Komentar yang lebih miris lagi adalah yang ditulis oleh Prof. Budi Winarno
dalam koran Kedaulatan Rakyat (Kamis, 27 Maret 2008). Beliau bahkan sudah
sampai memberikan predikat negara Indonesia sebagai “negara gagal” (failed
states). Hampir semua aspek kehidupan di negeri ini telah dinilai gagal. Gagal
untuk mencapai tujuan negara, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang terjadi dan kita saksikan sehari-hari
di negeri ini justru semuanya adalah serba sebaliknya.
1
yang menyangkut pendidikannya. Bagaimana dengan peran pendidikan
terhadap bangsa ini? Mengapa semua keterpurukan ini harus menimpa
bangsa ini? Marilah kita coba lihat bersama.
Untuk melihat bagaimana wajah pendidikan di negeri ini, marilah kita mulai
dengan “mendengarkan” berbagai komentar para tokoh dan pemerhati pendidikan.
Prof. Ahmad Syafi’i Ma’arif dalam tulisannya di harian Republika sudah memberi
penilaian bahwa pendidikan di Indonesia sudah sangat kronis. Baik kronis dari segi
parahnya penyakit yang diderita, maupun kronis dari segi lamanya penanganan, yang
seperti sudah tidak memberi harapan lagi untuk sembuh. Wajah pendidikan di
Indonesia masih sangat jauh dari yang diharapkan, bahkan jauh tertinggal dengan
negara-negara lain.
2
Dody Heriawan Priatmoko memberikan penilaian yang lebih terperinci lagi.
Menurut beliau, paling tidak ada 3 permasalahan pendidikan yang saat ini tengah
merundung negeri Indonesia. Tiga permasalahan tersebut adalah:
Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia Week dari 77 universitas
yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas terbaik di Indonesia hanya mampu
menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan ke-75. Indikator lain yang menunjukkan
betapa rendahnya mutu pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari data UNESCO
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu
komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per
kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin
menurun.
Jika kita mau menilik terhadap berbagai upaya yang telah dilakukan
pemerintah, sesungguhnya telah banyak penataan-penataan yang selama ini terus-
menerus dilakukan dalam lingkungan pendidikan di Indonesia. Misalnya dapat kita
lihat bagaimana paket Kebijakan Strategis Dikdasmen Berkaitan dengan Perluasan
Akses, baik untuk pendidikan dasar maupun menengah.
1. Pendanaan BOS Wajar pendidikan dasar 9 Tahun (urutan prioritas dalam 5tahun
ke depan.
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan Wajar.
3. Rekrutmen pendidik dan tenaga kependidikan.
5
4. Perluasan pendidikan Wajar pada jalur nonformal.
5. Pendidikan kecakapan hidup(usaha mandiri atau bekerja),untuk tidak bisa
melanjutkan sekolah diarahkan mengakses pendidikan keahlian/skill(PNF).
6. Peningkatan peran serta masyarakat dalam perluasan akses SMA, SMA, SMK/SM
terpadu, SLB, dan PT; kegiatan ini termasuk dalam prioritas kebijakan.
V. ANALISIS MASALAH
6
tetap menjadi bangsa yang terjajah, bangsa budak, bangsa kuli, bahkan bangsa
jongos? Walaupun secara resmi telah menyatakan kemerdekaannya, tetapi pada
hakikatnya tetap menjadi bangsa yang terjajah, bahkan penjajahannya bisa
berlangsung lebih kejam dan sistematis dari model penjajahan sebelumnya.
Untuk dapat memotret segenap skenario yang telah menimpa pendidikan kita,
maka sorotan yang paling tajam yang dapat kita lakukan adalah langsung menuju
kepada berbagai perangkat keilmuan yang selama ini telah diajarkan di bangku
sekolah kita. Mengapa harus mulai dari perangkat keilmuannya?
Kita tentu dapat memaklumi bahwa inti sari dari proses pendidikan itu tidak
lain adalah proses penanaman ilmu itu sendiri. Berhasil tidaknya proses pendidikan
untuk mencetak manusia unggul sangat ditentukan oleh perangkat-perangkat ilmu
yang telah diberikan.
Marilah kita melihat kembali apa dan bagaimana tingkatan ilmu yang telah
diberikan pada proses pendidikan kita. Dalam proses pendidikan kita, diakui atau
tidak, ternyata tingkatan ilmu pengetahuan yang diberikan sesungguhnya baru sebatas
pada tingkatan yang ke-3. Tiga tingkatan tersebut ialah:
1. Tingkatan I
Tingkatan I merupakan tingkatan ilmu yang paling dasar. Pada tingkatan ini,
proses pendidikan hanya memberikan kemampuan untuk mengidentifikasi obyek
yang dapat terindera secara langsung. Proses pendidikan inilah yang yang selanjutnya
akan memberikan ilmu pengetahuan tingkat dasar. Ilmu pengetahuan dasar tersebut
dapat diperoleh dengan memanfaatkan 4 unsur dalam berfikir:
1) Adanya fakta yang terindera.
2) Adanya indera-indera.
3) Adanya otak.
2. Tingkatan II
7
a. Sesuatu yang tersembunyi.
3. Tingkatan III
8
Oleh karena itu, pendidikan seharusnya tidak hanya terhenti pada
tingkatan 3. Pendidikan seharusnya dilanjutkan untuk mencapai tingkatan 4,5
maupun 6. Tercapainya tingkatan tersebut diharapkan dapat memaksimalkan
potensi intelektualitas yang dimiliki manusia. Diharapkan akan menjadi
manusia yang mandiri dan tidak mudah untuk dikendalikan oleh kaum
kapitalis penjajah.
4. Tingkatan IV
5. Tingkatan V
9
1) Adanya gambaran yang khas dan jelas tentang pengaturan yang benar terhadap
kehidupan manusia di dunia ini.
6. Tingkatan VI.
VI. PENUTUP
10
perangkat ilmu bukanlah satu-satunya, masih ada seabreg lagi konsekuensi lain yang
akan menyertainya, seperti penyusunan kurikulumnya, sistem pengajarannya,
pembiayaan sekolahnya, dan seterusnya. Masih akan ada banyak daftar yang harus
menyertainya.
Namun demikian, dalam makalah yang pendek ini penulis tetap berkeyakinan,
bahwa perubahan itu tetap harus dilakukan, dan perubahan itu harus dimulai dari
penataan perangkat ilmu dengan benar, supaya anak didik kita menjadi manusia yang
benar. Benar dalam visi hidupnya, benar dalam misi hidupnya, benar-benar sesuai
dengan Kehendak dari Yang Maha Pencipta, Allah SWT, ketika hendak menciptakan
manusia di atas muka bumi ini. Wallahu a’lam bishshowab.
11