Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), merupakan salah satu andalan pembangkit tenaga listrik yang
menjadi jantung untuk kegiatan industry. Salah satu bahan bakar PLTU adalah batubara. Konsep dasar dari
PLTU adalah batubara sebagai bahan bakar utama yang harus disediakan dengan kualifikasi tertentu dan untuk
jangka waktu lama.
Secara garis besar, batubara yang dipakai digolongkan menjadi dua, yakni batubara kualitas rendah dan
batubara kualitas tinggi. Apabila digunakan batubara kualitas tinggi, akan menghasilkan sedikit unsur
berbahaya. Sebaliknya apabila digunakan batubara berkualitas rendah, maka akan menghasilkan banyak unsur
berbahaya seperti sulfur, nitrogen dan sodium. Apabila proses pembakaran batubara berlangsung tidak
sempurna, akan dihasilkan pula CO, sehingga daya gunanya rendah.
Banyak jumlah pemakaian batubara akan menentukan besarnya biaya pembangunan PLTU, sedang
harga batubara itu sendiri ditentukan oleh nilai panasnya (kcal/kg). Artinya apabila nilai panas tetap maka
harga anak turun 1% per tahun. Nilai panas batubara ditentukan oleh kandungan SOx (zat beracun). Oleh sebab
itu, pada PLTU harus dilengkapi dengan penghisap Sox. Hal ini menyebabkan biaya operasi PLTU batubara
menjadi lebih tinggihingga mencapai 20% dibandingkan PLTU minyak bumi. Apabila batubara yang digunakan
mempunyai kandungan SOx rendah, maka PLTU batubara tidak perlu dilengkapi dengan alat penghisap SOx,
dengan demikian biaya pembangunan PLTU batubara menjadi lebih murah. Keunggulan dari PLTU batubara
adalah harga bahan bakarnya relative lebih murah dan mudah didapatkan jika dibandingkan dengan PLTU
minyak bumi.
BAB II
ISI

2.1 Komponen Penting PLTU

Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai sistem operasional dan peralatan utama pada PT PLN
(Persero) Pembangkitan Tanjung Jati B. Dimana PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) Tanjung Jati B Unit 1
sampai 4 masing-masing berkapasitas 661 Megawatt (MW). Dengan kapasitas ini, per unit instalasi pembangkit
di Tanjung Jati B adalah yang terbesar di Indonesia. Dengan kapasitas total 4 x 661 MW yang terpasang.
Pembangkit Listrik Tanjung Jati B merupakan sebagai salah satu pembangkit terbesar di Indonesia. Besaran
kapasitas yang dimiliki menjadikan Tanjung jati B sebuah aset penting dalam upaya negara memenuhi
kebutuhan listrik Bangsa Indonesia terutama yang tinggal di Pulau Jawa, Bali atau Madura. Turbin uap
bertenaga pembakaran batubara ini sangat kompetitif untuk dioperasikan melihat Indonesia yang kaya akan
cadangan batubara sebagai salah satu bahan bakar fosil yang paling ekonomis. PLTU Tanjung Jati B juga
dilengkapi dermaga pembongkaran batubara yang dibangun sebagai salah satu infrastruktur pembangkit.
PLTU Tanjung Tanjung Jati B didisain untuk menjadi pembangkit listrik modern, dengan dilengkapi instalasi
pengendali dampak lingkungan yang lengkap termasuk peralatan pemantau dan pengendali kandungan SOx
dan NOx.

2.1.1 Penanganan Batubara

Coal handling adalah fasilitas penunjang terhadap kelangsungan produksi listrik dari PLTU Tanjung Jati
B. Penerimaan batubara dari supplier batubara dilakukan di jetty atau pelabuhan khusus yang panjang
pelabuhannya 240 meter. Akses menuju dermaga tersebut menggunakan access road sepanjang 1,37 Km, yang
membentang dari garis pantai. Batubara diangkut oleh kapal (jenis Panamax dengan kapasitas deadweight
66.000 metrik ton dan dibongkar di fasilitas Pembongkaran Batubara (Dermaga Batu Bara). Peralatan utama
untuk membongkar batubara terdiri dari 2 unit shunlo (ship unloader) dan 2 line conveyor. Selanjutnya
menggunakan belt conveyor menuju ke coal stockpile, yang mampu menampung konsumsi batubara selama 2
bulan. Dari stockpile batu bara didistribusikan dengan Stacker Reclaimer dan sistem Conveyor, menuju ke coal
silo. Batubara yang ditampung di coal silo akan dihancurkan menggunakan coal pulverizer selanjutnya masuk
ke ruang bakar atau furnace.

a. Pemilihan Batubara
Unit boiler PLTU Tanjung Jati B didesain untuk bahan bakar batubara dengan kandungan kalori
sekitar 5900 kcal/kg, dengan demikian batubara yang digunakan termasuk jenis bituminous coal.
Bituminous (C80OH5O15), merupakan kelas batubara yang memiliki kandungan kalori antara 5700
kcal/kg 6900 kcal/kg, dengan unsur karbon (C) 68% 86% dan kadar air 8% 10% dari
beratnya. Bituminous paling banyak ditambang di Australia.

Gambar 2.1 Batubara Bituminus

b. Coal Yard-Coal Silo


Batubara dari kapal akan diangkut menuju coalyard untuk diatur baik penyimpanan dan
distribusinya menuju coal silo. PLTU Tanjung Jati B Unit 1 dan 2 memiliki coal yard dengan
kapasitas 630.000 ton dengan konsumsi batubara 11.000 ton/hari untuk 2 unit tersebut. Sehingga
jika coalyard terisi penuh maka setidaknya PLTU Tanjung Jati B Unit 1 dan 2 memiliki cadangan
batubara untuk 2 bulan. Di area coalyard, batubara akan diatur oleh alat berat sehingga akan
tersusun dengan baik lokasinya yang kemudian akan diteruskan oleh stacker reclaimer menuju ke
belt conveyor hingga coal silo.

Gambar 2.2 Coal Yard


Gambar 2.3 Coal Silo

c. Crusher
Untuk menghancurkan batubara menjadi ukuran yang lebih kecil sebelum masuk ke coal silo,
PLTU Tanjung Jati B Unit 1 dan 2 menggunakan mesin crusher TKK 36 x 49 Koal King Granulator
Coal Crusher dengan daya motor 350 HP/750 rpm dan kapasitas 600 MTPH.

Gambar 2.4 Crusher

d. Coal Feeder dan Pulverizer


Batubara dari coal silo akan diteruskan menuju ke coal feeder untuk diatur jumlah aliran yang
masuk ke pulverizer guna dilakukan penggerusan ke ukuran yang sangat lembut. Feeders yang
digunakan PLTU Tanjung Jati B Unit 1 dan 2 dalah Merric Gravimetric Feeder dengan desain
keluaran maksimum 68,5 metric ton/jam. Proses penggerusan batubara terjadi di pulverizer yang
mengubah batubara ukuran + 50 mm menjadi berukuran 200 mass sebanyak minimal
70%. Penggerusan ini berfungsi untuk memaksimalkan luas permukaan kontak pembakaran dari
partikel batubara. Selanjutnya hasil penggerusan batubara dihembuskan dengan udara
bertemperatur tertentu (+ 60 C ) menujur ruang bakar. Sedangkan untuk kesempurnaan
pembakaran di sistem boiler diperlukan jumlah udara pembakaran yang optimum, sehingga
didapatkan energi panas hasil pembakaran yang maksimal.

Gambar 2.5 Coal Feeder

Gambar 2.6 Coal Pulverizer

2.1.2 Prinsip Kerja


a. Boiler
Boiler adalah salah satu alat penukar panas. Dalam boiler, terjadi pembakaran bahan bakar
(batubara). Panas hasil pembakaran digunakan untuk merubah fase air menjadi uap. Batubara
sebelum masuk ke ruang pembakaran (furnace) disalurkan oleh coal feeders menuju coal
pulverizer. Temperatur dari ruang bakar furnace dapat mencapai + 1.000 DC. Proses penggerusan
batubara terjadi di pulverizer yang mengubah batubara ukuran + 50 mm menjadi berukuran 200
mass sebanyak minimal 70%. Penggerusan ini berfungsi untuk memaksimalkan luas permukaan
kontak pembakaran dari partikel batubara. Selanjutnya hasil penggerusan batubara dihembuskan
dengan udara bertemperatur tertentu (+60DC) menuju ruang bakar. Sedangkan untuk
kesempurnaan pembakaran di sistem boiler diperlukan jumlah udara pembakaran yang optimum,
sehingga didapatkan energi panas hasil pembakaran yang maksimal. Konstruksi boiler terdiri dari
ribuan tube (tube raiser, tube saturated, dan superheated steam), di mana air diubah menjadi uap
lewat jenuh dengan temperatur (540 oC) dengan tekanan 170 bar sebelum masuk ke turbin.

Gambar 2.7 Boiler

b. Turbin
Turbin berfungsi untuk mengubah energi potensial menjadi energi kinetik. Uap hasil pembakaran
dari boiler melewati fase tekanan tinggi , sedang dan rendah dalam turbin. Untuk uap tekanan
tinggi, akan masuk ke high pressure turbine selanjutnya keluaran dari uap tersebut akan masuk ke
sistem reheating (pemanasan ulang) untuk menaikkan temperatur sebelum mas uk ke
intermediate pressure turbine lalu hasilnya masuk ke low pressure turbine. Uap hasil keluaran low
pressure turbine langsung masuk ke kondesor. Putaran turbin adalah 3.000 rpm.
Gambar 2.8 Turbin

c. Generator
Generator adalah peralatan pengubah energi kinetik menjadi energi listrik. Rotor Generator
terpasang 1 poros dengan rotor turbin sehingga putaran rotor generator sama dengan putaran
rotor turbin sebesar 3.000 rpm yang ekuivalen dengan keluaran frekuensi energi listrik sebesar
50 Hz. Saat berputar, medan magnet pada rotor generator memotong penghantar pada lilitan-
lilitan stator sehingga menimbulkan tegangan pada stator generator mengacu pada induksi
elektromagnetik. Arus listrik mengalir saat generator terhubung ke beban. Besamya arus listrik
yang mengalir tergantung pada besarnya hambatan listrik (resistansi) pada beban.

Gambar 2.9 Generator


d. Transformer
Ada dua jenis transformer utama, yakni step up dan step down. Tranformer step up berfungsi
menaikkan tegangan generator dari 22,8 kV menjadi 500 kV sebelum dialirkan ke sistem
interkoneksi Jamali. Transformer step down berfungsi menurunkan tegangan generator dari 22,8
kV menjadi 10 kV sebelum digunakan untuk Sistem Pemakaian Sendiri Pembangkit.

Gambar 2.10 Transformer

e. Kondensor
Kondensor berfungsi untuk mengembunkan uap air yang telah digunakan untuk memutar turbin
menjadi air kondensat. Proses pengembunan uap air menggunakan mekanisme pendinginan
dengan bantuan air laut. Air kondensat selanjutnya dipompa kembali ke boiler untuk dipanaskan
dan diubah menjadi uap air yang digunakan untuk memutar turbin lagi (close cycle). Sedangkan
air laut yang telah digunakan, dialirkan kembali ke laut (open cycle).

Gambar 2.11 Kondensor

Prinsip Kerja PLTU


PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap) merupakan mesin konversi energi yang merubah energi kimia dalam
bahan bakar menjadi energi listrik.
1. Air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan pemindah panas. Didalam
boiler air dipanaskan dengan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara sehingga berubah
menjadi uap.
2. Uap hasil produksi boiler diarahkan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik
berupa putaran.
3. Generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar menghasilkan energi listrik
4. Uap bekas keluar turbin masuk ke kondensor untuk didinginkan dengan air pendingin agar berubah
kembali menjadi air yang disebut air kondensat.
5. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi sebagai air pengisi boiler. Siklus ini
berlangsung terus menerus dan berulang-ulang.

Gambar 2.11 Prinsip Kerja PLTU

Gambaran proses produksi dari batubara dikirim oleh perusahaan tambang batubara, penanganan
batubara (coal handling), perubahan energi uap menjadi energi listrik hingga penanganan air dari kondensator
dapat diamati pada skema produksi (Gambar 2.12).
Gambar 2.12 Skema Proses Produksi PLTU
2.3 Desulfurisasi Batubara Tipe Basah

PLTU-Batubara adalah salah satu pembangkit listrik yang paling banyak menghasilkan emisi debu, SO2
dan Nox yang jika terlepas ke atmosfer maka akan mengakibatkan dampak lingkungan. Dewasa ini dikenal tiga
sistem desulfurisasi, yaitu desulfurisasi tipe basah, desulfurisasi tipe kering dan desulfurisasi tipe semi kering.
Namun dalam perkembangannya, desulfurisasi basah adalah yang paling banyak digunakan, disamping
dianggap mudah dalam pengoperasiannya, desulfurisasi type basah ini dapat menghasilkan efisiensi
pengurangan gas SO2 mencapai 95%, serta hasil samping (by product) yang masih bisa dapat untuk di
manfaatkan.
Dikatakan tipe basah, karena dalam proses pengurangan gas SO2, gas tersebut disemprotkan dengan
air yang telah dicampur dengan kapur tohor akan menghasilkan gypsum dan limbah air. Model ini
menggunakan limestone sebagai absorben. Model ini banyak dikembangkan di Jepang dan Jerman, dimana
teknologi ini digunakan pada pembangkit listrik dengan kapasitas 150 MW atau lebih.
Secara umum, desulfurisasi ini berlangssung sebagai berikut :

Prinsip kerja dengan menggunakan limestone ini adalah melalui pencampuran limestone dalam tanki air
yang akan membentuk slurry dan diteruskan ke dalam scrubber. Ditempat ini slurry akan di semprotkan dan
bereaksi dengan gas buang hasil pembakaran batubara dari boiler guna mengurangi kandungan SO2 dari gas
buang tersebut. Sehingga dapat di katakan, keberhasilan dari proses ini tergantung dari desain scrubber.
Di Jepang, dikembangkan 3 jenis scrubber, yaitu :
1. Jenis Packed Tower yang dikembangkan oleh Mistshubishi Haevy Industries dimana jenis ini akan
menghasilkan kontak antara gas dengan slurry yang sangat baik
2. Jenis Spray Scrubber yang dikembangkan oleh Ishikawajima Harima Heavy Industries
3. Jenis Jet Bubbling Reactor yang dikembangkan oleh Chiyoda Chemical Construction Co. Teknologi ini
terdiri dari vessel tunggal yang dapat menampung banyak slurry.
BAB III
PENUTUP

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk suatu PLTU Batubara, diperlukan persyaratan
batubara yang dipasok dan mampu dimanfaatkan dengan spesifikasi PLTU yang telah dibangun. Penyimpangan
pemakaian batubara yang tidak seperti yang telah ditentukan akan mengakibatkan gangguan dalam operasi
PLTU.

Anda mungkin juga menyukai