Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur tak henti-hentinya kita ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan kita kesempatan bernafas menghirup gas O2 dan menghembuskan gas CO2,
sehingga kita masih bisa berdiri di atas bumi yang penuh dengan berbagai cpitaan dari Allah
SWT. Begitupun kita tak lupa mengirimkan shalawat dan salam kepadda nabi Muhammad
SAW. Yang telah membukakan kita pintu menuju jalan yang disinari oleh cahaya yang terang
bendrang.
Ucapan terima kasih pula saya ucapkan kepada dosen pembimbing dalam makalah
Sejarah Manusia Purba yang telah memberikan saya arahan dalam mempelajari makalah
ini. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pola kehidupan dari manusia purba, mulai
dari sistem sosial prekonomian, sosial budaya, kepercayaan, dan pola berburu dan
mengumpulkan makanan.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..i
DAFTAR ISIii
PEMBAHASAN
1. Sistem Sosial Budaya Manusia Purba......1
2. Sistem Budaya Kepercayaan Manusia Purba5
3. Sistem Kebudayaan Manusia Purba...7
4. Siistem Pola merburu dan Meramu Makanan..9
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA15

BAB II
PEMBAHASAN
A. Sistem Sosial Perekonomian Manusia Purba
Sebagai manusia, manusia purba pun adalah makhluk sosial yang melakukan interaksi,
atau komunikasi antara sesama makhluk hidup, namu komunikasi yang mereka lakukan tidak
sama dengan komunikasi yang kita lkukan seperti saant ini. Begitupun dengan kehidupan
perekonomian manusia purba, sebagai makhluk sosial mreka juga melakukan kegiatan
perekonomian, walaupun mereka tak sadar bahwa mereka melakukan kegiatan
perekonomian. Berikut ini akan di jelaskan mengenai kehidupan sosial perekonomian
manusia purba.
Kehidupan Sosial
Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam.
Dimana daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk
kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
a. Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.
b. Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air
yang lebih baik.
c. Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan
mudah diperoleh.
Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula
kelompok yang tinggal di daerah pantai
Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau
danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.
Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam
mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan makanan.
Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada
umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan
seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang
akan di makan.
Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup
serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan
yang masih sanagat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
Masa Bercocok Tanam
Kehidupan bercocok tanamnya dikenal dengan berhuma, yaitu teknik bercocok tanam dengan
cara membersihkan hutan dan menanaminya. Setelah tanah tidak subur maka mereka akan
berpindah ke tempat lain yang masih subur dan melakukan hal yang sama seperti
sebelumnya. Hal ini dilakukan secara berulang-ulang. Pada perkembangannya mulai
menetapkan kehidupan bercocok tanam pada tanah-tanah persawahan
Telah tinggal menetap di suatu tempat, mereka tinggal di sekitar huma tersebut, dengan cara
bercocok tanam dan memelihara hewan-hewan jenis tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa
mereka telah hidup menetap Hal ini juga menunjukkan bahwa manusia telah dapat menguasai
alam lingkungan.
Dengan hidup menetap, merupakan titik awal dan perkembangan kehidupan manusia unt uk
mencapai kemajuan. Dengan hidup menetap, akal pikiran manusia mulai berkembang dan
mengerti akan perubahan-perubahan hidup yang terjadi.
Jumlah anggota kelompoknya semakin besar sehingga membuat kelompok-kelompok
perkampungan, meskipun mereka masih sering berpindah-pindah tempat tinggal.
Populasi penduduk meningkat. Usia rata-rata manusia masa ini 35 tahun.
Muncul kegiatan kehidupan perkampungan, oleh karena itu di buat peraturan, untuk menjaga
ketertiban kehidupan masyarakat.
Di angkat seorang pemimpin yang berwibawa, kuat, dan disegani untuk mengatur para
anggotanya.
Mereka hidup bergotong royong, sehingga mereka saling melengkapi, saling membantu, dan
saling berinteraksi dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya.
b) Kehidupan Ekonomi
Masa Perundagian
Pada masa ini belum ada tanda-tanda adanya kehidupan ekonomi.
Pada masa ini untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka bekerjasama dalam kelompok (10-
15 orang) untuk berburu dan mengumpulkan makanan. Sehingga kebutuhan hidup mereka
dapat dipenuhi dengan cara mengambil apa yang ada di alam. Ketika persediaan makanan di
suatu daerah sudah habis maka mereka akan berpindah dan mencari daerah lain yang
menyediakan kebutuhan hidup mereka.
Memang pada akhir masa ini dapat diketahui bahwa asal kapak genggam dan alat-alat serpih
serta alat-alat tulang berasal dari Asia. Namun belum ada bukti-bukti yang menunjukkan
adanya tanda-tanda berupa alat penukar.
Kebudayaan kapak perunggu berkembang pada zaman perundagian. Pada zaman
perundagian manusia tinggal di daerah pegunungan, daerah rendah dan tepi pantai. Pada
zaman perundagian kehidupan manusia merupakan peningkatan cara bertahan hidupa
manusia dari zaman sebelumnya.
Pada zaman bercocok tanam, manusia sudah tinggal menetap di desa-desa atau
perkampungan serta mengatur kehidupannya menurut kebutuhan bersama, yaitu
menghasilkan makanan sendiri terutama dari sektor pertanian dan peternakan, tidak lagi
menggantugkan kehidupannya dari pemberian alam. Dalam masa bertempat tinggal menetap
ini, manusia berdaya upaya untuk meningkatkan kegiatannya untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Yang terpenting dari peningkatan hidup tersebut antara lain pembuatan benda-
benda dari logam seperti kapak perunggu.
Khusus dalam pembuatan alat dari logam diperlukan orang-orang yang terampil, sehingga
dalam masa perundagian terdapat kelompok orang yang memiliki keahian khusus, yaitu
golongan undagi atau golongan orang-orang yang terampil. Golongan undagi tersebut
misalnya dalam pembuatan rumah dari kayu, pembuatan barang-barang gerabah, pembuatan
barang dari logam dan sebaganinya.
Walapun pada zaman itu sudah mengenal peralatan dari logam, tetapi karena bahan baku
logam dan teknologi pembuatan yang masih terbatas, sehingga peralatan dari dari zaman
sebelumnya masih dipergunakan. Hal ini di dasarkan atas penemuan peralatan dari batu di
tempat penemuan peninggalan zaman perundagian. Peralatan dari batu kemungkinan masih
dipergunakan oleh golongan orang biasa sedangkan peralatan dari logam oleh golongan
tertentu, hal ini disebabkan oleh bahan baku dan kemampuan teknologi yang terbatas
sehingga peralatan dari logam hanya dipergunakan oleh golongan masyarakat tertentu.
Mengingat bahan baku untuk pembuatan peralatan perunggu masih terbatas, dan tidak terapat
di sembarangan tempat, maka barang-barang tersebut harus didatangkan dari daerah lain, hal
ini berarti adanya sebuah perdagangan. Adanya perdagangan ini berarti adanya sebuah
interaksi budaya.
Peninggalan prasejarah masa perundagian menunjukan kekayaan dan keanekaragaman
budaya yang tumbuh dan berkembang pada masa itu. Benda-benda hasil penemuan
menunjukan adanya sebuah perkembangan kemahiran dalam pembuatan peralatan hidup.
Kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai bidang akhirnya mempengaruhi
terhadap kesejahtraan hidup, sehingga berpengaruh terhadap perkembangan jumlah
penduduk. Jumlah penduduk yang sebelumnya bertempat tinggal secara berkelompok telah
membentuk sebuah perkampungan. Gabungan dari beberapa perkampungan terdekat
akhirnya membentuk sebuah desa. Kebanyakan tempat penemuan yang meninggalkan sisa-
sisa kehidupan kelompok manusia tersebut terletak di daerah dekat pantai. Perpindahan
penduduk atau pelayaran lebih banyak terjadi pada masa perundagian dari masa sebelumnya.
Bentuk mata pencaharian yang berkembang adalah pertanian dalam bentuk perladagangan
atau persawahan, nelayan dan perdagangan.
Masa Food Gathering
Mereka telah mengenal sistem barter, dimana terjadi pertukaran barang dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sistem barter merupakan langkah awal bagi munculnya
sistem perdagangan/ sistem ekonomi dalam masyarakat.
Hubungan antar anggota masyarakat semakin erat baik itu di lingkungan daerah tersebut
maupun di luar daerah
Sistem perdagangan semakin berkembang seiring dengan semakin berkembangnya
kehidupan masyarakat.
Untuk memperlancar diperlukan suatu tempat khusus bagi pertemuan antara pedagang dan
pembeli yang pada perkembangannya disebut dengan pasar. Melalui pasar masyarakat dapat
memenuhi sebuah kebutuhan hidupnya.
B. Sistem Kepercayaan Manusia Purba
Sebagai makhluk yang mendiami bumi, tentunya memiliki pemikiran bahwa siapakah
yang menciptakan dunia ini dan segala isinya? Serta yang menciptkan kita siapa? Dari
pertanyaan-pertanyaan itulah yang menyebabkan manusia purba memiliki sistem kpercayaan
yang mereka anggap sebagai pencipta mereka. Berikut ini akan dijelaskan mengenai sistem
kepercayaan manusia purba.
1. MASA BERBURU
Pada masa ini kepercayaan masyarakat semakin bertambah, bahkan masyarakat juga
mempunyai konsep tentang apa yang terjadi dengan seseorang yang telah meninggal
Inti kepercayaannya, yaitu penghormatan dan pemujaan kepada roh nenek moyang sebagai
suatu kepercayaan yang berkembang di seluruh dunia.
Di Indonesia, kepercayaan dan pemujaan terhadap roh nenek moyang terlihat melalui
peninggalan berupa tugu-tugu batu/ bangunan megalitikum yang letaknya di puncak bukit, di
lereng gunung/ tempat yang lebih tinggi dari daratan sekitarnya. Hal ini muncul dari
anggapan masyarakat bahwa roh-roh tersebut berada pada suatu tempat yang lebih tinggi.
Terdapat peninggalan yang berhubungan dengan kepercayaan, yaitu terdapat kebudayaan
batu besar seperti menhir, dolmen, sarkofagus, waruga, arca, serta punden berundak
Kepercayaan masyarakat pada masa ini diwujudkan dalam berbagai upacara tradisi
Megalitikum/upacara-upacara keagamaan, persembahan kepada dewa dan upacara
penguburan mayat yang dibekali dengan benda milik pribadi ke kuburnya.
Terdapat kepala suku yang memiliki kekuasaan dan tanggungjawab penuh terhadap
kelompok sukunya. Seorang kepala suku dapat mengatur dan melindungi kelompok sukunya
dari segala bentuk ancaman seperti, ancaman dari binatang buas, ancaman dari kelompok
lainnya, ancaman dari wabah penyakit. Roh nenek moyang selau mengawasi kelompok
masyarakatnya. Kepala suku berhak mengambil keputusan apapun.
Wujud kepercayaan pada masa ini tampak dengan telah dihasilkan bangunan megalit, seperti
menhir, dolmen, keranda, kubur batu, dll. Adanya bangunan megalit menunjukkan bahwa
pemujaan roh nenek moyang mempunyai tempat penting dalam kehidupan rohani pada masa
itu. Pada masa itu telah ada pula upacara yang berkaitan erat dengan kepercayaan atau agama.
2. MASA PERUNDAGIAN
Keberhasilan segala usaha dianggap tergantung pada kekuatan supranatural oleh karena itu
setiap usaha harus dimulai dengan upacara khusus untuk mendapatkan restu dari nenek
moyang.
Dalam seni lukisan semakin menggambarkan kehidupan beragama yang menetap. Lukisan
tersebut dimaksudkan untuk memuja roh nenek moyang. Kepercayaan terhadap roh nenek
moyang tersebut disertai dengan upacara-upacara tertentu. Pada masa ini golongan ulama
memiliki kedudukan yang penting dalam masyarakat, sebab mereka adalah orang yang
menghubungkan antara dunia dengan kekeuatan gaib.
C. Sistem Budaya Manusia Purba
Kehidupan Sosial Budaya
Susunan masyarakat dalam masa perundagian tidak dapat diketahui dengan pasti.
Untuk memperoleh gambaran sedikit tentang hasil kehidupan sosial budaya pada masa itu,
kita peroleh dari hasil penelitian peninggalan-peninggalan yang berupa kuburan-kuburan
yang berasal dari zaman perundagian. Dari kuburan-kuburan tersebut dapat diketahui adanya
orang-orang tertentu yang dikuburkan secara upacara khusus. Cara penguburan yang khusus
dapat dilihat dari cara penempatan mayat dalam kuburan peti batu, sarkofagus atau tempayan
khusus dan sebaginya. Upacara khusus dapat dilihat dari berbagai jenis bekal kubur yang
terdapat dalam kuburan-kuburan itu.
Dari penelitian tersebut dapat kita ketahui bahwa ada orang-orang yang dapat
diperlakukan khusus setelah mereka meninggal. Dapat diduga bahwa mereka adalah orang-
orang yang memiliki kedudukan terkemuka dalam masyarakat. Dari perlakuan khusus
terdapat tokoh-tokoh tertentu, maka dalaplah dikatakan bahwa masyarakat pada masa itu
telah memiliki norma-norma dalam kehidupan, terutama sikap menghargai kepemimpinan
seseorang. Walaupun dapat kita pastikan bahwa masyarakat pada masa itu didasarkan atas
gotong royong, namun telah berkembang norma-norma yang mengatur hubungan antara yang
dipimpin dan yang memimpin. Norma-norma tersebut tentunya telah tumbuh dan
berkembang dalam masa berabad-abad.
Kepercayaan pada masa perundagian di Indonesia sebenarnya tidak berbeda dengan
kepercayaan masa bercocok tanam, yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang. Orang
beranggapan bahwa roh nenek moyang berpengaruh terhadap perjalanan hidup manusia dan
masyarakatnya, karena itu arwah nenek moyang harus selaludiperhatikan dan dihormati
dengan mengadakan upacara-upacara dan memberikan sesaji-sesaji. Adanya suatu
kepercayaan bahwa orang yang sudah meninggal memerlukan barang-barang seperti semasa
hidupnya, maka bagi orang yang terpandang atau mempunyai kedudukan dalam masyarakat,
diadakan upacara-upacara penguburan dengan pemberian bekal kubur lengkap. Bekal kubur
itu dapt berupa macam-macam barang seperti periuk, benda dari perunggu dan besi, manik-
manik dan perhiasan lain serta jenis unggas.
Kehidupan pada masa perundagian diliputi perasaan solidaritas yang tertanam dalam
sanubari tiap warga masyarakat sebagai warisan nenek moyang. Sebagai akibat adat
kebiasaan dan kepercayaan yang kuat, maka kebebasan individu agak terbatas, karena
pelanggaran yang dilakukan dianggap membahayakan masyarakat. Kalau ada orang memiliki
kekayaan lebih dari orang lain, kebanyakan ia adalah seorang kepala suku atau mereka adalah
orang-orang yang berkedudukan penting dalam masyarakat. Tetapi kekayaan itu pun
dipergunakan untuk kepentingan masyarakat. Penguasaan dan pengambilan sumber
penghidupan diatur menurut tata tertib dan kebiasaan masyarakat. Pemakaian barang-barang
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari di dasarkan atas sifat magis atas barang-barang
tersebut.
Pada masa itu ada kultus kepemimpinan dan pemujaan kepada suatu yang suci di luar
diri manusia dan hal ini dikuasai oleh suatu yang lebih tinggi. Dalam masyarakat mulai jelas
ada pembedaan golongan-golongan tertentu seperti golongan-golongan pengatur upacara atau
berhubungan dengan kepercayaan, golongan petani, golongan pedagang dan para pembuat
benda dari logam atau gerabah.
Upacara-upacara bersifat pemujaan ada juga yang berhubungan dengan peranan laut.
Sebagai bangsa yang telah lama mengarungi laut, maka dalam masyarakat Indonesia masa
perundagian lautpun memegang peranan penting dalam kepercayaan masa itu. Disamping
pemujaan leluhur yang telah dilakukan di punden-punden batu berundak, ada pula upacara di
laut. Bagaiman bentuk upacara laut pada masa itu, belum bisa diketahui dengan pasti karena
belum ditemukan peninggalan-peninggalan yang memberikan petunjuk dengan pasti.
Mungkin upacara yang sekarang masih dilakukan oleh para nelayan yang berhubungan
dengan laut masih mengandung unsur yang menggambarkan keadaan masa lampau. Misalnya
selamatan yang berhubungan dengan pembuatan perahu, sedang laut dan sebagainya.
Kemahiran mengarungi laut telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak masa
prasejarah, dengan demikian pengetahuan mengenai astronomi untuk mengetahui arah
pelayaran telah mereka ketahui. Kemudia ini kemudia sangat berguna pada waktu mereka
mengembangkan cara bercocok tanam dengan mempergunakan pengetahuan astronomi.
Bentuk kepercayaan masa perundagian dapat kita ketahui melalui benda-benda peninggalan
yang kita temukan dari masa itu.
Keterangan pertama tentang kapak perunggu diberitakan Ramphius pada awal abad
ke-18. Sejak sertengahan abah ke-19 mulai dilakukan pengumpulan dan pencatatan asal-
usulnya oleh Koninklijk Bataviaasch Genootschap. Kemudian penelitian ditingkatkan kea rah
tipologi dan uraian tentang distribusi dan konsep religious mulai dicoba berdsarkan bentuk
dan pola hiasannya. Secara tipologis kepak perunggu dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu
kapak corong (kapak sepatu) dan kapak upacara. Kemudian Heekeren mengklasifikasikan
kapak ini menjadi kapak corong, kapak upacara dan tembilang atau tajak. Pembagian ini
diperluas lagi oleh Soejono dengan mengadakan penelitian lebih cermat tentang bentuk-
bentuk kapak dan membagi kapak perunggu menjadi delapan tipe pokok dengan menentukan
daerah persebarannya.

D. Pola Berburu dan Meramu/Bercocok Tanam


Manusia prasejarah pada waktu berburu dan mengumpulkan makanan menghadapi
berbagai kesulitan. Keadaan alam masa itu masih liar dan keadaan bumi belum stabil.
Letusan gunung berapi masih sering terjadi disertai gempa bumi yang menakutkan, demikian
pula lahar panas yang membara mengancam kehidupan manusia. Aliran sungai kadang-
kadang berpindah sejalan dengan perubahan bentuk permukaan bumi.
Mereka hidup berpidah-pindah tempat, mencari daerah yang dapat menghasilkan
makanan. Karena sulitnya mencari bahan makanan, pertumbuhan populasi mereka sangat
sedikit dan banyak yang mati dan akhirnya punah. Seperti diketahui, alat-alat pada zaman
Paleolithikum terdiri atas kapak-kapak genggam dan alat dari tulang atau tanduk rusa yang
berbentuk belati dan ada pula alat dari tulang yang sisinya bergerigi dan dipergunakan untuk
ujung tombak. Alat-alat itu dipergunakan untuk berburu atau menangkap ikan. Alat lainnya
dipergunakan untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah.

Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang, kerbau, kera, gajah,
kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya. Suatu cara berburu mereka antara lain
dengan membuat lubang-lubang jebakan atau menggiring hewan ke arah jurang yang terjal.

Kelompok berburu terdiri atas keluarga kecil dengan pembagian tugas yaitu: yang laki-laki
melakukan pemburuan dan yang perempuan mengumpulkan makanan, tumbuh-tumbuhan,
dan hewan-hewan kecil yang tidak memerlukan tenaga besar. Tempat-tempat yang menarik
bagi mereka untuk dihuni ialah daerah yang cukup mengandung bahan makanan dan air,
terutama di sekitar tempat-tempat yang sering dilalui buruan. Tempat-tempat semacam itu
berupa padang-padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak
berdekatan dengan sungai atau danau. Hewan yang berkeliaran di tempat-tempat itu menjadi
binatang buruan.
Untuk menghadapi kemungkinan bahaya, mereka hidup berkelompok dan berlindung
dalam gua-gua. Bahaya itu datang dari serangan binatang-binatang buas yang diburunya atau
bencana alam yang sering terjadi, seperti letusan gunung berapi.
Masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal api, menyalakan
dan memeliharanya. Api ternyata bermanfaat bagi kehidupan manusia untuk berbagai
keperluan, misalnya memanaskan makanan, membakar daging supaya menjadi lunak untuk
dikunyah, untuk penerangan, dan mengusir binatang buas yang hendak mengganggu. Api
mula-mula dikenal dari gejala alam, misalnya percikan gunung berapi, kebakaran hutan yang
sering ditimbulkan oleh halilintar atau nyala api yang tersembur dari dalam bumi, karena
mengandung gas. Secara lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan cara menggosok
batu dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga menimbulkan percikan api.
Percikan-percikan api itu ditampung pada semacam lumut kering, sehingga terjadi bara api.
Pada masyarakat food gathering, mereka sangat menggantungkan diri pada alam. Dimana
daerah yang mereka tempati harus dapat memberikan persediaan yang cukup untuk
kelangsungan hidup. Oleh karena itu mereka selalu berpindah-pindah.
Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:
Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang mereka diami.
Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk mencari sumber air
yang lebih baik.
Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia lebih banyak dan
mudah diperoleh.
Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua. Ada pula
kelompok yang tinggal di daerah pantai
Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di tepi sungai atau
danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.
Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan pergerakan dalam
mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan makanan.
Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja. Laki-laki pada
umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita mengumpulkan bahan makanan
seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka yang memilih dan meramu makanan yang
akan di makan.
Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan hidup
serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain ataupun dari binatang buas.
Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat, dengan peralatan
yang masih sanagat primitif membuat mereka tidak dapat selamat dari berbagai bahaya.
MASA PERTANIAN
Bertani adalah mata pencahariannya. Mulai membudidayaakan tanaman dan hewan peliharaan
tertentu seperti membudidayakan tanaman padi dan memelihara kerbau sebagai hewan ternak
Mereka sudah berladang/ bersawah, dalam bekerja mereka melakukan secara bersama-
bersama/ secara gotong-royong. Dengan alat pendukung kapak perunggu yang berfungsi
sebagai pacul.
Untuk mengisi waktu menunggu musim panen tiba mereka membuat anyaman dari bambu/
rotan
Mendiami tempat-tempat kecil dengan tujuan untuk menghindari serangan binatang buas
Mulai mendirikan rumah sebagai tempat berteduh dengan cara bergotong-royong yang disertai
dengan upacara tradisional. Mulai menetap dalam waktu yang cukup lama. Mereka sudah
mengenal pertukangan dengan alat pendukung berupa kapak beliung yang berfungsi sebagai
alat pemotong kayu. Dengan alat-alat tersebut digunakan untuk mendirikan rumah dengan
cara gotong-royong pula.
Muncul ikatan sosial antara masyarakat dan keluarga
Muncul struktur kepemimpinan di kampung
Mulai digunakan bahasa sebagai alat komunikasi
Mereka telah memiliki aturan dalam kehidupan masyarakat guna ketertiban dan rapinya
kerjasama dengan cara pembagian kerja
Mereka memiliki kebiasaan untuk menyelenggarakan upacar adat tertentu.
PENUTUP
Dengan berakhrnya pembahasan dari pola berburu dan meramu makanan, maka
berakhir pula materi dalam makalah ini. Apabila dalam makalh ini terdapat kesalahan saya
mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena mungkin dalam makalah ini terdapat keslahan,
tapi iinilah yang dapat saya berikan kepada para pembaca sekalian. Saya ini hanyalah
manusia yang tak luput dari kesalahhan, jjika memang terdapat kesalahan, saya mohon saran
dan nasehat sehat dari para pembaca sekalian agar makalah kedepannya bisa lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Organisasi.Org Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia
http://haristepanus.files.wordpress.com/2010/08/manusiapurba1.jpg
http://berita.balihita.com/wp-content/uploads/2010/03/Sejarah-Penemuan-Fosil-Manusia-
Purba-Manusia-Kera-Manusia-Modern-Teori-Perkembangan-Evolusi-Antar-Waktu-
Arkeologi-Biologi.jpg http://www.tempointeraktif.com
Wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai