Anda di halaman 1dari 13

Medical Articles

Medical Ebook, Journal, Paper, Case Report, Laporan Kasus, Referat

We d n e s d a y, 1 2 A u g u s t 2 0 1 5

Creeping eruption, cutaneous larva migrans, cacing di


kulit
Creeping eruption, cutaneous larva migrans, cacing di kulit

2.1 Definisi
Creeping eruption adalah kelainan kulit yang merupakan peradangan berbentuk
linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi larva cacing
tambang yang bermigrasi di dalam kulit.2

2.2 Epidemiologi
Penyakit ini terdapat di seluruh daerah tropis, subtropis, yang memiliki suhu hangat
dan lembab misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, di Eropa Utara selama
musim panas, dan juga termasuk Indonesia.2,7 Creeping eruption cenderung terjadi
pada anak-anak, petani, tukang kebun, dan orang-orang yang sering berenang di
laut.7,8

2.3 Etiologi
Penyebab utama creeping eruption adalah larva cacing tambang pada binatang
anjing dan kucing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.2
Ancylostoma braziliense merupakan penyebab terbanyak di Amerika Selatan, Amerika
Serikat dan berbagai daerah tropis lainnya.7 Di Asia Timur umumnya disebabkan oleh
gnatostoma babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus,
Strongyloides sterconalis, Dermatobia maxiales dan Lucilia caesar. Selain itu dapat
pula disebabkan oleh larva dari beberapa jenis lalat, misalnya Castrophilus (the horse
bot fly) dan cattle fly. 2
Nematoda atau cacing dewasa hidup pada hospes, yaitu pada anjing atau kucing.
Telur cacing dikeluarkan bersama dengan kotoran binatang, karena kelembaban akan
menetas menjadi larva rabditiform, selanjutnya akan berubah menjadi larva filariform

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 1 of 13
yang mampu mengadakan penetrasi ke kulit.2,6

Gambar 2.1 Siklus hidup Ancylostoma spp.9

2.4 Patogenesis
Penularan terjadi karena individu kontak dengan tanah lembab yang terkontaminasi
kotoran anjing, atau kucing yang telah mengandung larva cacing tersebut. Larva
mengadakan penetrasi ke kulit manusia. Keadaan ini dapat menetap selama berminggu-
minggu sampai berbulan-bulan atau langsung menjalar dan menimbulkan garis seperti
benang yang berjalan, dan agak meninggi.7 Larva ini tinggal di kulit dan bermigrasi
sepanjang dermoepidermal, setelah beberapa jam atau hari akan timbul gejala kulit.2
Larva ini tidak dapat mengadakan penetrasi ke dermis manusia, maka tidak dapat
terjadi siklus hidup yang normal. Manusia merupakan hospes yang tidak tepat bagi larva
tersebut, sehingga larva akhirnya akan mati. Pada hospes binatang yang tepat, siklus
hidup larva tersebut mirip dengan siklus hidup cacing tambang pada manusia. Biasanya
larva ini merupakan stadium ketiga dari siklus hidupnya.6

Gambar 2.2 Larva dalam kulit10

2.5 Gejala Klinis


Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Mula-mula akan

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 2 of 13
timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi bebentuk linear atau
berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 23 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya
lesi berupa papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada
dikulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya papul merah ini akan
menjalar seperti benang, berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan
membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter.2 Lesi yang
lama akan mengering membentuk krusta. Sejumlah besar larva dapat aktif pada saat
yang sama dengan disertai pembentukan serangkaian lesi yang berputar-putar dan
berliku-liku.7
Larva bergerak sepanjang beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter dalam
sehari, dan berada di bagian depan lesi. Migrasi larva biasanya terbatas pada daerah
yang relatif kecil, tapi kadang dapat bermigrasi lebih jauh . Sepanjang garis lesi sering
terdapat vesikula, dan rasa gatal. 7
Migrasi akan berhenti setelah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyakit ini
bersifat self limiting karena manusia merupakan hospes terakhir sampai larva tersebut
akhirnya mati. Perkiraan mengenai lamanya penyakit secara alamiah sangat bervariasi,
tergantung spesies larva, tetapi umumnya tidak diketahui. Beberapa lesi menetap
selama beberapa bulan. 7
Tempat predileksi adalah di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha, juga
di bagian tubuh dimana saja sering kontak dengan tanah tempat larva berada.2
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan bentuk kelainan yang khas, yakni terdapatnya
kelainan seperti benang yang lurus atau berkelok-kelok, kemerahan, menimbul dan
terdapat papul atau vesikel di atasnya.2 Dengan biopsi biasanya kurang mempunyai arti
karena larva sulit ditemukan.7 Pada pemeriksaan darah kadang dapat terjadi
hipereosinofilia atau peningkatan imunoglobulin E.3

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 3 of 13
Gambar 2.3 Creeping eruption pada kaki

Gambar 2.4 Creeping eruption pada bokong

Gambar 2.5 Creeping eruption pada badan

Gambar 2.6 Creeping eruption pada kaki

2.7 Diagnosis Banding


Gejala klinis creeping eruption dapat didiagnosis banding dengan beberapa
penyakit dibawah ini :
1. Skabies

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 4 of 13
Merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiei var, hominis dan produknya. Terowongan pada skabies dapat
menyerupai terowongan pada creeping eruption. Tetapi terowongan yang terbentuk
pada skabies berbentuk garis lurus, sedangkan pada creeping eruption berkelok-
kelok dan lebih panjang.2 Tempat predileksinya biasanya pada tempat dengan
stratum korneum yang tipis yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian
volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),
umbilikus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan perut bagian bawah.12

Gambar 2.7 Skabies.13

2. Dermatofitosis
Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk,
misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan oleh
golongan jamur dermatofita. Dermatofitosis dapat mengenai seluruh bagian tubuh,
dengan gejala klinis gatal, kelainan berbatas tegas, terdiri atas bermacam-macam
efloresensi kulit (polimorf), bagian tepi lesi lebih aktif (lebih jelas tanda-tanda
peradangan) daripada bagian tengah.14 Dermatofitosis dapat menyerupai creeping
eruption dari bentuk polisikliknya.2

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 5 of 13
Gambar 2.8 Dermatofitosis.15

3. Insects bite
Insects bite merupakan lesi yang disebabkan oleh sengatan atau gigitan serangga.
Gejala klinis berupa reaksi inflamasi lokal seperti eritem, edem setempat, urtika
kemudian dapat menjadi papul, vesikel dan pustula steril.16 Lesi awal pada creeping
eruption yang berupa papul sering diduga sebagai insects bite.2

Gambar 2.9 Insect bite.17

4. Herpes zoster
Herpes zoster merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-
zoster yang menyerang kulit dan mukosa. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer. Gejala klinis biasanya diawali oleh gejala prodromal.
Setelah itu timbul eritema yang dalam waktu singkat menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang eritematous dan edem.18 Bila invasi larva pada creeping
eruption terjadi secara multipel dan serentak, papul-papul pada lesi dini dapat
menyerupai herpes zoster.2

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 6 of 13
Gambar 2.10 Herpes zoster.19

2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada Creeping eruption antara lain:
a. Infeksi sekunder
Adanya rasa gatal di sepanjang lesi menyebabkan penggarukan yang mengakibatkan
terjadinya infeksi sekunder.7 Biasanya disebabkan oleh Streptococcus pyogenes.
Dapat diobati dengan antibiotik topikal. 20
b. Sindrom Loeffler
Merupakan suatu gangguan pada sistem respirasi sementara yang disebabkan oleh
infeksi larva cacing, ditandai dengan batuk, dispnea, demam, eosinofilia, dan
adanya gambaran infiltrat di paru-paru pada pemeriksaan rontgen torak. Biasanya
terjadi pada infestasi yang berat, atau pada creeping eruption yang disebabkan oleh
larva cacing Strongyloides sterconalis. Bersifat self limited, gejala akan menghilang
dalam 3-4 minggu. 7, 21

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 7 of 13
Gambar 2.11 Infiltrat pada paru-paru.21

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Penatalaksanaan umum
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
a. Sebaiknya masyarakat di daerah endemis meningkatkan kebersihan lingkungan. 20
b. Menggunakan alas kaki untuk mencegah penetrasi larva ke dalam kulit. 20
c. Tidak membiarkan anjing atau kucing berkeliaran dan memberikan pengobatan
pada binatang yang terinfeksi cacing tambang, yaitu dengan pemberian antelmintik
seperti fenbendazol, dan ivermektin. 5,22

2.9.2 Penatalaksanaan khusus


a. Pengobatan sistemik
Pengobatan secara sistemik diberikan untuk lesi yang luas atau yang gagal dengan
pengobatan secara topikal. Creeping eruption dapat diobati dengan antelmintik
secara oral. 20Beberapa antelmintik yang efektif untuk mengobati Creeping
eruption antara lain :
1.Tiabendazol (Mintezol)
Merupakan drugs of choice (DOC) untuk Creeping eruption. Bekerja dengan
menghambat enzim fumarat reduktase larva, dan menghambat ambilan glukosa
oleh larva sehingga menyebabkan kematian larva. 20
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 25-50 mg/kgBB/ hari dua kali
sehari, selama 2-5 hari. Untuk anak-anak diberikan 25-50 mg/kgBB/hari dua kali

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 8 of 13
sehari, maksimal 3 gram sehari. 20 Bila masih ditemukan lesi aktif, selang dua hari
kemudian dapat diberikan lagi satu kuur pengobatan.23
Obat ini kontra indikasi untuk anak-anak dengan berat badan kurang dari 15
kg, gangguan fungsi hati atau ginjal dan pasien yang hipersensitif. Efek samping
yang ditimbulkan dapat berupa anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala,
nyeri epigastrium dan rasa kantuk. 23
Tiabendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 500 mg dan sirup berisi 100
mg/ml, tapi sulit didapat kan dipasaran. 23

2. Albendazol
Merupakan antelmintik berspetrum luas yang bekerja dengan cara memblokir
pengambilan glukosa oleh larva, sehingga glikogen menurun dan pembentukan ATP
berkurang, akibatnya larva akan mati. 23
Albendazol tersedia dalam bentuk sediaan tablet 400 mg dan suspensi 200
mg/5 ml. Diberikan dengan dosis 400 mg peroral selama 3 hari berturut-turut
untuk dewasa dan anak-anak usia di atas 2 tahun. Untuk anak-anak usia di bawah
2 tahun diberikan 200 mg/hari selama 3 hari. 20
Efek samping yang ditimbulkan antara lain nyeri ulu hati, diare, sakit kepala,
mual, lemah, insomnia, dan dizzines. Albendazol tidak dianjurkan untuk wanita
hamil, penderita serosis dan hipersensitif. 23

3. Ivermektin
Merupakan antelmintik yang menyebabkan larva mati dalam keadaan
paralisis, bekerja dengan cara memperkuat peranan GABA pada proses saraf tepi.
Memiliki margin of safety yang lebar dan toksisitas yang rendah. 23
Dosis yang digunakan untuk dewasa dan anak-anak usia lebih dari 5 tahun
adalah 200 mcg/kgBB peroral satu kali pemberian, sedangkan untuk anak-anak
usia di bawah 5 tahun diberikan dengan dosis 150 mcg/kgBB peroral satu kali
pemberian. 20
Efek samping yang ditimbulkan umumnya ringan, sebentar dan dapat ditolerir.
Biasanya berupa demam, pruritus, sakit kepala, nyeri di kelenjar limfe, sakit otot
dan sakit sendi. 23
Obat ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil, dan jangan diberikan bersama-
sama dengan barbiturat, benzodiazepin, dan asam valproat. 23

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 9 of 13
b. Pengobatan Topikal
1. Tiabendazol topikal 10-15%
Diaplikasikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Obat ini perlu diaplikasikan di
sepanjang lesi dan pada kulit normal di sekitar lesi. 2
2. Solusio tiobendazol 2% dalam DMSO (dimetil sulfoksida) 2

3. Tiabendazol topikal ditambah kortikosteroid topikal


Digunakan secara oklusi dalam 24-48 jam. 2
4. Dry ice (CO2 snow)
Dilakukan dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dilakukan selama
dua hari berturut-turut. 2
5. Etil klorida
Terapi ini efektif apabila epidermis terkelupas bersama parasit. Seluruh
terowongan harus dibekukan karena parasit diperkirakan berada dalam
terowongan. Cara ini bersifat traumatik dan hasilnya kurang dapat dipercaya
karena lokasi tempat larva berada sulit ditentukan.2,24

2.10 Prognosis
Prognosis baik karena bersifat self limiting disease. Manusia merupakan hospes
terakhir sampai larva tersebut akhirnya mati. Lesi akan sembuh dalam 4-8 minggu,
dan jarang sekali dapat berlangsung selama 1 tahun.20

DAFTAR PUSTAKA
1. Turtington CA.Cutaneous larva migrans ; http://www.healthline.com [diakses 31
mei 2008]
2. Aisah S. Creeping eruption. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2002. 125-6.
3. Albanes G, Venturi C, Galbiati G. Treatment of Larva Migrans Cuanea (Creeping
eruption): a Comparison between Albendazole and Traditional Therapy.
International Jornal of Dermatology. 2001. 67-71.
4. Yamaguci T. Helminthes. Dalam : Handojo M, Anugerah P, editor. Atlas berwarna
parasitologi klinik. Jakarta : EGC, 1994.180.

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 10 of 13
5. Garcia LS, Bruckner DA.Cutaneous larva migrans. Dalam : Padmasutra L, editor.
Diagnostik parasitologi kedokteran. Jakarta : EGC, 1996. 170-1.
6. Margono SS, Abidin SAN. Ancylostoma braziliense dan ancylostoma caninum.
Dalam Gandahusada S, Illahude HHD, Pribadi W, editor. Parasitologi kedokteran,
edisi 3. Jakarta : Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2003.15-6.
7. Maskur Z. Ruam menjalar. Dalam : Harahap M, editor. Ilmu penyakit kulit. Jakarta
: Hipokrates, 2000. 106-7.
8. Weller PF. Larva migrans cutaneous. Dalam : Asdie AH, editor. Harrison prinsip-
prinsip ilmu penyakit dalam volume 2, edisi 13. Jakarta : EGC, 1999.1036.
9. Johnson MT. The Major Human Parasitic Nematodes ;
http://web.indstad.edu/parasitologi/NEMAT.HTM [diakses 4 Juni 2008]
10. Veien NK, Nielsen M. Atlas of Dermatology ; http://www.danderm-pdv.is
[diakses 30 mei 2008].
11. Fajarqimi. Cutaneous Larva Migrans ; http://fajarqimi.com [diakses 4 Juni
2008].
12. Handoko RP. Skabies. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2002. 122-5.
13. Adams K. Scabies Infestasion ; http://whatsthatbug.com/scabies.html [diakses 4
Juni 2008].
14. Budimulja U. Mikosis. Dalam : Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2002. 89-105.
15. William G. Hygiene Virus, Bacteria and Paracites ; http://scientificpsychic.com
[diakses 4 Juni 2008]
16. Maskur Z. Gigitan dan Sengatan Serangga.. Dalam : Harahap M, editor. Ilmu
Penyakit Kulit. Jakarta : Hipokrates, 2000. 113-5.
17. Raigosabe. Insect Bite Reaction ; http://www.dermatlas.med.com [diakses 4
Juni 2008]
18. Handoko RP. Herpes Zoster. Dalam Djuanda A, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2002. 110-2.
19. Sampurna R. Herpes Zoster ; http://www.histopathology.india.net-
herpeszoster.htm [diakses 4 Juni 2008]
20. Juzych LA. Cutaneous larva migrans ; http://www.emedicine.com [diakses 30
mei 2008]
21. Talmaciu I. Loeffler Syndrome; http://www.emedicine.com [diakses 30 mei

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 11 of 13
2008]
22. Holton K, Pepper D. Prevention of Zoonotic Transmission of Ascaris and
Hookworms of Dogs and Cats; http://www.cdc.gov [diakses 30 mei 2008]
23.Sukarban S, Santoso SO. Antelmintik. Dalam Ganiswarna SG, editor. Farmakologi
dan Terapi, edisi 4. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2003. 523-536.
24. Paller AS, Mancini AJ. Cutaneous larva migrans. Hurwitz clinical pediatric
dermatologi, edisi 3. Chicago : Elsevier, 2006.496-497

Share

3 comments:

silvi landa 29 December 2015 at 12:13


988Bet | Agen Sbobet | Agen Judi | Agen Bola
Agen Sbobet
Agen Bola
Agen Judi
Bandar Judi
Bandar Bola Bonus
Bandar Asia77
Agen Poker
Agen Asia8
Agen 1sCasino
Agen Casino
Agen Bola IBCBET
Agen Bola Sbobet
Prediksi Bola
Reply

Viktoria Belikova 17 February 2017 at 18:04


This comment has been removed by the author.
Reply

Viktoria Belikova 17 February 2017 at 18:04


Jika sudah tidak timbul (sudah sehalus kulit) tapi meninggalkan bekas kehitaman. Itu

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 12 of 13
bagaimana ya pengobatannya? Terimakasih.
Reply

Enter your comment...

Comment as: Google Account

Publish Preview

Links to this post


Create a Link

Home
View web version

Powered by Blogger.

http://kedokteranebook.blogspot.co.id/2015/08/creeping-eruption-cutaneous-larva.html?m=1 8/3/17, 10C23 AM


Page 13 of 13

Anda mungkin juga menyukai