Anda di halaman 1dari 12

PAJAK DAERAH dan PAJAK LAINNYA

(MATERAI, PBB dan BPHTB)


Pajak dan Retribusi Daerah
Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak daerah terdiri dari :
1. Pajak Provinsi
2. Pajak Kabupaten/Kota
Jenis Pajak provinsi terdiri atas:
1. Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4. Pajak Air Permukaan; dan
5. Pajak Rokok.
Jenis Pajak kabupaten/kota terdiri atas:
1. Pajak Hotel;
2. Pajak Restoran;
3. Pajak Hiburan;
4. Pajak Reklame;
5. Pajak Penerangan Jalan;
6. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
7. Pajak Parkir;
8. Pajak Air Tanah;
9. Pajak Sarang Burung Walet;
10. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan
11. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

Kriteria Pajak Daerah, adalah:


a. Bersifat pajak, dan bukan retribusi
b. Obyek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten/kota yang
bersangkutan dan mempunyai mobilitas cukup rendah serta hanya melayani masyarakat
di wilayah daerah kabupaten/kota yang bersangkutan
c. Obyek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum
d. Potensinya memadai. Hasil penerimaan pajak harus lebih besar dari biaya pemungutan
e. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif. Pajak tidak mengganggu alokasi
sumber-sumber ekonomi dan tidak merintangi arus sumber daya ekonomi antar daerah
maupun kegiatan ekspor-impor
f. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
g. Menjaga kelestarian lingkungan, yang berarti bahwa pengenaan pajak tidak
memberikan peluang kepada pemda atau Pemerintah atau masyarakat luas untuk merusak
lingkungan.

Retribusi daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah
Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
Retribusi daerah terdiri atas 3 golongan, yaitu:
a. Retribusi Jasa Umum, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan oleh
pemerintah daerah (pemda) untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat
dinikmati oleh orang pribadi atau badan
Jenis Retribusi Jasa Umum adalah:
1. Retribusi Pelayanan Kesehatan;
2. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan;
3. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan
Sipil;
4. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat;
5. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum;
6. Retribusi Pelayanan Pasar;
7. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor;
8. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran;
9. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Peta;
10. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kakus;
11. Retribusi Pengolahan Limbah Cair;
12. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang;
13. Retribusi Pelayanan Pendidikan; dan
14. Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi.

b. Retribusi Jasa Usaha, Objek Retribusi Jasa Usaha adalah pelayanan yang disediakan
oleh Pemerintah Daerah dengan menganut prinsip komersial yang meliputi:
pelayanan dengan menggunakan/memanfaatkan kekayaan Daerah yang belum
dimanfaatkan secara optimal
pelayanan oleh Pemerintah Daerah sepanjang belum disediakan secara memadai oleh
pihak swasta.
Jenis Retribusi Jasa Usaha adalah:
(1) Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
(2) Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan;
(3) Retribusi Tempat Pelelangan;
(4) Retribusi Terminal;
(5) Retribusi Tempat Khusus Parkir;
(6) Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa;
(7) Retribusi Rumah Potong Hewan;
(8) Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan;
(9) Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga;
(10) Retribusi Penyeberangan di Air; dan
(11) Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah.

c. Retribusi Perizinan Tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemda dalam rangka
pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan,
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
Jenis Retribusi Perizinan Tertentu adalah:
1. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
2. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
3. Retribusi Izin Gangguan;
4. Retribusi Izin Trayek; dan
5. Retribusi Izin Usaha Perikanan.

Peranan Pajak Daerah Dalam Pembangunan Daerah


Beberapa Contoh Pajak Daerah
1. Pajak Kendaraan Bermotor
Objek Pajak Kendaraan Bermotor adalah kepemilikan dan/atau penguasaan Kendaraan
Bermotor.Termasuk dalam pengertian Kendaraan Bermotor adalah kendaraan bermotor
beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan di semua jenis jalan darat dan
kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Dikecualikan dari pengertian Kendaraan Bermotor adalah:
a. kereta api;
b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan
dan keamanan negara;
c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai kedutaan, konsulat,
perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga
internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan
d. objek Pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki
dan/atau menguasai Kendaraan Bermotor. Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang
pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor. Dalam hal Wajib Pajak Badan,
kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa Badan tersebut.

2.Pajak Air Permukaan


Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan Air
Permukaan.
Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah:
a. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar rumah
tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan
b. pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau Badan yang dapat melakukan
pengambilan dan/atau pemanfaatan Air Permukaan. Wajib Pajak Air Permukaan adalah
orang pribadi atau Badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan Air
Permukaan.

3.Pajak Rokok
Objek Pajak Rokok adalah konsumsi rokok. Rokok meliputi sigaret, cerutu, dan
rokok daun. Dikecualikan dari objek Pajak Rokok adalah rokok yang tidak dikenai cukai
berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
Subjek Pajak Rokok adalah konsumen rokok. Wajib Pajak Rokok adalah pengusaha
pabrik rokok/produsen dan importir rokok yang memiliki izin berupa Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai.
Pajak Rokok dipungut oleh instansi Pemerintah yang berwenang memungut cukai
bersamaan dengan pemungutan cukai rokok. Pajak Rokok yang dipungut oleh instansi
Pemerintah disetor ke rekening kas umum daerah provinsi secara proporsional
berdasarkan jumlah penduduk.

4.Pajak Hotel
Objek Pajak Hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh Hotel dengan pembayaran,
termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan Hotel yang sifatnya memberikan
kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Jasa penunjang
seperti fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika,
transportasi, dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola Hotel.
Tidak termasuk objek Pajak Hotel adalah:
a. jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah;
b. jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya;
c. jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan;
d. jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,
dan panti sosial lainnya yang sejenis; dan
e. jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh Hotel
yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan pembayaran
kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel. Wajib Pajak Hotel adalah
orang pribadi atau Badan yang mengusahakan Hotel.

5.Pajak Restoran
Objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran. Pelayanan
yang disediakan Restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang
dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain.
Tidak termasuk objek Pajak Restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh Restoran
yang nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
Subjek Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan yang membeli makanan
dan/atau minuman dari Restoran. Wajib Pajak Restoran adalah orang pribadi atau Badan
yang mengusahakan Restoran.
6.Pajak Hiburan
Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
Hiburan sebagaimana dimaksud adalah:
tontonan film;
pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
pameran;
diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
sirkus, akrobat, dan sulap;
permainan bilyar, golf, dan boling;
pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan
ketangkasan;
panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center); dan
pertandingan olahraga.
Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
Wajib Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan Hiburan.

7.Pajak Reklame
Objek Pajak Reklame adalah semua penyelenggaraan Reklame. Objek Pajak
dimaksud meliputi:
Reklame papan/billboard/videotron/megatron dan sejenisnya;
Reklame kain;
Reklame melekat, stiker;
Reklame selebaran;
Reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
Reklame udara;
Reklame apung;
Reklame suara;
Reklame film/slide; dan
Reklame peragaan.
Tidak termasuk sebagai objek Pajak Reklame adalah:
penyelenggaraan Reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta
mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang
berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat
usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur
nama pengenal usaha atau profesi tersebut;
Reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah; dan
penyelenggaraan Reklame lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan
Reklame. Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan
Reklame.
Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau
Badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut. Dalam hal
Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib
Pajak Reklame.

Mekanisme Pembayaran dan Pelaporan Pajak Daerah


Pemungutan Pajak dilarang diborongkan. Setiap Wajib Pajak wajib membayar Pajak
yang terutang berdasarkan surat ketetapan pajak atau dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
berdasarkan peraturan perundangundangan perpajakan. Wajib Pajak yang memenuhi
kewajiban perpajakan berdasarkan penetapan Kepala Daerah dibayar dengan
menggunakan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. Dokumen lain yang
dipersamakan sebagaimana dimaksud berupa karcis dan nota perhitungan. Wajib Pajak
yang memenuhi kewajiban perpajakan sendiri dibayar dengan menggunakan SPTPD,
SKPDKB, dan/atau SKPDKBT.

Subyek, Obyek dan Perhitungan PBB, BPHTB dan Bea / Materai


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Objek Pajak PBB
Yang menjadi obyek PBB adalah bumi dan bangunan.
Bumi adalah permukaan bumi atau tanah dan isi yang ada di bawahnya, termasuk tanah
pekarangan, sawah, empang dan perairan pedalaman.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi,
tanah atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha maupun tempat yang diusahakan
Termasuk dalam pengertian bangunan :
a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan, seperti hotel, pabrik dan
emplasemennya, yang merupakan satu kesatuan dengan komplek bangunan tersebut;
b. Jalan tol;
c. Kolam renang;
d. Pagar mewah;
e. Tempat olah raga;
f. Galangan kapal, dermaga;
g. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak;
h. Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Dikecualikan dari pengenaan PBB:
1. Tanah atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di
bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan nasional, yang dimaksudkan untuk tidak
memperoleh keuntungan. Contoh objek yang dikecualikan atau tidak dikenai PBB itu seperti :
pesantren atau sejenisnya, sekolahan/madrasah, tanah wakaf, rumah sakit pemerintah dan lain-
lain .
2. Tanah atau bangunan yang digunakan untuk kuburan umum, peninggalan purbakala, atau
sejenis dengan itu seperti museum.
3. Tanah atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik atau konsulat berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
4. Tanah yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara yang belum dibebani sesuatu hak.
5. Bangunan yang digunakan oleh perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan

Subyek Pajak Bumi dan Bangunan


1. Penanggung PBB adalah orang atau badan yang :
a. mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau;
b. Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau;
c. Memiliki, menguasai atas bangunan, dan/atau;
d. Memperoleh manfaat atas bangunan
2. Apabila suatu bidang dan bangunan tidak diketahui secara jelas siapa yang akan
menanggung pajaknya maka yang menetapkan adalah Direktorat Jenderal Pajak.
Penetapan ini ditentukan berdasarkan bukti-bukti; Apakah ada perjanjian antara pemilik
dan penyewa yang mengatur, siapa yang menanggung kewajiban pajaknya dan siapa yang
secara nyata mendapat manfaat atas bidang tanah dan bangunan tersebut.

Penghitungan PBB
Faktor-faktor yang berhubungan dengan penghitungan PBB terhutang :
1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP )
2. NJOPTKP
3. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)
4. Tarif Pajak
Uraian masing-masing faktor adalah sebagai berikut :
1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) berdasarkan tabel yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak
2. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah NJOP yang tidak
dikenakan PBB yaitu Rp. 12.000.000,-
3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak yang besarnya ditetapkan sebesar 20 % dan 40 %
(khusus untuk perumahan dengan NJOP Rp 1 miliar) dari NJOP.
4. Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %.
5. Rumus untuk mengitung PBB adalah sebagai berikut :
PBB = 0,5 % x NJKP. Atau 0,5% X (20%) atau 40% X ( NJOP-NJOPTKP))
1. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP)
NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
Apabila tidak terdapat transaksi secara wajar, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP
Pengganti. Nilai jual sebagai DPP PBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok A dan
kelompok B. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya.
2. Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas minimal NJOP yang menurut ketentuan UU tidak dikenakan pajak.
NJOPTKP ditetapkan setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah) untuk setiap wajib
pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap daerah kabupaten/kota, ditetapkan oleh Kepala Kanwil
Ditjen Pajak atas nama Menteri Keuangan berdasarkan pendapat Pemda setempat, Apabila
seorang wajib pajak memiliki beberapa objek pajak, maka yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak yang mempunyai nilai jual paling besar, sedangkan objek pajak lainnya tetap
dikenakan secara penuh tanpa dikurangi dengan
NJOPTKP,
3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak
NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya. Besarnya NJKP ditetapkan sebesar :
a. Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh persen)
dari Nilai jual Objek Pajak;
b. Objek pajak lainnya :
- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;
- Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual Pajak
Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)


Objek BPHTB
Yang menjadi objek pajak adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak
atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud meliputi :
1). Pemindahan hak karena :
a. jual beli;
b. tukar-menukar;
c. hibah;
d. hibah wasiat;
e. waris
f. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
g. pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
h. penunjukkan pembeli dalam lelang;
i. pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
j. penggabungan usaha;
k. peleburan usaha;
l. pemekaran usaha;
m. hadiah.
2). Pemberian hak baru karena :
a. kelanjutan pelepasan hak;
b. diluar pelepasan hak.
Hak sebagaimana dimaksud adalah :
1. hak milik
2. hak guna usaha
3. hak guna bangunan
4. hak pakai
5. hak milik atas satuan rumah susun
6. hak pengelolaan.

Objek BPHTB yang dikecualikan :


a. Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah
objekcpajak yang diperoleh :
- perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik ;
- negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaan pembangunan
guna kepentingan umum ;
- badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Menteri ;
- orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak
adanya perubahan nama :
- karena wakaf :
- karena warisan :
- untuk digunakan kepentingan ibadah.
b. Objek pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan hak pengelolaan pengenaan pajaknya
Subjek BPHTB
a. Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan.
b. Subjek pajak sebagaimana dimaksud pada butir a yang dikenakan kewajiban

Tarif dan Dasar Pengenaan PBHTB


Tarif BPHTB ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Dasar Pengenaan :
1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Perolehan Objek Pajak.
2. Nilai Perolehan Objek Pajak di atas dalam hal :
a. Jual beli adalah harga transaksi;
b.Tukar- menukar adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
c. Hibah adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
d.Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar objek pajak
tersebut;
e. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan hak adalah nilai pasar objek pajak
tersebut;
f. Penunjukkan pembeli dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum dalam risalah
lelang;
g. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap adalah nilai pasar objek pajak tersebut;
h.Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak adalah nilai pasar
objek pajak tersebut;
i. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar objek pajak t
ersebut.
3. Apabila Nilai Jual Objek Pajak sebagaimana dimaksud diatas tidak diketahui atau lebih
rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan pajak yang dipakai adalah Nilai
Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Apabila Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud diatas belum
ditetapkan, Menteri keuangan dapat menetapkan besarnya Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan
Bangunan.
5. Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan secara regional setinggitingginya Rp
60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).
6. Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak adalah Nilai Perolehan Pajak dikurangi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.
7. Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak.
8. BPHTB = 5% x NPOPKP

Anda mungkin juga menyukai