Analisi Prosimat
Analisi Prosimat
i. Pengayakan (screening).
1. Analisa batubara
a. Analisa Proksimat
Metode dasar untuk analisa proksimat diberikan oleh Standar ASTM D 3172 yang
dapat diuraikan secara ringkas sebagai berikut :
Mengingat akan fakta bahwa batubara adalah suatu campuran heterogen dari
senyawa-senyawa organik berupa senyawa organik ringan (zat-terbang = Volatile Matter =
VM)(yang terdiri dari gas-gas dan uap yang dikeluarkan apabila batubara dipanaskan tanpa
kontak dengan oksigen dari udara sampai suhu tertentu (900 + 25oC) selama 7 menit dan
bahan organik tidak terbang (non-volatile)(karbon-tertambat = fixed carbon = FC)(residu
karbon padatan yang terbakar pada suhu yang lebih tinggi setelah VM dikeluarkan) bersama
dengan sejumlah tertentu bahan anorganik sebagai pengotor (impurities/diluents) berupa air
yang disebut air-lembab (moisture = M) yang ditentukan pada suhu 105 + 5oC dan mineral
yang disebut abu (ash = A){(berupa bahan tidak reaktif lagi (inert material) yang dihasilkan
apabila batubara dibakar sempurna)}pada suhu 800 oC. Karena itu, ke-empat komponen
pembentuk batubara ini (% IM + % A + % VM + % FC = 100%) dapat ditentukan dengan
analisa proksimat dimana VM dan FC adalah komponen/bahan aktif yang menghasilkan
energi panas apabila batubara dibakar, sedangkan M dan A adalah komponen yang tidak
reaktif yang merintangi proses emisi energi panas apabila batubara dibakar.
b. Total Moisture (TM).
Kadar TM ditentukan pada kondisi seperti diterima (as received) yang merupakan
parameter yang penting dalam membuat faktur (invoicing) pengiriman batubara. Seperti
diketahui bahwa air lembab atau lengas (moisture) dianggap sebagai salah satu pengotor
(impurity atau diluent) yang sama halnya seperti abu (ash) dalam batubara yaitu
merupakan komponen-komponen pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar (being
incombustible) sehingga dapat menurunkan nilai komersialnya berupa parameter nilai
kalori (calorific value = CV). Karena itu, pengaruhnya terhadap kualitas batubara harus
dikontrol secara ketat supaya dapat dijual (saleable coal) sebagai akibat dari kadarnya yang
telah memenuhi persyaratan atau spesifikasi batubara yang diminta oleh pasar atau
konsumer. Kadar Total Moisture (Lengas Total)(=TM) batubara yang merupakan jumlah
dari kadar lengas bebas (unbound surface or free moisture = FM) dan kadar lengas bawaan
(inherent moisture = IM) selalu dilaporkan dalam kondisi seperti diterima (as received = ar).
Dengan kata lain, TM = IM + FM. Contoh batubara biasanya diambil sejak dari tahap
eksplorasi batubara, tahap penambangan dan tahap pengolahan sampai ke tahap
penimbunan (stockpiling) sebelum dikirim ke tempat konsumer/pasar.
Dalam hal ini, karena lengas bawaan (IM) yang tidak sensitif terhadap atmosfir
dapat dianggap konstan (tetap atau tidak berubah), maka yang dapat berubah-rubah adalah
hanya lengas bebas (FM) yang kadarnya tergantung pada :
-. berbagai kondisi pembasahan (wetting) karena adanya penyerapan air (absorption) dan
pengeringan air (drying) (desorption) yang disebabkan oleh iklim atau cuaca lokal yang
terjadi selama batubara tersebut tersingkap/terbuka (exposed) dengan udara terbuka
(atmosfir) selama penambangan (mining), pengolahan (beneficiation), pengangkutan
(transportation), penanganan (handling), atau penimbunan/penyimpanan
(stockpiling/storage).
-. distribusi ukuran partikel/fragment batubara dimana batubara halus (fine coal) dapat
menyerap dan menahan lebih banyak air dari pada batubara bongkah (lump coal).
c. Analisa Ultimat
Karena batubara dikomposisikan oleh campuran komplek dari komponen bahan
organik yang berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan pembentuk batubara yang diwakili oleh
kayu (wood)(Gambar 1) dan komponen bahan anorganik yang ditemui sebagai kation-kation
dan mineral, maka analisa ultimat (ASTM D 3176) digunakan untuk menentukan komponen
organik berupa senyawa kimia yaitu C, H, O, N, S. Disamping itu, komponen bahan
anorganik, yang sebagian besar terdiri dari mineral dan berubah menjadi abu sisa
pembakaran batubara yang terdiri dari unsur utama (major elements), seperti Si, Al, Fe, Ca,
Mg, Na, K, Ti, Sr dan unsur-unsur anorganik dengan kadar yang sangat rendah yakni sekitar
kurang dari 0,02 % yang disebut unsur runutan (trace elements), seperti As, Sb, Hg, Cd, Zn,
Se, U, V, Pb, Be dan Tl.
b. Analisa Abu yang meliputi unsur-unsur utama (major elements) : Si, Al, Fe, Ca, Mg, Na, K,
Ti, S, P (SiO2, Al2O3, Fe2O3, CaO, MgO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, SO3, P2O3). Selain unsur-
unsur utama ini, batubara juga mengandung unsur-unsur runutan dan tanah jarang (trace
and rare elements) dengan kadar totalnya kurang dari 0,02 % dimana kadar dari masing-
masing unsur runutannya sangat rendah (dalam ppm) . Dari pandangan biologi, logam-
logam dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu logam ringan (Na, K, Ca), logam
peralihan/transisi (Fe, Cu, Co, Mn) dan logam-logam berat (heavy metals)(Hg, Pb, Sr, Sn,
As, Cd, Cr, Cu, Zn, Se, U, V, Be, Tl) dan unsur-unsur minor lainnya, seperti Cl dan F yang
bersifat racun dan berbahaya terhadap lingkungan.
Karakteristik abu batubara dinyatakan oleh komposisi abu, titik leleh abu, tipe abu serta
indeks slagging dan indeks fouling.
Dari komposisi unsur-unsur utama, abu batubara dapat dikarakterisasikan menurut tipenya
yaitu bituminous dan lignitic, dan sifat keasaman dan kebasaannya. Tipe abu yang bersifat
bituminous adalah yang mempunyai rasio Fe2O3/MgO + CaO lebih besar dari 1. Sedangkan
tipe abu lignitic mempunyai nisbah (rasio) Fe2O3/CaO + MgO kurang dari 1.
Keasaman abu ditentukan oleh rasio basa/asam sebagai berikut :
Fe2O3+ CaO + MgO + Na2O + K2O
Rasio basa/asam =
Rasio basa asam digunakan sebaga petunjuk kecenderungan abu membentuk titik leleh
eutetik rendah dimana titik eutetik terbentuk pada nisbah 0,75 dan tipe abu bituminus
kebanyakan lebih rendah dari nilai nisbah tersebut. Abu yang bersifat asam adalah abu yang
mempunyai rasio basa/asam kurang dari 0,6.
Sedangkan indeks slagging atau slagging factor (Rs) = rasio basa/asam x % S dimana
kadar belerang menunjukkan jumlah besi piritik dalam bahan mineral yang mempengaruhi
derajat oksidasi besi slag sehingga mempengaruhi kisaran plastisnya. Disamping itu, fouling
factor (Rf) = ratio basa/asam x % Na 2O yang digunakan untuk memperkirakan
kecenderungan partikel-partikel abu melekat pada pipa superheater akibat dari kondensasi
senyawa uap natrium pada permukaan abu. Penggolongan tipe slagging dan tipe fouling
dapat dilihat pada Tabel 1.
c. Suhu Leleh Abu. Pengujian titik leleh abu meliputi suhu deformasi awal (Initial Deformation
= ID), suhu pelunakan/sferis (softening = ST), suhu setengah bulat /hemisfer (Hemispherical
= HT), dan suhu pelelehan/flow (Fluid = FT) dari abu batubara yang diukur di bawah
kondisi baik oksidasi maupun reduksi (oxidizing and reducing conditions) dengan
memanaskan suatu contoh abu yang dicetak menjadi kerucut (cone) standar sambil
mengamati perubahan profil kerucut tersebut sehingga dapat menguraikan pada suhu
berapa terjadinya karakteristik pelunakan dan pelelehan abu (ID, ST, HT, dan FT). Suhu
leleh abu batubara sangat penting dalam desain maupun pengoperasian boiler. Suhu awal
(ID) dan ST dikaitkan dengan perpindahan panas dan suhu gas buang karena itu harus ada
batasan terhadap suhu gas buang yang memasuki bagian superheater yaitu harus lebih lebih
rendah dari suhu ID untuk menghindari pembentukan endapan (deposit) pada pipa
superheater.
d. Indek Ketergerusan Hardgrove (Hardgrove Grindability Hardgrove = HGI).
Ketergerusan batubara merupakan sifat mekanik sebagai suatu faktor penting dalam
pemilihan batubara untuk PLTU-B, dan juga untuk pemilihan dan penentuan ukuran
penggiling.
Ketergerusan batubara (coal grindability) adalah ukuran kemudahan batubara untuk
digerus sampai kehalusan tertentu yang akan digunakan sebagai bahan bakar serbuk halus
(pulverized coal). Ada 2 (dua) metode pengujian ketergerusan batubara yaitu Hardgrove test
dan Ball Mill test. Dari kedua metode ini, indek Hardgrove (Hardgrove Index = HGI) adalah
metode yang sangat umum untuk menggambarkan suatu ketergerusan batubara. HGI
berkisar dari 20 sampai lebih besar dari 110 dengan kriteria bahwa semakin tinggi HGI
menggambarkan semakin mudah batubara digerus/digiling.
Karena hampir 85,4 % dari potensi sumberdaya batubara Indonesia sekitar 57,85
milyar ton (2003) adalah batubara peringkat rendah (Low rank Coal = LRC)(dari lignit
melalui bituminus dan subbituminus sampai anthrasit) disamping persyaratan kehalusan
yang bervariasi dari suatu tipe batubara ke tipe yang lain (semakin tinggi FC, semakin halus
ukuran batubara), maka beberapa faktor yang mempengaruhi ketergerusan seperti peringkat
dan bahan pengotor baik air-lembab maupun abu dapat diuraikan sebagai berikut.
Sebagai gambaran tentang karakteristik batubara Indonesia yaitu sebagai berikut :
Ada 2 (dua) tipe batubara dengan peringkat yang berbeda diteliti yaitu lignit dan
subbituninus dimana kedua peringkat batubara ini digolongkan ke dalam batubara peringkat
rendah (Low Rank Coal = LRC). Oleh sebab itu, unit PLTU-B harus dirancang dengan
batubara LRC dalam rangka menjamin pasokan kebutuhan PLTU-B sesuai dengan umur
rancangan PLTU-B yang direncanakan.
Ada hubungan antara ketergerusan batubara dan peringkatnya yaitu bahwa
ketergerusan meningkat sejalan dengan peningkatan peringkat yang diwakili oleh kadar zat-
terbang (VM)(Gambar 2) dimana batubara LRC menunjukkan kenaikan yang lambat atau
tidak terlalu berarti sama dari lignit ke subbituminus. Sedangkan dipandang dari kadar
bahan-bahan pengotor (impurities) seperti air-lembab dan abu, ketergerusan juga
dipengaruhi oleh kedua bahan pengotor tersebut dimana peningkatan kadar air-lembab dan
kadar abu menyebabkan semakin sulit digerus. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3 bahwa
HGI akan menaik dengan menaiknya kadar Total Moisture (TM) secara non-linear sampai
mencapai titik maksimum yang selanjutnya terus cenderung menurun.
e. Pengayakan (screening).
Karena batubara yang dikirimkan ke suatu lokasi PLTU-B adalah yang telah diayak
dengan ukuran tertentu untuk memenuhi ukuran umpan (feed size) yang disyaratkan oleh
penggiling (pulverizing mill or pulverizer) yaitu pada kisaran ukuran 11/4 x 0 in = 31,75 x 0
mm, maka ukuran batubara yang biasa disyaratkan oleh PT. PLN (Persero) sebagai operator
PLTU-B adalah terletak dalam kisaran tersebut yaitu 50 mm. Tetapi kalau ukuran
batubara dari tambang (run-of-mine coal = ROM-coal) terlampau besar, katakan kira-kira 8
in = 200 mm, maka batubara ini harus diremuk dengan peremuk (crusher) sebagai bagian
dari sistem penanganan batubara PLTU-B untuk mengurangi ukurannya sampai ukuran
umpan seperti yang disyaratkan.
KLASIFIKASI BATUBARA
Batubara dapat diklasifikasikan menurut peringkat (by rank) maupun menurut
kadar/kualitas (by grade).
Sistem klasifikasi batubara menurut peringkat (by rank) dari yang rendah (lignite
sampai yang tinggi (bituminus dan antrasit)dapat dikembangkan melalui metode ASTM
D388 (Tabel 1) dimana kriteria peringkat suatu tipe batubara ditentukan oleh parameter
VM, FC dan CV (nilai kalori) yang dilaporkan atas dasar dry-mineral matter free (dmmf)
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1. Kadar FC : % FC dmmf = 100(FC-0,15S) / (100-(M+1,08A+0,55S)
2. Kadar VM : % VM dmmf = 100 - % FC dmmf
3. CV (nilai kalori), Btu : CV dmmf = ((CVx1,80)-(50xS))/100-((1,08xA)+(0,55xS))x100
Sedangkan sistem klasifikasi batubara menurut kualitas (by grade) ditentukan oleh
parameter : sebaran atau ukuran partikel maksimum (size consist or maximum size), kadar
air-lembab (% TM atau IM), abu (% A), belerang (% S), nilai kalori (CV, kcal/kg atau Btu),
warna (coklat = brown dan hitam = black coals), atau lithotype/petrografi (cerah = bright
atau kusam = dull) .
COAL BLENDING
Karena pasokan batubara untuk PLTU-B tidak tergantung pada satu
sumber/tambang batubara saja atau berasal dari berbagai sumber/tambang batubara
dengan tipe dan kualitas yang berbeda-beda, maka diperlukan sistem pencampuran
batubara di tempat penimbunan batubara (coal stockyard) untuk memperoleh kualitas
batubara campuran yang seragam, konsisten dan siap untuk disalurkan ke PLTU-B
atau Industri Semen. Ada 2 sistem pencampuran batubara yang dapat digunakan yaitu bin
blending dan bed blending
Tujuan blending adalah untuk menyeragamkan kualitas berbagai sumber batubara dengan
kondisi ukuran partikel yang sama (- 50 mm crushed coal) sehingga diperoleh satu kualitas
batubara campuran (blend coal = B/C) yang memenuhi persyaratan kualitas yang diminta
oleh pasar.
Pencampuran batubara (coal blending) adalah proses pengadukan (mixing) bersama dari
dua tipe/kualitas batubara yang berbeda atau lebih dimana perbandingan setiap tipe
batubara yang dicampur terkendali supaya kualitas produk batubara campuran (blend coal)
yang dihasilkan memenuhi persyaratan kualitas/spesifikasi batubara untuk PLTU-B.
Parameter kualitas batubara yang biasa ditinjau dalam proses pencampuran
batubara untuk pasokan PLTU-B tergantung pada spesifikasi batubara yang disyaratkan
yaitu dapat dipandang dari segi sifat kimia batubara sebagai pengotor seperti air lembab
(Moisture = M) dan abu (Ash = A) atau sifat fisiknya seperti nilai kalori sebagai nilai
komersial dari batubara itu sendiri.
Sebagai contoh, disini diberikan suatu perhitungan sederhana mengenai
pencampuran 2 (dua) tipe/kualitas batubara yang berbeda dipandang dari parameter kadar
abu apabila diketahui :
Batubara kotor (unwashed/raw coal) dicampur dengan batubara bersih (washed/clean coal)
dengan data sebagai berikut :
U = Kecepatan Berat batubara kotor (Unwashed/ Raw Coal) = 50 ton/j
u = Kadar abu batubara kotor = 20,0 %
W = Kecepatan Berat batubara bersih (Washed/Clean Coal) = 100 ton/jam
w = Kadar abu batubara bersih = 10,0 %
Ditanya : Berapa kadar abu batubara campuran (blend coal) = b ?
Jawab :
1. Menurut persamaan mass balance :U + W = B = 50 t/j + 100 t/j = 150 t/j
2. Menurut persamaan ash balance : Uu + Ww = Bb = 20,0 x 50 + 10,0 x 100 = b x 150
Jadi kadar abu batubara campuran, b = Uu + Ww = 1000 + 1000 = 13,3 %
150 150
Contoh Soal : Komposisi batubara campuran terdiri dari 4 tipe batubara yang berbeda
dengan kecepatan massa penimbunan (t/j = ton/jam) dan nilai kalori masing-masingnya
sbb :
A = 40 t/j, a = 4.500 kcal/kg; B = 30 t/j, b = 5.000 kcal/kg
C = 20 t/j, c = 5.500 kcal/kg; D = .. t/j, d = 6.000 kcal/kg
Tentukan kecepatan massa penimbunan dari batubara campuran (B/C) yang dihasilkan
apabila nilai kalori yang disyaratkan oleh pasar (b/c) sebesar 5.500 kcal/kg ?.