 1

II.1.1 Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis
gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis
berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki.
Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap

6
4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam): 1
1. Stratum Korneum
Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum Lusidum
Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan
telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum Granulosum
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma
terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang
mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum Spinosum
Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamenfilame
tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan
melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami
gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril.
Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel
Langerhans.
5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)
Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel
epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke
permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.Merupakan satu lapis sel
yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel,
sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit)
dan pengenalan alergen (sel Langerhans).

II.1.2 Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai True
Skin. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.

Dermis terdiri dari dua lapisan :

7
Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya
usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit
manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling
bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi
kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput. Dermis mempunyai
banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu
folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak
tidaknya derivat epidermis di dalam dermis. Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical
strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi.1

II.1.3 Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak.
Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan
di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi
Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol
bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.1

Gambar 14 Lapisan Kulit

Reseptor yang cepat beradaptasi di kulit yaitu reseptor taktil (sentuh) dikulit yang
memberitahu mengenai perubahan tekanan pada permukaan kulit. Karena reseptor ini cepat

8
beradaptasi maka seseorang tidak menyadari sedang memakai jam tangan, cincin dan
sebagainya. Sewaktu memakai sesuatu maka akan terbiasa karena adanya adaptasi cepat
reseptor tersebut. Sewaktu mencopotnya maka akan menyadarinya karena adanya off
response.1
Mekanisme adaptasi untuk korpus atau badan Pacini (Pacinian corpuscle) suatu
reseptor kulit yang mendeteksi tekanan dan getaran diketahui dari sifat-sifat fisiknya. Korpus
Pacini adalah suatu ujung reseptor khusus yang terdiri dari lapisan-lapisan konsentrik
jaringan ikat mirip kulit bawang yang membungkus ujung perifer suatu neuron aferen.1
Setiap neuron sensorik berespons terhadap informasi sensorik hanya dalam daerah
terbatas dipermukaan kulit sekitarnya, daerah ini dikenal sebagai lapangan reseptif (receptive
field). Ukuran lapangan reseptif bervariasi berbanding terbalik dengan kepadatan reseptor
didaerah tersebut. Semakin dekat penempatan reseptor jenis tertentu, maka semakin kecil
daerah kulit yang terpantau oleh reseptor tersebut. Semakin kecil lapangan reseptif di suatu
daerah maka semakin besar ketajaman (acuity) atau kemampuan diskriminatif.1
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan
papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil
meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri
asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat
nutrient dari dermis melalui membran epidermis.1

II.2 DERMATITIS KONTAK ALERGIK

II.2.1 Definisi
Dermatitis kontak alergik (DKA) adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.2

II.2.2 Etiologi
Penyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya
rendah (<1000 dalton), merupakan alergen yang belum diproses, disebut hapten, berifat
lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis
di bawahnya.3 Biasanya berupa bahan logam berat, kosmetik (lipstik, deodoran, cat rambut),
bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting), obat-obatan (obat kumur, sulfa,
penisilin), karet (sepatu), dan lain-lain.2 Faktor faktor yang berpengaruh dalam timbulnya
DKA yaitu potensi sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama

9
pajanan, suhu dan kelembapan lingkungan, vehikulum dan pH. Juga faktor individu yaitu
keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status
imunologik (misalnya sedng menderita sakit, terpajan sinar matahari).3

II.2.3 Epidemiologi

Epidemiologi DKA sering terjadi. Penyakit ini terhitung sebesar 7% dari penyakit
yang terkait dengan pekerjaan di Amerika Serikat.4 Berdasarkan beberapa studi yang
dilakukan, insiden dan tingkat prevalensi DKA dipengaruhi oleh alergen-alergen tertentu.
Dalam data terakhir, lebih banyak perempuan (18,8%) ditemukan memiliki DKA
dibandingkan laki-laki (11,5%). Namun, harus dipahami bahwa angka ini mengacu
pada prevalensi DKA dalam populasi (yaitu, jumlah individu yang potensial menderita
DKA bila terkena alergen), dan ini bukan merupakan angka insiden (yaitu, jumlah individu
yang menderita DKA setelah jangka waktu tertentu).5

II.2.4 Patogenesis3
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respons imun yang
diperantarai oleh sel (cell mediated immune respons) atau suatu reaksi hipersensitivitas tipe
lambat. Paparan sensitisasi yang kuat menyebabkan sensitisasi dalam waktu seminggu atau
lebih sedangkan paparan alergen yang lemah memerlukan waktu berbulan-bulan hingga
bertahun-tahun untuk sensitisasi.4 Terdapat dua fase yang terjadi pada DKA yaitu :
1. Fase sensitisasi
Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh
sel langerhans dengan cara pinositosis. Hapten tersebut akan diproses secara kimiawi oleh
enzim lisosom atau sitosol dan dikonjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen
lengkap. Selain itu keratinosit yang terpajan oleh hapten akan melepaskan sitokin
proinflamasi yaitu TNF yang dapat menekan produksi E-cadherin yang mengikat sel
langerhans pada epidermis dan menginduksi aktivitas gelatinosis sehingga memperlancar
sel langerhans melewati membran basalis bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat
melalui saluran limfe. Di dalam kelnjar limfe, sel langerhans mempresentasikan kompleks
HLA-DR-antigen kepada sel T naif. Sel langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi
sel T untuk mensekresi IL-2. Sitokin ini akan menstimulasi proliferasi dan diferensiasi
menjadi sel Th1 yang akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh

10
tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi tersensitisasi. Fase ini rata rata berlangsung
selama 2 3 minggu.3
2. Fase elisitasi
Fase elisitasi terjadi pada pajanan ulang alergen. Hapten akan ditangkap oleh sel
langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh HLA-DR kemudian
diekspresikan di permukaan sel. Kompleks HLA-DR-antigen akan dipresentasikan kepada
sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe sehingga terjadi
proses aktivasi. Sel T yang teraktivasi mengeluarkan IFN- yang akan mengaktifkan
keratinosit. Keratinosit menghasilkan sejumlah sitokin antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan
GMCSF. IL-1 dapat menstimulasi keratinosit menghasilkan eikosanoid. Sitokin dan
eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag. Sel mast yang berada di dekat
pembuluh darah dermis akan melepaskan antara lain histamin, faktor kemotaktik, PGE2
dan PGD2, serta leukotrien B4 (LTB4). Eikosanoid yang berasal dari sel mast
(prostaglandin) maupun dari keratinosit menyebabkan dilatasi vaskular dan meningkatkan
permeabilitas sehingga molekul larut seperti komplemen dan kinin mudah berdifusi ke
dalam dermis dan epidermis. Faktor kemotaktik dan eikosanoid menarik neutrofil,
monosit, dan sel darah lain dari dalam pembuluh darah masuk ke dalam dermis. Rentetan
kejadian tersebut akan menimbulkan respon klinis DKA. Fase elisitasi umumnya terjadi
antara 24-48 jam.3

II.2.5 Diagnosis
1. Anamnesis.
Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang
ditemukan. Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi,
obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bhan bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi,
baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Penderita umumnya mengeluh
gatal.3
2. Pemeriksaan Fisik
Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang
akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi
dan eksudasi (basah). Reaksi yang sama dapat terjadi setelah beberapa minggu di
tempat yang tidak terpapar. Pada yang subakut dapat terlihat plak eritem ringan yang

11
menunjukkan sisik halus, dapat juga muncul papula kecil, merah, runcing atau bulat.
Pada keadaan kronis terlihat plak likenifikasi (penebalan kulit disertai relief kulit
yang makin jelas), papul bulat atau datar, ekskoriasi, skuama, eritema, pigmentasi
dan batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan
kronis. Awalnya lesi DKA terbatas pada tempat kontak, kemudian dapat meluas ke
tempat lain, misalnya dengan cara autosensitisasi.3,4
3. Pemeriksaan Penunjang
Uji tempel (Patch Test)
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Untuk
melakukan uji tempel diperlukan antigen standar misalnya finn chamber
system kit atau T.R.U.E test. Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan
standar, dapat berupa bahan campuran yang berasal dari rumah, lingkungan
kerja, atau tempat rekreasi. Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel
di kulit, misalnya kosmetik dan pelembab, bila dipakai untuk uji tempel
dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara
rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya sampo, harus
diencerkan terlebih dahulu. Produk yang bersifat iritan, misalnya deterjen,
hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian atau
sepatu yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan
potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi pengawet dan ditempelkan di kulit dengan memakai finn chamber,
dibiarkan sekurang kurangnya 48 jam. Setelah dibiarkan menempel selama
48 jam, uji tempel dilepas. Pembacaan pertama dilakukan 15 30 menit
setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau
minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut :3
- +1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)
- +2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
- +3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
- = meragukan : hanya makula eritematosa
- IR = iritasi : seperti terbakar, pustul atau purpura
- - = reaksi negatif (-)
- NT = tidak dites

12
Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi,
biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Interpretasi dilakukan setelah
pembacaan kedua. Pembacaan kedua penting untuk membedakan antara
respons alergik atau iritasi. Respons alergik biasanya menjadi lebih jelas
antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke
+++ (reaksi tipe crescendo). Sedangkan respons iritan cenderung menurun
(reaksi tipe decrescendo).3 Uji tempel harus ditunda sampai dermatitis telah
mereda setidaknya 2 minggu dan harus dilakukan pada bagian tubuh yang
sebelumnya tidak terlibat.4
Reaksi positif palsu dapat terjadi antara lain bila konsentrasi terlalu tinggi,
efek pinggir uji tempel, efek tekan jika menggunakan padat. Reaksi negatif
palsu dapat terjadi misalnya karena konsentrasi terlalu rendah, vehikulum
tidak tepat, bahan uji tempel tidak melekat dengan baik atau longgar akibat
pergerakan, serta pemakaian kortikosteroid sistemik atau topikal poten yang
lama dipakai pada area uji tempel dilakukan.3

II.2.6 DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding yang utama adalah dermatitis kontak iritan (DKI). Kelainan kulit
DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang tidak khas, dapat juga
menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik atau psoriasis.3

II.2.7 PENATALAKSANAAN3,4

Umum
Identifikasi dan hindari faktor penyebab (umumnya kelainan kulit akan mereda
dalam beberapa hari)
Khusus
Sistemik
Glukokortikoid diindikasikan pada DKA berat maupun yang lewat udara. Dosis
prednisone mulai diberikan 70 mg (dewasa), kemudian diturunkan 5-10 mg/hari
selama 1 2 minggu.
Topikal
- Kompres dengan larutan garam faal atau larutan asam salisilat 1 : 1000

13
- Salep/gel glukokortikoid (untuk DKA ringan atau DKA akut yang telah mereda)

II.2.8 PROGNOSIS
Prognosis DKA umumnya baik, sejauh dapat menghindari bahan penyebabnya.
Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis oleh
faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis atau psoriasis), atau sulit menghindari
alergen penyebab, misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu.3

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 5.
Jakarta: Universitas Indonesia; 2007. h. 3-8.
2. Siregar RS. Dermatofitosis dalam Saripati Penyakit Kulit. Ed 2. Jakarta:
EGC; 2004. h. 88-93.
3. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Ed 7.
Jakarta: Universitas Indonesia; 2015. h. 97-100.
4. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatricks Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology.

7th ed. New York: The McGraw-Hill Companies; 2013. h. 24-31


5. Tersinanda TY, Rusyati LMM. Dermatitis Kontak Alergi. Denpasar: 2013

15

Anda mungkin juga menyukai